Tumpukan proposal dan map masih berserakan di meja kerja Casanova. Ruangan yang sedikit remang-remang hanya ada lampu baca yang menerangi ruang kerjanya. Devano duduk di kursi kebesarannya dan memijat keningnya yang terasa pening.
Masalah satu belum selesai keluar lagi masalah mengenai gadis yang bernama Raina. Segelas kopi menemaninya malam ini.Raut wajah Devano begitu tegang. Memikirkan cara untuk memberi pelajaran kepada Raina. Gadis itu sudah membuat dirinya geram dan kesal. Sekelibat dia mengingat sesuatu dan mengambil sebuah sertifikat.“Peternakan? Aku yakin kau ingin mengambil peternakan yang aku ambil dari ayahmu, bukan. Raina ... Raina jangan macam-macam kamu denganku. Tidak semudah itu kamu bisa mengambil peternakan itu.” Devano tersenyum tipis sambil melihat sertifikat yang ada di tangannya. Inilah yang membuat Devano menang.“Aku, akan membuat hidupmu sengsara apapun resikonya. Nyawa dan hidupmu ada di tanganku. Entah kenapa aku sangat membenci anak dari Jonas.Devano masih melihat tanda tangan perjanjian yang ditandatangani ayah Raina membuat kehidupan Raina berubah seratus persen. Kedua matanya tidak luput dari perjanjian yang membuatnya geli.07.00 ParisSebuah baju di lemparkan saja begitu saja di muka Raina yang sedang terlelap dari tidurnya. Baju siapa yang seenaknya saja di lemparkan kepada dirinya. Kedua matanya perlahan terbuka dan bangun dari tidurnya tak lupa merentangkan kedua tangannya. Raina menguap karena masih mengantuk.“Siapa, yang melemparkan baju dengan tidak sopan seperti ini. Aku masih mengantuk. Bolehkah aku tidur sebentar.” Nada Raina sedikit malas dan mengantuk.“Cepat ganti baju dan mulai menjadi pelayan Tuan Devano.” Terdengar suara wanita di dekatnya.Raina menoleh ke arah samping. Muncul wanita paruh baya dengan setelan baju pelayan berwana hitam dan putih. Di pegangnya baju yang di lemparkan wanita itu.“Tunggu ... Menjadi pelayan untuk lelaki Devano yang sangat kejam, dan arogan itu.” Raina masih tidak percaya dengan apa yang akan di lakukannya nanti dan memberikan baju pelayan itu kembali.Bagi Raina ini hal yang mustahil jika menjadi pelayan untuk Devano. Lebih baik dia kerja di rumah sakit dan menjadi perawat untuk orang sakit bukan perawat Devano, yang arogan seperti Devano.“Cepat kau bersiap-siap. Tuan Devano jam delapan sudah harus ke kantor. Jangan buat masalah sebelum terjadi hal yang tidak di inginkan.” Wanita itu memperingatkan kepadaku. “Ini ada kartu untuk membuka pintu kamar Devano.” Wanita itu memberikan kartu seperti ATM.“Hah! Ini kunci kamarnya. Ini namanya amazing, Bi.” Raina takjub dengan kunci yang berbentuk seperti ATM.“Sudah jangan banyak bicara. Cepat lakukan pekerjaanmu sebelum Tuan Devano bangun.” Kata wanita itu langsung pergi meninggalkan Raina.Muka Raina tampak lesu dan tidak bersemangat. Harga dirinya rasanya di injak-injak olehnya, dia berbaring kembali dan menatap langit-langit kamar yang berwana putih. Saat ini Raina tidak dulu balas dendam dan mengambil peternakan melainkan kabur dari rumah yang seperti neraka ini.“RAINA, CEPAT! ATAU KAU AKAN MENDAPAT MASALAH!” Teriak wanita itu kembali. Raina semakin kesal dan menutup kedua telinganya dengan bantal. Ingin rasanya dia berteriak sekencang-kencangnya.Lima belas menit sudah Raina sudah selesai berdandan. Baju pelayan yang dia kenakan membuat dia semakin risih. Tubuh yang memantulkan dirinya di kaca memperlihatkan bahwa Raina sudah siap menjadi pelayan Devano.Raina menyelusuri lorong. Rumah sebesar ini tuannya hanya CEO arogan. Lalu di mana kedua orang tuanya? Saudaranya? Kenapa yang nampak hanya Devano. Ah, tidak penting. Itu bukan urusannuya. Langkah kaki masih saja mencari kamar Devano.