Sejatinya, cerita cinta selalu indah jika tidak tentang pergi, khianat dan luka. Ketika kamu terlalu cinta, kamu rela meminum racun dengan penuh sukacita.
Minum racun bukan tentang mengambil segelas cairan pembunuh serangga. Meminum racun dengan penuh sukacita adalah melakukan segala sesuatu, mempertaruhkan segala sesuatu untuk cinta yang salah. Kita semua pernah salah, tapi kesalahan yang paling di sesali adalah melakukan segala hal terbaik demi nama cinta, untuk seseorang yang tak pantas menerimanya.
Saat semua baik baik saja, kadang kita lupa bersyukur dan menganggapnya biasa. Syukurilah hari yang cerah, Makanan, Kehidupan, dan kebersamaan dengan orang yang kita cintai. Jangan menyesalinya kemudian hari saat semuanya berubah.
***
Jalan Sudirman, 56
“Kemana kita? Pulang?” tanya Rizky tak sabar tapi tetap fokus dengan tugas menyetirnya.
“Iya, Pulang, banyak tugas nih.”
“Gak mau makan dulu?” Rizky mencoba menkonfirmasi.
“Boleh juga.” balas ku tenang.
“Do I have to cry for you” – Nick Carter
Lagu penuh luka yang entah mengapa mengalun menemani perjalanan sore itu.
Entah mengapa lagu tersebut lebih cocok didengarkan pasangan yang sedang patah hati, sendirian dengan setumpuk tisu, menghabiskan malam dengan air mata dan mengawali hari dengan mata sembab. Aku memasang wajah bingung, mengapa kita berlagak seperti sedang patah padahal hati kita sedang utuh dan tak tergores? Ataukah ini melegakan hati?
Apapun alasannya aku membenci lagu patah hati yang menguras emosi untuk mencerna apa yang ingin disampaikan oleh penyair, namun mengapa begitu banyak lagu seperti ini menggema diseluruh dunia? Serapuh itukah dunia?
Aku mengambil sepucuk koran lusuh yang tergeletak seperti meminta dirinya dikasihani olehku. Dari tanggalnya, usia surat kabar ini tak setua tampilan lusuhnya.
“ End Human Slavery” mataku terhenti di halaman kedua koran lusuh ini.
Sejenak aku membaca tajuk, lalu tertidur. Dalam mimpi ku masih belum menemukan jawaban mengapa membaca adalah obat tidur terbaik bagi para idealis penganut aliran “anti sembarang obat” seperti aku.
“Din, sampe nih.” kalimat Rizky membuyarkan mimpi ku yang baru mulai kurilis.
“eh dimana nih? “ tanyaku sambil mengucak mata.
“SATE KAMBING MBAK NUR” tulisan yang seharusnya bisa ku baca dari jarak 500 meter jika saja ku tak tertidur.
Aku menyusul Rizky yang telah terlebih dahulu masuk. Tak seperti warung sate lainnya, aku dan Rizky sepakat bahwa Mbak Nur tak pernah mengecewakan kami soal rasa.
“Eh ada mbak Dina.” sapa Mbak Nur ramah seperti biasanya yang kubalas dengan senyum sambil mataku berkeliling mencari Rizky yang ternyata telah dengan sopan duduk di sudut ruangan sambil tersenyum kegirangan melihatku mencarinya. Aku memang sedikit lebih dikenal oleh Mbak Nur karena keseringanku menumpuk sate dalam perut setiap pulang kuliah.
Sekarang aku telah berada tepat di depan Rizky. Mataku tak lagi berkeliling mencarinya, karena dia tetap ada disini. Di depanku.
Pemandangan seperti ini sudah ku nikmati hampir setiap hari, dan hari ini masih sama.
***
Saat bersama Sahabat, kita menjadi segalanya. Seolah bisa menaklukan dunia, bahkan kita bisa menjadi apapun yang kita. Persahabatan adalah hal yang indah. Bagi siapapun itu, milikilah paling tidak, seorang sahabat untuk berbagi.
