Orang-orang masih diam menunggu, memusatkan perhatian kepada apa yang akan dilakukan lelaki yang terkenal luar biasa kejam itu pada perempuan yang berani menamparnya.
Seketika itu juga, bodyguard Devano yang berbadan kekar melepaskan Raina, membuatnya hampir terjatuh karena kelelahan meronta-ronta.Mereka berdiri berhadap-hadapan di bawah tatapan mata banyak orang yang menanti. Devano masih berdiri dengan wajah dingin tak berekspresi sambil mengusap pipinya, bekas tamparan ku."Hai, gadis bodoh. Berapa harga mu?" suara Devano terdengar tenang dan dingin.Mataku membelangak, harga? Apa yang dibicarakan lelaki ini? Matanya melirik ke gelas minuman Devano yang sudah di racuninya di meja. Semuanya berantakan, serunya menahan kekesalan pada dirinya sendiri. Semua gara-gara dia tidak bisa menahan kebenciannya. Seharusnya ketika Devano melecehkannya dia bisa menahan diri dan berpura-pura menjadi perempuan gampangan, seharusnya dia mau berkorban menahan perasaannya. Setidaknya ketika dia menurut, Devano mungkin akan merasa senang dan lengah, lalu meminum minumannya itu dan mati. Namun, sekarang semua sudah terlambat. Devano tampak tidak tertarik lagi pada minumannya dan tertarik sepenuhnya kepada dirinya.Clara, primadona di bar ini mendekati Devano dengan tatapan merayu. Dialah yang biasanya dipilih Devano untuk menemani lelaki itu minum ketika dirinya berkunjung, dan sekarang hatinya dipenuhi kecemburuan karena Devano tampak begitu tertarik kepada anak baru itu. Padahal kalau dilihat dari kecantikannya, anak baru itu jauh lebih jelek daripada dirinya,"Sudahlah, Devano." Clara menyentuhkan tangannya di kerah baju Devano, "Perempuan jelek itu tidak akan bisa memuaskan mu, lebih baik biarkan aku yang menemani ....""Aduh ...!!!"Clara mengadu karena Devano merenggut tangannya yang meraba kerah baju Devano. Jemari Devano mencengkeramnya dengan kekuatan tak ditahan-tahan lagi, menyakitinya hingga terasa menusuk ke tulang,"Menyingkir!" gumam Devano dengan tatapan membunuh pada Clara, lalu menghempaskan tangan Clara dengan kasar sehingga tubuhnya terdorong menjauh. Sambil meringis menahan nyeri dan kesakitan Clara lekas-lekas menjauh."Nah," Devano memusatkan mata dinginnya kembali ke Raina "Katakan berapa harga mu, dan aku akan membayarnya""Aku harus memberi pelajaran kepada gadis ini"Devano memutuskan dalam hati.Tuhan tahu dia sudah berusaha menyelamatkan perempuan ini. Namun, entah kenapa perempuan satu ini memiliki tekad yang kuat untuk mencelakainya, hingga lupa bahwa dia sudah menantang lelaki paling berbahaya.Mata Devano melirik gelas yang diletakkan Raina di mejanya, dia tahu kalau dia diracuni. Raina terlalu tidak berpengalaman dalam usaha pertamanya membunuh orang. Tangannya gemetaran dan matanya gugup, berkali-kali melirik ke gelas minuman itu.Sebenarnya tadi Devano memutuskan untuk menertawakan Raina diam-diam, dengan pura-pura akan meminum minuman beracun itu. Namun, bibir ranum itu membuat dia lupa.Mungkin sudah waktunya perempuan yang satu ini menerima pelajaran atas kenekatannya. Raina tertegun marah mendengar pelecehan Devano atas dirinya. Berapa harganya? Hah! Dia pikir dia raja yang bisa membeli apa saja yang dia mau?Lelaki iblis ini harus diajari, bahwa meskipun banyak perempuan yang bertekuk lutut di kakinya dan memohon-mohon untuk dimilikinya, ada perempuan yang tidak sudi disentuh olehnya.Dengan marah Raina mendongakkan dagunya menantang Devano."Saya lebih memilih