“Di mana kamar Si Tuan arogan itu? Banyak kamar dan aku pun tidak tahu letak kamarnya. Ya Tuhan, cobaan apa lagi yang harus aku lalui.” Raina frutasi karena belum menemukan kamar Devano.Kedua matanya menangkap sosok Morgan yang berjalan berlawanan dengannya. Raina langsung menghampiri Morgan.“Tuan Morgan, apakah rumah ini di bangun untuk membuat orang baru bingung mencari satu kamar saja.” Raina tampak kesal dengan keadaan di rumah ini.Morgan hanya tersenyum melihat raut gadis kecil ini. Pantas saja Tuan Devano memperlakukannya semena-mena. Gadis yang polos yang mudah saja diperlakukan sesuka hati oleh majikannya.“Nona, Anda harus bisa terbiasa dengan rumah ini karena kelak kau akan menikah dengan Tuan Devano. Saya yakin Tuan Devano bukan orang yang arogan dan dingin. Anda belum tahu sifat aslinya.” Morgan menjelaskan kepada Raina.Raina menelan salivanya dalam-dalam. Menikah dengan Devano? Tidak. Raina tidak bisa membayangkan jika menikah dengan CEO yang tidak punya perasaan kepada perempuan.“Maaf ... Sampai kapanpun saya tidak mau menikah dengan dia, Tuan Morgan. Saya bukan manusia yang bisa di beli dengannya. Pernikahan harus didasari cinta dan saya tidak mungkin mencintainya.” Raina tertunduk dengan memejamkan kedua matanya. Hatinya tidak karuan berada di sini. Ingin kabur dan menikmati hidup sesuai dengan yang di harapkan. Raina ingin menjadi seorang perawat kembali.“Baiklah jika itu keputusan, Nona. Perlahan Anda akan bisa terbiasa dengan Tuan Devano. Kamar Tuan Devano ada di lantai tiga. Lebih baik Anda naik saja. Saya permisi.” Morgan pergi meninggalkan Raina.Raina berjalan menuju ke arah lift. Menekan tombol ke lantai tiga. Hari ini adalah hari pertama dia menjadi pelayan Devano. Raina berjanji kepada ayahnya agar secepatnya mengambil peternakan dari tangan Devano dan pergi meninggalkan rumah ini. Sudah cukup penderitaan yang Raina hadapi saat ini.Pintu emas dan besar sudah ada di depannya. Kamar Devano. Raina mengambil kartu dan menempelkannya di depan gagang pintu. Astaga, semuanya serba canggih. Saat masuk kedalam kamar Raina sangat terkejut.“Waow ... Ini aula hotel apa kamar? Besar sekali! Tapi sayang yang punya rumah tidak punya hati. Ngomong-ngomong di mana orang tua si CEO ini? Apakah dia tidak punya orang tua? Pantasjika orang tuanya tidak ada lelaki ini semena-mena terhadap perempuan." Raina menggerutu dan menghampiri Devano yang masih tertidur pulas.Raina melipat kedua tangannya memandang Si Casanova yang masih menutup mata tidak tahu keberadaan Raina di sampingnya. Dasar, lelaki ini tidur saja seperti orang mati. Berharap lelaki ini mati saja di telan bumi. Raina mendekatkan dirinya ke arah Devano yang tidur terlentang. Jika di lihat Devano sangat tampan juga. Raina mengibaskan kedua tangannya tepat di depan wajah Devano, tetapi tidak ada respon."Kau, tidur seperti mayat hidup saja. Dasar CEO jahat, arogan, dingin. Tidak pantas kamu hidup di dunia ini. Namun, kenapa masih banyak para gadis terlena akan dirimu ini. Haish ... Mereka belum tahu sifat asli orang ini." Raina mengomel