Raina masih mengamati map hijau yang ada di tangannya, sesekali dia membolak-balikkan map tersebut. Devano sungguh lelaki yang aneh. Pertama dia menculik dirinya selama tiga puluh hari, kenapa tidak sekalian seumur hidup saja Raina di sekap nya, kedua Devano akan menikahi dirinya tapi sebelum itu, Raina di paksa menjadi pelayan di rumah ini dan lebih parahnya lagi, Raina tidak di gaji. Sontak membuat Raina langsung pusing. Niat untuk membalas dendamnya pupus sudah karena tidak tahu jika Devano lelaki yang kejam dan dingin. Raina memegang kepalanya yang masih pusing akibat tenggelam di kolam renang yang cukup dalam. Raina langsung menyobek map perjanjian yang di buat Devano.
“Aku tidak peduli lagi, dia kejam, dingin, arogan. Aku tidak peduli. Yang sekarang yang ku pikir bagaimana bisa keluar dari rumah iblis ini, dia pikir aku tawanan. Raina ... Kau pasti bisa melawan Casanova itu.” Raina menyemangati dirinya. Perlahan dia beranjak, meskipun kondisinya tidak stabil. Raina mulai ambruk tapi dia segera memegang meja dekat tempat tidurnya.“Kenapa, aku jadi lemah seperti ini? Raina, di mana semangatmu untuk membalas dendam ayahmu. Devano, pantas mati. Ayo jangan sampai kalah dengan lelaki jahat seperti dirinya.” Batinku sambil berjalan perlahan menuju pintu.Setelah jatuh dari lantai dua dan tercebur di kolam renang, nyawaku masih belum genap seratus persen. Sedikit lagi sampai di pintu kamar dan melarikan diri. Raina, memegang gagang pintu. Iya, terbuka. Senyum mengembang di wajahnya.Bugh ...Raina menabrak dada bidang seseorang. Rupanya tubuh ini tidak asing baginya. Raina menelan salivanya dalam-dalam berharap itu bukan Devano.“Nona, mau kemana malam-malam seperti ini?”Suara itu, bukan Devano. Raina segera menatap siapa pemilik tubuh yang dia tabrak. Morgan. Bodyguard setia Devano. Dalam batinku kenapa Morgan mau bekerja dengan sosok lelaki yang sangat arogan. Ah, itu tidak penting. Bagi Raina kabur dan kabur.“Sa—ya ... Mau jalan-jalan sebentar. Saya bosan harus ada di kamar terus. Ijinkan saya jalan-jalan, iya cuma sekedar keliling rumah.” Pintaku sambil melirik ke arah Morgan yang membawa nampan berisi makanan dan minuman. Raina melirik jus mangga yang menggoda tenggorokannya. Maklum dia belum minum dan makan sama sekali. Raina melirik jam sudah pukul sepuluh malam. Astaga, ternyata sudah malam juga.“Kalau, Nona keliling rumah malam-malam akan tersesat di area rumah ini. Rumah ini besar jadi untuk keluar sangat sulit apalagi jika Tuan Devano tahu jika Nona kabur. Akan ada api yang menyala. Saya sarankan Anda menuruti saja apa kata Tuan.” Terang Morgan dengan jelas dengan menundukkan kepalanya. Bodyguard ini ternyata sopan.“Maaf, Tuan Morgan. Saya tidak betah tinggal di rumah neraka ini. Pemiliknya sangat kejam dan arogan. Bisa-bisanya dia menculik ku dan menyekap ku tanpa alasan yang jelas.”Morgan hanya tersenyum lalu masuk kedalam kamar. Meletakkan nampan di dekat meja ranjang.“Saya yakin, Nona belum makan. Tuan Devano menyuruh saya membawakan makanan untuk Anda, dia tidak mau, Nona mati karena kelaparan. Saya hanya mengingatkan jangan sampai, Nona kabur dari rumah ini. Ikuti saja perintahnya jika nyawa Nona selamat. Saya permisi.” Morgan mengingatkan ku dan pergi begitu saja. Sebenarnya ini kesempatan emas baginya untuk kabur.