Emma bangun dari tidurnya, melirik sisi tempat tidurnya. Dan tampak masih terpejam, tubuh telanjangnya membuat dirinya semakin tampan. Belum lagi ototnya yang nampak kekar di balik baju yang dipakainya setiap hari.
“Hai, Good morning,” sapa Emma.
Dan tersenyum, ia membuka matanya dan langsung duduk bersandar di kepala tempat tidur. Emma yang melihatnya hanya diam saja, ia sibuk mengecek pesan di ponselnya. Kegiatan rutinnya di pagi hari setelah bangun tidur—kalau gak telat bangun.
“Kamu chat sama siapa sih?” Tanyanya pada Emma.
“Sama Bee, dia lagi gosipin kamu,” jawab Emma cekikikan.
“Gosipin aku? Bilang apa aja dia?” Tanya Dan.
Emma melirik Dan, “Oh, dia bilang CEO baru kita itu tampan dan masih single. Satu lagi, dia juga cerita kalau kamu itu playboy,” cerita Emma.
“Aku gak playboy,” jawabnya.
Emma hanya melirik Dan sekilas, “Oke, jadi jawab yang jujur, udah berapa gadis yang kamu ajak ke tempat tidur?” Tanya Emma serius.
“Jawab jujur ya, uhm… kurang lebih sepuluh, mungkin,” jawabnya tidak begitu yakin.
Emma menganguk, “Nah, itu namanya playboy. Wah parah sih, banyak banget ya, eh tapi kayaknya sih kurang ya buat pria Brengsek kayak kamu,”
“Em, kamu mah sengaja banget. Aku emang playboy, tapi milih juga buat bawa ke tempat tidur,”
Emma cekikikan, “Soalnya aku gak percaya kalau kamu cuman pernah main sepuluh kali. Kalau dilihat tampangmu sih, kayaknya kamu berpengalaman,”
“Em, berpengalaman gak harus sering melakukan. Bisa terbentuk secara alamiah atau belajar dari buku yang memang bahas soal itu,” elaknya.
“Buku atau video live nya?” Tanya Emma.
Dan mendengus, “Em, aku serius loh,”
“Oke. Kamu gak siap-siap buat kerja? Ini udah mau jam delapan loh, eh tapi baju kerja kamu kan gak ada. Gimana?” Tanya Emma.
“Gampang itu mah. Aku punya banyak baju di kantor, tinggal ganti kan nanti,” jawabnya santai.
“Lupa aku kalau kamu itu Big Boss,”
Dan terkekeh dan langsung beranjak dari tempat tidur. Emma masih di tempatnya sambil mengucek matanya, ah dia terlihat sangat menggemaskan sekarang. Dan kembali mendekat dan memberikan kecupan singkat di dahi gadis itu.
“Kenapa?” Tanya Emma.
“Kamu kelihatan cantik pagi ini, haruskah aku tinggal di sini?” Tanya Dan.
Emma menggeleng, “Bukan pilihan yang tepat. Maaf My Big Boss, tapi saya gak menerima teman kos,” jawabnya.
“Aku bukan teman kos kok, tapi teman tidurmu,” kata Dan seraya mengerling.
Emma tetap menggeleng, “Partner sex gak harus tinggal bareng, aku akan datang kalau kamu butuh aku. Deal?” Tanyanya sambil mengikat rambutnya yang panjang.
“Oke, aku setuju,”
“Eh satu lagi, tolong memanggil sesuai jam yang kumiliki. Jangan memintaku datang kalau aku sedang sibuk, dan jangan membatasi pergaulanku,” peringat Emma dengan nada yang sangat keras.
“Oke, aku setuju,”
Emma menjabat tangan Dan, lalu ia masuk ke kamar mandi. Mencuci wajahnya dengan air dingin, menyikat giginya, lalu masuk ke dalam bathup. Ah, rasanya sungguh menyenangkan. Lima belas menit kemudian ia keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan bathrobe.
“Mandi lah, kalau kamu gak mau terlambat ke kantor,” kata Emma.
Dan berjalan ke kamar mandi. Sedangkan Emma, ia menuju almari, mengeluarkan setelan kerjanya, dan mulai berpakaian. Selesai dengan pakaian, ia melanjutkan dengan meriah wajah ala kadarnya. Ia malas kalau harus mengenakan riasan yang menor, karena sejujurnya ia malas membersihkan wajahnya sendiri.