Dengan kedua tangan memeluk revisi skripsi, aku melangkah kaki dengan berat. Mataku tiba tiba menemukan seeorang yang kucari sejak tadi.
Ya, aku mencari sahabatku, Laila untuk menemaniku bertemu Pak Jafar sore ini.
“Lailaaaaaaa.” seruku tak sabar memanggil seseorang berambut panjang diujung jalan.
“Din, kayak orang kesurupan aja gak malu ya sama umur.” Celetuk Laila tanpa belas kasihan melihatku berlari dengan beban berat.
“Abis kamunya budeg sih.” Jawabku ketus
Spontan aku membagi barang bawaanku ke tangan Laila tanpa menunggu persetujuan.
“Laila Kamila, wanita tercantik yang pernahku kenal. Makasih yaa, berat nih. Aku membagi separuh barang bawaanku ke tangan Laila tanpa menunggu persetujuannya. Sekalian temani aku ketemu pak Jafar yaa?. “
“Maaf Din, aku lapar banget bisa tahun depan aja? “ sebuah pertanyaan aneh yang ku balas dengan tatapan memelas.
“Kalo ada maunya aja, lemah tak berdaya gini.” Laila masih melanjutkan ceramahnya padaku yang tak peduli selain dia bisa menemaniku bertemu pak Jafar pembimbing skripsi ku yang sibuk itu.
Mata pak Jafar naik turun, sesekali kumis tebalnya ikut bergerak, mengangguk, menggeleng tanpa suara membaca naskah skripsiku yang telah ku revisi tiga kalinya. Ekspresi itu membuatku tak kaget saat pena bertinta merah di tangannya bergerak membuat bulatan bulatan kecil pada kertas skripsi yang kucetak dengan penuh rasa hormat.
“Pemilihan kalimatmu jelek dan tidak ilmiah.” protesnya kemudian.
“Tapi, bapak yakin kamu bisa perbaiki, tapi ini juga bisa fatal.” Lanjutnya sambil melingkari kesalahan pengetikan kata “sampai” yang ku ketik dengan kata “samapai” .
“oh iya pak, typo..hehehe” kata ku berusaha tenang dan berusaha santai.
“Bapak hanya tidak ingin membuang waktu dengan membaca tulisan sampah.” Lanjut beliau yang kali ini tak bisa ku balas dengan “hehehe” namun dengan wajah tak berdaya. Aku membatin, jika ada yang berani mengambil foto ekspresi jelekku sekarang didepan pak Jafar, ku pastikan dia akan kuhantui seumur hidupku sebelum dia menghapus foto tersebut.
“Kamu cantik juga saat bego.” a picture received. Tak sabar ku membuka foto dengan keterangan foto yang telah membuatku menahan geram.
Berhasil. Laila seperti bisa membaca pikiranku yang tak ingin di potret saat itu.
Laila, sahabatku akan ku hantui seumur hidupku.
Memiliki sahabat adalah memiliki harta yang tak ternilai. Mereka yang tak memilikinya adalah orang paling malang dan menderita.
Sepanjang perjalanan hidupku yang hampir seperempat abad, aku tak pernah terlalu mempercayai pertemanan. Tapi, pertemuanku dengan Laila, membuatku sejenak melupakan bullian dan cerita pertemanan menyeramkan yang ku miliki di masa kecil.Persahabatan dengan Laila dimulai pada saat masuk kuliah, aku begitu kebingungan saat mencari gedung loket pendaftaran dan tidak begitu nyaman harus bertanya pada orang lain yang sibuk. Laila kemudian menghampiriku, dengan ramah bertanya apakah aku sedang mencari loket pendaftaran mahasiswa baru. Merasa senasib, kami berdua kemudian menghampiri loket demi loket, dan tiga puluh menit kemudian akhirnya tiba pada loket yang memang dikhususkan untuk kami. Mendapatkan seorang teman, di antara ribuan pendaftar adalah hadiah yang sangat berharga.Sejak saat itu dan sederet perjalanan kami di bangku kuliah, membuat aku dan Laila semakin akrab adan dekat. Menjalani hari hari kuliah yang menguras tenaga, waktu dan uang, aku merasa sanggup menjalani semuanya bersama Laila. Hingga pada usiaku yang ke sembilan belas, aku berkenalan dengan Rizky, pacarku sekarang. Hal ini tidak luput dari peran Laila, tempat aku meminta saran, dan bahkan seringkali tempatku menangis mencurahkan segala perasaan.Rizky Andika, pacarku berkuliah pada fakultas yang berbeda dan berstatus senior. Pria yang baik, berlaku manis dan setia mendampingiku mengerjakan tugas kuliah. Sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir, hidupku sempurna tanpa drama percintaan berarti. Aku memiliki sahabat yang ku percaya, dan memiliki seorang kekasih yang penuh cinta.***
Kita percaya bahwa satu kebaikan yang ditabur hari ini akan menghasilkan seribu kebaikan di hari esok, dengan cara dan jalan yang berbeda.
