“Istrimu lama di toilet. Coba di susul. Siapa tahu kesulitan,” tukas bang Doel. Rendra menurut yang di katakan bang Doel. Dia menyusul Lita. Namun, dia mengerutkan keningnya melihat mobil warna hitam. Dalam mobil itu, seperti ada orang yang di bekap. Tapi, kemudian dia tidak menggubrisnya. Dia terus melenggang lurus menuju Toilet.
“Yang, masih lamakah?” Hening, tidak ada suara sahutan. Dia menghetuk pintu itu, ternyata tidak terkunci. Dia membelalakkan matanya, karena ternyata wanita yang berusaha meminta tolong itu istrinya. Itu terlihat dari tas yang isinya bercecer di lantai. Dia memunguti barang-barang istrinya yang ada dilantai toilet, kemudian berlari keluar.
“Mas Rendra, apa yang terjadi?” Bang Doel sang pemilik warung bertanya.
“Sepertinya, ada yang menculik Lita, Bang. Aku tidak tahu. Aku harus mengejarnya,” tukas Renda sambil mengangkat tas kecilnya yang ada di me
“Terima kasih.” Tias menegakkan wajahnya. Ilham tersenyum sangat manis, sehingga membuat tubuh Tias menghangat. Lelaki itu bangkit kemudian mengambil ponselnya yang berada di meja kerjanya. Satu nomor dia hubungi. Siapa lagi kalau bukan Mario. Ilham duduk di samping Tias. Dengan nakal dia mencuri cium di pipi Tias. Tias hanya kaget menerima serangan fajar itu. Tias tidak akan memekik, Ilham tahu itu sebab posisi mereka sedang menelpon Mario.“Ada apa, Bro?” Suara khas daris eberang sana yang terdengar di gawai Ilham.“Ada tugas baru buat kalian. Melacak keberadaan Lita sahabat cewek gue. Dia di culik. Bagaimana kronologinya, aku sendiri belum tahu. Sebaiknya lo kemari!” titah Ilham. Lelaki itu memutuskan sambungannya.“Sudah ‘kan? Jangan kahawatir. Kamu mau ke kamar lagi? Aku antar. Aku akan menemani sampai kamu tidur. Urusan ini, biar aku yang tangani. Oke?” Tias men
“Masuk, Rio. Ini yang akan menceritakan kejadian penculikan itu.” Ilham menunjuk dengan mengangkat tangannya kedua orang sebagai saksi penculikan. Mario mengangguk kemudian duduk di depan Ilham. Mereka mulai mengidentifikasi dengan mulai cerita dari suami Lita awal kejadiannya. Mario merekam setiap kejadian yang menimpa Lita. Lelaki itu mulai memutar otak kira-kira siapa yang menculik. Ini akan menjadi PR yang harus di kerjakan dengan sangat hati-hati, menghingat target operasi adalah seorang perempuan.Mereka saling bersalaman dan mengenalkan diri. Gaya salaman juga sudah berubah. Dengan jalan mengepalkan tangan dan beradu kepal. Suami Lita sudah terlihat gusar. Dia menceritakan kejadian penculikan istrinya dengan seksama, tanpa ada satu pun yang terlewatkan.“Kira-kira, ada
Mario mengambil bedilnya yang berada di pinggangnya, kemudian mengarahkan ke langit. Tidak, lelaki itu tidak menyerah dia tetap berlari.Doggy ikut berlari bersama pawangnya. Ilham memegang tali doggy itu. Karena doggy ada dua, jadi satu di pegang Ilham, satu lagi pawangnya yang memegang. Mereka berlari menyusuri semak-semak itu. Beberapa kali Ilham tergores tumbuhan liar yang berduri, karena memang dia mengenakan celana pendek saja.Salah satu doggy yang di bawa Ilham berhenti di sebuah parit. Berarti wanita itu di bawa melintasi parit. Diggy berhenti karena kehilangan jejak, di akibatkan mereka membawa Lita melintasi air. Reseptor doggy akan kehilangan jejak saat terkena air. Tapi, pawang doggy tersebut mengarahkan mereka melintasi parit. Barulah doggy kembali beraksi. Mereka berlari mengikuti arah kemana doggy pergi. Sedangkan Mario, masih mengejar lelaki itu yang tadi berlari, dengan arah yang berlawanan.Doggy berhe
Mario masih susah payah menyeret lelaki itu ke tepian. Setelah sampai tepian, dia meletakkan tubuh lelaki itu di rerumputan. Kemudian, dia berhenti sejenak untuk mengambil nafas.Mario menyapu wajahnya yang penuh dengan air. Matanya terasa sedikit perih karena kemasukan air.“Hufff ... luar biasa. Kau kira nyawamu sembilan lembar. Mau bunuh diri nggak bisa renang terjun ke sungai,” keluh Mario. Dia melakukan PCR dengan menekan dada lelaki itu. Sekali sampai beberapa kali lelaki itu belum juga dapat bernafas.“Ayolah!” Mario menekan terus dada lelaki itu, hingga akhirnya dia terbatuk-batuk dan memuntahkan air yang di minumnya. Lelaki itu akan kabur, namun Mario cekatan dia langsung memborgol lelaki itu.“Jangan lakukan lagi. Kau tidak ingat anak istrimu di rumah?&rd
