Raina masih terdiam di kamar Devano yang megah, dia menggigit kukunya, fikirannya masih kacau, sesekali dia menepuk pipinya berkali-kali agar bisa bangun dari mimpinya dan semuanya salah. Ini adalah dunia nyata.
"Tidak, aku tidak mau nikah dengan Devano dan diperbudak olehnya. Siapa dia? Beraninya dengan perempuan." Raina kesal dan mengusap air matanya dengan kasar. Raina bangkit dan menuju balkon kamar.Raina ingin kabur dari rumah Devano, dia hanya duduk di kursi putih itu putus asa sebab setelah sekian lama berkeliling ruangan, memeriksa setiap sudut di kamar mandi dan jendela, tetap benar-benar tidak ada celah yang bisa digunakan sebagai jalannya untuk melarikan diri.Putus asa, Raina duduk sambil memeluk lututnya, Kalau begini, bagaimana caranya dia bisa keluar dari rumah ini? Sedangkan keluar dari kamar ini saja dia tidak mampu. Matanya melirik ke pintu kamar. Pintu yang terkunci itu satu-satunya jalan.Rumah megah, yang bisa keluar masuk dari pintu itu hanya Devano dan juga seorang lelaki bertampang dingin bernama Morgan yang selalu ada di sebelah Devano setiap ada kesempatan. Lelaki bertampang dingin itu sepertinya ditugaskan untuk mengantarkan makanannya.kepala Raina mengarah ke bawah dan menatap ngeri ke kolam renang yang sangat luas di bawahnya.Kolam itu tampak sangat bening dan dalam. Raina bergidik, dia tidak bisa berenang."Apapun, resikonya aku akan kabur sini. Meskipun nyawa taruhannya.""Kau, mau kabur? Hah!" Terdengar suara Devano dari belakang. "Kau lihat itu? Salah sedikit aku melempar mu ke bawah, kepalamu bisa pecah terkena ubin pinggiran kolam kalau kau nekat terjun dari balkon" napas Devano sedikit terengah-engah oleh kemarahan, "Kau perempuan tak tahu di untung, harusnya kau bersyukur atas kebaikan hatiku padamu dan keluargamu, hingga kau masih bisa hidup sampai sekarang.Tahukah kau kalau aku bisa dengan mudah mencabut nyawamu kapanpun aku mau." Ancam Devano."Tuhan yang berhak mencabut nyawaku, bukan iblis seperti kau."Raina berteriak berusaha menantang meski jantungnya makin berpacu kencang diliputi ketakutan luar biasa. Lelaki dingin dan kejam seperti Devano sangat sulit untuk ditaklukan."Perempuan tidak tahu terima kasih." Devano mendorong Raina lagi sampai ke ujung, "Ada kata-kata terakhir? Aku tidak suka gadis yang terlalu berbelit-belit sepertimu. Kau tahu aku paling tidak suka ada orang yang menentang ku. Apalagi gadis bodoh sepertimu."Raina memalingkan kepalanya sehingga tatapan matanya yang penuh kebencian bertemu dengan mata dingin Devano."Terima kasih karena sudah membebaskan ku. Lebih baik aku mati daripada aku harus hidup dan menikah dengan lelaki jahat sepertimu. Aku baru tahu kalau ada lelaki di dunia ini yang kejam sepertimu." Aku memberontak dan tidak mau kalah dengan Devano. Setidaknya sebelum aku mati harga diriku ada.Lalu tubuh Raina terlempar, melayang di udara kemudian meluncur ke bawah, ke kolam renang yang dalam itu."Setidaknya kalau aku mati, aku sudah mencoba membalaskan dendam kita, Ayah .... Maafkan Raina, harus mati seperti ini. Maafkan Raina ...." Batin Raina sambil menutup kedua matanya.Sedetik kemudian, tubuh Raina terbanting menembus permukaan kolam lalu tenggelam. Raina tidak berusaha menyelamatkan diri, membiarkan tubuhnya makin tenggelam dalam kolam itu.Matanya menggelap dan terpejam dan entah berapa