Pagi-pagi sekali aku telah berada di kampus, karena hari ini aku akan ujian skripsi. Setelah banyak drama revisi, hari-hari berhadapan dengan Pak Jafar telah hampir berakhir. Aku sibuk mempersiapkan diri, sesekali merapikan rambut yang memang sudah rapih sejak tadi. Aku hanya tinggal menunggu giliran untuk masuk. Hari ini aku dan sembilan teman menjalani ujian akhir, mempertanggungjawabkan apa yang kami tulis dalam skripsi kami. Tim sukses kami adalah teman-teman yang juga mempersipkan konsumsi sehingga kami benar-benar fokus pada ujian. Sebentar lagi, setelah ujian selesai ruangan ini akan dipenuhi bunga dan juga makanan. Selayaknya kami merayakan apa yang telah diperjuangkan selama ini.
Tim suksesku adalah Laila dan tentu saja Rizky. Dua orang yang benar-benar istimewa dengan ucapan terima kasih istimewa dalam skripsiku. Sejak tadi, Laila telah disini memberiku semangat, bukan sekedar semangat, beberapa tips diberikan kepadaku, karena Laila telah menjalani ujiannya beberapa hari lalu. Rizky sendiri sedang di luar, mengobrol dengan beberapa temanku.
Saat yang menegangkan pun tiba, aku masuk ke ruangan ujian. Di sana, terlihat lima dosenku sudah menunggu. Mereka adalah dosen pembimbing dan juga penguji hari ini. Aku menarik nafas panjang mencoba mempraktekan teori anti gugup dari Laila beberapa menit yang lalu. Aku memperlihatkan senyum terbaik sebelum akhirnya dipersilahkan memaparkan apa yang telah kupersiapkan. Sesi pertanyaan pun tiba, semuanya kujawab dengan lancar dan meyakinkan, dan akhirnya ujian telah hampir benar-benar selesai hingga salah seorang penguji menanyakan hal diluar dugaanku, beliau meminta maaf lalu meneruskan kalimat dengan bertanya: “Seberapa besar keyakinanmu akan menikah dengan Rizky? Mengapa kau menuliskannya dengan sangat istimewa disini?”. Aku terdiam sejenak, tersenyum kecut. Dalam hatiku menyesalkan permintaan maaf beliau tadi adalah karena akan bertanya sesuatu yang membuatku kini terdiam. Pengujiku tersenyum, dan dengan tiba-tiba aku menjawab :”Aku sangat ingin bersama Rizky, Pak. Menuliskan namanya dengan ucapan terima kasih yang istimewa adalah hal yang perlu ku lakukan, sebagai seorang yang layak berterimakasih”. Jawabanku terhenti dan ujian dinyatakan selesai. Aku menyalami kelima dosenku dan melangkah keluar ruangan. Di sana, Laila menyambutku dengan penuh sukacita. Walaupun aku belum tau nilai ujianku, tapi ini benar-benar melegakan. Sejenak aku duduk dan berdoa, berterimakasih pada Sang Sumber Hikmat atas kelancaran ujianku. Dan tentu saja, atas kebahagiaanku hari ini.
Ya, aku sedang bahagia.