“Tunggu ...” Raina mencegah Morgan agar dia bisa menggali informasi tentang Devano. Morgan tidak peduli dan terus melangkah pergi.Raina menghela nafas panjang. Ancaman darinya membuatnya frustasi. Sepertinya dia gagal balas dendam dan mengambil alih peternakan yang diambil paksa oleh Devano.Sudah hampir satu jam Raina dikurung di dalam kamar ini, kamar mewah bernuansa putih, di karpet, di ranjang, di semua furniture-nya. Kamar ini dibuat untuk perempuan dan perasaan jijik membayangkan bahwa mungkin kekasih-kekasih Devano yang sebelumnya juga ditempatkan di ruangan ini.Perutnya keroncongan, dan dia merasa haus. Dia belum makan dari siang karena terlalu gugup merencanakan pembalasan dendamnya pada Mikail, dan sekarang dia kena batunya.Aroma makanan itu terasa begitu menggoda, aroma manis dan gurih masakan yang masih panas. Pizza yang membuat lidah bergoyang.Raina menghardik dirinya sendiri dalam hati, dia tidak akan makan, lebih baik dia mati kelaparan daripada harus menyerahkan dirinya kepada CEO arogan Devano.Raina berfikir sejenak takut dia meracuni dirinya sama halnya Raina ingin meracuni Devano.“Apakah si Casanova arogan itu meracuni diriku?” Raina mencium bau pizza.“Kalau kau mati, saat kau tenggelam di kolam renang aku tidak akan menyelamatkanmu dari maut. Kau paham?”Raina, langsung menghentikan aksinya dan menoleh ke arah belakang. Devano dengan santai berdiri di depan pintu sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan pakaiannya yang casual membuat dia terlihat tampan. Sejak kapan Devano masuk ke dalam kamar ini?“Orang sepertimu adalah pembunuh sadis sampai ayahku mati karena mu. Aku sumpah kau tidak akan mempunyai seorang gadis yang mencintaimu dengan tulus. Aish ... Perlakuan mu kepada perempuan saja negatif.” Raina mengejek Devano. Senyum kemenangan muncul di wajahnya. Devano menatap geram Raina, dia mengepalkan kedua tangannya. Gadis malang ini berani sekali mengejek dirinya.Devano mengunci pintu kamar. Perlahan mendekati Raina. Kedua sorot matanya sangat tajam. Bola matanya merah menyala pertanda Devano marah besar. Melihat wajah itu, Raina berusaha tidak takut. Devano langsung mendorong tubuh Raina sampai ke dinding.“Kamu bilang apa tadi? Coba katakan sekali lagi! Aku tidak mendengarnya.” Ucap Devano dengan nada pelan tapi membuat siapa saja orang ketakutan.“Aku bersumpah kau tidak akan mendapat perempuan yang mencintaimu dengan tulus.” Raina dengan percaya dirinya mengejek Devano.Devano makin mendekatkan tubuhnya ke arah Raina sehingga jarak antara mereka berdua beberapa senti saja. Deru nafas Devano sangat terasa. Raina masih menatap Devano, dia tidak mau kalah dengan Ceo Arogan ini. Devano memegang kerah baju Raina. Raina hampir tidak bisa bernafas.“Tidak ada satupun orang berani menyumpahi ku, kau dengan lantang menyumpahi ku yang membuat aku marah. Kalau Tuhan berkehendak aku tidak mau menjadi pasanganmu. Dengar baik-baik, Raina jangan membuat aku marah dan menguji kesabaranku. Jika kau melakukan itu. Nyawa taruhanmu.” Suara Devano yang lantang dan sesekali mencekik Raina. Raina menepis tangan Devano membuat Devano tidak terima. Devano makin arogan dan kembali lagi mencekiknya.Keberanian dan kemarahan Raina langsung muncul ketika menyadari sikap Devano yang di luar bata.. Lelaki ini sangat tidak manusiawi! Entah apa yang terjadi dengan dirinya, Devano adalah lelaki iblis. Kasar kepada seorang perempuan."Kau sungguh iblis yang tidak bermoral, mengambil keuntungan dari perempuan yang sangat lemah. Aku sangat membencimu." desis Raina menahan marah, masih tidak mau menatap Devano.“Tatap aku!” Devano berusaha keras agar Raina menatap dirinya. “Tatap aku ...!” Kali ini suara menggelegar Devano tidak bisa di bendung.“Aku tidak sudi menatapmu.” Kata Raina dengan tegas.“Baiklah, kau sudah main-main kepada Devano Christoper. Jangan harap nyawamu akan selamat. Ingat, Raina nyawamu sekarang ada di tanganku.” Ancam Devano langsung mendorong tubuh Raina yang hampir terjatuh.Kedua mata Devano tertuju ke arah map hijau. Map hijau itu sudah robek. Devano mengambil sisa puing kertas yang berserakan di ranjang.