banyak air kolam yang tertelan olehnya. Napasnya terasa sesak dan paru-parunya terasa mau pecah.Ya Tuhan apakah ini akhir dari hidupku?Ketika Raina sudah sampai di titik akan kehilangan kesadarannya, terdengar orang menceburkan diri yang tak kalah kerasnya di kolam.Tak lama kemudian, sebuah lengan yang kuat merengkuhnya dan mengangkat tubuhnya, lalu membawanya ke permukaan. Tubuh lemas Raina dibaringkan di lantai di pinggiran kolam, lalu dia merasakan perutnya di tekan dengan ahli hingga aliran air yang tertelan keluar.Raina memuntahkan banyak air dan terbatuk-batuk kesakitan. Paru-parunya masih terasa begitu sakit dan nyeriSiapakah penolongnya? Apakah dia memang belum diizinkan mati?Tangan kuat itu terus menekan hingga seluruh cairan terpompa keluar dari perutnya. Mata Raina mulai buram, kesadarannya semakin hilang, ketika suara itu terdengar tenang di atasnya,"Cepat ... Panggil Dokter!" Terdengar suara lantang Devano. Devano menyelamatkan dirinya? Bukankah dia ingin aku mati, kenapa kau menyelamatkan ku? Aku lebih baik mati daripada aku harus bersamamu.***Devano Cristopher keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Rambutnya basah kuyup dan seluruh pakaiannya yang basah teronggok di lantai. Nafasnya memburu sesekali dia memukul tembok berkali-kali tidak peduli tangannya sedikit berdarah. Gadis itu membuatnya kesal dan emosi jika tidak karena ayahnya, maka dia tidak mau menikah dengan gadis itu."Morgan, Bagaimana dengan kondisi gadis itu? Jujur, aku malas sekali dengannya. Gadis yang tidak tahu untung dan beraninya dia menamparku di depan banyak orang." Kata Devano dengan nada dingin."Dokter sedang menanganinya. Sepertinya gadis itu baik-baik saja. Oh iya, Tuan Devano tidak apa-apa? Terjun dari lantai dua seperti itu hanya untuk menyelamatkan gadis itu."Devano melirik pada Morgan dengan tatapan tajam, lalu meraih handuk untuk menggosok rambutnya yang basah,"Kau tahu, Morgan tadinya aku berniat membunuhnya. Aku sudah muak dengannya.""Kalau begitu kenapa Anda menyelamatkannya?"Devano membalikkan tubuhnya dan menatap Morgan dengan mata menyala-nyala,"Karena aku memutuskan, belum saatnya dia mati dan saatnya untuk menyiksa gadis itu." Mata cokelat Devano bagaikan berbinar di kegelapan.Raina terbangun, yang dirasakannya pertama kali adalah rasa sesak di dadanya, aku menggeliat panik, mencoba menarik napas sekuat-kuatnya, dalam usahanya mencari oksigen sebanyak-banyaknya."Tenang, kau sudah ada di daratan, kau bisa bernafas secara normal dan kau bersyukur jika nyawamu masih selamat." Suara Devano membawa Raina kembali pada kesadarannya.Dengan waspada dia menoleh dan mendapati Devano sedang duduk di tepi ranjangnya. Raina berangsur sejauh mungkin dari Devano dan tingkahnya itu memunculkan secercah cahaya geli di mata Devano."Apakah kau masih ingin bunuh diri lagi? Kau, memang gadis bodoh yang pernah aku temui dan ingat sampai kapanpun kau tidak akan bisa lolos dariku." Devano dengan lantang menjelaskan kepada Raina. Raina hanya bisa menelan Salivanya dalam-dalam.Apakah benar Devano yang terjun ke kolam waktu itu dan menyelamatkannya? Kenapa? Bukankah jelas-jelas dalam kemarahannya Devano sudah memutuskan untuk membunuhnya? Kenapa lelaki itu berubah pikiran?"Ya, aku memang menyelamatkanmu." Devano bergumam seolah-olah bisa membaca pikiran Raina “Asal