Share

CEO's Orders
CEO's Orders
Author: Dhe Blume

Prolog

Author: Dhe Blume
last update Last Updated: 2022-05-31 13:34:09

Perempuan berumur dua puluh delapan tahun itu merekatkan mantel cokelatnya. Sena melangkah ke luar dari mobil. Perjalanan yang cukup jauh dia tempuh dari Seoul menuju Daegu membuatnya lelah. Kini dia telah sampai di depan kediaman orang tuanya yang berada di pinggiran desa. Suasana di pedesaan seperti ini sudah lama sekali tidak dia rasakan.

Kedatangannya ke sini bukan hanya untuk mengunjungi orang tuanya saja. Akan tetapi, dia ingin meminta izin kepada orang tuanya untuk pindah ke New York. Mason, bosnya memintanya untuk mengikutinya pindah ke New York. Kalau bukan karena terikat kontrak, Sena tidak sudi untuk mengikuti perintah Mason. Sena lebih memilih untuk keluar dari perusahaan daripada ikut pindah ke New York dengan Mason. Namun, Mason yang telah berjasa selama ini mau tak mau membuat Sena selalu terikat dengannya.

Jauh di lubuk hati Sena, sebenarnya dia menyukai Mason. Selama bekerja dengan Mason, meskipun dia selalu menjadi pesuruh, Sena selalu merasakan hal aneh yang mengganjal di hatinya. Entah apa nama yang pantas untuk menyebut perasaan aneh itu.

Pikiran Sena mengawang. Dia membayangkan apa yang sedang Mason lakukan sekarang. Di awal musim dingin ini Sena berharap Mason dapat menghabiskan waktu berdua dengan orang yang dia sukai. Tidak munafik memang Sena menginginkan Mason menyukainya kembali. Hanya saja perbedaan status di antara mereka, membuat Sena merasa dirinya sangat berbanding jauh dengan Mason. Dia tidak ada apa-apanya dibandingkan perempuan di luar sana.

Langkahnya terhenti tepat di depan gerbang. Sena menimbang-nimbang apakah dia harus masuk sekarang atau menunggu sebentar lagi. Sena meletakkan tentengan buah tangan di depan gerbang. Sekotak minuman ginseng itu sengaja dia beli dengan jumlah yang banyak hanya untuk orang tuanya saja. Sena mondar mandir di depan gerbang. Menghembus napasnya panjang dan merentangkan kedua tangannya ke udara.

Sena tidak menyangka bahwa sekarang salju pertama di tahun ini turun di hari ini. Hujan salju yang tipis membuatnya menengadahkan tangan dan menaikkan kepalanya ke atas. Senyuman terukir manis di bibir Sena. Dia berputar-putar menampung salju tipis.

Dari belakang, terdengar suara langkah kaki yang berjalan mendekati Sena. Dia tidak perlu menebak siapa orang itu. “Se-Jun? Kau bilang kau tidak jadi pulang? Kenapa kau ada di sini sekarang?” Sena masih sibuk menampung salju tipis itu. Ini merupakan kali pertamanya dalam beberapa tahun terakhir merasakan salju pertama.

Hening, orang yang Sena kira Se-Jun itu tidak menjawab pertanyaan Sena. Dia sedikit kesal tidak mendapatkan respon dari kakak laki-lakinya itu. Tepat sebelum badan Sena berbalik, sebuah syal mendarat di bahunya.

“Pakai ini, nanti kau kedinginan.” Suara bas laki-laki itu membuat hati Sena bergetar.

“Mason? Maksudku Pak Direktur? Sedang apa anda di sini? Bagaimana anda tahu rumah orang tua saya?” Sena membalikkan badannya. Dia terkejut setengah mati mengetahui bosnya sedang berada di tempat yang sama dengannya.

“Apa aku tidak boleh mengunjungi rumah kakekku, huh?” Mason menunjuk sebuah gerbang besar di seberang rumah Sena.

“Anda bilang kakek anda? Jadi, anda cucu kakek Kang?” Sena terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa seorang direktur seperti Mason merupakan cucu dari kakek Kang yang tinggal di pedesaan. Kakek Kang dan keluarga Choi, keluarganya Sena, sangat dekat.

“Benar sekali. Kebetulan aku ingin bertemu dengan orang tuamu.” Mason yang berpakaian kasual berjalan mendekati Sena. Dia melingkarkan syal yang diletaknya tadi untuk menutupi leher Sena yang terbuka.