“Kau, sudah membuatku marah!” Devano marah dan melempar sisa kertas ke arah wajah Raina. “Aku sudah memberimu hidup. Inikah balasanmu. Oke, Raina sudah tidak ada toleransi lagi bagimu. Mulai detik ini kau akan menjadi pelayanku selama tiga puluh hari dan tidak ada gaji buatmu. Satu hal lagi kau akan merasa tersiksa di sini.” Devano menunjuk ke arah Raina.“ Apa salahku? Kau sudah membunuh ...”“Hush, diam. Aku tidak suka di bantah.” Devano memotong pembicaraan Raina dengan meletakkan telunjuknya di bibir merah Raina. “Bersiaplah menjadi gadis yang malang bersamaku. Jika kau berniat kabur sampai ujung dunia pun akan ku cari.” Devano berkata dengan tegas.Devano menutup pintu dengan keras. Raina langsung lunglai dan memeluk kedua lututnya. Tidak seharusnya dia bertemu Devano. Apapun resikonya, Raina akan berusaha kabur dari rumah terkutuk ini. Tangisnya pecah.Di balik pintu Devano mendengar Raina menangis dan terisak. Senyum kecil mengembang di wajahnya. Kali ini, dia mendapat bonus yang sangat lumayan. Raina akan menjadi miliknya. Semua itu berawal dari ayahnya yang bernama Jonas.Tumpukan proposal dan map masih berserakan di meja kerja Casanova. Ruangan yang sedikit remang-remang hanya ada lampu baca yang menerangi ruang kerjanya. Devano duduk di kursi kebesarannya dan memijat keningnya yang terasa pening. Masalah satu belum selesai keluar lagi masalah mengenai gadis yang bernama Raina. Segelas kopi menemaninya malam ini. Raut wajah Devano begitu tegang. Memikirkan cara untuk memberi pelajaran kepada Raina. Gadis itu sudah membuat dirinya geram dan kesal. Sekelibat dia mengingat sesuatu dan mengambil sebuah sertifikat.“Peternakan? Aku yakin kau ingin mengambil peternakan yang aku ambil dari ayahmu, bukan. Raina ... Raina jangan macam-macam kamu denganku. Tidak semudah itu kamu bisa mengambil peternakan itu.” Devano tersenyum tipis sambil melihat sertifikat yang ada di tangannya. Inilah yang membuat Devano menang. “Aku, akan membuat hidupmu sengsara apapun resikonya. Nyawa dan hidupmu ada di tanganku. Entah kenapa aku sangat membenci anak dari Jonas. Devan
Semua mata tertuju kepada Devano dengan raut wajah bingung karena para pembantu mereka cekikikan. Apakah ada yang salah dengan dirinya. Morgan memberikan kaca kepada Devano. Sontak saja Devano mengernyitkan keningnya. Devano langsung meraih kaca dengan paksa dari tangan Morgan.Wajah yang penuh coretan ada di muka Devano. Rasa kesal bercampur marah ada di benaknya saat ini. Berani sekali para pelayan menyoret wajah tampannya. Tulisan arogan, gila tertulis jelas."Siapa yang mencoret muka ku?" Tanya Devano singkat tapi dengan nada yang datar. Hening tidak ada yang berkata sepatah apapun. Para pelayan diam seribu bahasa. Morgan yang melihat suasana tegang hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pertanda Tuan Devano akan meluapkan emosinya. Raina tersenyum tipis."Kenapa diam saja? Apa kalian tidak punya mulut. Cepat katakan siapa yang melakukan hal menjijikkan ini kepadaku?" Kedua matanya merah menyala. Seperti gunung merapi yang akan memuntahkan lavanya. "Kurang ajar. Apa mulut kalian in