kau tahu itu bukan demi dirimu, itu demi kepuasanku.dan belum saatnya kau harus mati. Aku ingin bermain-main denganmu."Raina menatap Devano geram,"Apa maksudmu? Lepaskan aku! Aku ingin pulang.” Rengek Raina.Dengan tenang lelaki itu melepas dasinya, gerakannya pelan tetapi mengancam hingga tanpa sadar Lana bergidik dan sedikit menjauh."Aku tidak paling benci dengan gadis yang tidak patuh dengan ku." Senyum di bibir Devano tampak kejam. “Aku, akan berusaha mencintaimu dalam tiga puluh hari ke depan dan kita akan menikah dan jika aku tidak tertarik aku akan menceraikan mu.” Devano sedikit mendekatkan wajahnya ke arah Raina.Ketika Raina menyadari maksud Devano, sudah terlambat. Lelaki itu mencengkeram kedua lengannya dengan satu tangan. Kekuatan Raina tidak sebanding dengan kekuatan tubuh Devano yang besar dan kuat di atasnya.“Please, jangan siksa aku. Apa salahku?” Raina tidak bisa membendung air matanya. Casanova ini benar-benar kejam. Devano hanya bisa tersenyum tipis.“Kau banyak salah, Raina. Siapa suruh kau ingin membunuhku dengan racun yang kau beri di gelas ku. Kau salah jika ingin membunuh seorang Devano. Kau harus mempertanggung jawabkan semuanya dan ...” Devano melempar sebuah map di depan Raina yang sedang duduk di tepi ranjang.“Apa ini?” Raina makin bingung.“Punya otak bukan? Kalau punya apa gunanya. Baca!” Devano membentak Raina dengan keras. Raina sontak ngeri dengan tingkah laku Devano. Map yang dia pegang belum juga dia baca. “Kenapa diam saja? Baca! Atau aku yang membacakan untukmu?” Kata Devano dengan nada yang makin tinggi.“Aku mau pulang ...” Kata Raina sudah tidak kuat lagi dengan perlakuan CEO dingin yang arogan tersebut. Devano mendekatkan wajahnya dan memandang Raina dengan tatapan yang tajam. Tidak peduli Raina meneteskan air matanya.“Masih dua puluh sembilan hari lagi. Nona. Penderitaan mu belum berakhir.” Devano memegang rambut panjang Raina. “Baiklah, aku akan membacakan poin penting saja. Jadi, selama kau tinggal di sini. Kau sebagai pelayan tanpa di gaji. Untuk kebutuhanmu sudah aku atur dan ...”“Apa? Aku sebagai pelayanmu? Hai, kau tidak bisa seenaknya seperti ini kepadaku. Aku tidak mau, Devano. Kau memang lelaki gila. Apa kau fikir, aku mau menikah denganmu juga nanti. Tidak. Sekarang saja perlakuan mu sangat menjijikkan.” Raina kesal dan memajukan wajahnya ke arah Devano. Kini sepasang kedua mata mereka saling tatap.“Tanyakan kepada ayahmu yang ada di makam ingat kau punya hutang nyawa kepadaku. Jika aku tidak menolong mu tadi. Kau pasti sudah menjadi mayat. Ingat itu, Raina. Sudahlah, baca sendiri.” Devano bergegas dan pergi sambil membanting pintu kamar dengan keras.Bagai, mendapat buah simalakama. Raina salah sasaran jika berurusan dengan Devano Casnova arogan yang kejam dan dingin. Tunggu. Apa hubungannya dengan ayah? Pertanyaan itu membuat Raina pusing. Map hijau yang ada di depannya membuat dia penasaran. Apa isinya.Raina masih mengamati map hijau yang ada di tangannya, sesekali dia membolak-balikkan map tersebut. Devano sungguh lelaki yang aneh. Pertama dia menculik dirinya selama tiga puluh hari, kenapa tidak sekalian seumur hidup saja Raina di sekap nya, kedua Devano akan menikahi dirinya tapi sebelum itu, Raina di paksa menjadi pelayan di rumah ini dan lebih parahnya lagi, Raina tidak di gaji. Sontak membuat Raina langsung pusing. Niat untuk membalas dendamnya pupus sudah karena tidak tahu jika Devano lelaki yang kejam dan dingin. Raina memegang kepalanya yang masih pusing akibat tenggelam di kolam renang yang cukup dalam. Raina langsung menyobek map perjanjian yang di buat Devano.