Dan keluar dari kamar mandi dengan mengenakan bathrobe di tubuhnya. Emma hanya meliriknya sambil tersenyum, lalu mereka bercumbu sebentar, dan kembali melanjutkan kegiatan mereka masing-masing.
Emma menuju dapur, meraih roti, lalu mengoleskan selai cokelat di atasnya. Dan keluar dengan benda pipih terselip di telinganya, ia tampak sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Emma memilih tak peduli dan tetap melanjutkan sarapannya. Dan mendekat, lalu mengecup bibirnya.
“Aku ke kantor sekarang, kamu berkendaralah dengan hati-hati,” katanya setengah berteriak.
“Kamu menginap dimana?” Tanya seseorang di seberang telepon.
Dan tersenyum, “Seperti biasa, aku menemukan sesuatu yang menarik,” jawab Dan gembira.
“Wow, aku penasaran siapa orang yang beruntung kali ini?” Tanyanya lagi.
Dan tersenyum, “Secepatnya kamu akan tahu,”
Orang itu tertawa, “Oke, aku ingin menyambutmu dengan pesta malam ini. Maukah kamu datang, aku spesial menyiapkan untukmu. Oh ya, aku lupa memberi tahu, kalau aku juga mengundang banyak wanita penghibur. Kamu bisa memilih beberapa untuk membawanya ke tempat tidur,” katanya.
Dan tertawa, “Oh ayolah Chuck, kenapa kamu selalu tahu apa yang kuinginkan?” Tanya Dan.
“Aku sangat mengenalmu. Bagaimana seorang Dan Joobs bisa betah dengan satu wanita saja? Kamu itu Brengsek, Dan, aku tahu kegilaanmu selama ini,” jawabnya.
“Oke, sampai kantor aku akan memilih wanita yang kamu pilihkan. Satu lagi, pastikan yang bisa memuaskanku di tempat tidur untuk banyak ronde ya. Kamu tahu kan kalau aku ini suka bermain lama?”
“Oke, aku akan mulai menyeleksinya,”
Sambungan telepon pun di tutup. Dan melangkah dengan yakin menuju ruangannya. Walaupun banyak yang terkejut dengan pakaiannya yang hanya menggenakan bathrobe, ia sama sekali tak peduli. Di dalam lift, Dan melihat Emma sedang mengobrol dengan karyawan pria tepat sebelum masuk ke dalam lift. Wajahnya mengeras, tapi ia tidak bisa memarahi Emma begitu saja di kantor, dia harus menyusun strategi lebih dulu agar gadis itu mengakui kesalahannya.
Emma sebenarnya tahu keberadaan Dan, tapi ia sengaja terlihat akrab dengan karyawan lain. Ia hanya tak ingin hubungannya dengan Dan tercium oleh yang lainnya. Lagipula, posisinya hanya sebagai partner sex saja, tidak lebih dari itu. Setelah melepas keperawanannya, dia akan mencari pengalaman dengan tidur dengan pria lain. Bisa dibilang, Emma menjadikan Dan sebagai tolok ukur dalam permainan ranjang, dan nantinya ia akan mencari pria yang jauh lebih berpengalaman dari Dan.
Lagipula, Emma sama sekali tidak bodoh. Ia sangat tahu kalau Dan hanya menjadikannya teman tidur sementara. Lalu setelah bosan, ia akan pergi meninggalkannya, dan mencari yang lainnya. Karena itu ia tidak ingin melibatkan perasaan pada hubungan itu. Dia masih waras untuk jatuh cinta pada Dan Joobs.
“Em, apa nanti malam kamu ada waktu?” Tanya Mark.
Emma menggeleng, “Tidak begitu penting. Ada apa? Apa kamu ingin mengajakku ke suatu tempat?” Tanyanya.
Mark tersenyum, “Kudengar Mr. Chuck menyiapkan pesta penyambutan Mr. Dan, beliau mengundang banyak karyawan di bar sebelah kantor. Apa kamu mau datang bersamaku?” Tanyanya.
Tawaran yang menarik, bisik Emma. Lalu ia menganguk, “Oke, aku akan menunggumu di lobby setelah pulang kantor. Kita berkabar lewat chat ya,” jawab Emma.
Mark menganguk sambil tersenyum. Ketika Emma menjauh, Mark memperhatikannya, akhirnya dia bisa mengajak Emma keluar juga.