***
Tepatnya kita tidak pernah benar benar bisa paham arti kehilangan, jika kita belum pernah kehilangan.
Pukul 14.00 tepat seluruh peserta ujian hari ini telah berkumpul kembali untuk mendengarkan hasil ujian. Aku dinyatakan lulus dengan nilai ujian A. Hatiku benar-benar bahagia. Hari seperti ini akhirnya hadir juga dalam hidupku. Empat tahun perjuangan dan drama ini telah hampir selesai.
Aku pulang ke rumah diantar oleh Rizky dan Laila. Ibu telah menungguku dengan perasaan cemas. Namun karena melihat wajah kami bertiga yang tak bisa menyembunyikan perasaan gembira. Ibu pun langsung memelukku dan mengucapkan selamat atas kebehasilanku. Kami menikmati makan malam masakan ibu, setelah itu Rizky dan Laila bergegas pulang.
Hari yang melelahkan dan membahagiakan. Besok aku akan mengurus segala keperluan administrasi untuk wisuda. Setelah melakukan ritual sebelum tidur yaitu menggosok gigi, memebersihkan wajah, membaca buku dan mematikan lampu, sebuah pesan dari sebuah nomor tak kukenal masuk :
“Din, selamat yaatas ujiannya hari ini. Semoga berkah dan semoga bahagia selalu”. Gantinya membalas pesan tersebut aku membatin ”selalu bahagia?” apakah kebahagiaan ku ini akan berakhir? Tidak. Apapun itu, aku harus terus bahagia. Seperti hari ini.Sebelum akhirnya semuanya berubah dan menjadi Tak Lagi Sama.
Sebelum hari yang penuh airmata ini tiba, aku adalah orang yang penuh bahagia. Setiap sudut cerita hidupku adalah perjuangan, tapi bersama bahagia. Tidak seperti hari ini ketika semuanya telah berbeda.***Airmata ku tak henti-hentinya mengalir setelah berhasil ku tahan beberapa menit yang lalu. Masih terbayang dan terus terulang pemandangan tak biasa yang ada didepanku sore ini. Apalagi yang lebih melukai hati ketika melihat sahabat sendiri bersama orang yang kucintai selama ini.Aku menghempaskan diri seenaknya ke kasur dan mulai menangis lagi. Rasanya aku tak percaya jika sahabatku sendiri dengan sadar mengkhianatiku. Tapi adakah yang abadi di dunia yang fana ini? Tak terasa bantalku basah oleh airmataku, dan aku masih saja menangis. Ku pandangi langit langit hijau muda kamarku dengan pandangan kosong. Aku baru saja kehilangan sahabat dan seseorang yang kucintai dalam sekejap saja.Tok..tok..tok..“Din, ay
Perpisahan terjadi karena salah satu pihak sudah tidak ingin bersama.***Kandasnya cerita cintaku dengan Rizky, karena Laila membuat rasa percaya diriku hilang.Aku bertanya tanya apakah ada yang salah dengan diriku, dalam hati aku sangat ingin bertemu Rizky untuk bertanya, meminta penjelasan, dan mengakhiri semuanya dengan lebih jelas, tapi yang terjadi adalah sepertinya Rizky tak berniat menemuiku, atau sekadar mengirim pesan permintaan maaf.Mungkin karena aku yang terlambat menyadari gerak gerik Rizky dan Laila, yang entah sejak kapan sudah saling menyukai.Saat Rizky tidak mengabariku seharian, aku tak pernah menaruh curiga, ataupun saat Laila dan Rizky dan Laila pulang bersama setelah menghabiskan waktu hingga larut malam dirumahku.Perihal penyebab perpisahan ini, aku masih terus menyalahkan diri sendiri. Sambil berderai air mata, aku menemukan sebuah kalimat yang kemudian menguras air mataku lebih
