Entahlah Amar Mea? Ayah tidak mengerti dengan dirimu. Kau ini sangatlah keterlaluan! Anak sendiri bisa gugur di tanganmu sendiri," dengan sangat gusar, tuan besar Sahu Mea Malawi menuding anak tunggalnya."Maafkan aku Ayah! Aku tidak tahu jika Mary Aram sedang mengandung," Amar Mea Malawi duduk di samping pembaringan istrinya sambil menutup wajah penuh penyesalan."Mengandung tidak mengandung, kau tetap harus memperlakukan istrimu dengan bermartabat!" Tuan besar Sahu Mea Malawi berusaha mengendalikan emosinya agar tidak menghajar Amar Mea Malawi."Ya Ayah! Aku salah," Amar Mea Malawi mengakui kesalahannya, ia meraih telapak tangan Mary Aram dan mengecupnya. "Entah mengapa jika menyangkut Mary Aram, hatiku selalu dikuasai rasa cemburu akan pria lain?"Akhirnya tuan besar Mea Malawi tidak dapat membendung kesal. Tuan besar itu tidak tahan melihat Mary Aram yang terbaring kaku seperti boneka, maka ia pun menampar putranya sendiri."Sadarlah! Kau itu sangat beruntung mendapat istri cantik
"Aku kecewa denganmu Amar Mea," dokter Mizeaz terus menatap Mary Aram dari balik dinding kaca."Kita ini tumbuh bersama, Kau tahu siapa diriku dan bagaimana karakterku," dokter Mizeaz tertawa sejenak, "Bisa-bisanya kau termakan racun Meina Aram? Bahkan kau tega melakukan penganiayaan hasrat pada Mary Aram.""Maafkan aku Adam Mizeaz, aku terbakar cemburu," ujar Amar Mea Malawi sangat menyesal, "Dan juga, aku tidak tega mendapati adikku menangis patah hati.""Apakah kau akan memaksaku untuk menjalin hubungan dengan Meina Aram," Adam Mizeaz menoleh menatap Amar Mea Malawi."Ya! Aku mengharapkan kau dapat menjalin pernikahan dengan Meina Aram adikku," Amar Mea Malawi balas menatap Adam Mizeaz."Maaf Amar Mea. Mendapati tabiat adikmu yang egois dan bermulut racun, aku lebih nyaman mengejar pelayan badungmu itu," Adam Mizeaz terbahak meninggalkan Amar Mea Malawi."Oh ya," dokter Mizeaz menghentikan langkahnya sejenak, "Mendapati betapa brutalnya kau terhadap Mary Aram, jangan salahkan aku j
'Kurang ajar kau Meina Aram! Tega sekali kau pada kerabatmu sendiri,' sekuat tenaga Mary Aram membangunkan tubuh kakunya."Mary Aram, Mary Aram… tidak akan ada yang menolongmu! Ha ha…" Meina Aram tertawa licik. "Bahkan rasa cinta suamimu kepadamu, tetap terkalahkan oleh tangisan sendu Meina Aram.""Suamimu terus melampiaskan kecemburuan padamu! Tubuhmu akan rusak, kecantikanmu akan pudar! Dan… suamimu akan berpindah pada wanita lain," Meina Aram mengejek, menepuk-nepuk pipi Mary Aram, lalu bersenandung.Senandung lembut mewarnai ruangan perawatan Mary Aram, senandung lembut itu terdengar sebuah ejekan bagi Mary Aram.Terasa selang infus Mary Aram sedikit bergeser, 'Oh astaga! Apa yang kau lakukan dengan infus, Meina Aram?'"Kau bermain-main denganku Mary Aram, tetapi aku tidak suka bermain-main," sekali lagi terasa selang infus kembali bergerak. "Kau merebut kasih sayang kakek dan nenek, bahkan kasih sayang ayahku.""Kini, kau menguasai uang Amar Mea, juga perhatian Adam Mizeaz. Kau s