mati daripada menjual diri kepada Anda," gumamnya kasarSuara di seluruh klub itu langsung dipenuhi dengungan gelisah menanti rekasi Devano. Tidak disangka-sangka Devano tersenyum. Lalu melirik ke arah bodyguardnya,"Tidak ada satupun yang bisa menolak kalau aku ingin memilikinya," gumamnya datar dan memberikan isyarat tangannya kepada para bodyguardnya.Semuanya berlangsung cepat Raina tidak sempat lari ataupun panik, karena tiba-tiba bodyguard Devano yang berbadan paling besar, merenggutnya kasar, mengangkatnya, lalu membantingnya di pundaknya seperti sekarung berasSekejap dipenuhi rasa pusing karena posisi kepalanya dibalik mendadak, Lana tersadar bahwa dia sudah diangkat keluar dari klub itu. Sekuat tenaga Raina mencoba memberontak. Tangannya memukul-mukul punggung bodyguard itu dan kakinya menendang-nendang keras sambil berteriak-teriak menahan marah dan frustasi, tetapi tubuh bodyguard itu sekeras batu, tidak bereaksi atas pemberontakan Raina.Percuma meminta tolong, karena Raina yakin tidak akan ada yang berani menolongnya. Semua pengunjung klub yang pengecut itu hanya menatap kejadian di depan mereka dengan muka bodohnya. Sang pemilik klub masih memandang takjub Devano yang melenggang dengan santai meninggalkan ruangan dengan Raina yang meronta-ronta dan menjerit-jerit dalam gendongan bodyguardnya.Perjalanan itu terasa menyiksa dan panjang. Tubuhku dilempar begitu saja dengan kasar oleh bodyguard ke bagasi dan dikunci dari luar.Raina berusaha menendang, berteriak, meronta, tetapi pada akhirnya dia kelelahan dan kehabisan oksigen. Menyadari bahwa ruang bagasi ini begitu sempit dan pengap dengan asupan oksigen yang makin menipis, Raina terdiam. Ia berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar keras, campur aduk antara rasa takut dan ingin tahu, akan dibawa kemanakah dirinyaLama sekali Raina menunggu, sampai akhirnya mobil itu melambat. Terdengar suara pintu gerbang yang berat dibuka, lalu mobil itu melaju lagi, melambat, dan kemudian berhenti.Suara pintu mobil dibanting dan syukurlah, ada gerakan membuka bagasi. Raina bersiap melompat dan menyerang siapa saja yang membuka pintu bagasi itu, lalu kabur. Ah ya Tuhan, semoga semudah itu.Pintu bagasi terbuka sedikit dan secercah cahaya masuk melalui celah yang hanya dibuka sempit."Raina." itu suara Devano dan lelaki itu memanggil namanya.Wajah Raina langsung pucat pasi. Lelaki itu sejak awal sudah mengetahui penyamarannya!"Aku akan membuka pintu bagasi ini, tapi kau harus berjanji untuk bersikap tenang dan tidak memberontak," Ada seberkas senyum di suara Devano. Kurang ajar. Lelaki itu pasti dari tadi sudah menertawakan kebodohannya!, "Kau ada di rumahku, dan perlu kau tahu, para pengawal ku sangat tidak ramah. Ku sarankan kau turun dengan sikap penurut dan tenang, demi dirimu sendiri, karena para pengawal ku mungkin akan melukaimu kalau kau bertindak bodoh"Rumah Devano. Raina memejamkan matanya frustrasi. Dari informasi yang dia dapatkan, rumah Devano yang terletak di atas tanah begitu luas di kawasan elite pinggiran kota. Rumah itu dipagari dengan pagar tinggi di sekelilingnya dan setiap akses masuk dijaga oleh pengawal-pengawal Devano. Tidak ada seorangpun yang bisa masuk ke area rumah ini tanpa sepengetahuan Devano. Begitupun, tidak akan ada orang yang bisa keluar dari rumah ini tanpa seizin Devano."Bagaimana, Raina? Apakah kau berjanji untuk bersikap baik, dan aku akan mengeluarkan mu secara manusiawi. Atau