Suasana yang hingar-bingar membuatku mengeryitkan mataku. Aku tidak suka suasana ramai dan menyesakkan seperti ini. Yang kurindukan adalah kamarku, kamar tenang yang damai, tempat aku bisa duduk dan membaca sambil mendengarkan musik sayup-sayup, tetapi musik yang sangat keras ini hampir melampaui batas toleransiku, ingin rasanya aku pergi dari tempat ini, tapi dia tidak bisa. Seorang Casanova yang brutal, ganas dan jahat menurut sumber yang aku dengar dari temanku.
Casanova itu akan datang ke tempat ini beberapa saat lagi. Haish ... Aku ingin pulang saja dari dunia gelap ini. Jika tidak karena perekonomian keluarga aku tidak mau kerja di sini.Aku mencoba menarik turun rok hitam pendekku yang mulai terasa tidak nyaman. Seragam waiters ini amat sangat tidak nyaman, dengan belahan dada yang begitu rendah dan rok yang begitu pendek, rasanya seperti dipaksa menyamar menjadi orang yang tidak dikenalnya. Namun, bukankah itu memang tujuannya? Dia tidak ingin lelaki itu mengenalnya, meskipun hal itu sepertinya tidak perlu ditakutkannya. Mereka hanya pernah bertemu satu kali, pada pertemuan singkat yang tak disengaja, saat lelaki itu menemui ayahnya di ruang kerjanya. Saat itu penampilanku tidak seperti sekarang, rambutnya masih panjang dengan kacamata berbingkai tebal membingkai wajahnya, bajunya tertutup dan sopan, beda sekali dengan sekarang.Aku mengernyitkan kedua mataku lagi, “Astaga, Aku benar-benar berpenampilan seperti perempuan murahan, ini sangat menjijikkan, kapan cobaanku ini akan segera berakhir? Aku lelah dengan semuanya,” desahku dengan wajah yang ditekuk.Suara berisik dari arah pintu masuk mengalihkan perhatianku, kedua mataku mencari-cari dan akhirnya dia datang juga. Sang Casanova itu ada di sana, dengan kedatangannya yang begitu heboh dikelilingi banyak sekali bodyguard berbadan kekar. Tanpa sadar aku mendengus kesal karena dia lelaki jahat yang suka menyakiti orang, dia pasti punya banyak musuh yang ingin membunuhnya.Dengan penasaran aku menjinjitkan kakiku, berusaha melihat dengan jelas sosok lelaki itu, Devano sang Casanova yang terkenal dingin, jahat dan beringas. Sosok yang ditakuti dalam dunia bisnis karena tidak segan-segan menggilas siapapun yang menghalangi jalannya. Siapapun yang berani melawannya, akan berakhir dalam tragedi. Seperti ayahku. Tidak akan kubiarkan lelaki ini bersenang-senang di atas penderitaan keluargaku.“Devano, kamu harus menanggung semua apa yang sudah kau lakukan dengan keluargaku. Gara-gara keserakahan mu aku harus kehilangan ibuku, bahkan ayahku. Jangan harap kamu bisa terus bersenang-senang. Aku sangat membencimu, Devano.” Kataku bicara sendiri dengan penuh kekesalan sambil mengepalkan kedua tanganku.Aku menjadi sebatang kara dan rasa dendam yang terpendam dalam hatiku makin menyeruak setelah kematian kedua orang tuaku. Semua ini berakar dari Casanova ini. Sejak lelaki itu muncul di keluarganya, semuanya hancur dan musnah. Aku harus membalas dendam, dengan cara apapun, untuk membalaskan kesedihan ibuku, dan kematian sia-sia ayahku. Peternakan harus aku ambil kembali.Balas dendamku dengan cara menyelidiki semua hal tentang Devano. di mana dia tinggal, bagaimana jadwalnya, apa kesukaannya. Semua informasi itu dikumpulkannya baik-baik dan disusunnya. Ketika Raina mendapati bahwa dia sering menghabiskan waktunya dengan kekasih-kekasihnya di klub kelas atas ini, Klub Happy. Tanpa pikir panjang, aku meninggalkan pekerjaanku sebagai perawat di rumah sakit, pindah