“Aku tidak peduli lagi, dia kejam, dingin, arogan. Aku tidak peduli. Yang sekarang yang ku pikir bagaimana bisa keluar dari rumah iblis ini, dia pikir aku tawanan. Raina ... Kau pasti bisa melawan Casanova itu.” Raina menyemangati dirinya. Perlahan dia beranjak, meskipun kondisinya tidak stabil. Raina mulai ambruk
Tumpukan proposal dan map masih berserakan di meja kerja Casanova. Ruangan yang sedikit remang-remang hanya ada lampu baca yang menerangi ruang kerjanya. Devano duduk di kursi kebesarannya dan memijat keningnya yang terasa pening. Masalah satu belum selesai keluar lagi masalah mengenai gadis yang bernama Raina. Segelas kopi menemaninya malam ini. Raut wajah Devano begitu tegang. Memikirkan cara untuk memberi pelajaran kepada Raina. Gadis itu sudah membuat dirinya geram dan kesal. Sekelibat dia mengingat sesuatu dan mengambil sebuah sertifikat.“Peternakan? Aku yakin kau ingin mengambil peternakan yang aku ambil dari ayahmu, bukan. Raina ... Raina jangan macam-macam kamu denganku. Tidak semudah itu kamu bisa mengambil peternakan itu.” Devano tersenyum tipis sambil melihat sertifikat yang ada di tangannya. Inilah yang membuat Devano menang. “Aku, akan membuat hidupmu sengsara apapun resikonya. Nyawa dan hidupmu ada di tanganku. Entah kenapa aku sangat membenci anak dari Jonas. Devan
Semua mata tertuju kepada Devano dengan raut wajah bingung karena para pembantu mereka cekikikan. Apakah ada yang salah dengan dirinya. Morgan memberikan kaca kepada Devano. Sontak saja Devano mengernyitkan keningnya. Devano langsung meraih kaca dengan paksa dari tangan Morgan.Wajah yang penuh coretan ada di muka Devano. Rasa kesal bercampur marah ada di benaknya saat ini. Berani sekali para pelayan menyoret wajah tampannya. Tulisan arogan, gila tertulis jelas."Siapa yang mencoret muka ku?" Tanya Devano singkat tapi dengan nada yang datar. Hening tidak ada yang berkata sepatah apapun. Para pelayan diam seribu bahasa. Morgan yang melihat suasana tegang hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pertanda Tuan Devano akan meluapkan emosinya. Raina tersenyum tipis."Kenapa diam saja? Apa kalian tidak punya mulut. Cepat katakan siapa yang melakukan hal menjijikkan ini kepadaku?" Kedua matanya merah menyala. Seperti gunung merapi yang akan memuntahkan lavanya. "Kurang ajar. Apa mulut kalian in
Hari ini Paris terlihat sangat cerah. Birunya awan menampakkan indahnya di langit biru. Seorang penjaga gerbang membuka pagar dan sebuah mobil Ferrari California warna merah masuk di rumah Devano. Semua orang yang di lintasi mobil tersebut menundukkan kepala, sepertinya orang dalam mobil tersebut sangat penting sekali. Morgan langsung membukakan pintu mobil mewah tersebut. Seorang lelaki dengan memakai jaket denim di padukan dengan T-shirt putih keluar dari mobil, dia sangat merindukan rumah ini. “Selamat datang kembali, Tuan Roland.” Sapa Morgan kepada majikan mudanya yang tak lain adalah adik Devano.Roland adalah satu-satunya adik Devano yang selesai menempuh pendidikan di Inggris dengan jurusan kedokteran. Hampir lima tahun dia tidak pulang dan belum bertemu dengan kakaknya Devano. Roland sedikit malas pulang ke rumah karena tidak ada orang tua dan hanya kakak Devano saja. Devano lelaki yang cuek, angkuh, dingin sehingga membuat Roland malas untuk pulang.“Terima kasih, Morgan ka
