Tangan Tias mengangkat itu berarti sudah cukup minum yang dia inginkan. Ilham kembali membantunya untuk berbaring miring. Setelah posisinya tepat, maka Ilham kembali duduk.
“Kapan aku boleh pulang?” tanya Tias.
“Kalau sudah sehat. Sayang, boleh tidak kalau aku mengundang ayah dan ibumu ke sini. Mereka berhak tahu keadaanmu,” tukas Ilham.
“Jangan, Mas. Ibu akan terpukul jika tahu kalau mas Galih begitu. Ayah akan kecewa jika tahu aku bercerai.” Tias meneduh hatinya hancur melihat kenyataan pahit itu. Tias menjadi melankolis lagi. Hatinya teriris pedih kala harus menerima kenyataan bahwa dirinya harus mengakhiri rumah tangganya dengan Galih.
“Baiklah, aku tidak akan bilang sama om dan tante.Tapi, berjanjilah. Kamu akan di sampingku selalu. Aku tidak akan membiarkan dia melukaimu lagi, secuil pun tidak,” janji Ilham. Lelaki itu memegang dagu Tias dan
“Ke taman rumah sakit saja. Di sana sudah komplit masakannya. Kita sarapan di sana. Kuyakin kamu sudah kengen sarapan ‘kan? Tuh dengarkan, perutmu sudah demo.” Wajah Tias bersemu merah karena merasa malu. Kenapa perut tidak bisa diajak kompromi? Selalu saja, mempermalukan dirinya. Suara denting lift terdengar. Sebuah pintu terbuka, kemudian kedua insan itu masuk ke dalam lift dengan Ilham mendorong wanitanya secara hati-hati. Senyum seorang suster merekah karena berada satu lift dengan mereka.Ilham memencet lantai satu, untuk menuju taman yang melewati lobi depan. Taman berada di depan lobi dengan bagian garis sebelum pintu keluar berjejer stand-stand makanan. Mereka akan menuju ke sana. Berada beberapa hari di rumah sakit, membuat Tias mulai jenuh memang. Beberapa kali dia menanyakan kapan dirinya akan pulang. Seolah-olah, aroma khas rumah sakit selalu membuatnya mual setiap hari.“Mau sarapan apa, Sayang?” ta
“Mas, hati-hati. Minum dulu.” Tias membukakan air mineral yang berada di meja, memang disediakan untuk yang membutuhkan.“Terima kasih, Sayang. Kita lanjutkan makannya, habis ini kamu mandi. Jangan sampai, dokter memeriksamu masih bau, oke?” Ilham memegang jemari Tias, seolah mereka memang pasangan suami istri. Melihat itu, Jelita sedikit iri. Sebab, dirinya, tidak mendapatkan kemesraan seperti itu. Yang ada suaminya marah-marah tiap pagi. Tapi lelaki itu memeperlakukan Tias dengan lembut. Tias yang dari SMA menjadi musuhnya dan memang selalu membuatnya iri.Setelah beberapa saat, makanan Tias dan Ilham sudah habis. Ilham membayar makanannya, kemudian mengajak Tias untuk kembali ke ruang rawatnya. “Ah, iya. Jelita, maaf ya. Saya harus kembali karena masih dalam perawatan, jadi tidak boleh terlalu lama meninggalkan ruang rawat. Saya permisi,” pamit Tias.“Oh, iya,&rd
Galih menyobek baju Milea dengan ganas, kemudian menjelajahi isi tubuh wanita itu. Keduanya larut dalam buaian kenikmatan. Desahan dan cicitan saling bersahutan tanpa mengenal malu. Keduanya menggila pagi ini dengan nafsu yang sudah membuncah.Galih mengangkat tubuh wanita itu dengan tidak melepaskan pautannya pada bibir sang wanita. Kemudian, dengan liarnya menjelajahi seluruh tubuh wanita itu, hingga sampai ke pusat inti yang sudah mulai basah. Wangi bagian bibir bawah milik Milea selalu membuatnya menggila. Galih menjilat dan menghisap bagin yang sangat sensitif itu dengan frontal. Milea menjerit dan mengaduh sangat dalam sehingga Galih makin bersemangat untuk menghabisi wanita itu segera.Namun, Milea masih ingin bermain-main rupanya. Wanita itu mendorong hingga Galih terjatuh berada di bawah.“Kau tahu, Sayang. Nikmatnya wanita di atas, kita bisa mencapai ujung bersamaan. Dan itu sangat nikmat sekali.” M
“Lepaskan? Bukankah kau merindukan anak? Kau ini plin-plan. Setelah jadi, kau akan menyuruhku meluruhkannya? Aku sih, tidak apa-apa. Tapi, kau sendiri, orang akan selalu menghinamu kalau pedangmu tumpul. Singamu tak punya taring untuk membuahi rahim seorang wanita,” sinis Milea.Galih tercekat. Dia menoleh ke arah Milea. Wanita itu mungkin benar. Dia akan mempertahankan wanita itu untuk melahirkan anaknya, demikian juga akan mengejar wanita yang selama ini dikejarnya. Dia punya rencana untuk wanita itu. Kita lihat, apa rencananya.“Cepat bersihkan dirimu. Ada baju Tias di lemari itu. Kita cari makan, aku sudah lapar,” sabda Galih. Lelaki itu sudah beranjak menuju kamar mandi di kamar sebelah, sedangkan Milea menggunakan kamar mandi yang berada di kamar itu . Air mulai membasahi tubuh tak berbaju mereka. Mereka hampir bersamaan selesai mandi. Ilham sudah berpakaian, langsung masuk kembali ke kamar itu. Terlihat M