kau memilih bertindak bodoh lalu mungkin aku akan mengikatmu dalam karung dan ku sekap di gudang," suara Devano di luar menyadarkan Raina dari lamunannya."Kenapa kau membawaku kemari?" Tanyaku penuh keberanian.Terdengar suara Devano terkekeh di luar sana,"Menurutmu kenapa? Apa kau pikir aku semudah itu diracuni di tempat umum? Apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau selama ini mengendus-endus mencari kesempatan untuk membalaskan dendam?" Suara Devano terdengar dekat, "Kau sudah bermain api," bisiknya, "Sekarang saatnya kau untuk terbakar."Pintu bagasi itu terbuka tiba-tiba dan Raina belum siap meronta. Lagipula, percuma meronta. Di belakang Devano yang berdiri dengan pongahnya, ada beberapa bodyguard dengan tubuhkekar bertampang seperti batu fan melihat tampang dan penampilan mereka, Raina tahu, mereka tidak akan segan-segan melukainya kalau Raina berbuat sesuatu yang sekiranya akan mencelakakan majikan mereka.Devano mundur selangkah, lalu mengulurkan tangannya setengah membungkuk,"Silahkan tuan puteri, biarkan aku membantumu keluar." Katanya mengejek.Raina menatap tangan itu lalu mengeram marah. Kurang ajar sekali iblis yang satu ini!Dengan marah, ditepisnya tangan Devano dan dia berusaha keluar sendiri dari bagasi sempit itu meskipun sedikit kesulitan karena kaki dan tangannya kaku dilipat di ruangan sempit dan menempuh perjalanan entah berapa puluh kilo.Akhirnya Raina berhasil berdiri keluar dari bagasi, dengan sepenuh harga dirinya.Bagian depan ruang tamu Devano sangat megah, dengan arsitektur gaya lama yang entah kenapa bisa tampak modern. Lantai marmernya berkilauan dengan warna gading, dan pilar-pilar besar di ruang tamu dengan warna serupa begitu menjulang tinggi, dipadukan dengan nuansa warna merah dan emas.Devano membawa Raina menuju ke sebuah tangga besar melingkar berwarna putih dan sekali lagi setengah menyeretnya menaiki tangga.Mereka berdua berhenti di depan sebuah pintu besar berwarna putih,"Kau akan tinggal di kamar ini mulai sekarang." Devano berkata dengan tegas.Raina membelalakkan mata, marah pada Devano,"Atas dasar apa kau memutuskan aku harus tinggal di mana. Aku mau pulang. Lagipula apa tujuanmu? Kita baru saja kenal. Kau ..." Raina tidak bisa menyembunyikan kekesalannya..Bibir Devano masih menyiratkan senyum, tapi matanya tidak. Mata itu bersinar dengan tatapan tajam dan dingin,"Kau tidak bisa pulang. Sekarang, ini adalah rumahmu. Bersamaku. Setelah umurmu dua puluh tiga nanti, menikahlah denganku. Ingat aku tahu semua tentang keluargamu. Aku tahu kau ingin balas dendam kepadaku atas semuanya, tapi perlu diingat ada satu hal yang kau tidak tahu. Jadi aku harap jangan setengah-setengah menilaiku.""Tu---nggu, Kau akan menikahi ku. Drama apa yang kau lakukan ini, CEO Devano. Aku tidak mau. Aku mau pulang. Aku tidak bisa menikah dengan hati iblis sepertimu." Raina frustasi dengan pengakuan Devano. Devano langsung mendorong tubuh Raina sampai ke dinding kamar. Tubuh Raina dikunci oleh Devano."Kalau ini bukan dari ayahmu, aku tidak sudi menikah denganmu. Jadi, sebelum aku menikahimu aku ingin mengenalmu lebih dulu." Ucap Devano dingin. Sesekali dia mengendus leher Raina. "Kau masih punya tiga puluh hari lagi sebelum statusmu menjadi nyonya Devano." Devano menegaskan kepada Raina dan pergi meninggalkan kamar sambil menutup pintu dengan keras membuat Raina kaget."Astaga, apa yang sebenarnya terjadi? Aku akan menikah dengan