Musim hujan baru saja dimulai diawal November. Dibanding dengan daerah lainnya, kota ku memiliki musim kemarau yang lebih panjang. Musim hujan baru dimulai pada awal atau pertengahan bulan November. Hari ini aku sedang dalam perjalanan untuk wawancara kerja ketika hujan turun tanpa aba-aba dan memaksaku untuk berteduh karena tidak membawa jas hujan.“Permisi…” aku setengah berbisik saat berjalan di depan beberapa pengendara yang juga sedang berteduh ditempat yang sama. Aku memilih melangkah terus hingga ke pojokan karena tempat berteduh ini sudah mulai ramai.“akhirnya hujan juga.” Ucap seorang ibu berdaster dengan motif batik, dan hanya dibalas senyum oleh lawan bicaranya. Sepertinya mereka pun tidak saling kenal,, tapi namanya juga ibu-ibu apa saja pasti ingin dibahas.“Mau kerja dek?” Ibu berdaster itu berpaling kepadaku. Mungkin karena lawan bicara di sampingnya tidak menanggapi obrolan hujannya beberapa menit yang lalu.“Baru mau wawancara kerja
Tahukah kau bahwa kini mendengar namamu, tak lagi membuat hatiku merasakan bahagia?Mendengar namamu, aku tak lagi ingin membuatku bersemangat untuk bercerita kisah kita.Mendengar namamu tak juga membuatku bersedih.Mendengar namamu, berulang. Tak lagi membuatku ingin berlari memelukmu. Sungguh, kamu bukan siapa-siapa lagi di hati.***Suasana makan siang kami berlangsung dengan cukup khidmat, kaku dan dingin tanpa canda dan tawa seperti biasanya.Hal ini terjadi karena adanya orang asing yang semeja dengan kami. Aku duduk di samping Rina sedang di depanku pria pemilik sah gunung es duduk dan makan tanpa sedikit pun peduli pada kami. Aku berharap makhluk di depanku ini segera mengakhiri makannya namun harapan ini nampaknya sia-sia karena dia tetap di sana hingga waktu makan siang pun berakhir.Seusai m
Liburan akhir tahun pun tiba, dengan rutinitas yang melelahkan sepanjang tahun, kini saatnya melepas kepenatan. Aku memang tidak memiliki rencana liburan ke mana pun, menghabiskan waktu dirumah bersama ibu adalah hal yang sangat kusukai.Memiliki tujuh hari liburan adalah hal yang menyenangkan.Laila pun sedang menghabiskan liburan akhir tahun di sini. Cukup lama kami tak bertemu dan bertukar kabar. Laila baruTiga bulan pertama kepergiannya ke Jakarta, kami masih sering berkirim pesan, lalu masing- masing akhirnya larut dalam kesibukannya masing-masing. Barulah minggu lalu Laila memberi tahu bahwa dia akan segera pulang liburan.Aku mengambil handhoneku, berniat untuk mengirim pesan ke Laila tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk dari pak Adrian :"Din, nonton yuk. Ada film baru. Mumpung libur” aku tertegun, mengucak mata seakan tak percaya."Apakah pak Adrian sedang berusaha mendekatiku?" tanyaku dalam hati.Bagaimana jika d
Liburan akhir tahun pun tiba, dengan rutinitas yang melelahkan sepanjang tahun, kini saatnya melepas kepenatan. Aku memang tidak memiliki rencana liburan ke mana pun, menghabiskan waktu dirumah bersama ibu adalah hal yang sangat kusukai.Memiliki tujuh hari liburan adalah hal yang menyenangkan.Laila pun sedang menghabiskan liburan akhir tahun di sini. Cukup lama kami tak bertemu dan bertukar kabar. Laila baruTiga bulan pertama kepergiannya ke Jakarta, kami masih sering berkirim pesan, lalu masing- masing akhirnya larut dalam kesibukannya masing-masing. Barulah minggu lalu Laila memberi tahu bahwa dia akan segera pulang liburan.Aku mengambil handhoneku, berniat untuk mengirim pesan ke Laila tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk dari pak Adrian :"Din, nonton yuk. Ada film baru. Mumpung libur” aku tertegun, mengucak mata seakan tak percaya."Apakah pak Adrian sedang berusaha mendekatiku?" tanyaku dalam hati.Bagaimana jika d