dari tempat tinggalnya dan melamar sebagai waitress di sini. Sungguh, pekerjaan yang berbanding terbalik.Semua butuh pengorbanan, aku menyadari bahwa pembalasan dendam butuh pengorbanan besar. Seperti ketika dia harus berdandan sebagai wanita murahan dengan rok mini dan baju seksi. Kadang malam demi malam harus menahan diri dari siksaan kegaduhan dan hingar bingar musik, ataupun harus menahan hati karena banyaknya lelaki-lelaki genit yang selalu berpikir bahwa aku wanita murahan yang bisa dibeli. Semua butuh pengorbanan, mahal harganya. Namun, aku merasa itu akan sebanding dengan kepuasan yang akan dia dapatkan nanti. Kepuasan untuk membunuh lelaki itu dalam siksaan menyakitkan, seperti yang dilakukan lelaki itu pada ayah dan ibunya.“Hai, Rain. Kau, tahu jika sang Casanova yang kita tunggu-tunggu sudah datang. Astaga tampan sekali lelaki itu. Mau dong, di belai sama dia.” Sherine langsung menghampiriku dan masih setia melihat paras Devano yang tampan. Temanku ini seperti tersihir olehnya“Cih, Tampan darimana? Hatinya saja busuk.” Aku mendengus kesal.“Tutup mulutmu, Raina.” Sherine langsung membungkam mulutku. “Jangan, sampai Devano mendengarnya. Bisa tamat riwayatmu.” Sherine mengingatkanku.“Aku tidak peduli, Sher. Yang aku tahu lelaki itu bukan manusia melainkan iblis.” Aku kesal dan melepaskan tangan Sherine yang membungkam mulutku. “Aku kerja dulu. Selamat menikmati pemandangan yang super jelek itu. Bye.” Aku langsung melambaikan tanganku dan pergi ke dapur.Tatapan dan senyumku mengembang di wajahku. Saatnya beraksi. Aku sudah mengoleskan racun yang tidak akan terdeteksi, di dasar gelas yang sudah disiapkan khusus untuk Devano Christopher malam ini. Devano, tidak mau menggunakan gelas yang sama dengan orang lain. Gelasnya ekslusif, khusus hanya dipakai dirinya, dan tadi siang ketika berpura-pura membersihkan bar, Aku menyelinap ke tempat penyimpanan khusus itu dan mengoleskan racun yang tidak terdeteksi ke gelas tersebut. Seteguk saja minuman dari gelas yg sudah diolesi racun itu ditelan oleh Devano, maka seluruh dendamnya akan terbalaskan.“Kamu ... Akan mati. Aku tidak sabar melihatmu terbujur kaku. Dendamku akan segera terbalaskan. Ayah, Ibu. Aku tidak akan membiarkan dia hidup dalam kesenangannya dan satu hal lagi. Peternakan milik ayah, Raina berjanji akan merebutnya kembali. Devano ... Kamu harus membayar semua penderitaan keluargaku.” Aku mulai menitikkan air mataku. Aku langsung mengusapnya dengan keras.Memory beberapa bulan yang lalu masih membekas di pikiranku. Aku masih ingat ketika dia berdiri di samping ayahku yang membeku menatap wajah ibuku yang kurus dan pucat. Ekspresinya seperti tertidur, dan merasa sedih karena menyadari kenyataan bahwa Ibuku mungkin lebih bahagia sekarang setelah meninggal dunia.Setelah kematian ibu, Hati ayah hancur. Hancur total. Ayah mulai mabuk-mabukan, kadang berteriak-teriak dan menangis sendirian di malam-malam sepi. Hingga pada suatu hari, ayah mengendarai mobil dan satu-satunya harta yang masih tersisa, dan menabrakkan diri pada tembok pembatas jalan hingga mobil itu terguling beberapa kali. Ayah tewas seketika di tempat. Polisi mengatakan bahwa kandungan alkohol di darah ayahku sangat tinggi, hingga dapat dikatakan, ayahnyalah yang membunuh dirinya sendiri. Saat ini hatiku remuk. Hanya amarah dan dendam yang ada di diriku saat ini. Devano harus menanggung semuanya.Kulihat foto ayahku di saku rok ku. tragis kematiannya. semua sudah terjadi