"Siapa orang yang Mama, maksudkan ini? Apa aku mengenalnya?"
Mama terdiam. Matanya terlihat menerawang, mungkin ia sedang mengingat-ingat kejadian belasan tahun yang lalu.
"Kamu ingat saat mama bercerita kemarin?"
Aku kembali mengingat-ingat saat mama bercerita melakukan one night stand, beberapa hari yang lalu. Namun, ia tak menyebutkan dengan pasti orang yang dia maksudkan. Kira-kira siapa dia?
"Iya, saat mama kehabisan wiski dan pergi membelinya ke sebuah klub malam?!"
"Saat itu papamu mengatakan sedang ada rapat di luar kota. Namun, sebuah nomor tak dikenal mengirimkan foto papamu sedang berada di atas ranjang dengan
"Jadi? Tentu saja, ini bukan kamar mama!" celetuk Wulan. Sudah pasti lemari pakaian yang dimaksud mama adalah lemari yang berada di kamar papa. Mereka adalah pasangan suami istri sebelumnya, pakaian mereka tentu berada dalam satu tempat. Aku merogoh ponsel di saku. Menatap layarnya. Jam digital di layarnya tertera angka 17.20 WIB. Tanya jawab tadi hanya berlangsung dua puluh menit? Pada jam seperti ini papa akan berada di dalam kamarnya. Hingga nanti saat makan malam tiba, ia akan keluar dan turun ke meja makan. "Mama, apa tak ada yang ingin mama bicarakan dengan papa?" Mama menatapku beberapa saat. Aku mengedipkan mata p
"William Dwi Hartono, coba cari tahu siapa lelaki ini!?" perintahku.Aku segera menutup panggilan. Kuyakin David akan segera mendapatkan informasi tentang lelaki ini. Kemungkinan besar dia adalah ayah kandungku. Lelaki yang melakukan one night stand dengan mama.Satu notifikasi masuk melalui pesan whatss**p.[Bro, are you kidding me? Loe beneran gak tahu apa ngetes gue?]Satu pesan dari David membuatku mengernyitkan alis untuk memahaminya.[Maksud loe?]Segera kubalas pesan dari David itu.[Cob
"Mereka terlihat dekat? Apa mereka sudah saling mengenal sebelumnya?"David menyesap cappuccinnolate dalam cangkirnya sambil melirik pada Mama dan Om William. Kedua orang itu duduk di pojok restoran ini. Pertemuan yang canggung dan terlihat serius."Ada hubungan apa antara, mamamu dan Om William itu?""Sudah nikmati saja minummu, ceritanya terlalu panjang. Kau akan kaget jika kuberitahu.""Maksud loe?"David mengernyitkan alisnya tak paham dengan kata-kataku. Terkadang ada hal yang tak perlu dijelaskan. Karena penjelasan itu belum tentu dapat diterima dengan baik oleh orang lain. Cukup
Keesokan paginya.Aku melirik Wulan dari kaca spion yang sengaja kuarahkan pada gadis yang duduk di sebelahku.Mengenakan celana jeans berwarna biru dan dan kemeja bermotif kotak-kotak. Rambutnya dibiarkan tergerai. Terlihat tomboy, namun dia cantik. Ah, gadisku ini.Kenapa wajah Wulan terlihat semakin besar di kaca?Astaga! Wulan mendekat ke arah kaca spion mobil. Ia mengarahkan kaca itu ke wajahnya."Wulan udah cantik, Ali?"Aku segera berpura-pura menatap ke luar kaca mobil. Memperhatikan jalanan di depan.
Semalam setelah Wulan masuk ke kamar dan mengingatkanku tentang kuliahnya. Aku berbicara serius dengan mama.Meminta izin dan bertukar pendapat tentang Wulan."Mama setuju, Wulan gadis yang baik."Mama menyetujui niatku, secara tak langsung merestui keinginanku untuk lebih dekat dengan Wulan."Kira-kira jurusan apa yang tepat buat, Wulan, Ma?" Aku meminta pendapat pada Mama.Gadis cempreng itu terkadang tak bisa menentukan pilihan."Dia sangat berbakat saat merawat mama. Bagaimana kalau perawat?"
Mengerjapkan mata beberapa kali. Segera kuambil bantal di samping, menutupkannya di atas wajah. Silau. Heh?! Matahari sudah naik hampir di atas ubun-ubun. Jam berapa sekarang? Aku memicingkan mata, melirik pada jam dinding. Apa? Jarum pendeknya sudah berada di angka sebelas. "Hah?!" "Astaga!" Aku melempar bantal ke sisi ranjang. Kenapa bisa sampai lupa. Hari ini aku janji akan mengantarkan Wulan ke Universitas Aviccenna. Segera meloncat dari ranjang menyambar handuk. Masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa menit membersihkan badan dengan tergesa. Segera mengambil celana hitam panjang dan kemeja berwarna putih
"Mau apa lagi dia?" ketus Wulan. "Ada yang ingin dibicarakannya. Kamu mau ikut?" Sekadar bertanya pada Wulan. Aku yakin dia akan menggelengkan kepala. Wulan menatap rok berwarna merah selutut yang dipakainya. Kemudian melihat pantulan wajahnya di cermin, "Nggak, gila aja. Masak penampilan kayak badut gini mau diajak ke kafe? Sengaja, ya?" Jawaban yang sudah kutebak. Pasti dia menolak, "Oke, kuantar kamu pulang dulu." Kutambah kecepatan mobil, jarum speedometer menunjuk ke arah angka 100 km/jam. "Pelan-pelan, Ali!" Wulan mendel
Seminggu Yang Lalu …. Gemerlap lampu sorot berwarna-warni membuat suasana klub Heaven sangat meriah. Pesta dalam kegelapan. Dentuman musik dengan volume memekakkan telinga membuat para tamu yang datang bergoyang semakin cepat dan enerjik. Kehidupan malam adalah milik para manusia bebas. Kebebasan adalah tujuan semua manusia yang memiliki masalah. "Loe tau Lex, gimana selama tiga tahun ini gue ngejaga, Anissa?" David menunjuk ke arah dadanya sendiri. "Gue bener-bener sayang sama dia. Sampai-sampai gue gak pengen merusak dia. Bukankah cinta itu menjaga sampai dia menjadi yang halal untuk kita sentuh?" David menenggak minuma