Roland masih menggendong tubuh gadis mungil yang masih pingsan. Sebenarnya dia ingin istirahat dan merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk, tetapi jika melihat apa yang terjadi di depan matanya, Roland tidak bisa tinggal diam jika ada kejadian yang memalukan seperti ini. Roland tak henti-hentinya memandangi gadis cantik yang dia gendong. Kesalahan terbesar apa yang di lakukannya sampai kak Devano tega mengurungnya di tempat yang gelap dan pengap. Kakinya terus melangkah sampai sebuah kamar sudah berada di depannya dan berdiri Morgan di depan pintu dengan wajah tertunduk. Morgan takut jika tuan Devano marah karena Roland membebaskan Raina. Entah apa yang akan di lakukannya yang pasti nyawa taruhannya.“Jika gadis ini kenapa-napa kau harus bertanggung jawab, Morgan.” Ancam Roland sambil menunjuk tangannya ke arah wajah Morgan. Morgan hanya diam tanpa bicara sepatah kata apapun.Dengan tergesa-gesa Roland membawa gadis itu masuk ke dalam kamar. Sepertinya kondisinya sedikit tidak baik-b
Raina masih termangu di ranjang, dia melepas selang oksigen yang dirasa sudah tidak di butuhkan lagi. Roland tidak mau membantunya keluar dari rumah ini. Sebenarnya cukup muda bagi Raina untuk kabur, namun Morgan bodyguard Devano mempunyai pengintaian yang cukup tajam. Sungguh ironis nasib Raina saat ini. Lelaki arogan itu hampir saja membunuhnya. Sudah cukup ayahnya sekarang dia. Devano memang lelaki yang harus di beri pelajaran. Raina mulai bernafas dengan terengah-engah dan menahan emosinya, sekelebat dia mengingat apa yang dilakukan Devano, Ingatannya melayang saat pembalasan kepada ayahnya dan mengambil peternakan milik orang tuanya yang di rebut Casanova arogan dan bagaimana dengan nasibnya yang terpuruk terperangkap oleh Devano. Hanya satu yang bisa menolong dirinya, Roland. Apapun yang terjadi dia harus menolong dirinya kabur dari sini. Raina menangis sejadi-jadinya. Nasibnya sangat sial sekali. Raina ingin kembali dengan dunianya di perawat. Kedua tangannya mengepal dengan
Devano masih menatap horor ke arah Raina. Nafasnya terengah-engah. Gadis ini sudah membuatnya marah. Bagaimana bisa Raina harus kabur dari sekapannya. Tidak peduli siapa yang membebaskannya. Yang dia tahu siapapun tidak boleh menentangnya. Kedua tangannya mengepal. Tangan Devano gatal ingin memukul seseorang.Bug!Satu pukulan mendarat di pipi Morgan. Lagi-lagi Morgan tersungkur. Pukulan yang di layangkan Devano sangat keras dan kuat. Raina melihat Morgan sudah tidak berdaya. Hatinya teriris-iris melihat kelakuan Devano.“SUDAH CUKUP, DEVANO!” Teriak Raina. Raina langsung menghampiri Devano sambil memegang kerah bajunya, dia tidak peduli lagi dengan Casanova arogan yang ada di depannya. Sepasang mata saling memandang penuh amarah. “Kau sangat keterlaluan, Devano. Aku muak lama-lama denganmu. Morgan tidak bersalah dan kenapa kau mengajarnya penuh sadis. Di mana hati nuranimu, Dasar lelaki gila, jahat!” Ucap Raina penuh emosi sambil mempererat pegangannya.Devano merasa risih dengan k