dan tidak akan pernah terulang kembali."Devano, bersiaplah menjadi priaku malam hari ini. Sungguh, pria itu membuatku jatuh cinta, terlena dengan parasnya yang menggoda. Aku harap dia akan memilihku." Celutuk Clara di dekat bar.Aku hanya tertawa sinis. Sebentar lagi dia akan mati.Devano merasa muram malam ini. Entah kenapa, dia sedang ingin menghajar seseorang, atau kalau perlu, membunuh seseorang. Malam ini dia datang ke klub bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk mencari masalah. Dengan dikelilingi para bodyguard yang selalu siap menjaganya, meskipun sebenarnya tidak perlu, karena Devano menguasai beberapa keahlian bela diri. Namun, ketika dia punya uang banyak, memang lebih baik jika kau membiarkan orang lain melakukan segala sesuatunya. Pemilik Klub sendiri yang menyambutnya. Tentu saja, mengingat betapa besar keuntungannya dari Devano. Dengan tergopoh-gopoh lelaki gendut itu menggiringnya ke kursi VIP terbaik. “Selamat malam, Tuan muda Devano. Saya senang dengan kehadiran Anda malam ini. Anda bisa memilih siapapun untuk menemani Anda," gumam si pemilik Klub dengan nada senang. Baginya selama Devano kemari keuntungan besar yang dia dapatkan. Devano menatap ke sekeliling dengan tak berminat, menatap semua perempuan di sana yang hampir-hampir seperti s
Orang-orang masih diam menunggu, memusatkan perhatian kepada apa yang akan dilakukan lelaki yang terkenal luar biasa kejam itu pada perempuan yang berani menamparnya. Seketika itu juga, bodyguard Devano yang berbadan kekar melepaskan Raina, membuatnya hampir terjatuh karena kelelahan meronta-ronta. Mereka berdiri berhadap-hadapan di bawah tatapan mata banyak orang yang menanti. Devano masih berdiri dengan wajah dingin tak berekspresi sambil mengusap pipinya, bekas tamparan ku. "Hai, gadis bodoh. Berapa harga mu?" suara Devano terdengar tenang dan dingin. Mataku membelangak, harga? Apa yang dibicarakan lelaki ini? Matanya melirik ke gelas minuman Devano yang sudah di racuninya di meja. Semuanya berantakan, serunya menahan kekesalan pada dirinya sendiri. Semua gara-gara dia tidak bisa menahan kebenciannya. Seharusnya ketika Devano melecehkannya dia bisa menahan diri dan berpura-pura menjadi perempuan gampangan, seharusnya dia mau berkorban menahan perasaannya. Setidaknya ketika dia
Raina masih terdiam di kamar Devano yang megah, dia menggigit kukunya, fikirannya masih kacau, sesekali dia menepuk pipinya berkali-kali agar bisa bangun dari mimpinya dan semuanya salah. Ini adalah dunia nyata. "Tidak, aku tidak mau nikah dengan Devano dan diperbudak olehnya. Siapa dia? Beraninya dengan perempuan." Raina kesal dan mengusap air matanya dengan kasar. Raina bangkit dan menuju balkon kamar. Raina ingin kabur dari rumah Devano, dia hanya duduk di kursi putih itu putus asa sebab setelah sekian lama berkeliling ruangan, memeriksa setiap sudut di kamar mandi dan jendela, tetap benar-benar tidak ada celah yang bisa digunakan sebagai jalannya untuk melarikan diri. Putus asa, Raina duduk sambil memeluk lututnya, Kalau begini, bagaimana caranya dia bisa keluar dari rumah ini? Sedangkan keluar dari kamar ini saja dia tidak mampu. Matanya melirik ke pintu kamar. Pintu yang terkunci itu satu-satunya jalan. Rumah megah, yang bisa keluar masuk dari pintu itu hanya Devano dan juga