Hari ini Paris terlihat sangat cerah. Birunya awan menampakkan indahnya di langit biru. Seorang penjaga gerbang membuka pagar dan sebuah mobil Ferrari California warna merah masuk di rumah Devano. Semua orang yang di lintasi mobil tersebut menundukkan kepala, sepertinya orang dalam mobil tersebut sangat penting sekali. Morgan langsung membukakan pintu mobil mewah tersebut. Seorang lelaki dengan memakai jaket denim di padukan dengan T-shirt putih keluar dari mobil, dia sangat merindukan rumah ini. “Selamat datang kembali, Tuan Roland.” Sapa Morgan kepada majikan mudanya yang tak lain adalah adik Devano.Roland adalah satu-satunya adik Devano yang selesai menempuh pendidikan di Inggris dengan jurusan kedokteran. Hampir lima tahun dia tidak pulang dan belum bertemu dengan kakaknya Devano. Roland sedikit malas pulang ke rumah karena tidak ada orang tua dan hanya kakak Devano saja. Devano lelaki yang cuek, angkuh, dingin sehingga membuat Roland malas untuk pulang.“Terima kasih, Morgan ka
Roland masih menggendong tubuh gadis mungil yang masih pingsan. Sebenarnya dia ingin istirahat dan merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk, tetapi jika melihat apa yang terjadi di depan matanya, Roland tidak bisa tinggal diam jika ada kejadian yang memalukan seperti ini. Roland tak henti-hentinya memandangi gadis cantik yang dia gendong. Kesalahan terbesar apa yang di lakukannya sampai kak Devano tega mengurungnya di tempat yang gelap dan pengap. Kakinya terus melangkah sampai sebuah kamar sudah berada di depannya dan berdiri Morgan di depan pintu dengan wajah tertunduk. Morgan takut jika tuan Devano marah karena Roland membebaskan Raina. Entah apa yang akan di lakukannya yang pasti nyawa taruhannya.“Jika gadis ini kenapa-napa kau harus bertanggung jawab, Morgan.” Ancam Roland sambil menunjuk tangannya ke arah wajah Morgan. Morgan hanya diam tanpa bicara sepatah kata apapun.Dengan tergesa-gesa Roland membawa gadis itu masuk ke dalam kamar. Sepertinya kondisinya sedikit tidak baik-b
Raina masih termangu di ranjang, dia melepas selang oksigen yang dirasa sudah tidak di butuhkan lagi. Roland tidak mau membantunya keluar dari rumah ini. Sebenarnya cukup muda bagi Raina untuk kabur, namun Morgan bodyguard Devano mempunyai pengintaian yang cukup tajam. Sungguh ironis nasib Raina saat ini. Lelaki arogan itu hampir saja membunuhnya. Sudah cukup ayahnya sekarang dia. Devano memang lelaki yang harus di beri pelajaran. Raina mulai bernafas dengan terengah-engah dan menahan emosinya, sekelebat dia mengingat apa yang dilakukan Devano, Ingatannya melayang saat pembalasan kepada ayahnya dan mengambil peternakan milik orang tuanya yang di rebut Casanova arogan dan bagaimana dengan nasibnya yang terpuruk terperangkap oleh Devano. Hanya satu yang bisa menolong dirinya, Roland. Apapun yang terjadi dia harus menolong dirinya kabur dari sini. Raina menangis sejadi-jadinya. Nasibnya sangat sial sekali. Raina ingin kembali dengan dunianya di perawat. Kedua tangannya mengepal dengan
Devano masih menatap horor ke arah Raina. Nafasnya terengah-engah. Gadis ini sudah membuatnya marah. Bagaimana bisa Raina harus kabur dari sekapannya. Tidak peduli siapa yang membebaskannya. Yang dia tahu siapapun tidak boleh menentangnya. Kedua tangannya mengepal. Tangan Devano gatal ingin memukul seseorang.Bug!Satu pukulan mendarat di pipi Morgan. Lagi-lagi Morgan tersungkur. Pukulan yang di layangkan Devano sangat keras dan kuat. Raina melihat Morgan sudah tidak berdaya. Hatinya teriris-iris melihat kelakuan Devano.“SUDAH CUKUP, DEVANO!” Teriak Raina. Raina langsung menghampiri Devano sambil memegang kerah bajunya, dia tidak peduli lagi dengan Casanova arogan yang ada di depannya. Sepasang mata saling memandang penuh amarah. “Kau sangat keterlaluan, Devano. Aku muak lama-lama denganmu. Morgan tidak bersalah dan kenapa kau mengajarnya penuh sadis. Di mana hati nuranimu, Dasar lelaki gila, jahat!” Ucap Raina penuh emosi sambil mempererat pegangannya.Devano merasa risih dengan k