Malam ini Devano mengurung Raina. Bukan di bawah tanah melainkan di kamarnya. Devano masih setia dengan laptopnya. Ada proposal yang harus dia pelajari. Perusahan di bidang ponsel akan menjadi miliknya kembali. Devano sangat puas karena banyak perusahaan kecil bisa dia kuasai. Bukan Devano namanya yang tidak punya cara licik. Kedua matanya terhenti melihat Raina sedang mondar-mandir di depannya membuat Devano merasa risih dan terganggu. Sesekali dia menggigit kukunya. Ada apa dengan gadis ini? Sungguh aneh. Kedua tangan Devano bersendagu sambil memandangi Raina. Raina tidak menyadari jika Devano terus memperhatikannya.“Kurcaci kecil, ada apa denganmu? Kau membuat kedua mataku lelah melihatmu mondar-mandir seperti setrikaan saja.” Nada dingin Devano membuyarkan aktivitas Raina.Raina memandangi Devano dengan wajah kesal. Lelaki ini seperti tidak ada rasa iba dan bersalah kepada wanita. Bagaimana Raina tidak gelisah, dia di kurung di kamar Devano berdua kalau ada hal yang tidak di
sebuah pernikahan mewah dan megah ada didepan mataku. Hari ini adalah hari pernikahan aku dan Devano. Balutan gaun pengantin bak Cinderella.Aku melihat pantulan diriku di kaca yang besar. Akhirnya pernikahan yang aku impikan terwujud juga meskipun banyak lika-liku. Pernikahan akan di mulai.Aku mengucapkan janji suciku ketika devano telah mengucapkannya. Lalu setelah itu, kami bertukar cincin. Ketika pastur mempersilahkan Devano untuk menciumku, seketika pipiku terasa merona. Devano menatapku dengan tersenyum, aku balas menatapnya. Pernikahan ini sangat membuatku bahagia. Devano kini telah resmi menjadi suamiku. Aku tak peduli jika aku pernah hamil. Aku memejamkan mataku ketika Devano mulai menciumku. Kami mulai hanyut dalam pungutan kami. Aku merasa begitu tenggelam dan menikmatinya. Tak peduli berapa pasang mata yang menonton kami. Namun sorak teriakan dan suara pistol membuat kami langsung saling menjauh. Aku menatap horor ke arah Kevin yang tengah berdiri seraya memegang pis
Aku menunggu Devano di lobi hotel. Setelah tragedi dia mengajakku jalan-jalan di London untuk menjernihkan pikiran. Aku senang sekarang dia menjaga diriku . Aku mulai senang dan bahagia karena Devano memberikan surprise untukku. Malam ini kota London sangat dingin. Aku melihat seseorang turun dari mobil BMW warna hitam. Devano mempunyai banyak koleksi mobil ternyata. Astaga, malam ini dia terlihat sangat tampan. Aku tidak menyangka Casanova ini ketampanannya mengalahkan dewa Yunani. Devano menghampiriku.“Malam cintaku.” Devano mengecup bibirku sekilas. Duh, orang ini sembarangan saja jika Masalah cium. Aku melirik resepsionis yang melihatku sedang dicium, dia Seperti sedang tersenyum. ”Sayang, malam ini pasti kamu akan senang aku membawakan surprise untukmu.” Kata Devano sambil menyelinapkan anak rambut ke belakang telingaku.“Sayang, apa yang ingin kamu surprise kan ke aku. Aku penasaran.” Aku tersenyum manis. Devano malah justru semakin menggodaku.“Hei, Jika aku memberitahukan ke