sendiri. Ingin rasanya dia membunuh lelaki ini. Sekelibat ada ide yang cemerlang untuk memberi pelajaran kepadanya.Raina mencari sesuatu yang ada di sekitar meja. Senyum tipis mengembang di wajahnya."Sempurna." Raina selesai melakukan aksinya untuk memberi pelajaran kepada Devano. Beruntung lelaki ini tidak tahu aksinya.Kilauan cahaya langsung menembus kedua mata Devano yang masih tertutup. Devano menggeliat kesal."Siapa, yang buka jendela? Akan ku pecat kamu." Devano langsung bangun. Devano tersadar dan melihat Raina berdiri di dekatnya sambil menjulurkan lidahnya. Kesal campur geram. Gadis ini pagi-pagi sudah membuatnya marah. "Ada aturan jika ingin membangunkanku. Jangan pernah membuka tirai jendela sebelum aku bangun. Kau, sudah melanggarnya kurcaci kecil." Devano menguap sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Kurcaci kecil? Hai, Devano. Kamu fikir aku apa? Hah. Makin lama kau semakin gila. Hallo membangunkanmu seperti ini sangat cocok. Tidur seperti mayat hidup saja. Cepat bangun!" Raina mengambil selimut Devano ingin melipatnya."Mau apa kamu?" Tanya Devano dengan nada dingin."Mau melipat selimutmu lah. Cepat. Aku masih banyak kerjaan tidak mengurusi bayi besar sepertimu." Raina langsung mengambil paksa selimut Devano. Devano menariknya lagi. Terjadi adu saling tarik-menarik. "Berikan kepadaku! Kamu ini kenapa sih?" Raina makin memperkuat tarikannya. Sehingga dia jatuh di atas tubuh Devano. Kedua mata mereka saling tatap. Raina tidak bisa menahan tawanya melihat wajah Devano.Devano mengernyitkan keningnya. Lalu tatapan dingin dan tajamnya langsung mencul. "Aku paling tidak suka di bantah, kurcaci kecil. Awas. Jika kau membangunkan aku seperti ini aku akan membuat hidupmu menderita. Jam berapa sekarang?"Raina melihat langsung menciut setelah Devano mengancamnya. Lelaki arogan ini selalu saja ancaman sebagai senjatanya. Raina masih menatap Devano, dia tidak sadar."Jam setengah delapan." Jawabnya sambil menatap Devano.Devano langsung mendorong tubuh Raina dan langsung beranjak dari tidurnya. Raina langsung memegang lengannya yang terbentur atap ranjang karena Devano mendorongnya terlalu keras."Dasar kamu, punya otak. Saya akan meeting jam setengah sembilan. Kamu bangunkan saya mepet . Meeting saya ini sangat penting. Paham kamu, Raina. Awas kamu jika sampai meeting saya gagal. Kamu akan tahu akibatnya." Ancam Devano sekali lagi langsung keluar kamar. Raina mengekori Devano mau kemana dia. Ternyata dia langsung menuju ruang makan.Raina sedikit jijik melihat Casanova ini. Setidaknya dia mencuci muka atau sikat gigi terlebih dahulu. Lelaki ini main makan saja. Tiba-tiba para pelayan tersenyum melihat Devano. Mendengar cekikan pembantunya. Membuat dia sedikit kesal."Ada yang lucu? Kenapa kalian cekikan tidak jelas seperti itu. Kalian menganggu sarapanku saja." Devano menggigit sandwich yang menggoda. Namun, pelayan tersebut masih cekikan saja begitupun dengan Raina. "Morgan, apa yang terjadi dengan mereka? Mereka mengangguku saja."Morgan mendekati Devano dan memberikan kaca. Dalam batin Raina bersiap-siaplah kamu Casanova arogan. Pasti kamu akan malu melihat wajahmu itu. Raina sangat puas sekali.Semua mata tertuju kepada Devano dengan raut wajah bingung karena para pembantu mereka cekikikan. Apakah ada yang salah dengan dirinya. Morgan memberikan kaca kepada Devano. Sontak saja