Raina masih mengamati map hijau yang ada di tangannya, sesekali dia membolak-balikkan map tersebut. Devano sungguh lelaki yang aneh. Pertama dia menculik dirinya selama tiga puluh hari, kenapa tidak sekalian seumur hidup saja Raina di sekap nya, kedua Devano akan menikahi dirinya tapi sebelum itu, Raina di paksa menjadi pelayan di rumah ini dan lebih parahnya lagi, Raina tidak di gaji. Sontak membuat Raina langsung pusing. Niat untuk membalas dendamnya pupus sudah karena tidak tahu jika Devano lelaki yang kejam dan dingin. Raina memegang kepalanya yang masih pusing akibat tenggelam di kolam renang yang cukup dalam. Raina langsung menyobek map perjanjian yang di buat Devano.“Aku tidak peduli lagi, dia kejam, dingin, arogan. Aku tidak peduli. Yang sekarang yang ku pikir bagaimana bisa keluar dari rumah iblis ini, dia pikir aku tawanan. Raina ... Kau pasti bisa melawan Casanova itu.” Raina menyemangati dirinya. Perlahan dia beranjak, meskipun kondisinya tidak stabil. Raina mulai ambruk
Tumpukan proposal dan map masih berserakan di meja kerja Casanova. Ruangan yang sedikit remang-remang hanya ada lampu baca yang menerangi ruang kerjanya. Devano duduk di kursi kebesarannya dan memijat keningnya yang terasa pening. Masalah satu belum selesai keluar lagi masalah mengenai gadis yang bernama Raina. Segelas kopi menemaninya malam ini. Raut wajah Devano begitu tegang. Memikirkan cara untuk memberi pelajaran kepada Raina. Gadis itu sudah membuat dirinya geram dan kesal. Sekelibat dia mengingat sesuatu dan mengambil sebuah sertifikat.“Peternakan? Aku yakin kau ingin mengambil peternakan yang aku ambil dari ayahmu, bukan. Raina ... Raina jangan macam-macam kamu denganku. Tidak semudah itu kamu bisa mengambil peternakan itu.” Devano tersenyum tipis sambil melihat sertifikat yang ada di tangannya. Inilah yang membuat Devano menang. “Aku, akan membuat hidupmu sengsara apapun resikonya. Nyawa dan hidupmu ada di tanganku. Entah kenapa aku sangat membenci anak dari Jonas. Devan
Semua mata tertuju kepada Devano dengan raut wajah bingung karena para pembantu mereka cekikikan. Apakah ada yang salah dengan dirinya. Morgan memberikan kaca kepada Devano. Sontak saja Devano mengernyitkan keningnya. Devano langsung meraih kaca dengan paksa dari tangan Morgan.Wajah yang penuh coretan ada di muka Devano. Rasa kesal bercampur marah ada di benaknya saat ini. Berani sekali para pelayan menyoret wajah tampannya. Tulisan arogan, gila tertulis jelas."Siapa yang mencoret muka ku?" Tanya Devano singkat tapi dengan nada yang datar. Hening tidak ada yang berkata sepatah apapun. Para pelayan diam seribu bahasa. Morgan yang melihat suasana tegang hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pertanda Tuan Devano akan meluapkan emosinya. Raina tersenyum tipis."Kenapa diam saja? Apa kalian tidak punya mulut. Cepat katakan siapa yang melakukan hal menjijikkan ini kepadaku?" Kedua matanya merah menyala. Seperti gunung merapi yang akan memuntahkan lavanya. "Kurang ajar. Apa mulut kalian in
Hari ini Paris terlihat sangat cerah. Birunya awan menampakkan indahnya di langit biru. Seorang penjaga gerbang membuka pagar dan sebuah mobil Ferrari California warna merah masuk di rumah Devano. Semua orang yang di lintasi mobil tersebut menundukkan kepala, sepertinya orang dalam mobil tersebut sangat penting sekali. Morgan langsung membukakan pintu mobil mewah tersebut. Seorang lelaki dengan memakai jaket denim di padukan dengan T-shirt putih keluar dari mobil, dia sangat merindukan rumah ini. “Selamat datang kembali, Tuan Roland.” Sapa Morgan kepada majikan mudanya yang tak lain adalah adik Devano.Roland adalah satu-satunya adik Devano yang selesai menempuh pendidikan di Inggris dengan jurusan kedokteran. Hampir lima tahun dia tidak pulang dan belum bertemu dengan kakaknya Devano. Roland sedikit malas pulang ke rumah karena tidak ada orang tua dan hanya kakak Devano saja. Devano lelaki yang cuek, angkuh, dingin sehingga membuat Roland malas untuk pulang.“Terima kasih, Morgan ka