Benturan pada kepala Mari Aram oleh Meina Aram, menyadarkan Mary Aram sepenuhnya. Perlahan ia membuka mata, kepalanya terasa pusing karena banyak kehilangan darah ketika keguguran.Dalam ruangannya, seorang perawat mengganti jarum beserta cairan infus. Sedangkan perawat yang lain membenahi posisi tidurnya."Darah? Bagaimana bisa kepala pasien berdarah?" Dengan hati-hati perawat mengangkat kepala Mary Aram. "Lihat! Kepala pasien terluka.""Oh astaga! Wajah pasien juga memerah seperti bekas tamparan," kedua perawat itu memeriksa kondisi Mary Aram dengan cermat."Dokter Esmeralda, seseorang telah menganiaya pasien," perawat yang membenahi posisi tidur Mary Aram melapor ketika dokter Esmeralda dan Amar Mea Malawi memasuki ruangan perawatan Mary Aram."Menganiaya pasien, bagaimana?" Dokter Esmeralda segera mengambil alih pemeriksaan Mary Aram.Diliputi perasaan cemas, Amar Mea Malawi ikut memeriksa kepala Mary Aram. "Bagaimana lukanya Dokter?""Lukanya cukup serius! Harus dilakukan CT Scan
"Ya, akulah Patrice Mea Malawi!" Nona Patrice berkacak pinggang di atas tempat tidur, "Kaulah yang membuangku di hutan Plum! Kau sangat jahat sama jahatnya dengan Meina Aram!""Kakak macam apa kau ini? Menjadikan adik sendiri sebagai pelayan!" Gadis itu melompat dari tempat tidur dan menginjak-injak tubuh Amar Mea Malawi."Patrice, nakal sekali kau!" Amar Mea Malawi berusaha bangkit menghindar dari serangan nona Patrice."Kau sangat jahat dan tidak tahu diri! Aku membantumu mendapatkan wanita pujaanmu, dan kau menyia-nyiakannya," dengan luapan kekesalan nona Patrice semakin gencar menghajar Amar Mea Malawi."Kau selalu saja memanjakan Meina Aram! Apakah ia berterima kasih? Tentu saja tidak!" Gadis itu meraih jarum suntik yang terbungkus plastik dan melemparkan ke pada Amar Mea Malawi."Orang gila itu justru mencelakai istrimu! Dan dengan bodohnya kau masih membelanya!" Nona Patrice sangat kesal, ia menunjukkan sebuah rekaman dari ponselnya kepada Amar Mea Malawi."Aku sangat mengagumi
Air danau begitu jernih, menampakan bebatuan alam yang menjadi dasar danau. Mary Aram tersihir oleh damainya sekeliling danau.'Mungkin mandi di danau dapat membersihkan diriku?' Dengan antusias Mary Aram bangkit dari kursi roda, dan berjalan ke arah danau."Nyonya Muda! Tidak boleh ke danau, sangat berbahaya!" Patrice Mea Malawi tersentak mencegah. Dipeluknya tubuh Mary Aram erat, agar tidak ke danau.Mary Aram sekuat tenaga melanjutkan langkahnya, mengacuhkan Patrice Mea Malawi. "Patrice mohon, jangan ke sana Nyonya Muda!" Lalu Patrice Mea. berteriak panik memanggil pertolongan, sambil terus memeluk erat kakak iparnya.Niat Mary Aram hanya satu, yaitu kesuciannya kembali! Dalam sekali sentak Patrice Mea Malawi jatuh terguling dan Mary Aram berlari sekencangnya masuk ke dalam danau."Tolong! Nyonya Muda terjun ke danau!" Nona Patrice menarik tali lonceng menara air. Gadis itu membunyikan lonceng berkali-kali.Para pengerja perkebunan dan pelayan rumah induk dalam waktu singkat ber
Menjelang petang, terdengar suara tiupan terompet dari Muara menandakan bahwa perayaan bulan purnama segera dimulai.Tambur ditabuh bersahut-sahutan, diiringi suara alat musik tradisional yang lain."Istriku, perayaan bulan purnama telah dimulai. Kita segera ke sungai, perahu kita telah menanti," Amar Mea Malawi menyisir dan mengikat rambut panjang Mary Aram dengan pita merah."Istri? Benarkah aku telah menjadi istrimu?" Mata Mary Aram menatap bayangan dirinya sendiri di cermin. Perlahan ia tersenyum, ekspresinya tampak sangat bahagia."Ya kita telah menikah," Amar Mea Malawi juga tersenyum bahagia melihat senyum menawan tersungging di bibir istrinya."Abee Bong... kau menerimaku kembali?" Mary Aram menyentuh punggung tangan Amar Mea Malawi, "Aku telah ternoda, aku sangat malu!"Senyum bahagia Amar Mea Malawi sirna seketika, perlahan telapak tangan pria itu mengepal."Bisakah kau tidak menyebut nama pria itu?" Ujar Amar Mea Malawi geram."Pria itu? Apa maksudnya?" Mary Aram tertegun