Devano mengernyitkan keningnya. Devano langsung meraih kaca dengan paksa dari tangan Morgan.Wajah yang penuh coretan ada di muka Devano. Rasa kesal bercampur marah ada di benaknya saat ini. Berani sekali para pelayan menyoret wajah tampannya. Tulisan arogan, gila tertulis jelas."Siapa yang mencoret muka ku?" Tanya Devano singkat tapi dengan nada yang datar. Hening tidak ada yang berkata sepatah apapun. Para pelayan diam seribu bahasa. Morgan yang melihat suasana tegang hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pertanda Tuan Devano akan meluapkan emosinya. Raina tersenyum tipis."Kenapa diam saja? Apa kalian tidak punya mulut. Cepat katakan siapa yang melakukan hal menjijikkan ini kepadaku?" Kedua matanya merah menyala. Seperti gunung merapi yang akan memuntahkan lavanya. "Kurang ajar. Apa mulut kalian in
Hari ini Paris terlihat sangat cerah. Birunya awan menampakkan indahnya di langit biru. Seorang penjaga gerbang membuka pagar dan sebuah mobil Ferrari California warna merah masuk di rumah Devano. Semua orang yang di lintasi mobil tersebut menundukkan kepala, sepertinya orang dalam mobil tersebut sangat penting sekali. Morgan langsung membukakan pintu mobil mewah tersebut. Seorang lelaki dengan memakai jaket denim di padukan dengan T-shirt putih keluar dari mobil, dia sangat merindukan rumah ini. “Selamat datang kembali, Tuan Roland.” Sapa Morgan kepada majikan mudanya yang tak lain adalah adik Devano.Roland adalah satu-satunya adik Devano yang selesai menempuh pendidikan di Inggris dengan jurusan kedokteran. Hampir lima tahun dia tidak pulang dan belum bertemu dengan kakaknya Devano. Roland sedikit malas pulang ke rumah karena tidak ada orang tua dan hanya kakak Devano saja. Devano lelaki yang cuek, angkuh, dingin sehingga membuat Roland malas untuk pulang.“Terima kasih, Morgan ka
Roland masih menggendong tubuh gadis mungil yang masih pingsan. Sebenarnya dia ingin istirahat dan merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk, tetapi jika melihat apa yang terjadi di depan matanya, Roland tidak bisa tinggal diam jika ada kejadian yang memalukan seperti ini. Roland tak henti-hentinya memandangi gadis cantik yang dia gendong. Kesalahan terbesar apa yang di lakukannya sampai kak Devano tega mengurungnya di tempat yang gelap dan pengap. Kakinya terus melangkah sampai sebuah kamar sudah berada di depannya dan berdiri Morgan di depan pintu dengan wajah tertunduk. Morgan takut jika tuan Devano marah karena Roland membebaskan Raina. Entah apa yang akan di lakukannya yang pasti nyawa taruhannya.“Jika gadis ini kenapa-napa kau harus bertanggung jawab, Morgan.” Ancam Roland sambil menunjuk tangannya ke arah wajah Morgan. Morgan hanya diam tanpa bicara sepatah kata apapun.Dengan tergesa-gesa Roland membawa gadis itu masuk ke dalam kamar. Sepertinya kondisinya sedikit tidak baik-b
Raina masih termangu di ranjang, dia melepas selang oksigen yang dirasa sudah tidak di butuhkan lagi. Roland tidak mau membantunya keluar dari rumah ini. Sebenarnya cukup muda bagi Raina untuk kabur, namun Morgan bodyguard Devano mempunyai pengintaian yang cukup tajam. Sungguh ironis nasib Raina saat ini. Lelaki arogan itu hampir saja membunuhnya. Sudah cukup ayahnya sekarang dia. Devano memang lelaki yang harus di beri pelajaran. Raina mulai bernafas dengan terengah-engah dan menahan emosinya, sekelebat dia mengingat apa yang dilakukan Devano, Ingatannya melayang saat pembalasan kepada ayahnya dan mengambil peternakan milik orang tuanya yang di rebut Casanova arogan dan bagaimana dengan nasibnya yang terpuruk terperangkap oleh Devano. Hanya satu yang bisa menolong dirinya, Roland. Apapun yang terjadi dia harus menolong dirinya kabur dari sini. Raina menangis sejadi-jadinya. Nasibnya sangat sial sekali. Raina ingin kembali dengan dunianya di perawat. Kedua tangannya mengepal dengan