Roland masih menggendong tubuh gadis mungil yang masih pingsan. Sebenarnya dia ingin istirahat dan merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk, tetapi jika melihat apa yang terjadi di depan matanya, Roland tidak bisa tinggal diam jika ada kejadian yang memalukan seperti ini. Roland tak henti-hentinya memandangi gadis cantik yang dia gendong. Kesalahan terbesar apa yang di lakukannya sampai kak Devano tega mengurungnya di tempat yang gelap dan pengap. Kakinya terus melangkah sampai sebuah kamar sudah berada di depannya dan berdiri Morgan di depan pintu dengan wajah tertunduk. Morgan takut jika tuan Devano marah karena Roland membebaskan Raina. Entah apa yang akan di lakukannya yang pasti nyawa taruhannya.“Jika gadis ini kenapa-napa kau harus bertanggung jawab, Morgan.” Ancam Roland sambil menunjuk tangannya ke arah wajah Morgan. Morgan hanya diam tanpa bicara sepatah kata apapun.Dengan tergesa-gesa Roland membawa gadis itu masuk ke dalam kamar. Sepertinya kondisinya sedikit tidak baik-b
sebuah pernikahan mewah dan megah ada didepan mataku. Hari ini adalah hari pernikahan aku dan Devano. Balutan gaun pengantin bak Cinderella.Aku melihat pantulan diriku di kaca yang besar. Akhirnya pernikahan yang aku impikan terwujud juga meskipun banyak lika-liku. Pernikahan akan di mulai.Aku mengucapkan janji suciku ketika devano telah mengucapkannya. Lalu setelah itu, kami bertukar cincin. Ketika pastur mempersilahkan Devano untuk menciumku, seketika pipiku terasa merona. Devano menatapku dengan tersenyum, aku balas menatapnya. Pernikahan ini sangat membuatku bahagia. Devano kini telah resmi menjadi suamiku. Aku tak peduli jika aku pernah hamil. Aku memejamkan mataku ketika Devano mulai menciumku. Kami mulai hanyut dalam pungutan kami. Aku merasa begitu tenggelam dan menikmatinya. Tak peduli berapa pasang mata yang menonton kami. Namun sorak teriakan dan suara pistol membuat kami langsung saling menjauh. Aku menatap horor ke arah Kevin yang tengah berdiri seraya memegang pis
Aku menunggu Devano di lobi hotel. Setelah tragedi dia mengajakku jalan-jalan di London untuk menjernihkan pikiran. Aku senang sekarang dia menjaga diriku . Aku mulai senang dan bahagia karena Devano memberikan surprise untukku. Malam ini kota London sangat dingin. Aku melihat seseorang turun dari mobil BMW warna hitam. Devano mempunyai banyak koleksi mobil ternyata. Astaga, malam ini dia terlihat sangat tampan. Aku tidak menyangka Casanova ini ketampanannya mengalahkan dewa Yunani. Devano menghampiriku.“Malam cintaku.” Devano mengecup bibirku sekilas. Duh, orang ini sembarangan saja jika Masalah cium. Aku melirik resepsionis yang melihatku sedang dicium, dia Seperti sedang tersenyum. ”Sayang, malam ini pasti kamu akan senang aku membawakan surprise untukmu.” Kata Devano sambil menyelinapkan anak rambut ke belakang telingaku.“Sayang, apa yang ingin kamu surprise kan ke aku. Aku penasaran.” Aku tersenyum manis. Devano malah justru semakin menggodaku.“Hei, Jika aku memberitahukan ke