Suara brankar menggema. Raina terkapar tidak berdaya diatas brankar. Devano tidak bisa membendung rasa bersalahnya kenapa dia harus menyuruh Raina menceburkan diri di kolam renang. Perasaan bersalah menyelimutinya. Raina masuk kedalam UGD dan mereka diharap menunggu di ruang tunggu. Devano memukul tembok dengan tangannya, dia tidak bisa membendung rasa bersalahnya. Roland melihat Devano langsung menghampirinya.“Sudahlah, kakak di setiap cinta pasti ada pengorbanan. Kau harus tahu itu. Aku senang akhirnya kau bisa mengingat semuanya, tetapi mau bagaimana lagi Raina jadi korbannya, dia memang dari dulu tidak bisa berenang. Kak, ini adalah bentuk perjuanganmu. Raina sudah berusaha.” Roland masih menenangkan Devano. Baju pernikahannya masih basah. Roland hanya bisa menghela nafas panjang.“Jujur aku kecewa dengan diriku sendiri, tidak pantas aku melakukan ini. Roland, Kau tahu aku sangat menderita jika Raina mendapat kesusahan. Ini aku seakan memberikan hal yang bodoh dalam hidupku.” De
Devano geram dengan Raina yang tidak mau pulang dan dia tidak mau mengambil kalungnya di kolam renang. Devano berfikir masa dia harus mengambil kalung disana. Bajunya basah dan dia akan segera menikah. Devano melihat kearah Raina. Gadis ini memang benar-benar keras kepala.“Aku sudah bilang kepadamu. Jika kalung itu berharga ambillah dan aku tidak mau mengambilnya. Kau fikir aku siapa? Aku ingin menikah jangan mengganggu pernikahanku saat ini. Kalau perlu pergilah dari dunia ini. Aku baru sadar jika kau memang wanita murahan dan kenapa aku bisa terpesona denganmu.” Kata Devano dingin.“Sebegitu marah dan hina aku di depanmu, Mr Devano yang terhormat. Asal kau tahu saja. Jika aku tidak hamil anakmu. Aku tidak akan mengemis cinta di hadapanmu. Ucapanmu membuatku sakit hati.” Kataku lirih. “Karena kau sangat keras kepala. Aku tidak suka wanita seperti itu. Aku sangat membencimu. Maaf ... aku tidak akan meladeni orang gila sepertimu. Aku mau mempersiapkan pernikahanku.” Devano melangkah p
mata kami saling adu. Devano menatapku penuh dengan tatapan sinis. Amarahnya seperti memuncak. Aku memalingkan wajahku. Suara langkahnya mengarah kepadaku dan benar ada sebuah tangan mencengkalku.Devano memejamkan matanya sejenak, lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Tangan kekarnya masih mencekal Raina, dia ingin memarahi gadis yang ada di depannya ini kenapa dia menghadiri undangan pernikahannya. “Miss Raina, Tak ada yang menarik dariku. Cepat pulang dan jangan melihat upacara pernikahanku. Aku tidak mau kau sedih dan sakit hati." Pria itu membuka suara. Sambil menatap tajam wajah Raina. Tatapannya yang dingin dan sikap cueknya membuat Raina yakin jika Devano memang tidak bisa mengingatnya.Aku yakin , di balik suara itu ada nada enggan untuk berbicara ada sebutir cinta yang masih tersimpan karena aku yakin dia masih mencintaiku dan tidak mau kehilangan aku. Jadi aku memutuskan untuk tetap stay di sini. Aku hanya sekedar penasaran karena Devano orang yang sangat sulit di tebak. I
Aku bercermin dan melihat wajahku. Hari ini tepat pernikahan Devano Cristopher. Sebenarnya aku bahagia dia menikah asalkan menikah denganku tapi semuanya sudah berakhir. Aku melihat perutku yang semakin membesar. Tanteku marah dan sekarang aku sekarang baginya adalah sampah atau aib keluarga. Down rasanya dengan kehidupan ini.“Raina, kau sudah siap?” Jessie langsung masuk kedalam kamarku, dia sedang berlibur ke Paris karena acara prewedding dengan Roland. Terkadang merasa iri dengan mereka. ”Kenapa belum siap-siap, belum make up. Kamu jadi atau tidak ke pernikahan si Casanova tersebut?” Jessie sedikit kesal. Aku mengangguk tidak tahu mau kesana atau tidak? Yang jelas aku bingung, malas dan down. Apakah bisa aku melihat pernikahan dia? Hatiku rasanya sakit sekali dengan situasi saat ini.“Entahlah Jessie. Aku dilema saat ini.” Aku hanya bisa melihat wajahku di cermin. Malang sekali nasibku ini.“Ibu hamilku ini memang ada-ada saja. Kamu harus segera bersiap-siap. Jangan sampai momen i