Devano masih menatap horor ke arah Raina. Nafasnya terengah-engah. Gadis ini sudah membuatnya marah. Bagaimana bisa Raina harus kabur dari sekapannya. Tidak peduli siapa yang membebaskannya. Yang dia tahu siapapun tidak boleh menentangnya. Kedua tangannya mengepal. Tangan Devano gatal ingin memukul seseorang.Bug!Satu pukulan mendarat di pipi Morgan. Lagi-lagi Morgan tersungkur. Pukulan yang di layangkan Devano sangat keras dan kuat. Raina melihat Morgan sudah tidak berdaya. Hatinya teriris-iris melihat kelakuan Devano.“SUDAH CUKUP, DEVANO!” Teriak Raina. Raina langsung menghampiri Devano sambil memegang kerah bajunya, dia tidak peduli lagi dengan Casanova arogan yang ada di depannya. Sepasang mata saling memandang penuh amarah. “Kau sangat keterlaluan, Devano. Aku muak lama-lama denganmu. Morgan tidak bersalah dan kenapa kau mengajarnya penuh sadis. Di mana hati nuranimu, Dasar lelaki gila, jahat!” Ucap Raina penuh emosi sambil mempererat pegangannya.Devano merasa risih dengan k
Malam ini Devano mengurung Raina. Bukan di bawah tanah melainkan di kamarnya. Devano masih setia dengan laptopnya. Ada proposal yang harus dia pelajari. Perusahan di bidang ponsel akan menjadi miliknya kembali. Devano sangat puas karena banyak perusahaan kecil bisa dia kuasai. Bukan Devano namanya yang tidak punya cara licik. Kedua matanya terhenti melihat Raina sedang mondar-mandir di depannya membuat Devano merasa risih dan terganggu. Sesekali dia menggigit kukunya. Ada apa dengan gadis ini? Sungguh aneh. Kedua tangan Devano bersendagu sambil memandangi Raina. Raina tidak menyadari jika Devano terus memperhatikannya.“Kurcaci kecil, ada apa denganmu? Kau membuat kedua mataku lelah melihatmu mondar-mandir seperti setrikaan saja.” Nada dingin Devano membuyarkan aktivitas Raina.Raina memandangi Devano dengan wajah kesal. Lelaki ini seperti tidak ada rasa iba dan bersalah kepada wanita. Bagaimana Raina tidak gelisah, dia di kurung di kamar Devano berdua kalau ada hal yang tidak di
Jam menunjukkan pukul 19.00. Saatnya Devano menjemput gadis kecilnya. Devano masuk dan Raina menunggu dengan penuh antisipasi. Devano mengenakan jas hitam legam yang rapi. Rambutnya yang sedikit panjang. hingga menyentuh kerah disisir ke belakang, membuatnya tampak seperti iblis tampan yang begitu menggoda.Devano melangkah memasuki kamar dan Raina merasakan Devano tertegun sejenak menatap wajah Raina yang sudah dirias sedemikian cantiknya, namun kemudian mata Devano menatap ke arah Raina yang masih mengenakan gaun biasa warna putih tak tampak glamour di tubuhnya. Mata Devano menggelap seolah ada badai yang akan menerjang di sana,"Kenapa tidak kau pakai gaunmu yang aku berikan tadi?" desis Devano pelan.Raina mundur selangkah, menyadari intensitas kemarahan dalam suara Devano. Lelaki satu ini mungkin menderita post power sindrome sehingga mudah naik darah kalau keinginannya tidak diikuti, batin Raina dalam hati."Aku tidak mau. Gaun yang kau berika terlihat jijik jika aku kenakan di