Suara brankar menggema. Raina terkapar tidak berdaya diatas brankar. Devano tidak bisa membendung rasa bersalahnya kenapa dia harus menyuruh Raina menceburkan diri di kolam renang. Perasaan bersalah menyelimutinya. Raina masuk kedalam UGD dan mereka diharap menunggu di ruang tunggu. Devano memukul tembok dengan tangannya, dia tidak bisa membendung rasa bersalahnya. Roland melihat Devano langsung menghampirinya.“Sudahlah, kakak di setiap cinta pasti ada pengorbanan. Kau harus tahu itu. Aku senang akhirnya kau bisa mengingat semuanya, tetapi mau bagaimana lagi Raina jadi korbannya, dia memang dari dulu tidak bisa berenang. Kak, ini adalah bentuk perjuanganmu. Raina sudah berusaha.” Roland masih menenangkan Devano. Baju pernikahannya masih basah. Roland hanya bisa menghela nafas panjang.“Jujur aku kecewa dengan diriku sendiri, tidak pantas aku melakukan ini. Roland, Kau tahu aku sangat menderita jika Raina mendapat kesusahan. Ini aku seakan memberikan hal yang bodoh dalam hidupku.” De
Devano geram dengan Raina yang tidak mau pulang dan dia tidak mau mengambil kalungnya di kolam renang. Devano berfikir masa dia harus mengambil kalung disana. Bajunya basah dan dia akan segera menikah. Devano melihat kearah Raina. Gadis ini memang benar-benar keras kepala.“Aku sudah bilang kepadamu. Jika kalung itu berharga ambillah dan aku tidak mau mengambilnya. Kau fikir aku siapa? Aku ingin menikah jangan mengganggu pernikahanku saat ini. Kalau perlu pergilah dari dunia ini. Aku baru sadar jika kau memang wanita murahan dan kenapa aku bisa terpesona denganmu.” Kata Devano dingin.“Sebegitu marah dan hina aku di depanmu, Mr Devano yang terhormat. Asal kau tahu saja. Jika aku tidak hamil anakmu. Aku tidak akan mengemis cinta di hadapanmu. Ucapanmu membuatku sakit hati.” Kataku lirih. “Karena kau sangat keras kepala. Aku tidak suka wanita seperti itu. Aku sangat membencimu. Maaf ... aku tidak akan meladeni orang gila sepertimu. Aku mau mempersiapkan pernikahanku.” Devano melangkah p
mata kami saling adu. Devano menatapku penuh dengan tatapan sinis. Amarahnya seperti memuncak. Aku memalingkan wajahku. Suara langkahnya mengarah kepadaku dan benar ada sebuah tangan mencengkalku.Devano memejamkan matanya sejenak, lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Tangan kekarnya masih mencekal Raina, dia ingin memarahi gadis yang ada di depannya ini kenapa dia menghadiri undangan pernikahannya. “Miss Raina, Tak ada yang menarik dariku. Cepat pulang dan jangan melihat upacara pernikahanku. Aku tidak mau kau sedih dan sakit hati." Pria itu membuka suara. Sambil menatap tajam wajah Raina. Tatapannya yang dingin dan sikap cueknya membuat Raina yakin jika Devano memang tidak bisa mengingatnya.Aku yakin , di balik suara itu ada nada enggan untuk berbicara ada sebutir cinta yang masih tersimpan karena aku yakin dia masih mencintaiku dan tidak mau kehilangan aku. Jadi aku memutuskan untuk tetap stay di sini. Aku hanya sekedar penasaran karena Devano orang yang sangat sulit di tebak. I
Aku bercermin dan melihat wajahku. Hari ini tepat pernikahan Devano Cristopher. Sebenarnya aku bahagia dia menikah asalkan menikah denganku tapi semuanya sudah berakhir. Aku melihat perutku yang semakin membesar. Tanteku marah dan sekarang aku sekarang baginya adalah sampah atau aib keluarga. Down rasanya dengan kehidupan ini.“Raina, kau sudah siap?” Jessie langsung masuk kedalam kamarku, dia sedang berlibur ke Paris karena acara prewedding dengan Roland. Terkadang merasa iri dengan mereka. ”Kenapa belum siap-siap, belum make up. Kamu jadi atau tidak ke pernikahan si Casanova tersebut?” Jessie sedikit kesal. Aku mengangguk tidak tahu mau kesana atau tidak? Yang jelas aku bingung, malas dan down. Apakah bisa aku melihat pernikahan dia? Hatiku rasanya sakit sekali dengan situasi saat ini.“Entahlah Jessie. Aku dilema saat ini.” Aku hanya bisa melihat wajahku di cermin. Malang sekali nasibku ini.“Ibu hamilku ini memang ada-ada saja. Kamu harus segera bersiap-siap. Jangan sampai momen i