Malam ini Devano mengurung Raina. Bukan di bawah tanah melainkan di kamarnya. Devano masih setia dengan laptopnya. Ada proposal yang harus dia pelajari. Perusahan di bidang ponsel akan menjadi miliknya kembali. Devano sangat puas karena banyak perusahaan kecil bisa dia kuasai. Bukan Devano namanya yang tidak punya cara licik. Kedua matanya terhenti melihat Raina sedang mondar-mandir di depannya membuat Devano merasa risih dan terganggu. Sesekali dia menggigit kukunya. Ada apa dengan gadis ini? Sungguh aneh. Kedua tangan Devano bersendagu sambil memandangi Raina. Raina tidak menyadari jika Devano terus memperhatikannya.“Kurcaci kecil, ada apa denganmu? Kau membuat kedua mataku lelah melihatmu mondar-mandir seperti setrikaan saja.” Nada dingin Devano membuyarkan aktivitas Raina.Raina memandangi Devano dengan wajah kesal. Lelaki ini seperti tidak ada rasa iba dan bersalah kepada wanita. Bagaimana Raina tidak gelisah, dia di kurung di kamar Devano berdua kalau ada hal yang tidak di
Jam menunjukkan pukul 19.00. Saatnya Devano menjemput gadis kecilnya. Devano masuk dan Raina menunggu dengan penuh antisipasi. Devano mengenakan jas hitam legam yang rapi. Rambutnya yang sedikit panjang. hingga menyentuh kerah disisir ke belakang, membuatnya tampak seperti iblis tampan yang begitu menggoda.Devano melangkah memasuki kamar dan Raina merasakan Devano tertegun sejenak menatap wajah Raina yang sudah dirias sedemikian cantiknya, namun kemudian mata Devano menatap ke arah Raina yang masih mengenakan gaun biasa warna putih tak tampak glamour di tubuhnya. Mata Devano menggelap seolah ada badai yang akan menerjang di sana,"Kenapa tidak kau pakai gaunmu yang aku berikan tadi?" desis Devano pelan.Raina mundur selangkah, menyadari intensitas kemarahan dalam suara Devano. Lelaki satu ini mungkin menderita post power sindrome sehingga mudah naik darah kalau keinginannya tidak diikuti, batin Raina dalam hati."Aku tidak mau. Gaun yang kau berika terlihat jijik jika aku kenakan di
sebuah pernikahan mewah dan megah ada didepan mataku. Hari ini adalah hari pernikahan aku dan Devano. Balutan gaun pengantin bak Cinderella.Aku melihat pantulan diriku di kaca yang besar. Akhirnya pernikahan yang aku impikan terwujud juga meskipun banyak lika-liku. Pernikahan akan di mulai.Aku mengucapkan janji suciku ketika devano telah mengucapkannya. Lalu setelah itu, kami bertukar cincin. Ketika pastur mempersilahkan Devano untuk menciumku, seketika pipiku terasa merona. Devano menatapku dengan tersenyum, aku balas menatapnya. Pernikahan ini sangat membuatku bahagia. Devano kini telah resmi menjadi suamiku. Aku tak peduli jika aku pernah hamil. Aku memejamkan mataku ketika Devano mulai menciumku. Kami mulai hanyut dalam pungutan kami. Aku merasa begitu tenggelam dan menikmatinya. Tak peduli berapa pasang mata yang menonton kami. Namun sorak teriakan dan suara pistol membuat kami langsung saling menjauh. Aku menatap horor ke arah Kevin yang tengah berdiri seraya memegang pis
Aku menunggu Devano di lobi hotel. Setelah tragedi dia mengajakku jalan-jalan di London untuk menjernihkan pikiran. Aku senang sekarang dia menjaga diriku . Aku mulai senang dan bahagia karena Devano memberikan surprise untukku. Malam ini kota London sangat dingin. Aku melihat seseorang turun dari mobil BMW warna hitam. Devano mempunyai banyak koleksi mobil ternyata. Astaga, malam ini dia terlihat sangat tampan. Aku tidak menyangka Casanova ini ketampanannya mengalahkan dewa Yunani. Devano menghampiriku.“Malam cintaku.” Devano mengecup bibirku sekilas. Duh, orang ini sembarangan saja jika Masalah cium. Aku melirik resepsionis yang melihatku sedang dicium, dia Seperti sedang tersenyum. ”Sayang, malam ini pasti kamu akan senang aku membawakan surprise untukmu.” Kata Devano sambil menyelinapkan anak rambut ke belakang telingaku.“Sayang, apa yang ingin kamu surprise kan ke aku. Aku penasaran.” Aku tersenyum manis. Devano malah justru semakin menggodaku.“Hei, Jika aku memberitahukan ke