"Kita sudah sampai. Cepat Turun!" Suara nyaring dan tegas terdengar dari mulut Devano. Langsung saja dia melepas selt beltnya. Sekilas melihat Raina yang masih terdiam. Devano sedikit kesal gadis kecil yang ada di sampingnya karena Raina tidak menggubris perkataannya. Devano tidak suka siapapun tidak menuruti perkataannya."Punya telinga? Kalau punya cepat turun kita tidak ada waktu lagi, ini adalah hari spesial bagiku." Devano marah dan sedikit membentak. Suaranya yang lantang membuat Raina sedikit takut.Raina hanya bisa membuang muka, Tapi tidak bagiku. Bagiku ini adalah hari sial bagiku. Batin Raina menggerutu.dia melepas selt beltnya. Ah, sial kenapa susah sekali. Bekali-kali Raina mencoba melepaskan ikatannya namun gagal. Jangan sampai Devano melihat kebodohan apa yang dia lakukan. Macet, selt belt tidak lepas. Raina mengutuk mobil ini cepat-cepat masuk ke bengkel atau di buang saja. Mobil berkelas tapi fasilitas tidak memadai.Devano melirik jam tangan hitamnya yang ekslusi
sebuah pernikahan mewah dan megah ada didepan mataku. Hari ini adalah hari pernikahan aku dan Devano. Balutan gaun pengantin bak Cinderella.Aku melihat pantulan diriku di kaca yang besar. Akhirnya pernikahan yang aku impikan terwujud juga meskipun banyak lika-liku. Pernikahan akan di mulai.Aku mengucapkan janji suciku ketika devano telah mengucapkannya. Lalu setelah itu, kami bertukar cincin. Ketika pastur mempersilahkan Devano untuk menciumku, seketika pipiku terasa merona. Devano menatapku dengan tersenyum, aku balas menatapnya. Pernikahan ini sangat membuatku bahagia. Devano kini telah resmi menjadi suamiku. Aku tak peduli jika aku pernah hamil. Aku memejamkan mataku ketika Devano mulai menciumku. Kami mulai hanyut dalam pungutan kami. Aku merasa begitu tenggelam dan menikmatinya. Tak peduli berapa pasang mata yang menonton kami. Namun sorak teriakan dan suara pistol membuat kami langsung saling menjauh. Aku menatap horor ke arah Kevin yang tengah berdiri seraya memegang pis
Aku menunggu Devano di lobi hotel. Setelah tragedi dia mengajakku jalan-jalan di London untuk menjernihkan pikiran. Aku senang sekarang dia menjaga diriku . Aku mulai senang dan bahagia karena Devano memberikan surprise untukku. Malam ini kota London sangat dingin. Aku melihat seseorang turun dari mobil BMW warna hitam. Devano mempunyai banyak koleksi mobil ternyata. Astaga, malam ini dia terlihat sangat tampan. Aku tidak menyangka Casanova ini ketampanannya mengalahkan dewa Yunani. Devano menghampiriku.“Malam cintaku.” Devano mengecup bibirku sekilas. Duh, orang ini sembarangan saja jika Masalah cium. Aku melirik resepsionis yang melihatku sedang dicium, dia Seperti sedang tersenyum. ”Sayang, malam ini pasti kamu akan senang aku membawakan surprise untukmu.” Kata Devano sambil menyelinapkan anak rambut ke belakang telingaku.“Sayang, apa yang ingin kamu surprise kan ke aku. Aku penasaran.” Aku tersenyum manis. Devano malah justru semakin menggodaku.“Hei, Jika aku memberitahukan ke