Casanova dingin, kasar, jahat itu. Ayah, apa yang sebenarnya terjadi?" Aku langsung lunglai. Air mataku tak bisa ku bendung. Sepertinya balas dendamku akan gagal.Raina masih terdiam di kamar Devano yang megah, dia menggigit kukunya, fikirannya masih kacau, sesekali dia menepuk pipinya berkali-kali agar bisa bangun dari mimpinya dan semuanya salah. Ini adalah dunia nyata. "Tidak, aku tidak mau nikah dengan Devano dan diperbudak olehnya. Siapa dia? Beraninya dengan perempuan." Raina kesal dan mengusap air matanya dengan kasar. Raina bangkit dan menuju balkon kamar. Raina ingin kabur dari rumah Devano, dia hanya duduk di kursi putih itu putus asa sebab setelah sekian lama berkeliling ruangan, memeriksa setiap sudut di kamar mandi dan jendela, tetap benar-benar tidak ada celah yang bisa digunakan sebagai jalannya untuk melarikan diri. Putus asa, Raina duduk sambil memeluk lututnya, Kalau begini, bagaimana caranya dia bisa keluar dari rumah ini? Sedangkan keluar dari kamar ini saja dia tidak mampu. Matanya melirik ke pintu kamar. Pintu yang terkunci itu satu-satunya jalan. Rumah megah, yang bisa keluar masuk dari pintu itu hanya Devano dan juga
Raina masih mengamati map hijau yang ada di tangannya, sesekali dia membolak-balikkan map tersebut. Devano sungguh lelaki yang aneh. Pertama dia menculik dirinya selama tiga puluh hari, kenapa tidak sekalian seumur hidup saja Raina di sekap nya, kedua Devano akan menikahi dirinya tapi sebelum itu, Raina di paksa menjadi pelayan di rumah ini dan lebih parahnya lagi, Raina tidak di gaji. Sontak membuat Raina langsung pusing. Niat untuk membalas dendamnya pupus sudah karena tidak tahu jika Devano lelaki yang kejam dan dingin. Raina memegang kepalanya yang masih pusing akibat tenggelam di kolam renang yang cukup dalam. Raina langsung menyobek map perjanjian yang di buat Devano.“Aku tidak peduli lagi, dia kejam, dingin, arogan. Aku tidak peduli. Yang sekarang yang ku pikir bagaimana bisa keluar dari rumah iblis ini, dia pikir aku tawanan. Raina ... Kau pasti bisa melawan Casanova itu.” Raina menyemangati dirinya. Perlahan dia beranjak, meskipun kondisinya tidak stabil. Raina mulai ambruk
Tumpukan proposal dan map masih berserakan di meja kerja Casanova. Ruangan yang sedikit remang-remang hanya ada lampu baca yang menerangi ruang kerjanya. Devano duduk di kursi kebesarannya dan memijat keningnya yang terasa pening. Masalah satu belum selesai keluar lagi masalah mengenai gadis yang bernama Raina. Segelas kopi menemaninya malam ini. Raut wajah Devano begitu tegang. Memikirkan cara untuk memberi pelajaran kepada Raina. Gadis itu sudah membuat dirinya geram dan kesal. Sekelibat dia mengingat sesuatu dan mengambil sebuah sertifikat.“Peternakan? Aku yakin kau ingin mengambil peternakan yang aku ambil dari ayahmu, bukan. Raina ... Raina jangan macam-macam kamu denganku. Tidak semudah itu kamu bisa mengambil peternakan itu.” Devano tersenyum tipis sambil melihat sertifikat yang ada di tangannya. Inilah yang membuat Devano menang. “Aku, akan membuat hidupmu sengsara apapun resikonya. Nyawa dan hidupmu ada di tanganku. Entah kenapa aku sangat membenci anak dari Jonas. Devan