Suara brankar menggema. Raina terkapar tidak berdaya diatas brankar. Devano tidak bisa membendung rasa bersalahnya kenapa dia harus menyuruh Raina menceburkan diri di kolam renang. Perasaan bersalah menyelimutinya. Raina masuk kedalam UGD dan mereka diharap menunggu di ruang tunggu. Devano memukul tembok dengan tangannya, dia tidak bisa membendung rasa bersalahnya. Roland melihat Devano langsung menghampirinya.“Sudahlah, kakak di setiap cinta pasti ada pengorbanan. Kau harus tahu itu. Aku senang akhirnya kau bisa mengingat semuanya, tetapi mau bagaimana lagi Raina jadi korbannya, dia memang dari dulu tidak bisa berenang. Kak, ini adalah bentuk perjuanganmu. Raina sudah berusaha.” Roland masih menenangkan Devano. Baju pernikahannya masih basah. Roland hanya bisa menghela nafas panjang.“Jujur aku kecewa dengan diriku sendiri, tidak pantas aku melakukan ini. Roland, Kau tahu aku sangat menderita jika Raina mendapat kesusahan. Ini aku seakan memberikan hal yang bodoh dalam hidupku.” De
Devano geram dengan Raina yang tidak mau pulang dan dia tidak mau mengambil kalungnya di kolam renang. Devano berfikir masa dia harus mengambil kalung disana. Bajunya basah dan dia akan segera menikah. Devano melihat kearah Raina. Gadis ini memang benar-benar keras kepala.“Aku sudah bilang kepadamu. Jika kalung itu berharga ambillah dan aku tidak mau mengambilnya. Kau fikir aku siapa? Aku ingin menikah jangan mengganggu pernikahanku saat ini. Kalau perlu pergilah dari dunia ini. Aku baru sadar jika kau memang wanita murahan dan kenapa aku bisa terpesona denganmu.” Kata Devano dingin.“Sebegitu marah dan hina aku di depanmu, Mr Devano yang terhormat. Asal kau tahu saja. Jika aku tidak hamil anakmu. Aku tidak akan mengemis cinta di hadapanmu. Ucapanmu membuatku sakit hati.” Kataku lirih. “Karena kau sangat keras kepala. Aku tidak suka wanita seperti itu. Aku sangat membencimu. Maaf ... aku tidak akan meladeni orang gila sepertimu. Aku mau mempersiapkan pernikahanku.” Devano melangkah p
mata kami saling adu. Devano menatapku penuh dengan tatapan sinis. Amarahnya seperti memuncak. Aku memalingkan wajahku. Suara langkahnya mengarah kepadaku dan benar ada sebuah tangan mencengkalku.Devano memejamkan matanya sejenak, lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Tangan kekarnya masih mencekal Raina, dia ingin memarahi gadis yang ada di depannya ini kenapa dia menghadiri undangan pernikahannya. “Miss Raina, Tak ada yang menarik dariku. Cepat pulang dan jangan melihat upacara pernikahanku. Aku tidak mau kau sedih dan sakit hati." Pria itu membuka suara. Sambil menatap tajam wajah Raina. Tatapannya yang dingin dan sikap cueknya membuat Raina yakin jika Devano memang tidak bisa mengingatnya.Aku yakin , di balik suara itu ada nada enggan untuk berbicara ada sebutir cinta yang masih tersimpan karena aku yakin dia masih mencintaiku dan tidak mau kehilangan aku. Jadi aku memutuskan untuk tetap stay di sini. Aku hanya sekedar penasaran karena Devano orang yang sangat sulit di tebak. I