Suara brankar menggema. Raina terkapar tidak berdaya diatas brankar. Devano tidak bisa membendung rasa bersalahnya kenapa dia harus menyuruh Raina menceburkan diri di kolam renang. Perasaan bersalah menyelimutinya. Raina masuk kedalam UGD dan mereka diharap menunggu di ruang tunggu. Devano memukul tembok dengan tangannya, dia tidak bisa membendung rasa bersalahnya. Roland melihat Devano langsung menghampirinya.“Sudahlah, kakak di setiap cinta pasti ada pengorbanan. Kau harus tahu itu. Aku senang akhirnya kau bisa mengingat semuanya, tetapi mau bagaimana lagi Raina jadi korbannya, dia memang dari dulu tidak bisa berenang. Kak, ini adalah bentuk perjuanganmu. Raina sudah berusaha.” Roland masih menenangkan Devano. Baju pernikahannya masih basah. Roland hanya bisa menghela nafas panjang.“Jujur aku kecewa dengan diriku sendiri, tidak pantas aku melakukan ini. Roland, Kau tahu aku sangat menderita jika Raina mendapat kesusahan. Ini aku seakan memberikan hal yang bodoh dalam hidupku.” De
Devano geram dengan Raina yang tidak mau pulang dan dia tidak mau mengambil kalungnya di kolam renang. Devano berfikir masa dia harus mengambil kalung disana. Bajunya basah dan dia akan segera menikah. Devano melihat kearah Raina. Gadis ini memang benar-benar keras kepala.“Aku sudah bilang kepadamu. Jika kalung itu berharga ambillah dan aku tidak mau mengambilnya. Kau fikir aku siapa? Aku ingin menikah jangan mengganggu pernikahanku saat ini. Kalau perlu pergilah dari dunia ini. Aku baru sadar jika kau memang wanita murahan dan kenapa aku bisa terpesona denganmu.” Kata Devano dingin.“Sebegitu marah dan hina aku di depanmu, Mr Devano yang terhormat. Asal kau tahu saja. Jika aku tidak hamil anakmu. Aku tidak akan mengemis cinta di hadapanmu. Ucapanmu membuatku sakit hati.” Kataku lirih. “Karena kau sangat keras kepala. Aku tidak suka wanita seperti itu. Aku sangat membencimu. Maaf ... aku tidak akan meladeni orang gila sepertimu. Aku mau mempersiapkan pernikahanku.” Devano melangkah p
mata kami saling adu. Devano menatapku penuh dengan tatapan sinis. Amarahnya seperti memuncak. Aku memalingkan wajahku. Suara langkahnya mengarah kepadaku dan benar ada sebuah tangan mencengkalku.Devano memejamkan matanya sejenak, lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Tangan kekarnya masih mencekal Raina, dia ingin memarahi gadis yang ada di depannya ini kenapa dia menghadiri undangan pernikahannya. “Miss Raina, Tak ada yang menarik dariku. Cepat pulang dan jangan melihat upacara pernikahanku. Aku tidak mau kau sedih dan sakit hati." Pria itu membuka suara. Sambil menatap tajam wajah Raina. Tatapannya yang dingin dan sikap cueknya membuat Raina yakin jika Devano memang tidak bisa mengingatnya.Aku yakin , di balik suara itu ada nada enggan untuk berbicara ada sebutir cinta yang masih tersimpan karena aku yakin dia masih mencintaiku dan tidak mau kehilangan aku. Jadi aku memutuskan untuk tetap stay di sini. Aku hanya sekedar penasaran karena Devano orang yang sangat sulit di tebak. I
Aku bercermin dan melihat wajahku. Hari ini tepat pernikahan Devano Cristopher. Sebenarnya aku bahagia dia menikah asalkan menikah denganku tapi semuanya sudah berakhir. Aku melihat perutku yang semakin membesar. Tanteku marah dan sekarang aku sekarang baginya adalah sampah atau aib keluarga. Down rasanya dengan kehidupan ini.“Raina, kau sudah siap?” Jessie langsung masuk kedalam kamarku, dia sedang berlibur ke Paris karena acara prewedding dengan Roland. Terkadang merasa iri dengan mereka. ”Kenapa belum siap-siap, belum make up. Kamu jadi atau tidak ke pernikahan si Casanova tersebut?” Jessie sedikit kesal. Aku mengangguk tidak tahu mau kesana atau tidak? Yang jelas aku bingung, malas dan down. Apakah bisa aku melihat pernikahan dia? Hatiku rasanya sakit sekali dengan situasi saat ini.“Entahlah Jessie. Aku dilema saat ini.” Aku hanya bisa melihat wajahku di cermin. Malang sekali nasibku ini.“Ibu hamilku ini memang ada-ada saja. Kamu harus segera bersiap-siap. Jangan sampai momen i