Berpacu dengan waktu karena customer minta agar aku menyelesaikan gaun pengantin yang dia pesan karena untuk pernikahannya akan dimajukan. Aku koordinasi dengan Cristie. Huh, lumayan lelah juga apalagi aku dalam kondisi hamil. Aku langsung menepuk jidatku.“Astaga, aku lupa kenapa aku tidak minta nomor telefon Devano? Dia bukanya sudah hampir mengingatku. Apalagi dengan kejadian kemarin. Aku merindukannya. Rumah sepi. Rasanya tidak enak juga.” Aku berbicara sendiri sambil menjahit gaunku. Aku melihat layar ponsel.✉️Hari ini aku balik ke Paris. Kamu masih tetap di rumah dekat pantai ✉️iya. Memang kenapa Roland. Aku lebih senang tinggal disini. ✉️Aku ingin bertemu saja dan bicara mengenai kak DevanoAku menghela nafas panjang. Aku masih menjahit gaun. Ini harus deadline. Kedua mataku menangkap ada dompet. Aku menghentikan jahitku.“Dompet siapa ini?” Aku mengamati dompet tersebut. ”Maaf iya aku buka.” Aku membuka dan melihat isinya. Banyak sekali dolar. Devano. Ada foto Devano disini
Gadis itu mondar-mandir sambil melipatkan kedua tangannya, dia masih menunggu seseorang yang membuat dia sekarang marah. Devano Christopher. Bukanya dia menjemput dirinya di bandara. Devano seolah acuh kepadanya. Sesekali dia mengibaskan rambutnya. Warna bibir lipstiknya yang merah merona sangat menggoda siapa saja yang melihatnya. Nafasnya tersengal-sengal. Seorang pria paruh baya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku gadis itu.“Sampai kapan kau akan menunggu dirinya, Natasya. Ponselnya saja tidak aktif.” Papa Devano sedang membaca sebuah proposal dari klien Devano. Hari ini Devano akan meeting dengan klien. ”Anak sialan itu ke mana lagi?” Papa Devano melepas kacamatanya dan sesekali memijat pelipisnya. Kadang dia bingung dengan tingkah anaknya itu. Devano makin dewasa makin tidak karuan saja. Makanya dia akan menikahkan dirinya dengan Natasya. Natasya adalah wanita yang pas buat Devano.“Om, dimana dia? Nomornya tidak aktif. Huh! Kemarin aku mendengar suara perempuan m
Masih di mobil bersama Casanova, Devano ...Devano masih mengulurkan tangannya berharap aku mau berkenalan dengannya. Aku masih tertunduk tanpa memandang orang yang aku rindu selama ini kenapa dia tidak mengingatku? Apakah ada kembaran Casanova, tetapi aku merasa dia adalah Devano yang ku rindukan. Devano menghela nafas panjang dan menurunkan tangannya.“Baru kali ini aku dicuekin sama perempuan.” Devano menggerutu. ”Kau ini gadis yang cuek sekali. Baiklah jika kau tidak mau memperkenalkan namamu. Aku tetap akan stay disini dan jangan harap kau bisa keluar dari mobil ini sampai kau memberitahu siapa namamu.” Devano bersikeras, dia memakai kacamata hitamnya kembali. Terlihat maskulin. Aku meliriknya sekilas. Astaga tidak bertemu lama dia masih tampan saja.“Aku Clara.” Aku langsung memandang ke depan tanpa menjabat tangan dan berbohong. Aku ingin tahu apakah dia masih ingat aku atau tidak sebagai Raina.“Nama yang beautiful. Okey Clara. Sekarang aku mau lihat wajah kamu. Dari tadi kamu