Berpacu dengan waktu karena customer minta agar aku menyelesaikan gaun pengantin yang dia pesan karena untuk pernikahannya akan dimajukan. Aku koordinasi dengan Cristie. Huh, lumayan lelah juga apalagi aku dalam kondisi hamil. Aku langsung menepuk jidatku.“Astaga, aku lupa kenapa aku tidak minta nomor telefon Devano? Dia bukanya sudah hampir mengingatku. Apalagi dengan kejadian kemarin. Aku merindukannya. Rumah sepi. Rasanya tidak enak juga.” Aku berbicara sendiri sambil menjahit gaunku. Aku melihat layar ponsel.✉️Hari ini aku balik ke Paris. Kamu masih tetap di rumah dekat pantai ✉️iya. Memang kenapa Roland. Aku lebih senang tinggal disini. ✉️Aku ingin bertemu saja dan bicara mengenai kak DevanoAku menghela nafas panjang. Aku masih menjahit gaun. Ini harus deadline. Kedua mataku menangkap ada dompet. Aku menghentikan jahitku.“Dompet siapa ini?” Aku mengamati dompet tersebut. ”Maaf iya aku buka.” Aku membuka dan melihat isinya. Banyak sekali dolar. Devano. Ada foto Devano disini
Gadis itu mondar-mandir sambil melipatkan kedua tangannya, dia masih menunggu seseorang yang membuat dia sekarang marah. Devano Christopher. Bukanya dia menjemput dirinya di bandara. Devano seolah acuh kepadanya. Sesekali dia mengibaskan rambutnya. Warna bibir lipstiknya yang merah merona sangat menggoda siapa saja yang melihatnya. Nafasnya tersengal-sengal. Seorang pria paruh baya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku gadis itu.“Sampai kapan kau akan menunggu dirinya, Natasya. Ponselnya saja tidak aktif.” Papa Devano sedang membaca sebuah proposal dari klien Devano. Hari ini Devano akan meeting dengan klien. ”Anak sialan itu ke mana lagi?” Papa Devano melepas kacamatanya dan sesekali memijat pelipisnya. Kadang dia bingung dengan tingkah anaknya itu. Devano makin dewasa makin tidak karuan saja. Makanya dia akan menikahkan dirinya dengan Natasya. Natasya adalah wanita yang pas buat Devano.“Om, dimana dia? Nomornya tidak aktif. Huh! Kemarin aku mendengar suara perempuan m
Masih di mobil bersama Casanova, Devano ...Devano masih mengulurkan tangannya berharap aku mau berkenalan dengannya. Aku masih tertunduk tanpa memandang orang yang aku rindu selama ini kenapa dia tidak mengingatku? Apakah ada kembaran Casanova, tetapi aku merasa dia adalah Devano yang ku rindukan. Devano menghela nafas panjang dan menurunkan tangannya.“Baru kali ini aku dicuekin sama perempuan.” Devano menggerutu. ”Kau ini gadis yang cuek sekali. Baiklah jika kau tidak mau memperkenalkan namamu. Aku tetap akan stay disini dan jangan harap kau bisa keluar dari mobil ini sampai kau memberitahu siapa namamu.” Devano bersikeras, dia memakai kacamata hitamnya kembali. Terlihat maskulin. Aku meliriknya sekilas. Astaga tidak bertemu lama dia masih tampan saja.“Aku Clara.” Aku langsung memandang ke depan tanpa menjabat tangan dan berbohong. Aku ingin tahu apakah dia masih ingat aku atau tidak sebagai Raina.“Nama yang beautiful. Okey Clara. Sekarang aku mau lihat wajah kamu. Dari tadi kamu