“Untuk apa anda ingin bertemu dengan orang tuaku?” Sena menelan ludah. Dia tidak paham dengan niat Mason. Sena yang hanya setinggi bahunya Mason, sedikit tidak nyaman dengan posisi Mason yang menunduk untuk memakaikannya syal.

“Terima kasih atas syalnya Pak.” Dengan sopan Sena mengucapkan terima kasih. Senyum di wajah Mason berubah.

“Sudah tertera di kontrak bahwa kau tidak boleh berkata formal saat kita sedang berdua. Kau ingin aku beri hukuman? Atau kau harus membayar denda?” Mason menatap tajam manik cokelat di hadapannya.

“Maafkan aku Mason.” Sena merasa tidak nyaman dengan situasi yang sedang dihadapinya sekarang.

“Aku ingin meminta izin langsung kepada orang tuamu,” jelas Mason. Sena membelalakkan matanya.

“Kau tidak perlu repot-repot seperti itu. Aku sendiri yang akan bilang kepada mereka. Jadi sekarang kau bisa beristirahat. Aku pamit masuk dulu,” izin Sena. Dia membalikkan badan dan berjalan menjauhi Mason. Tidak lupa pula dia mengambil sekotak minuman ginseng tadi yang dia letakkan di depan gerbang.

“Sena, jika aku menyuruh sesuatu, kau akan selalu menurutinya, kan?” Pertanyaan Mason membuat langkah Sena terhenti.

“Sesuai pada kontrak seperti itu, Mason. Kau ingin aku melakukan apa, huh? Asal tidak berkaitan dengan tindakan kriminal kau bisa menyuruhku apa saja.”

“Baiklah, kau tahu sendiri konsekuensinya jika kau menolak perintahku, kan?”

Sena yang kesal karena diancam seperti itu membalikkan badannya. “Hukuman dan biaya penalti? Telingaku sudah muak mendengarnya. Jadi apa yang ingin kau perintahkan kepadaku?” Sena menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

“Menikahlah denganku!”

Rahang Sena seakan lepas dari kerangka kepalanya. Sena merasa dia salah mendengar perintah yang dikatakan oleh Mason. “Aku salah dengar atau kau yang salah bicara?” tanya Sena hati-hati.

“Tidak keduanya. Jadi bagaimana? Kau bisa menuruti perintahku, kan?” Tanpa aba-aba Mason menautkan jarinya dengan jari Sena. Entah sejak kapan Mason memegang sebuah kotak kecil beludru berwarna biru. “Pasangkan ke jariku sekarang!”

Sena menelan ludah. Berusaha mempercayai hal yang dia lihat dan dia dengar. Dia tidak tahu harus senang atau sedih. Namun, perintah Mason kali ini benar-benar membuat Sena semakin kacau dengan perasaannya. “B-baiklah.”

Mason menyeringai tipis, “Sekretarisku yang pintar,” puji Mason. Sena bergedik ngeri. Dia masih belum bisa mempercayai hal yang sedang dihadapinya sekarang. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya jika Sena benar-benar menuruti perintah Mason yang satu itu.

Related chapters

  • CEO's Orders   1. Wawancara Pekerjaan

    Gedung-gedung tinggi mencakar langit sudah menjadi pemandangan biasa di tengah kota Seoul. Tidak sepadat di pagi hari, kondisi jalanan ramai lancar di siang hari. Seorang perempuan yang mengenakan setelan blazer hitam keluar dari Gedung yang baru saja siap direnovasi. Letak Gedung itu sangat strategis. Ada halte bus di depan Gedung, di seberangnya terdapat jejeran restoran dan kafe, serta jalur stasiun kereta bawah tanah yang berjarak hanya kurang dari seratus meter saja. Choi Sena, perempuan yang berusia dua puluh tahunan itu bernapas lega selepas tes wawancara. Kolega dari perusahaan lamanya, merekomendasikan sebuah perusahaan internasional baru yang bergerak di bidang industri pertanian. Dengan portofolio Sena yang dibilang sangat bagus dan lebih mumpuni dibandingkan kakak laki-lakinya, Sejun, dia yakin dia dapat lolos dan mendapati posisi sekretaris. Meski sebelumnya perempuan berambut cokelat itu sempat ragu dengan posisi yang dia lamar, dia sangat tergiur dengan kisaran gaji ya

