Emma memandang wajahnya di depan cermin, berulang kali ia membasuh wajahnya dengan air mengalir. Tatapannya tampak semu, lalu setelahnya ia tertawa samar. Ia tampak menyeringai sambil menatap wajahnya sendiri. Sekali lagi ia membasuh wajahnya dengan air mengalir, kemudian ia meraih handuk kecil tepat berada di dekat kaca.
“Sepertinya aku memang lebih cocok menjadi jalang, daripada pasangan,” katanya pelan.
Langkahnya pasti menuju ruang makan. Ia meraih apel dari kulkas, menggigitnya dan kembali berjalan hingga ruang televisi. Ditekannya tombol channel, menggantinya berulang kali hingga berhenti pada salah satu channel yang menampilkan siaran berita tentang pembunuhan.
“Gak ngerti lagi deh sama pelaku pembunuhan,” celetuknya sambil menggigit apel lagi.
“Kamu harus hati-hati!”
Emma menoleh, “Dan, kenapa ke sini pagi-pagi?” Tanyanya.
Dan meraih apel yang berada di mulut Emma, menggigitnya sebentar
Emma menarik napas dengan sedikit berat. Sengaja ia tinggalkan Dan begitu saja di apartemen nya. Hanya satu pertanyaan saja, pria itu tak mampu menjawab pertanyaannya. Hah, memang sulit kalau harus berurusan dengan pria playboy sepertinya.“Em, kenapa tuh muka? Kelihatannya asem banget?” Tanya Bee yang langsung duduk di sebelahnya dengan kursi yang ia bawa sampai ke bilik Emma.“Gak tahu, pusing gue!”“Kenapa? Utang elu belum dibayar? Mau gue pinjemin dulu apa gimana?” Tanya Bee sambil menahan tawa.“Eh, gue lagi gak bercanda nih ya. Gue serius, lagian sejak kapan sih gue ngutang sama elu di awal bulan, ada juga di akhir bulan,” jawab Emma.“Ya elah ini anak, ditanya serius malah balik ngelawak,”Emma tersenyum samar, “Siapa yang lagi ngelawak sih, Bee-ku? Gue itu lagi serius,” jawab Emma.Bee menganguk. Ia hendak kembali ke biliknya, tapi ia kembali lagi. “
Dan melirik sebentar ke arah Emma, lalu ia tampak sibuk dengan berkasnya kembali. Sedangkan Emma, gadis itu memilih diam dengan mata yang menyapu seluruh ruangan. Dan berdehem beberapa kali sambil melihat respon gadis di hadapannya itu yang hanya diam saja.“Em…” panggilnya.“Ah iya, Pak?”“Serius ya Em, aku gak tahu lagi deh gimana hadapan kamu. Kayaknya kamu serius banget mau ngerjain aku ya?” Tanya Dan.Emma tersenyum, “Oh masalah pribadi ya? Untuk masalah itu, saya gak mau jawab sebelum Bapak jawab pertanyaan saya,”“Pertanyaan yang mana sih, Sayang?” Tanya Dan pelan.Emma menggeleng, “Kalau begitu, saya tunggu Bapak mengingat sekaligus menjawab pertanyaan yang saya ajukan,” jawab Emma.“Tapi Em, aku butuh sesuatu yang pasti. Bagaimana aku bisa menjawab pertanyaan yang bahkan aku sendiri tidak tahu jawabannya,”“Kalau begitu car
Chuck menatap Dan sambil tertawa. Beberapa menit yang lalu, Dan sukses dipermalukan oleh Chuck tepat berada di hadapan Emma. Wah, Chuck bahkan tidak menyangka kalau Dan yang terkenal sempurna itu bisa mati kutu juga. Makanya, sejak lima menit yang lalu ia mencoba menahan tawa.“Gila ya lu?” sindir Dan tajam.Tawa Chuck kembali menggema, “Gue gak tahan, Bro! Sumpah ya, gue baru lihat Dan Joobs begitu sikapnya! Tolong, gue gak bisa nahan diri buat gak ketawa!”“Terus aja ketawain gue! Kayaknya senang banget ya kalau lihat gue malu!”Chuck menarik napasnya, “Oke, sekarang gue serius ini. Kalau yang gue lihat, kayaknya elu serius sama dia, tapi kenapa rumit gitu?” Tanya Chuck dengan ekspresi serius.Dan menggeleng, “Gue juga gak tahu, rasanya sudah banget jelasin apa yang ada di hati gue. Yah, emang sih gue aja belum yakin sama perasaan gue sendiri dan elu tahu sendiri kan kalau gue gak bisa di desa
Emma membuka matanya perlahan. Sekelebat kejadian tadi malam membuatnya tersadar, diliriknya pria yang tertidur di sampingnya. Pria bertubuh kekar tanpa busana itu membuat napasnya terhenti sesaat, lalu ia mencoba bernapas kembali setelahnya. Emma menata bantal di kepala tempat tidur, lalu ia menyenderkan tubuhnya di sana dengan gerakan yang pelan.“Kamu udah bangun?” Tanya Dan dengan suara seraknya.“Hhhhmmm,” jawab Emma singkat.Dan menyingkap selimutnya, lalu ikut bersandar di samping Emma. Mereka sama-sama terdiam dan terhanyut dalam pikiran masing-masing. Napas Emma yang teratur membuat Dan menoleh. Emma tetap diam saja sambil tetap memutar matanya teratur.“Em,” panggil Dan sambil mengelus rambut Emma sayang.“Hhhhmmmm,”“Kamu gak akan pergi kan?”Emma menoleh, “Ini rumahku, kenapa aku harus pergi?” Tanya Emma menatapnya bingung.Dan berdehem, “