Semua mata tertuju kepada Devano dengan raut wajah bingung karena para pembantu mereka cekikikan. Apakah ada yang salah dengan dirinya. Morgan memberikan kaca kepada Devano. Sontak saja Devano mengernyitkan keningnya. Devano langsung meraih kaca dengan paksa dari tangan Morgan.Wajah yang penuh coretan ada di muka Devano. Rasa kesal bercampur marah ada di benaknya saat ini. Berani sekali para pelayan menyoret wajah tampannya. Tulisan arogan, gila tertulis jelas."Siapa yang mencoret muka ku?" Tanya Devano singkat tapi dengan nada yang datar. Hening tidak ada yang berkata sepatah apapun. Para pelayan diam seribu bahasa. Morgan yang melihat suasana tegang hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pertanda Tuan Devano akan meluapkan emosinya. Raina tersenyum tipis."Kenapa diam saja? Apa kalian tidak punya mulut. Cepat katakan siapa yang melakukan hal menjijikkan ini kepadaku?" Kedua matanya merah menyala. Seperti gunung merapi yang akan memuntahkan lavanya. "Kurang ajar. Apa mulut kalian in
Hari ini Paris terlihat sangat cerah. Birunya awan menampakkan indahnya di langit biru. Seorang penjaga gerbang membuka pagar dan sebuah mobil Ferrari California warna merah masuk di rumah Devano. Semua orang yang di lintasi mobil tersebut menundukkan kepala, sepertinya orang dalam mobil tersebut sangat penting sekali. Morgan langsung membukakan pintu mobil mewah tersebut. Seorang lelaki dengan memakai jaket denim di padukan dengan T-shirt putih keluar dari mobil, dia sangat merindukan rumah ini. “Selamat datang kembali, Tuan Roland.” Sapa Morgan kepada majikan mudanya yang tak lain adalah adik Devano.Roland adalah satu-satunya adik Devano yang selesai menempuh pendidikan di Inggris dengan jurusan kedokteran. Hampir lima tahun dia tidak pulang dan belum bertemu dengan kakaknya Devano. Roland sedikit malas pulang ke rumah karena tidak ada orang tua dan hanya kakak Devano saja. Devano lelaki yang cuek, angkuh, dingin sehingga membuat Roland malas untuk pulang.“Terima kasih, Morgan ka
Roland masih menggendong tubuh gadis mungil yang masih pingsan. Sebenarnya dia ingin istirahat dan merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk, tetapi jika melihat apa yang terjadi di depan matanya, Roland tidak bisa tinggal diam jika ada kejadian yang memalukan seperti ini. Roland tak henti-hentinya memandangi gadis cantik yang dia gendong. Kesalahan terbesar apa yang di lakukannya sampai kak Devano tega mengurungnya di tempat yang gelap dan pengap. Kakinya terus melangkah sampai sebuah kamar sudah berada di depannya dan berdiri Morgan di depan pintu dengan wajah tertunduk. Morgan takut jika tuan Devano marah karena Roland membebaskan Raina. Entah apa yang akan di lakukannya yang pasti nyawa taruhannya.“Jika gadis ini kenapa-napa kau harus bertanggung jawab, Morgan.” Ancam Roland sambil menunjuk tangannya ke arah wajah Morgan. Morgan hanya diam tanpa bicara sepatah kata apapun.Dengan tergesa-gesa Roland membawa gadis itu masuk ke dalam kamar. Sepertinya kondisinya sedikit tidak baik-b
Raina masih termangu di ranjang, dia melepas selang oksigen yang dirasa sudah tidak di butuhkan lagi. Roland tidak mau membantunya keluar dari rumah ini. Sebenarnya cukup muda bagi Raina untuk kabur, namun Morgan bodyguard Devano mempunyai pengintaian yang cukup tajam. Sungguh ironis nasib Raina saat ini. Lelaki arogan itu hampir saja membunuhnya. Sudah cukup ayahnya sekarang dia. Devano memang lelaki yang harus di beri pelajaran. Raina mulai bernafas dengan terengah-engah dan menahan emosinya, sekelebat dia mengingat apa yang dilakukan Devano, Ingatannya melayang saat pembalasan kepada ayahnya dan mengambil peternakan milik orang tuanya yang di rebut Casanova arogan dan bagaimana dengan nasibnya yang terpuruk terperangkap oleh Devano. Hanya satu yang bisa menolong dirinya, Roland. Apapun yang terjadi dia harus menolong dirinya kabur dari sini. Raina menangis sejadi-jadinya. Nasibnya sangat sial sekali. Raina ingin kembali dengan dunianya di perawat. Kedua tangannya mengepal dengan