Senandung pengantar tidur begitu lembut mengalun. Rasa nyaman perlahan mengalir merasuki hati, menyegarkan jiwa yang lelah.Aroma obat-obatan herbal menyapa hidung Mary Aram, hatinya sesaat melonjak. 'Ayah?' Mary Aram membuka mata dan segera memeluk tuan besar Felix Aram yang berbaring di sampingnya."Ayah, Mary Aram sangat merindukanmu," ia tidak kuasa membendung tangis. "Mary Aram sangat takut!""Ayah ada bersama denganmu," tuan besar Felix Aram menepuk punggung anaknya memberi ketenangan. Ia sangat marah dan tidak tega mendapati anak tunggalnya yang cantik penuh dengan luka."Ayah, bolehkah Mary Aram bersekolah di St John," Mary Aram menarik napas panjang menghirup aroma kasih sayang ayahnya, sangat tentram berada dalam pelukan ayah."St John?" Tuan Besar Felix Aram terdiam sejenak, hatinya sangat hancur mengamati wajah sendu anaknya."Entahlah Ayah, sepertinya St Martin sangat menakutkan," Mary Aram menyembunyikan wajahnya dalam dekapan hangat tuan besar Felix Aram. "Baik, jik
"Mary Aram?" Boa Moza terkejut menatap ambang pintu utama rumah persemayaman jenazah. "Bukan kah yang di sana tadi, Mary Aram?"Boa Moza menoleh menatap perawat Patsy, dengan tatapan tidak mengerti. Perawat Patsy juga masih tertegun bingung, dengan apa yang dilihatnya. "Ya, benar! Yang barusan kita lihat adalah Nona Besar!" Perawat Patsy segera berlari menuju pintu utama rumah persemayaman. "Cepat sekali menghilang? Tidak ada siapa-siapa di luar?"Sejenak ia menjelajahi taman kecil di depan rumah persemayaman jenazah. Tidak ada siapa pun di sekitar taman. Tanpa banyak bicara Boa Moza kembali ke ruangan Mary Aram di rawat. "Mary Aram, kau membuatku ikut terkena serangan jantung!"Langkah lebarnya, mempersingkat waktu. Sesampai di ruang perawatan Mary Aram, tirai merah telah disingkirkan. Sebab jenazah tuan besar Felix Aram telah dipindahkan ke gedung persemayaman jenazah."Mary Aram? Kau telah bangun?" Boa Moza menggeser pintu dan menyibak tirai pemisah ruangan.Seorang perawat me
"Tuan Besar Boa Moza! Dokter Felix Aram telah berpulang kepada SANG PENCIPTA, tiga puluh menit yang lalu," seorang dokter senior menandatangani selembar kertas. "Maafkan kami, Tuan Besar Boa Moza," dokter senior membungkuk memberi hormat, tanda berduka."Tidak mungkin!" Boa Moza sangat terkejut. Sebab tidak ada tanda-tanda atau firasat jika kakaknya itu akan berpulang kepada Yang Maha Agung SANG PENCIPTA."Kakakku tidak mungkin meninggal! Semalam kami berbincang santai, bahkan kakakku bercanda dengan cucu-cucunya," Boa Moza tidak percaya apa yang dilihat dan didengarnya. "Kakakku itu tertawa bahagia saat menidurkan anak dokter Miseaz di pangkuannya.""Kesedihan mendalam akan nona besar Aram dan tuan muda Mea Malawi putra adatnya, merupakan tekanan berat bagi dokter Felix Aram. Hal itu memicu terjadinya serangan jantung.""Sekali lagi! Ini tidak mungkin!" Boa Moza sangat terpukul, mendapati Dokter Felix Aram berbaring memeluk Mary Aram putri tunggalnya yang koma hampir empat bulan.P