Siang ini aku memutuskan mengunjungi Laila. Kedatanganku disambut oleh mbak Iyah yang bekerja di rumah Laila sejak lama."Neng Diana, silahkan masuk.""Makasih mbak Iyah, Lailanya ada?" Tanyaku."Ada. Di kamar. Langsung aja ke Kamarnya."Walaupun sudah hampir empat tahun aku tak ke rumah Laila, kedatanganku saat ini tetap disambut dengan hangat oleh mbak Iyah.Aku mengetuk pintu kamar Laila sekali, disusul pintu yang terbuka. Terlihat Laila masih dengan baju tidur dan mata yang membengkak.Benar dugaanku. Laila sedang menangis, dan mungkin saja sudah menangis sejak kemarin. Dugaanku diperkuat oleh banyaknya tisu di tempat sampah kecil berwarna ungu muda di depan pintu kamar mandi Laila."Laaa.." Aku memeluknya."Pak Adrian sudah cerita semuanya. Maafin aku yang ga pernah bertanya tentang kamu, jarang ke sini." Lanjutku"Gapapa, Din." Aku minta maaf sama kamu pernah ganggu hubungan kamu sama Rizky. Kamu berhak bahagia sam
Mungkin luka tak pernah pulih karena kita tak pernah memaafkan.Setelah kejadian makan malam bersama Pak Adrian, ibu jadi sering bertanya siapa pak Adrian. Jujur saja, aku masih merasa bingung dengan sikap pak Adrian yang menghilang setelah kejadian makan malam bersama ibu, aku bertanya-tanya mengapa tak ada pesan yang dikirimkan pak Adrian setelah pulang dari rumahku malam itu. Apakah aku terlalu berharap pak Adrian mengirimkan pesan padaku setiap hari? Kali ini aku kembali memberi peringatan pada diriku untuk tidak mudah merasa nyaman pada siapa pun karena akan mengakibatkan luka. Pak Adrian mungkin hanya kasian padaku.Sejak lulus kuliah dan kandasnya cerita cintaku dengan Rizky, aku selalu menjaga hatiku dengan baik untuk tidak pernah jatuh cinta pada siapapun. Sikapku yang termasuk cuek dan tidak peduli pada sederet pria yang berusaha masuk ke dalam kehidupanku telah membuatku hidup mandiri dan terlampau keras pada diri sendir
Untukmu yang ku sebut harta, hadiah pemberian Tuhan yang terindah dalam hidup.Berulang hatiku patah karenamu, banyak kali kau membuatku kesal dan marah. Namun, sebanyak itu pula maafku ku berikan padamu, entah saat kau meminta maaf, atau pun saat kau hanya mengucapkan canda yang berarti kau menyesalinya..Heiii kamu, hartaku.Satu- satunya yang pernah membuat hati berdegub kencang ketika kau menawarkan temu,yang membuatku berlari kegirangan mengelilingi kamar ku yang kecil ketika kau datang membawa kejutan, namun berusaha keluar dengan ekspresi wajah yang sedang sedang saja.Kamu, yang membuatku menahan sesak tangis saat kau memilih yang lain dan mengabaikanku, tapi yang harus kulakukan adalah menghadapi hari dengan senyuman.Ya, kamu.Apa kabarmu hari ini?hatiku rindu.Hatiku rindu saat dimana kau memelukku, mataku rindu ingin memandang wajah dan senyummu yang indah, telingaku rindu akan canda, aku ingin tertaw
Mungkin luka tak pernah pulih karena kita tak pernah memaafkan.Setelah kejadian makan malam bersama Pak Adrian, ibu jadi sering bertanya siapa pak Adrian. Jujur saja, aku masih merasa bingung dengan sikap pak Adrian yang menghilang setelah kejadian makan malam bersama ibu, aku bertanya-tanya mengapa tak ada pesan yang dikirimkan pak Adrian setelah pulang dari rumahku malam itu. Apakah aku terlalu berharap pak Adrian mengirimkan pesan padaku setiap hari? Kali ini aku kembali memberi peringatan pada diriku untuk tidak mudah merasa nyaman pada siapa pun karena akan mengakibatkan luka. Pak Adrian mungkin hanya kasian padaku.Sejak lulus kuliah dan kandasnya cerita cintaku dengan Rizky, aku selalu menjaga hatiku dengan baik untuk tidak pernah jatuh cinta pada siapapun. Sikapku yang termasuk cuek dan tidak peduli pada sederet pria yang berusaha masuk ke dalam kehidupanku telah membuatku hidup mandiri dan terlampau keras pada diri sendir