    Last Updated : 2022-06-13
  • CEO's Orders   2. Sahabat dan Ayam Goreng

    Drrt drrt Ponsel Sena yang sengaja dia letak di dalam kantung blazernya bergetar. Sahabatnya, Da-Som, mengirimnya pesan singkat melalui sebuah aplikasi. Sebuah permintatolongan yang biasa Da-Som minta ketika dirinya sangat sibuk dengan kuliah strata duanya. Sena yang sedang berjalan sambil menenteng kantung belanjaan dari sebuah swalayan, hanya membalas pesan Da-Som dengan stiker andalannya. Dia tersenyum, setidaknya dengan membantu sahabatnya menggantikan pekerjaan sampingan, Sena bisa mengisi waktu kosong selama beberapa hari. Sena berjalan cepat, dia sangat kelaparan karena belum mengisi perutnya di siang hari. Dengan tidak makan di luar, Sena bisa menyimpan uangnya untuk keperluan yang lain. Apalagi makanan di pusat kota tidak semurah makanan di tempat asalnya. Sudah menjadi kebiasaan Sena membawa bekal sendiri saat bekerja dulu. Dia tidak mau selalu menghabiskan uang untuk makan di luar. Sesampainya di apartemen, Sena mengeluarkan ponselnya dan berniat memesan ayam goreng yang

    Last Updated : 2022-06-13
  • CEO's Orders   3. Bertemu Lagi di Kafe

    Sena dengan pakaian kasualnya sudah berada di depan sebuah kafe yang sedang populer di tengah kota. Dengan mata yang masih sedikit mengantuk dia memencet tombol otomatis yang berada di samping pintu. Pintu kaca itu langsung terbuka secara horizontal. Seorang pekerja yang sudah memakai apron menyapa Sena dan memberinya sedikit instruksi untuk hal yang akan Sena lakukan pertama kali di pagi hari ini. Saat ini dia sedang disibukkan dengan membersihkan ruangan kafe. Masih ada waktu sejam lagi sebelum kafe ini buka. Sena sedikit kewalahan karena harus membersihkan meja dan lantai sekaligus. Karena pada pagi ini hanya akan ada beberapa pekerja saja, Sena dapat memastikan bahwa dirinya akan super sibuk dari siang hingga malam nanti. Dia menginkat rambutnya dengan rapi menggunakan ikat rambut berwarna biru. Kini, Sena sudah bersiap-siap di depan meja kasir. Selain menjaga kasir, dia juga akan menerima pesanan pelanggan dan melayaninya. Jam buka kafe ini pun sudah tiba. Posisi kasir yang te

    Last Updated : 2022-06-13
  • CEO's Orders   4. Pengakuan yang Tiba-tiba

    Sena memandang ke arah jendela. Mengabaikan tatapan lelaki yang memesan minuman atas nama Man-Seok. Sena merasa sangat gegabah karena meminta tumpangan kepada laki-laki yang tidak dikenalinya. Dirinya merasa gusar saat melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya sudah memasuki pukul 11.45 malam. “Anda tidak menanyakan kemana tujuan saya?” Sena bertanya sambil melirik laki-laki itu sekilas. “Aku menunggumu untuk mengatakannya.” Sena yang mendengar jawaban dari laki-laki itu menghela napasnya pelan. “Baiklah, tolong antarkan saya ke kantor polisi di daerah Seocho.” “Kau tinggal di Seocho? Untuk apa kau ke kantor polisi di sana?” tanya laki-laki itu penasaran. Daerah Seocho sangat popular dijadikan tempat tinggal bagi kalangan menengah atau kelas atas di Seoul. Untuk Sena yang berpenghasilan pas-pasan, sangat mustahil baginya untuk memiliki tempat tinggal di sana. “Tidak, kebetulan kakak saya tinggal di sana. Dia menelepon saya untuk menjemputnya di kantor polisi,” jawa