Aku bercermin dan melihat wajahku. Hari ini tepat pernikahan Devano Cristopher. Sebenarnya aku bahagia dia menikah asalkan menikah denganku tapi semuanya sudah berakhir. Aku melihat perutku yang semakin membesar. Tanteku marah dan sekarang aku sekarang baginya adalah sampah atau aib keluarga. Down rasanya dengan kehidupan ini.“Raina, kau sudah siap?” Jessie langsung masuk kedalam kamarku, dia sedang berlibur ke Paris karena acara prewedding dengan Roland. Terkadang merasa iri dengan mereka. ”Kenapa belum siap-siap, belum make up. Kamu jadi atau tidak ke pernikahan si Casanova tersebut?” Jessie sedikit kesal. Aku mengangguk tidak tahu mau kesana atau tidak? Yang jelas aku bingung, malas dan down. Apakah bisa aku melihat pernikahan dia? Hatiku rasanya sakit sekali dengan situasi saat ini.“Entahlah Jessie. Aku dilema saat ini.” Aku hanya bisa melihat wajahku di cermin. Malang sekali nasibku ini.“Ibu hamilku ini memang ada-ada saja. Kamu harus segera bersiap-siap. Jangan sampai momen i
Berpacu dengan waktu karena customer minta agar aku menyelesaikan gaun pengantin yang dia pesan karena untuk pernikahannya akan dimajukan. Aku koordinasi dengan Cristie. Huh, lumayan lelah juga apalagi aku dalam kondisi hamil. Aku langsung menepuk jidatku.“Astaga, aku lupa kenapa aku tidak minta nomor telefon Devano? Dia bukanya sudah hampir mengingatku. Apalagi dengan kejadian kemarin. Aku merindukannya. Rumah sepi. Rasanya tidak enak juga.” Aku berbicara sendiri sambil menjahit gaunku. Aku melihat layar ponsel.✉️Hari ini aku balik ke Paris. Kamu masih tetap di rumah dekat pantai ✉️iya. Memang kenapa Roland. Aku lebih senang tinggal disini. ✉️Aku ingin bertemu saja dan bicara mengenai kak DevanoAku menghela nafas panjang. Aku masih menjahit gaun. Ini harus deadline. Kedua mataku menangkap ada dompet. Aku menghentikan jahitku.“Dompet siapa ini?” Aku mengamati dompet tersebut. ”Maaf iya aku buka.” Aku membuka dan melihat isinya. Banyak sekali dolar. Devano. Ada foto Devano disini
Gadis itu mondar-mandir sambil melipatkan kedua tangannya, dia masih menunggu seseorang yang membuat dia sekarang marah. Devano Christopher. Bukanya dia menjemput dirinya di bandara. Devano seolah acuh kepadanya. Sesekali dia mengibaskan rambutnya. Warna bibir lipstiknya yang merah merona sangat menggoda siapa saja yang melihatnya. Nafasnya tersengal-sengal. Seorang pria paruh baya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku gadis itu.“Sampai kapan kau akan menunggu dirinya, Natasya. Ponselnya saja tidak aktif.” Papa Devano sedang membaca sebuah proposal dari klien Devano. Hari ini Devano akan meeting dengan klien. ”Anak sialan itu ke mana lagi?” Papa Devano melepas kacamatanya dan sesekali memijat pelipisnya. Kadang dia bingung dengan tingkah anaknya itu. Devano makin dewasa makin tidak karuan saja. Makanya dia akan menikahkan dirinya dengan Natasya. Natasya adalah wanita yang pas buat Devano.“Om, dimana dia? Nomornya tidak aktif. Huh! Kemarin aku mendengar suara perempuan m
Masih di mobil bersama Casanova, Devano ...Devano masih mengulurkan tangannya berharap aku mau berkenalan dengannya. Aku masih tertunduk tanpa memandang orang yang aku rindu selama ini kenapa dia tidak mengingatku? Apakah ada kembaran Casanova, tetapi aku merasa dia adalah Devano yang ku rindukan. Devano menghela nafas panjang dan menurunkan tangannya.“Baru kali ini aku dicuekin sama perempuan.” Devano menggerutu. ”Kau ini gadis yang cuek sekali. Baiklah jika kau tidak mau memperkenalkan namamu. Aku tetap akan stay disini dan jangan harap kau bisa keluar dari mobil ini sampai kau memberitahu siapa namamu.” Devano bersikeras, dia memakai kacamata hitamnya kembali. Terlihat maskulin. Aku meliriknya sekilas. Astaga tidak bertemu lama dia masih tampan saja.“Aku Clara.” Aku langsung memandang ke depan tanpa menjabat tangan dan berbohong. Aku ingin tahu apakah dia masih ingat aku atau tidak sebagai Raina.“Nama yang beautiful. Okey Clara. Sekarang aku mau lihat wajah kamu. Dari tadi kamu