"Adam Miseaz? Bagaimana bisa, kau ada di sini?" Desis Boa Moza menahan sakit yang mulai menguasai tubuh. Samar-samar wajah Adam Mizeaz tersenyum ada di depan mata. Senyuman itu terasa aneh, mengandung banyak makna. 'Bagaimana bisa dokter itu berada di St. John? Bukankah seharusnya berada di St. Martin?'Bau anyir darah bercampur obat menguasai ruangan, denting peralatan medis saling beradu.Di tengah setengah kesadarannya, Boa Moza merasakan jika dokter Adam Mizeaz mulai melakukan operasi."Kau heran Boa Moza, mengapa aku bisa di sini?" Suara tenang Adam Mizeaz memecah keheningan, dengan santai ia menangani operasi pengambilan peluru di bahu Boa Moza. "Tentu saja aku harus berada di sini, sebab orang yang sangat aku cintai sedang melangsungkan pernikahan.""Apa maksudmu Adam Mizeaz?" Gumam Boa Moza, hatinya sangat tidak nyaman dengan sikap Adam Mizeaz. "Ya! Aku sangat mencintai Mary Aram! Ia adalah obsesiku! Karena Mary Aram lah, aku berniat menjadi dokter. Agar derajatku sepadan
Sangat sakit! Kaku! Sakit yang luar biasa pada punggung itu begitu dominan, membuat sekujur tubuh yang lain mati rasa. Perlahan tubuh menjadi basah oleh cairan hangat! Mary Aram pun tumbang ke lantai.'Keterlaluan! Sungguh keterlaluan! Apa salahku? Mengapa orang-orang begitu kejam padaku?''Tidak cukupkah ayahku, berbuat kebaikan kepada mereka? Mengapa mereka menginginkan nyawaku?'Di tengah perasaan sakit dan malu, Mary Aram berusaha untuk bangkit. Seulas senyum tersungging di sudut bibirnya. 'Ya SANG PENCIPTA Yang Maha Agung, ampunilah orang-orang ini! Aku serahkan perbuatan mereka ke dalam tanganMU SANG PENCIPTAku Yang Maha Agung. '"Istriku!" Boa Moza segera mengangkat Mary Aram, bersamaan dengan Abee Bong Moja."Mary Aram!" Abee Bong Moja berusaha mengambil alih tubuh Mary Aram."Menyingkir! Kau tidak ada hak atas istriku!" Boa Moza mendesak tubuh Abee Bong Moja agar menjauh dari istrinya."Boa Moza! Ia tunanganku!" Abee Bong Moja bersikeras merebut tubuh Mary Aram."Hah! Lihatl
Dari tangga ruang lonceng dapat terlihat jelas ritual pernikahan suaminya dengan Alda Bong Moja.Tangis pilu Mary Aram semakin tidak terbendung, melihat Alda Bong Moja menerima dupa wangi dari biksu kepala lalu berjalan mengitari Boa Moza. Dari balik cadar pengantin yang transparan, dapat terlihat jelas senyum manis mengembang di wajah wanita itu."Suamiku apapun yang terjadi, aku percaya kepadamu. Namun hatiku tidak bisa menerima wanita itu, dia akan menjadi duri dalam rumah tangga kita.""Ini rumah tangga kita, keluarga kita! Sangat keterlaluan berbagi tempat tidur bersama wanita lain."Dupa wangi telah mengitari pengantin pria, saatnya berganti dengan nyala api mengitari pengantin wanita.Hati Mary Aram semakin tersayat kepedihan, melihat suaminya membawa api dalam bokor tembaga berjalan mengitari pengantin wanita. "Mary Aram, kau harus percaya pada suamimu!" Wanita itu menangis seorang diri, sambil memukul-mukul bahunya. "Aku harus percaya! Aku harus percaya suamiku!"Doa-doa ri
"Kalian bawa anakku ke menara Timur.""Baik Nyonya besar."Perawat Ellen membawa Hegan Boa keluar, sesampai di ambang pintu ia menoleh. Perawat itu mencemaskan Mary Aram, hatinya tidak tega mendapati suami majikannya direbut paksa tepat pada hari pernikahan. "Namun, apakah Nyonya besar tidak masalah jika kami tinggal?""Kalian jangan cemas, aku baik-baik saja," Mary Aram tersenyum, wajahnya tampak tenang, namun tampak jika sedang mengendalikan perasaan luka. Berlalunya kedua perawat, Mary Aram membuka kotak kayu di hadapan di atas meja. Ia mengeluarkan seuntai kalung dan sebuah cincin perak. Pada liontin kalung serta cincin itu berlambang burung Cendrawasih.Selain itu masih ada sebuah cincin emas berlambang kepala singa. Kedua cincin itu adalah cincin pria, yang longgar di jari Mari Aram. Ia menyematkan kedua cincin itu pada kalung perak, lalu mengenakannya.Lonceng pernikahan kembali terdengar. Mary Aram menarik napas dalam, lalu beranjak meninggalkan kediamannya melalui balkon.