Emma menuliskan banyak sekali catatan selama rapat. Sejak CEO terdahulu, ia selalu jadi notulen. Entahlah, tapi katanya ia cukup handal dalam bidang tulis menulis. Tulisannya yang cepat dan juga rapi membuat semua orang setuju kalau dia jadi notulen.Sejak meeting dimulai, Emma terus membuka obrolan dengan Mark mengenai proyek ini. Dan yang melihatnya dari ujung meja merasa kesal luar biasa. Maka ia menggebrak meja tanpa sengaja, membuat semua orang di ruang meeting terkejut. Emma yang tidak tahu apapun hanya diam saja dan tetap fokus pada tulisan yang ua coret-coret di kertas.“Emma!”Suara itu membuat Emma terlonjak. Ia langsung mengangkat kepalanya dan menatap Dan. Melihat ekspresi Dan yang tampak murka, ia sedikit tersenyum. Mark yang melihat itu menyenggol bahunya, tapi karena Emma pada dasarnya tidak peduli ia sama sekali tidak mau menengok, akhirnya Mark sedikit berbisik padanya. “Mr. Dan sepertinya marah padamu,” bisiknya.Dan langsung keluar dari rua
Dan memandang Emma dengan tatapan cemburu. Gadis itu kini sedang berbincang dengan Mark, tampak sangat bahagia dengan senyuman yang mengembang. Chuck menghampirinya dengan wine di tangannya.“Kenapa elu? Kayaknya tegang banget?” Tanya Chuck kembaki menyesap wine nya.Dan menggeleng, tapi tatapannya tetap terkunci pada gadis yang sedang berulang dengan beberapa temannya. Tangannta tanpa sadar mengepal, ia sudah tidak kuat menahan rasa di dadanya. Chuck yang melihat itu hanya tertawa, ditaruhnya gelasnya itu di atas meja, lalu ia duduk di sebelah Dan.“Gak nyangka gue elu seposesif itu, udah gila lu?” Tanya Chuck berbisik.Suara alunan musik yang kencang membuat mereka harus sedikit berbisik untuk bisa mendengar suara dengan jelas.“Gila aja lu! Gue gak posesif sama dia kok, tapi gue kesel aja kenapa partner gue harus jalan sama orang lain. Bukan gue banget!” kata Dan seraya tertawa.Chuck ikut tertawa, “Hahahahh… lepasin aja sih, kayak sama siapa a
Emma memandang wajahnya di depan cermin, berulang kali ia membasuh wajahnya dengan air mengalir. Tatapannya tampak semu, lalu setelahnya ia tertawa samar. Ia tampak menyeringai sambil menatap wajahnya sendiri. Sekali lagi ia membasuh wajahnya dengan air mengalir, kemudian ia meraih handuk kecil tepat berada di dekat kaca.“Sepertinya aku memang lebih cocok menjadi jalang, daripada pasangan,” katanya pelan.Langkahnya pasti menuju ruang makan. Ia meraih apel dari kulkas, menggigitnya dan kembali berjalan hingga ruang televisi. Ditekannya tombol channel, menggantinya berulang kali hingga berhenti pada salah satu channel yang menampilkan siaran berita tentang pembunuhan.“Gak ngerti lagi deh sama pelaku pembunuhan,” celetuknya sambil menggigit apel lagi.“Kamu harus hati-hati!”Emma menoleh, “Dan, kenapa ke sini pagi-pagi?” Tanyanya.Dan meraih apel yang berada di mulut Emma, menggigitnya sebentar
Emma menarik napas dengan sedikit berat. Sengaja ia tinggalkan Dan begitu saja di apartemen nya. Hanya satu pertanyaan saja, pria itu tak mampu menjawab pertanyaannya. Hah, memang sulit kalau harus berurusan dengan pria playboy sepertinya.“Em, kenapa tuh muka? Kelihatannya asem banget?” Tanya Bee yang langsung duduk di sebelahnya dengan kursi yang ia bawa sampai ke bilik Emma.“Gak tahu, pusing gue!”“Kenapa? Utang elu belum dibayar? Mau gue pinjemin dulu apa gimana?” Tanya Bee sambil menahan tawa.“Eh, gue lagi gak bercanda nih ya. Gue serius, lagian sejak kapan sih gue ngutang sama elu di awal bulan, ada juga di akhir bulan,” jawab Emma.“Ya elah ini anak, ditanya serius malah balik ngelawak,”Emma tersenyum samar, “Siapa yang lagi ngelawak sih, Bee-ku? Gue itu lagi serius,” jawab Emma.Bee menganguk. Ia hendak kembali ke biliknya, tapi ia kembali lagi. “