    Last Updated : 2022-06-13
  • CEO's Orders   5. Penipuan

    Mobil sport hitam keluaran terbaru itu berhenti tepat di depan kantor polisi. Sena melepaskan sabuk pengamannya. “Terima kasih atas tumpangannya, Min-Woo. Aku harap aku tidak merepotmu tadi,” kata Sena yang sudah bersiap untuk ke luar. “Tidak masalah. T-tunggu sebentar, Sena.” Sena mengurungkan niatnya. Dia menatap Min-Woo yang tampak sedikit gelisah. Dia mengeluarkan ponsel berwarna senada dengan mobilnya dan menyerahkannya kepada Sena. “Bolehkah aku meminta nomormu?”tanya Min-Woo dengan ragu-ragu. Sena tersenyum tipis melihat Min-Woo yang mungkin sedang salah tingkah. Dia mengambil ponsel itu dan mengetik beberapa angka lalu memberikannya kembali kepada Min-Woo. Sena sedikit mengintip saat Min-Woo mengetik nama lalu menyimpan kontaknya. Dia tidak bisa melihat nomornya disimpan dengan menggunakan nama apa. “Hmm, kau menyimpan nomorku dengan nama apa?” tanya Sena. “Teman baruku, Sena.” Sena tertawa mendengarnya. Dia tidak menyangka nomornya akan disimpan dengan seperti itu. Menuru

    Last Updated : 2022-06-13

Latest chapter

  • CEO's Orders   5. Penipuan

    Mobil sport hitam keluaran terbaru itu berhenti tepat di depan kantor polisi. Sena melepaskan sabuk pengamannya. “Terima kasih atas tumpangannya, Min-Woo. Aku harap aku tidak merepotmu tadi,” kata Sena yang sudah bersiap untuk ke luar. “Tidak masalah. T-tunggu sebentar, Sena.” Sena mengurungkan niatnya. Dia menatap Min-Woo yang tampak sedikit gelisah. Dia mengeluarkan ponsel berwarna senada dengan mobilnya dan menyerahkannya kepada Sena. “Bolehkah aku meminta nomormu?”tanya Min-Woo dengan ragu-ragu. Sena tersenyum tipis melihat Min-Woo yang mungkin sedang salah tingkah. Dia mengambil ponsel itu dan mengetik beberapa angka lalu memberikannya kembali kepada Min-Woo. Sena sedikit mengintip saat Min-Woo mengetik nama lalu menyimpan kontaknya. Dia tidak bisa melihat nomornya disimpan dengan menggunakan nama apa. “Hmm, kau menyimpan nomorku dengan nama apa?” tanya Sena. “Teman baruku, Sena.” Sena tertawa mendengarnya. Dia tidak menyangka nomornya akan disimpan dengan seperti itu. Menuru

  • CEO's Orders   4. Pengakuan yang Tiba-tiba

    Sena memandang ke arah jendela. Mengabaikan tatapan lelaki yang memesan minuman atas nama Man-Seok. Sena merasa sangat gegabah karena meminta tumpangan kepada laki-laki yang tidak dikenalinya. Dirinya merasa gusar saat melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya sudah memasuki pukul 11.45 malam. “Anda tidak menanyakan kemana tujuan saya?” Sena bertanya sambil melirik laki-laki itu sekilas. “Aku menunggumu untuk mengatakannya.” Sena yang mendengar jawaban dari laki-laki itu menghela napasnya pelan. “Baiklah, tolong antarkan saya ke kantor polisi di daerah Seocho.” “Kau tinggal di Seocho? Untuk apa kau ke kantor polisi di sana?” tanya laki-laki itu penasaran. Daerah Seocho sangat popular dijadikan tempat tinggal bagi kalangan menengah atau kelas atas di Seoul. Untuk Sena yang berpenghasilan pas-pasan, sangat mustahil baginya untuk memiliki tempat tinggal di sana. “Tidak, kebetulan kakak saya tinggal di sana. Dia menelepon saya untuk menjemputnya di kantor polisi,” jawa

  • CEO's Orders   3. Bertemu Lagi di Kafe

    Sena dengan pakaian kasualnya sudah berada di depan sebuah kafe yang sedang populer di tengah kota. Dengan mata yang masih sedikit mengantuk dia memencet tombol otomatis yang berada di samping pintu. Pintu kaca itu langsung terbuka secara horizontal. Seorang pekerja yang sudah memakai apron menyapa Sena dan memberinya sedikit instruksi untuk hal yang akan Sena lakukan pertama kali di pagi hari ini. Saat ini dia sedang disibukkan dengan membersihkan ruangan kafe. Masih ada waktu sejam lagi sebelum kafe ini buka. Sena sedikit kewalahan karena harus membersihkan meja dan lantai sekaligus. Karena pada pagi ini hanya akan ada beberapa pekerja saja, Sena dapat memastikan bahwa dirinya akan super sibuk dari siang hingga malam nanti. Dia menginkat rambutnya dengan rapi menggunakan ikat rambut berwarna biru. Kini, Sena sudah bersiap-siap di depan meja kasir. Selain menjaga kasir, dia juga akan menerima pesanan pelanggan dan melayaninya. Jam buka kafe ini pun sudah tiba. Posisi kasir yang te