["Ibunda Besar! Ibunda Besar! Tuan muda Hegan Boa tidak boleh sering menangis, matanya dapat kembali terinfeksi oleh air mata," perawat Ellen berusaha mengambil alih Hegan Boa.]["Diam! Aku seorang tabib, aku bisa mengobati cucuku sendiri."]["Tidak bisa Ibunda Besar! Pengobatan mata tuan muda tidak boleh berganti metode di tengah jalan! Sangat berbahaya bagi kornea mata tuan muda."]Kegaduhan di luar menjadi jelas terdengar ketika tiba-tiba pintu terbuka lebar."Kurang ajar kalian! Tidak tahu malu!"Seruan penuh kegusaran memutus suasana kasih sayang. Mary Aram tersentak, mendapati kehadiran neneknya menggendong Hegan Boa. Anak itu menangis ketakutan."Nenek! Hegan Boa trauma dengan suara keras. Jangan lah marah atau bersuara keras bila menggendong anakku Hegan Boa."Wanita tua itu datang menghampiri Mary Aram, tanpa diduga langsung menamparnya. Membuat Boa Moza terkejut, tangis Hegan Boa pun semakin keras. "Anak? Anak siapa? Kau ini bukan ibu kandungnya. Hah! Tidak tahu diri benar
Senyuman Boa Moza kembali mengembang, sekali lagi ia mengecup kening ibunya. "Tentu saja perawat itu benar! Hegan Boa akan menangis dengan orang asing. Jika anak itu menangis, matanya tidak akan kunjung sembuh tentunya.""Dan juga Ibu, bukankah ada kediaman khusus untuk tamu? Ibu tidak boleh membawa sembarang orang tinggal di kediamanku. Aku tidak nyaman orang lain melihat barang-barang pribadiku.""Joseph Boa, aku bukan orang asing! Akulah ibu Hegan Boa, tentu saja aku berhak menggendong anakku!" Protes keras wanita berjubah pengantin memecah suasana."Benar Nak, Esmeralda Bong bukan orang asing. Ia ibu Hegan Boa, kalian sekeluarga harus kembali bersatu."'Ibu, itu tidak bisa!' Boa Moza menghela napas, perintah ibunya itu sungguh tidak masuk akal. Ia menundukkan kepala mengacuhkan wanita bernama Esmeralda Bong. "Tidak Ibu! Mary Aram adalah ibu Hegan Boa. Mary Aram merawat Hegan Boa dengan welas asih, dokumen kelahiran Hegan Boa pun tertulis Mary Felix Aram sebagai ibu kandungnya."
Pagi itu, pukul 08.00 sekretaris pribadi Boa Moza datang bersama empat orang karyawan, untuk mempersiapkan keperluan pernikahan. Mereka menggunakan ruang keluarga sebagai tempat berlangsungnya pengesahan pernikahan.Selang tiga puluh menit, pengacara Boa Moza tiba bersama petugas pencatat pernikahan negara. Mereka akan segera mengesahkan pernikahan Mary Aram dengan Boa Moza secara hukum negara."Tuan Boa Moza, mari kita legalkan pernikahan anda. Sah, secara hukum negara," Petugas pencatat pernikahan menjabat tangan Boa Moza.Sekretaris pribadi mengajak mereka menuju ruang keluarga. Dengan ramah, kedua petugas pemerintahan itu menyiapkan dokumen pernikahan yang akan ditandatangani oleh Mary Aram dan Boa Moza."Apa saja yang menjadi jaminan masa depan istri anda?""Seluruh perusahaan, bisnis, serta seluruh aset dan properti milikku, aku berikan kepada Mary Aram dan Hegan Boa anakku sebagai jaminan masa depan mereka."Pengacara Boa Moza meletakkan daftar kekayaan Boa Moza di tengah mej