Siang ini aku memutuskan mengunjungi Laila. Kedatanganku disambut oleh mbak Iyah yang bekerja di rumah Laila sejak lama."Neng Diana, silahkan masuk.""Makasih mbak Iyah, Lailanya ada?" Tanyaku."Ada. Di kamar. Langsung aja ke Kamarnya."Walaupun sudah hampir empat tahun aku tak ke rumah Laila, kedatanganku saat ini tetap disambut dengan hangat oleh mbak Iyah.Aku mengetuk pintu kamar Laila sekali, disusul pintu yang terbuka. Terlihat Laila masih dengan baju tidur dan mata yang membengkak.Benar dugaanku. Laila sedang menangis, dan mungkin saja sudah menangis sejak kemarin. Dugaanku diperkuat oleh banyaknya tisu di tempat sampah kecil berwarna ungu muda di depan pintu kamar mandi Laila."Laaa.." Aku memeluknya."Pak Adrian sudah cerita semuanya. Maafin aku yang ga pernah bertanya tentang kamu, jarang ke sini." Lanjutku"Gapapa, Din." Aku minta maaf sama kamu pernah ganggu hubungan kamu sama Rizky. Kamu berhak bahagia sam
Liburan akhir tahun pun tiba, dengan rutinitas yang melelahkan sepanjang tahun, kini saatnya melepas kepenatan. Aku memang tidak memiliki rencana liburan ke mana pun, menghabiskan waktu dirumah bersama ibu adalah hal yang sangat kusukai.Memiliki tujuh hari liburan adalah hal yang menyenangkan.Laila pun sedang menghabiskan liburan akhir tahun di sini. Cukup lama kami tak bertemu dan bertukar kabar. Laila baruTiga bulan pertama kepergiannya ke Jakarta, kami masih sering berkirim pesan, lalu masing- masing akhirnya larut dalam kesibukannya masing-masing. Barulah minggu lalu Laila memberi tahu bahwa dia akan segera pulang liburan.Aku mengambil handhoneku, berniat untuk mengirim pesan ke Laila tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk dari pak Adrian :"Din, nonton yuk. Ada film baru. Mumpung libur” aku tertegun, mengucak mata seakan tak percaya."Apakah pak Adrian sedang berusaha mendekatiku?" tanyaku dalam hati.Bagaimana jika d
Liburan akhir tahun pun tiba, dengan rutinitas yang melelahkan sepanjang tahun, kini saatnya melepas kepenatan. Aku memang tidak memiliki rencana liburan ke mana pun, menghabiskan waktu dirumah bersama ibu adalah hal yang sangat kusukai.Memiliki tujuh hari liburan adalah hal yang menyenangkan.Laila pun sedang menghabiskan liburan akhir tahun di sini. Cukup lama kami tak bertemu dan bertukar kabar. Laila baruTiga bulan pertama kepergiannya ke Jakarta, kami masih sering berkirim pesan, lalu masing- masing akhirnya larut dalam kesibukannya masing-masing. Barulah minggu lalu Laila memberi tahu bahwa dia akan segera pulang liburan.Aku mengambil handhoneku, berniat untuk mengirim pesan ke Laila tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk dari pak Adrian :"Din, nonton yuk. Ada film baru. Mumpung libur” aku tertegun, mengucak mata seakan tak percaya."Apakah pak Adrian sedang berusaha mendekatiku?" tanyaku dalam hati.Bagaimana jika d