Devano masih menatap horor ke arah Raina. Nafasnya terengah-engah. Gadis ini sudah membuatnya marah. Bagaimana bisa Raina harus kabur dari sekapannya. Tidak peduli siapa yang membebaskannya. Yang dia tahu siapapun tidak boleh menentangnya. Kedua tangannya mengepal. Tangan Devano gatal ingin memukul seseorang.Bug!Satu pukulan mendarat di pipi Morgan. Lagi-lagi Morgan tersungkur. Pukulan yang di layangkan Devano sangat keras dan kuat. Raina melihat Morgan sudah tidak berdaya. Hatinya teriris-iris melihat kelakuan Devano.“SUDAH CUKUP, DEVANO!” Teriak Raina. Raina langsung menghampiri Devano sambil memegang kerah bajunya, dia tidak peduli lagi dengan Casanova arogan yang ada di depannya. Sepasang mata saling memandang penuh amarah. “Kau sangat keterlaluan, Devano. Aku muak lama-lama denganmu. Morgan tidak bersalah dan kenapa kau mengajarnya penuh sadis. Di mana hati nuranimu, Dasar lelaki gila, jahat!” Ucap Raina penuh emosi sambil mempererat pegangannya.Devano merasa risih dengan k
sebuah pernikahan mewah dan megah ada didepan mataku. Hari ini adalah hari pernikahan aku dan Devano. Balutan gaun pengantin bak Cinderella.Aku melihat pantulan diriku di kaca yang besar. Akhirnya pernikahan yang aku impikan terwujud juga meskipun banyak lika-liku. Pernikahan akan di mulai.Aku mengucapkan janji suciku ketika devano telah mengucapkannya. Lalu setelah itu, kami bertukar cincin. Ketika pastur mempersilahkan Devano untuk menciumku, seketika pipiku terasa merona. Devano menatapku dengan tersenyum, aku balas menatapnya. Pernikahan ini sangat membuatku bahagia. Devano kini telah resmi menjadi suamiku. Aku tak peduli jika aku pernah hamil. Aku memejamkan mataku ketika Devano mulai menciumku. Kami mulai hanyut dalam pungutan kami. Aku merasa begitu tenggelam dan menikmatinya. Tak peduli berapa pasang mata yang menonton kami. Namun sorak teriakan dan suara pistol membuat kami langsung saling menjauh. Aku menatap horor ke arah Kevin yang tengah berdiri seraya memegang pis
Aku menunggu Devano di lobi hotel. Setelah tragedi dia mengajakku jalan-jalan di London untuk menjernihkan pikiran. Aku senang sekarang dia menjaga diriku . Aku mulai senang dan bahagia karena Devano memberikan surprise untukku. Malam ini kota London sangat dingin. Aku melihat seseorang turun dari mobil BMW warna hitam. Devano mempunyai banyak koleksi mobil ternyata. Astaga, malam ini dia terlihat sangat tampan. Aku tidak menyangka Casanova ini ketampanannya mengalahkan dewa Yunani. Devano menghampiriku.“Malam cintaku.” Devano mengecup bibirku sekilas. Duh, orang ini sembarangan saja jika Masalah cium. Aku melirik resepsionis yang melihatku sedang dicium, dia Seperti sedang tersenyum. ”Sayang, malam ini pasti kamu akan senang aku membawakan surprise untukmu.” Kata Devano sambil menyelinapkan anak rambut ke belakang telingaku.“Sayang, apa yang ingin kamu surprise kan ke aku. Aku penasaran.” Aku tersenyum manis. Devano malah justru semakin menggodaku.“Hei, Jika aku memberitahukan ke