Dan melirik sebentar ke arah Emma, lalu ia tampak sibuk dengan berkasnya kembali. Sedangkan Emma, gadis itu memilih diam dengan mata yang menyapu seluruh ruangan. Dan berdehem beberapa kali sambil melihat respon gadis di hadapannya itu yang hanya diam saja.“Em…” panggilnya.“Ah iya, Pak?”“Serius ya Em, aku gak tahu lagi deh gimana hadapan kamu. Kayaknya kamu serius banget mau ngerjain aku ya?” Tanya Dan.Emma tersenyum, “Oh masalah pribadi ya? Untuk masalah itu, saya gak mau jawab sebelum Bapak jawab pertanyaan saya,”“Pertanyaan yang mana sih, Sayang?” Tanya Dan pelan.Emma menggeleng, “Kalau begitu, saya tunggu Bapak mengingat sekaligus menjawab pertanyaan yang saya ajukan,” jawab Emma.“Tapi Em, aku butuh sesuatu yang pasti. Bagaimana aku bisa menjawab pertanyaan yang bahkan aku sendiri tidak tahu jawabannya,”“Kalau begitu car
Chuck menatap Dan sambil tertawa. Beberapa menit yang lalu, Dan sukses dipermalukan oleh Chuck tepat berada di hadapan Emma. Wah, Chuck bahkan tidak menyangka kalau Dan yang terkenal sempurna itu bisa mati kutu juga. Makanya, sejak lima menit yang lalu ia mencoba menahan tawa.“Gila ya lu?” sindir Dan tajam.Tawa Chuck kembali menggema, “Gue gak tahan, Bro! Sumpah ya, gue baru lihat Dan Joobs begitu sikapnya! Tolong, gue gak bisa nahan diri buat gak ketawa!”“Terus aja ketawain gue! Kayaknya senang banget ya kalau lihat gue malu!”Chuck menarik napasnya, “Oke, sekarang gue serius ini. Kalau yang gue lihat, kayaknya elu serius sama dia, tapi kenapa rumit gitu?” Tanya Chuck dengan ekspresi serius.Dan menggeleng, “Gue juga gak tahu, rasanya sudah banget jelasin apa yang ada di hati gue. Yah, emang sih gue aja belum yakin sama perasaan gue sendiri dan elu tahu sendiri kan kalau gue gak bisa di desa
Emma membuka matanya perlahan. Sekelebat kejadian tadi malam membuatnya tersadar, diliriknya pria yang tertidur di sampingnya. Pria bertubuh kekar tanpa busana itu membuat napasnya terhenti sesaat, lalu ia mencoba bernapas kembali setelahnya. Emma menata bantal di kepala tempat tidur, lalu ia menyenderkan tubuhnya di sana dengan gerakan yang pelan.“Kamu udah bangun?” Tanya Dan dengan suara seraknya.“Hhhhmmm,” jawab Emma singkat.Dan menyingkap selimutnya, lalu ikut bersandar di samping Emma. Mereka sama-sama terdiam dan terhanyut dalam pikiran masing-masing. Napas Emma yang teratur membuat Dan menoleh. Emma tetap diam saja sambil tetap memutar matanya teratur.“Em,” panggil Dan sambil mengelus rambut Emma sayang.“Hhhhmmmm,”“Kamu gak akan pergi kan?”Emma menoleh, “Ini rumahku, kenapa aku harus pergi?” Tanya Emma menatapnya bingung.Dan berdehem, “
Emma melirik Bee sekilas, lalu ia kembali menatap komputer di hadapannya dengan tatapan yang serius. Bee yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya tak mengerti. Namun, Emma kembali meliriknya sebentar dan melakukan tingkah anehnya secara terus menerus.“Kepala elu gak teleng apa lirik gue mulu?” Tanyanya.“Enggak! Gue pengen curhat, tapi bingung mau ceritanya dari mana,”“Kalau mau cerita ya cerita aja, kayak sama siapa aja.”“Bingung mau mulainya dari mana, Bee,”Bee tampak gemas, “Lama-lama gue lempar mouse baru tahu rasa ya! Cepet cerita gak, kalau enggak kita gak sahabatan lagi loh!” ancam Bee.Hingga akhinya waktu kerja mereka terbuang selama setengah jam hanya untuk sesi curhat. Bee yang menjadi pendengar pun hanya mengangukan kepala dengan tatapan yang serius. Emma menggelengkan kepala dengan gerakan yang lain juga, ia hanya ingin mendengar komentar sahabatnya tenta