Berpacu dengan waktu karena customer minta agar aku menyelesaikan gaun pengantin yang dia pesan karena untuk pernikahannya akan dimajukan. Aku koordinasi dengan Cristie. Huh, lumayan lelah juga apalagi aku dalam kondisi hamil. Aku langsung menepuk jidatku.“Astaga, aku lupa kenapa aku tidak minta nomor telefon Devano? Dia bukanya sudah hampir mengingatku. Apalagi dengan kejadian kemarin. Aku merindukannya. Rumah sepi. Rasanya tidak enak juga.” Aku berbicara sendiri sambil menjahit gaunku. Aku melihat layar ponsel.✉️Hari ini aku balik ke Paris. Kamu masih tetap di rumah dekat pantai ✉️iya. Memang kenapa Roland. Aku lebih senang tinggal disini. ✉️Aku ingin bertemu saja dan bicara mengenai kak DevanoAku menghela nafas panjang. Aku masih menjahit gaun. Ini harus deadline. Kedua mataku menangkap ada dompet. Aku menghentikan jahitku.“Dompet siapa ini?” Aku mengamati dompet tersebut. ”Maaf iya aku buka.” Aku membuka dan melihat isinya. Banyak sekali dolar. Devano. Ada foto Devano disini
Gadis itu mondar-mandir sambil melipatkan kedua tangannya, dia masih menunggu seseorang yang membuat dia sekarang marah. Devano Christopher. Bukanya dia menjemput dirinya di bandara. Devano seolah acuh kepadanya. Sesekali dia mengibaskan rambutnya. Warna bibir lipstiknya yang merah merona sangat menggoda siapa saja yang melihatnya. Nafasnya tersengal-sengal. Seorang pria paruh baya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku gadis itu.“Sampai kapan kau akan menunggu dirinya, Natasya. Ponselnya saja tidak aktif.” Papa Devano sedang membaca sebuah proposal dari klien Devano. Hari ini Devano akan meeting dengan klien. ”Anak sialan itu ke mana lagi?” Papa Devano melepas kacamatanya dan sesekali memijat pelipisnya. Kadang dia bingung dengan tingkah anaknya itu. Devano makin dewasa makin tidak karuan saja. Makanya dia akan menikahkan dirinya dengan Natasya. Natasya adalah wanita yang pas buat Devano.“Om, dimana dia? Nomornya tidak aktif. Huh! Kemarin aku mendengar suara perempuan m
Masih di mobil bersama Casanova, Devano ...Devano masih mengulurkan tangannya berharap aku mau berkenalan dengannya. Aku masih tertunduk tanpa memandang orang yang aku rindu selama ini kenapa dia tidak mengingatku? Apakah ada kembaran Casanova, tetapi aku merasa dia adalah Devano yang ku rindukan. Devano menghela nafas panjang dan menurunkan tangannya.“Baru kali ini aku dicuekin sama perempuan.” Devano menggerutu. ”Kau ini gadis yang cuek sekali. Baiklah jika kau tidak mau memperkenalkan namamu. Aku tetap akan stay disini dan jangan harap kau bisa keluar dari mobil ini sampai kau memberitahu siapa namamu.” Devano bersikeras, dia memakai kacamata hitamnya kembali. Terlihat maskulin. Aku meliriknya sekilas. Astaga tidak bertemu lama dia masih tampan saja.“Aku Clara.” Aku langsung memandang ke depan tanpa menjabat tangan dan berbohong. Aku ingin tahu apakah dia masih ingat aku atau tidak sebagai Raina.“Nama yang beautiful. Okey Clara. Sekarang aku mau lihat wajah kamu. Dari tadi kamu