Suara brankar menggema. Raina terkapar tidak berdaya diatas brankar. Devano tidak bisa membendung rasa bersalahnya kenapa dia harus menyuruh Raina menceburkan diri di kolam renang. Perasaan bersalah menyelimutinya. Raina masuk kedalam UGD dan mereka diharap menunggu di ruang tunggu. Devano memukul tembok dengan tangannya, dia tidak bisa membendung rasa bersalahnya. Roland melihat Devano langsung menghampirinya.“Sudahlah, kakak di setiap cinta pasti ada pengorbanan. Kau harus tahu itu. Aku senang akhirnya kau bisa mengingat semuanya, tetapi mau bagaimana lagi Raina jadi korbannya, dia memang dari dulu tidak bisa berenang. Kak, ini adalah bentuk perjuanganmu. Raina sudah berusaha.” Roland masih menenangkan Devano. Baju pernikahannya masih basah. Roland hanya bisa menghela nafas panjang.“Jujur aku kecewa dengan diriku sendiri, tidak pantas aku melakukan ini. Roland, Kau tahu aku sangat menderita jika Raina mendapat kesusahan. Ini aku seakan memberikan hal yang bodoh dalam hidupku.” De
Devano geram dengan Raina yang tidak mau pulang dan dia tidak mau mengambil kalungnya di kolam renang. Devano berfikir masa dia harus mengambil kalung disana. Bajunya basah dan dia akan segera menikah. Devano melihat kearah Raina. Gadis ini memang benar-benar keras kepala.“Aku sudah bilang kepadamu. Jika kalung itu berharga ambillah dan aku tidak mau mengambilnya. Kau fikir aku siapa? Aku ingin menikah jangan mengganggu pernikahanku saat ini. Kalau perlu pergilah dari dunia ini. Aku baru sadar jika kau memang wanita murahan dan kenapa aku bisa terpesona denganmu.” Kata Devano dingin.“Sebegitu marah dan hina aku di depanmu, Mr Devano yang terhormat. Asal kau tahu saja. Jika aku tidak hamil anakmu. Aku tidak akan mengemis cinta di hadapanmu. Ucapanmu membuatku sakit hati.” Kataku lirih. “Karena kau sangat keras kepala. Aku tidak suka wanita seperti itu. Aku sangat membencimu. Maaf ... aku tidak akan meladeni orang gila sepertimu. Aku mau mempersiapkan pernikahanku.” Devano melangkah p
mata kami saling adu. Devano menatapku penuh dengan tatapan sinis. Amarahnya seperti memuncak. Aku memalingkan wajahku. Suara langkahnya mengarah kepadaku dan benar ada sebuah tangan mencengkalku.Devano memejamkan matanya sejenak, lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Tangan kekarnya masih mencekal Raina, dia ingin memarahi gadis yang ada di depannya ini kenapa dia menghadiri undangan pernikahannya. “Miss Raina, Tak ada yang menarik dariku. Cepat pulang dan jangan melihat upacara pernikahanku. Aku tidak mau kau sedih dan sakit hati." Pria itu membuka suara. Sambil menatap tajam wajah Raina. Tatapannya yang dingin dan sikap cueknya membuat Raina yakin jika Devano memang tidak bisa mengingatnya.Aku yakin , di balik suara itu ada nada enggan untuk berbicara ada sebutir cinta yang masih tersimpan karena aku yakin dia masih mencintaiku dan tidak mau kehilangan aku. Jadi aku memutuskan untuk tetap stay di sini. Aku hanya sekedar penasaran karena Devano orang yang sangat sulit di tebak. I
Aku bercermin dan melihat wajahku. Hari ini tepat pernikahan Devano Cristopher. Sebenarnya aku bahagia dia menikah asalkan menikah denganku tapi semuanya sudah berakhir. Aku melihat perutku yang semakin membesar. Tanteku marah dan sekarang aku sekarang baginya adalah sampah atau aib keluarga. Down rasanya dengan kehidupan ini.“Raina, kau sudah siap?” Jessie langsung masuk kedalam kamarku, dia sedang berlibur ke Paris karena acara prewedding dengan Roland. Terkadang merasa iri dengan mereka. ”Kenapa belum siap-siap, belum make up. Kamu jadi atau tidak ke pernikahan si Casanova tersebut?” Jessie sedikit kesal. Aku mengangguk tidak tahu mau kesana atau tidak? Yang jelas aku bingung, malas dan down. Apakah bisa aku melihat pernikahan dia? Hatiku rasanya sakit sekali dengan situasi saat ini.“Entahlah Jessie. Aku dilema saat ini.” Aku hanya bisa melihat wajahku di cermin. Malang sekali nasibku ini.“Ibu hamilku ini memang ada-ada saja. Kamu harus segera bersiap-siap. Jangan sampai momen i