“Sok tahu! Kau mau tahu masa kecilku? Aku juga sama sepertimu di jalanan mengemis sana-sini. Tapi, aku bisa memilih mana yang baik dan tidak merugikan negara. Aku tidak hanya memikirkan perutku sendiri.” Mario menajamkan matanya. Lelaki itu sangat membenci tawanan yang ada di depannya. Sebenarnya, mereka sama. Dari lembah hina yang selalu di sebut sampah masyarakat. Namun, saat itu tekad Mario bulat. Saat jualan di depan kantor polisi, sesekali dia mewawancarai seorang polisi. Dulu, seringkali lelaki itu berhayal kepingin jadi polisi.Saat usianya sudah menginjak delapan belas tahun dan dia lulus kejar paket C, maka mencoba peruntungannya dengan mendaftar sebagai taruna. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Gayung bersambut, lelaki dengan rambut setengah ikal itu diterima. Bahkan karena usahanya yang gigih, dia berprestasi. Itulah sepenggal kisah masa kecil Mario. Tidak ada yang tahu. Lelaki yang baru menikah belum genap satu tahun itu memiliki kisah t
Lelaki itu terdiam. Mungkin, dia mulai menyadari akan omongan Mario. Di atas jembatan, sudah bertengger mobil polisi, yang akan menjemput mereka. Mario melambaikan tangannya, kemudian mereka yang baru turun dari mobil polisi itu melakukan penyusuran di bantaran sungai. Cukup lama, karena mereka harus sedikit memutar untuk menggapai posisi Mario sekarang. Mario menunggunya dengan sabar.Setelah sekian waktu, akhirnya anggotanya Mario tiba juga. Dua orang berseragam lengkap mengambangi polisi yang lebih sering berseragam preman itu.“Komandan, di mana yang lainnya. Angga? Bukankah dia bersama Anda?” tanya salah satu anggota. Dia mulai mengangkat tawanan dengan tandu. Lelaki itu memang merepotkan. Apakah dia tidak tahu tugas polisi akan semakin berat jika seperti ini.“Dia sama Ilham mengejar target ke arah selatan. Wisnu sudah menyusul?” tanya Mario.“Oh, pak W
“Tenang, Mas Ilham. Kita ikuti Pak polisi saja. Sepertinya si doggy juga mengarah ke sana. Hanya saja, ini jalannya yang mana?” tukas Rendra suami Lita.“Huff ... ini traking sulit sepertinya mas Ilham. Kita kirim SOS saja. Siapa tahu ada anggota lain menyusul. Kita tunggu di sini.” Wafa menyuruh bang Doel membuat asap untuk memberi tahu anggota yang mau menyusul. Ah, mereka tidak ada yang membawa korek api. Sehingga bang Doel memakai cara lama untuk membuat api. Dia menggesekkan dua batu berwarna hitam untuk membuat percikan api di atas daun-daun kering. Cukup lama bang Doel berusaha. Setelah berusaha cukup keras, akhirnya tidak perlu waktu lama lagi api membakar daun-daun kering itu.Untuk membuat asap membumbung, lelaki penjual nasi goreng itu mencari sabut kelapa. Dia memberikan di atas api tersebut, sehingga asap terbentuk lebih banyak. Mereka menunggu harap-harap cemas karena hari mulai menyingsing. Jam di perge
“Diam! Kau ini cerewet sekali. Diam dan makan makananmu. Kita istirahat, setelah itu melanjutkan perjalanan. Kalau kau masih bicara, kusetrum biar mampus!” bentak lelaki botak itu. Lita bergidig ngeri. Dia tidak lapar. Tapi perlu tenaga.“Bagaimana aku bisa makan? Tanganku saja kalian ikat?” tukas Lita.“Lepaskan ikatannya! Tapi ingat, jangan macam-macam. Kalau kau macam-macam, akan ku penggal kepalamu,” bentak lelaki itu. Lita bergidig ngeri. Lelaki yang gendut menuruti perintah lelaki botak itu untuk melepaskan ikatannya.“Angkat tangan!” Suara itu terdengar jelas di telinga mereka walau rupa belum terlihat karena gelapnya suasana. Mereka terperanjat dengan suara lantang tersebut. Dengan secara reflek mengambil senjatanya di saku mereka masing-masing. Sedangkan Lita berdiri dan bersembunyi. Wanita itu sudah gemetar melihat para pria akan beradu senjata laras panjang dan l