Emma melirik Bee sekilas, lalu ia kembali menatap komputer di hadapannya dengan tatapan yang serius. Bee yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya tak mengerti. Namun, Emma kembali meliriknya sebentar dan melakukan tingkah anehnya secara terus menerus.“Kepala elu gak teleng apa lirik gue mulu?” Tanyanya.“Enggak! Gue pengen curhat, tapi bingung mau ceritanya dari mana,”“Kalau mau cerita ya cerita aja, kayak sama siapa aja.”“Bingung mau mulainya dari mana, Bee,”Bee tampak gemas, “Lama-lama gue lempar mouse baru tahu rasa ya! Cepet cerita gak, kalau enggak kita gak sahabatan lagi loh!” ancam Bee.Hingga akhinya waktu kerja mereka terbuang selama setengah jam hanya untuk sesi curhat. Bee yang menjadi pendengar pun hanya mengangukan kepala dengan tatapan yang serius. Emma menggelengkan kepala dengan gerakan yang lain juga, ia hanya ingin mendengar komentar sahabatnya tenta
Dan menatap ke luar ruangan, bahkan ia dengan sengaja meminta sekertarisnya untuk menanggilkan Emma ke ruangannya. Tapi, malangnya, semua orang pergi makan siang, termasuk Emma juga. Sepertinya, hanya dirinya yang melupakan jam makan siang. Dan berjalan menuju pantri untuk mengambil secangkir kopi, sembari mengetikan pesan untuk sekertarisnya mengenai menu makan siang.“Ya udah, kamu makan yang banyak. Takutnya nanti kamu pingsan gara-gara gak makan siang lagi,” Suara itu, terdengar sangat jelas. Bahkan, Dan harus mengintip melalui sela-sela ruangan hanya untuk memastikan dugaannya tidak salah.“Jangan cuman ngomongin aku terus. Kamu juga harus makan dong, kan gak keren kalau kamu yang malah pingsan.”Mark menganguk, “Yah, kamu benar. Kalau aku pingsan, siapa yang akan menjaga kamu yah?” Tanyanya tersenyum.“Gak cocok banget!” cemooh Emma.Dan meremas tangannya kuat. Mereka berdua begitu memuakan bagi
Dua hari setelahnya, informasi tentang Mark Gaston ada di mejanya. Ia membuka amplop berwarna cokelat itu dengan menggebu, ia sudah tidak sabar ingin membaca segalanya dengan cepat. Hampir semua informasi tentang pria itu tertulis dengan sangat rapi. Membaca tiap informasi itu membuat bibirnya tersenyum, ia tak menyangka saingannya akan se-low profile itu. Bahkan tidak ada seujung kuku pun darinya.Chuck Bass menghubungi untuk membahas proyek terbaru yang sedang dijalankan. Biasanya, mereka akan membahas pekerjaan sambil menikmati minuman di bar, kadang pula ditemani para wanita yang nantinya akan berujung di atas tempat tidur. Namun, kali ini Dan meminta Chuck datang ke kantornya.“Lu gila ya? Biasanya juga kita bahas proyek di bar, tumben di ruangan elu yang cupu ini!” Tanya Chuck satu menit setelah masuk ke ruangan Dan.Dan hanya memutar matanya malas. “Ganti suasana,” ujarnya dengan wajah dinginnya.“Elu mau gue cariin ka
Emma membuka matanya yang terasa amat berat. Ia sama sekali tidak menyangka bila Dan bisa melakukan hal sekasar itu padanya. Di tempatnya, air matanya menetes menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.Memang, ini bukan pertama kalinya bagi Emma, karena ia telah melakukannya bersama Dan sebelumnya. Tapi, kali ini pria itu benar-benar melalukannya dengan kasar dan berulang kali.Tangisannya yang lirih ternyata mengusik Dan yang berada di sisinya. Pria itu meletakan dagunya di bahu polos milik Emma sambil meghembuskan napas hangat.“Kamu nangis?” tanyanya tekejut.“Enggak,” jawab Emma terdengar sengau.Dan langsung membalikkan tubuh gadis itu hingga berhadapan dengannya. “Hei, ada apa? Apa aku menyakitimu semalam?” tanyanya merasa bersalah.Emma menganguk, “Kamu kasar, Dan!” makinya.Dan menganguk, “Maaf, Sayang,” katanya lriih.Emma menepuk dada bidang pria itu beberapa ka