Berpacu dengan waktu karena customer minta agar aku menyelesaikan gaun pengantin yang dia pesan karena untuk pernikahannya akan dimajukan. Aku koordinasi dengan Cristie. Huh, lumayan lelah juga apalagi aku dalam kondisi hamil. Aku langsung menepuk jidatku.“Astaga, aku lupa kenapa aku tidak minta nomor telefon Devano? Dia bukanya sudah hampir mengingatku. Apalagi dengan kejadian kemarin. Aku merindukannya. Rumah sepi. Rasanya tidak enak juga.” Aku berbicara sendiri sambil menjahit gaunku. Aku melihat layar ponsel.✉️Hari ini aku balik ke Paris. Kamu masih tetap di rumah dekat pantai ✉️iya. Memang kenapa Roland. Aku lebih senang tinggal disini. ✉️Aku ingin bertemu saja dan bicara mengenai kak DevanoAku menghela nafas panjang. Aku masih menjahit gaun. Ini harus deadline. Kedua mataku menangkap ada dompet. Aku menghentikan jahitku.“Dompet siapa ini?” Aku mengamati dompet tersebut. ”Maaf iya aku buka.” Aku membuka dan melihat isinya. Banyak sekali dolar. Devano. Ada foto Devano disini
Gadis itu mondar-mandir sambil melipatkan kedua tangannya, dia masih menunggu seseorang yang membuat dia sekarang marah. Devano Christopher. Bukanya dia menjemput dirinya di bandara. Devano seolah acuh kepadanya. Sesekali dia mengibaskan rambutnya. Warna bibir lipstiknya yang merah merona sangat menggoda siapa saja yang melihatnya. Nafasnya tersengal-sengal. Seorang pria paruh baya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku gadis itu.“Sampai kapan kau akan menunggu dirinya, Natasya. Ponselnya saja tidak aktif.” Papa Devano sedang membaca sebuah proposal dari klien Devano. Hari ini Devano akan meeting dengan klien. ”Anak sialan itu ke mana lagi?” Papa Devano melepas kacamatanya dan sesekali memijat pelipisnya. Kadang dia bingung dengan tingkah anaknya itu. Devano makin dewasa makin tidak karuan saja. Makanya dia akan menikahkan dirinya dengan Natasya. Natasya adalah wanita yang pas buat Devano.“Om, dimana dia? Nomornya tidak aktif. Huh! Kemarin aku mendengar suara perempuan m
Masih di mobil bersama Casanova, Devano ...Devano masih mengulurkan tangannya berharap aku mau berkenalan dengannya. Aku masih tertunduk tanpa memandang orang yang aku rindu selama ini kenapa dia tidak mengingatku? Apakah ada kembaran Casanova, tetapi aku merasa dia adalah Devano yang ku rindukan. Devano menghela nafas panjang dan menurunkan tangannya.“Baru kali ini aku dicuekin sama perempuan.” Devano menggerutu. ”Kau ini gadis yang cuek sekali. Baiklah jika kau tidak mau memperkenalkan namamu. Aku tetap akan stay disini dan jangan harap kau bisa keluar dari mobil ini sampai kau memberitahu siapa namamu.” Devano bersikeras, dia memakai kacamata hitamnya kembali. Terlihat maskulin. Aku meliriknya sekilas. Astaga tidak bertemu lama dia masih tampan saja.“Aku Clara.” Aku langsung memandang ke depan tanpa menjabat tangan dan berbohong. Aku ingin tahu apakah dia masih ingat aku atau tidak sebagai Raina.“Nama yang beautiful. Okey Clara. Sekarang aku mau lihat wajah kamu. Dari tadi kamu