  • CEO's Orders   2. Sahabat dan Ayam Goreng

    Drrt drrt Ponsel Sena yang sengaja dia letak di dalam kantung blazernya bergetar. Sahabatnya, Da-Som, mengirimnya pesan singkat melalui sebuah aplikasi. Sebuah permintatolongan yang biasa Da-Som minta ketika dirinya sangat sibuk dengan kuliah strata duanya. Sena yang sedang berjalan sambil menenteng kantung belanjaan dari sebuah swalayan, hanya membalas pesan Da-Som dengan stiker andalannya. Dia tersenyum, setidaknya dengan membantu sahabatnya menggantikan pekerjaan sampingan, Sena bisa mengisi waktu kosong selama beberapa hari. Sena berjalan cepat, dia sangat kelaparan karena belum mengisi perutnya di siang hari. Dengan tidak makan di luar, Sena bisa menyimpan uangnya untuk keperluan yang lain. Apalagi makanan di pusat kota tidak semurah makanan di tempat asalnya. Sudah menjadi kebiasaan Sena membawa bekal sendiri saat bekerja dulu. Dia tidak mau selalu menghabiskan uang untuk makan di luar. Sesampainya di apartemen, Sena mengeluarkan ponselnya dan berniat memesan ayam goreng yang

  • CEO's Orders   1. Wawancara Pekerjaan

    Gedung-gedung tinggi mencakar langit sudah menjadi pemandangan biasa di tengah kota Seoul. Tidak sepadat di pagi hari, kondisi jalanan ramai lancar di siang hari. Seorang perempuan yang mengenakan setelan blazer hitam keluar dari Gedung yang baru saja siap direnovasi. Letak Gedung itu sangat strategis. Ada halte bus di depan Gedung, di seberangnya terdapat jejeran restoran dan kafe, serta jalur stasiun kereta bawah tanah yang berjarak hanya kurang dari seratus meter saja. Choi Sena, perempuan yang berusia dua puluh tahunan itu bernapas lega selepas tes wawancara. Kolega dari perusahaan lamanya, merekomendasikan sebuah perusahaan internasional baru yang bergerak di bidang industri pertanian. Dengan portofolio Sena yang dibilang sangat bagus dan lebih mumpuni dibandingkan kakak laki-lakinya, Sejun, dia yakin dia dapat lolos dan mendapati posisi sekretaris. Meski sebelumnya perempuan berambut cokelat itu sempat ragu dengan posisi yang dia lamar, dia sangat tergiur dengan kisaran gaji ya

  • CEO's Orders   Prolog

    Perempuan berumur dua puluh delapan tahun itu merekatkan mantel cokelatnya. Sena melangkah ke luar dari mobil. Perjalanan yang cukup jauh dia tempuh dari Seoul menuju Daegu membuatnya lelah. Kini dia telah sampai di depan kediaman orang tuanya yang berada di pinggiran desa. Suasana di pedesaan seperti ini sudah lama sekali tidak dia rasakan. Kedatangannya ke sini bukan hanya untuk mengunjungi orang tuanya saja. Akan tetapi, dia ingin meminta izin kepada orang tuanya untuk pindah ke New York. Mason, bosnya memintanya untuk mengikutinya pindah ke New York. Kalau bukan karena terikat kontrak, Sena tidak sudi untuk mengikuti perintah Mason. Sena lebih memilih untuk keluar dari perusahaan daripada ikut pindah ke New York dengan Mason. Namun, Mason yang telah berjasa selama ini mau tak mau membuat Sena selalu terikat dengannya. Jauh di lubuk hati Sena, sebenarnya dia menyukai Mason. Selama bekerja dengan Mason, meskipun dia selalu menjadi pesuruh, Sena selalu merasakan hal aneh yang mengg

DMCA.com Protection Status