Tahukah kau bahwa kini mendengar namamu, tak lagi membuat hatiku merasakan bahagia?Mendengar namamu, aku tak lagi ingin membuatku bersemangat untuk bercerita kisah kita.Mendengar namamu tak juga membuatku bersedih.Mendengar namamu, berulang. Tak lagi membuatku ingin berlari memelukmu. Sungguh, kamu bukan siapa-siapa lagi di hati.***Suasana makan siang kami berlangsung dengan cukup khidmat, kaku dan dingin tanpa canda dan tawa seperti biasanya.Hal ini terjadi karena adanya orang asing yang semeja dengan kami. Aku duduk di samping Rina sedang di depanku pria pemilik sah gunung es duduk dan makan tanpa sedikit pun peduli pada kami. Aku berharap makhluk di depanku ini segera mengakhiri makannya namun harapan ini nampaknya sia-sia karena dia tetap di sana hingga waktu makan siang pun berakhir.Seusai m
Musim hujan baru saja dimulai diawal November. Dibanding dengan daerah lainnya, kota ku memiliki musim kemarau yang lebih panjang. Musim hujan baru dimulai pada awal atau pertengahan bulan November. Hari ini aku sedang dalam perjalanan untuk wawancara kerja ketika hujan turun tanpa aba-aba dan memaksaku untuk berteduh karena tidak membawa jas hujan.“Permisi…” aku setengah berbisik saat berjalan di depan beberapa pengendara yang juga sedang berteduh ditempat yang sama. Aku memilih melangkah terus hingga ke pojokan karena tempat berteduh ini sudah mulai ramai.“akhirnya hujan juga.” Ucap seorang ibu berdaster dengan motif batik, dan hanya dibalas senyum oleh lawan bicaranya. Sepertinya mereka pun tidak saling kenal,, tapi namanya juga ibu-ibu apa saja pasti ingin dibahas.“Mau kerja dek?” Ibu berdaster itu berpaling kepadaku. Mungkin karena lawan bicara di sampingnya tidak menanggapi obrolan hujannya beberapa menit yang lalu.“Baru mau wawancara kerja
Perpisahan terjadi karena salah satu pihak sudah tidak ingin bersama.***Kandasnya cerita cintaku dengan Rizky, karena Laila membuat rasa percaya diriku hilang.Aku bertanya tanya apakah ada yang salah dengan diriku, dalam hati aku sangat ingin bertemu Rizky untuk bertanya, meminta penjelasan, dan mengakhiri semuanya dengan lebih jelas, tapi yang terjadi adalah sepertinya Rizky tak berniat menemuiku, atau sekadar mengirim pesan permintaan maaf.Mungkin karena aku yang terlambat menyadari gerak gerik Rizky dan Laila, yang entah sejak kapan sudah saling menyukai.Saat Rizky tidak mengabariku seharian, aku tak pernah menaruh curiga, ataupun saat Laila dan Rizky dan Laila pulang bersama setelah menghabiskan waktu hingga larut malam dirumahku.Perihal penyebab perpisahan ini, aku masih terus menyalahkan diri sendiri. Sambil berderai air mata, aku menemukan sebuah kalimat yang kemudian menguras air mataku lebih
Sebelum hari yang penuh airmata ini tiba, aku adalah orang yang penuh bahagia. Setiap sudut cerita hidupku adalah perjuangan, tapi bersama bahagia. Tidak seperti hari ini ketika semuanya telah berbeda.***Airmata ku tak henti-hentinya mengalir setelah berhasil ku tahan beberapa menit yang lalu. Masih terbayang dan terus terulang pemandangan tak biasa yang ada didepanku sore ini. Apalagi yang lebih melukai hati ketika melihat sahabat sendiri bersama orang yang kucintai selama ini.Aku menghempaskan diri seenaknya ke kasur dan mulai menangis lagi. Rasanya aku tak percaya jika sahabatku sendiri dengan sadar mengkhianatiku. Tapi adakah yang abadi di dunia yang fana ini? Tak terasa bantalku basah oleh airmataku, dan aku masih saja menangis. Ku pandangi langit langit hijau muda kamarku dengan pandangan kosong. Aku baru saja kehilangan sahabat dan seseorang yang kucintai dalam sekejap saja.Tok..tok..tok..“Din, ay