“Bos, ini suaminya Tias ada idi restoran.” Aditia mengirim gambar mereka. Ilham tersenyum miring apalagi, saat ini Tias sedang di lap oleh suster dan gawainya berada di tangannya. Dia akan mengerjai Galih agar lelaki itu gelagapan setengah mati.Ilham mulai dengan aksinya. Dia kirim foto Galih bersama wanita itu ke nomor Galih menggunakan nomor Tias. Di foto paling bawah dia beri caption “Terima kasih ini akan memepercepat proses perceraian kita.” Ilham tertawa miring.“Mati kau!” pekik Ilham sehiingga suster yang kebetulan lewat di depannya mengerutkan kening. Menyadari diperhatikan, Ilham nyengir dan menyimpan gawainya kembali. Dia menunggu balasan dari Galih. Tak berapa lama, kemudian Galih menelpon. Ilham tertawa puas melihat hal itu. Galih pasti sangat kacau sekarang. Dia gelagapan. Ilham membiarkan telepon itu terus berdering tanpa jawaban. Setelah panggilan yang ke tiga kali, Ilham menonaktifk
“Baiklah. Mungkin beberapa hari sembuh. Kamu pulang ke vila aku saja, ya? Jangan ke apartemen. Galih pasti sudah tahu. Nanti kamu di culik lagi sama dia.” Tias mengerutkan keningnya. Ilham menelan air ludahnya, karena dia keceplosan bicara. Padahal, dia tidak akan mengatakannya. Biarkan saja.“Apa, Mas? Mas Galih menculikku? Kapan? Kok aku nggak merasa, ya?” tanya Tias. Ilham menggaruk kepalanya. Dia menyengirkan bibirnya. Hufff ... alamat ini diambekin sama Tias.“Iya, mereka membiusmu. Untung saja para polisi cekatan. Kau sudah tahu ‘kan, kenapa mati-matian aku pingin kau lepas darinya. Walau bukan aku, setidaknya kau lepas dari harimau macam dia,” ucap Ilham sambil meraih tangan Tias.“Kau tahu, bahkan dia bermesraan dengan wanita lain, padahal kondisimu seperti ini. Apakah itu lelaki yang kau pertahankan? Lepaskan dia! Dua hari lagi sidang perdana. Karena bukti su
“Sayang, mungkin sore nanti aku pamit sebentar. Ada yang harus aku urus. Tapi, jangan khawatir. Di luar nanti tetap ada polisi yang menjagamu.” Lelaki itu berdiri sambil meletakkan bekas makan Tias di meja. Setelah Tias selesai makan, datanglah suster membawa suntikan untuk di berikan kepada Tias. “Kita suntik dulu, ya ibu Tias? Bagaiman rasanya? Sudah lebih baik atau ada keluhan?” tanya salah satu suster yang membawa buku. Mungkin wanita itu akan mencatat sesuatu yang dirasakan oleh pasien. Sedangkan yang satunya lagi menyuntikkan cairan di infus Tias. Wanita itu mulai merasakan kantuk saat para suster itu sudah keluar dan obat mungkin sudah masuk ke aliran darahnya. Ilham membetulkan selimutnya, saat wanita itu mulai tertidur. Ilham membuka laptopnya saat Tias mulai tertidur. Dia bekerja menyelesaikan beberapa laporan perusahaan dan juga kedinasan yang belum selesai karena terbengkelai menjaga Tias. Wanita itu memang lebih dari segalan
“Tunggu saja! Kau akan mendapatkan ganjaran karena sudah membuatku menderita dan menolakku. Aku tidak mendapatkanmu, maka siapapuntidak.” Galih meremas gelasnya yang berada di tangan. Dia melemparkan gelas itu hingga hancur berkeping-keping. Kemarahannya sudah sampai puncak yang tertinggi sekarang. Tabiatnya yang lembut dan penuh kasih sudah hilang berganti dengan arogansinya yang membuncah dan menguat.Lelaki itu mulai berencana untuk membunuh kedua insan itu. Ilham dan juga Tias. Kedua orang itu sudah di cetak fotonya kemudian dia letakkan di samping cermin. Baju-baju Tias sudah di kumpulkan jadi satu. Barangnya juga demikian. Dia akan mengubur semua kenangan itu. Kenangan manis saat bersamanya. Semua akan dia jadikan hanya kenangan saja. Hatinya akan dia batukan sehingga hanya rasa benci yang mengarat di dalam benaknya.Foto tersebut yang dipajang dia teliti kembali, kemudian dia beri coretan di samping dindingnya. Dia m
“Sepertinya, sudah waktunya.”“Oh, Galih maaf, aku harus membawanya.” Ilham menggendong sang istri untuk keluar dari pesta itu dia sangat panik. Sedangkan orang-orang juga memandang ke arah kepergian mereka. Ada bisik-bisik doa dari mereka, semoga baik-baik saja.***Meyyis_GN***Ilham langsung memasukkan tubuh sang istri ke dalam mobilnya. Keringatnya bercucuran, karena merasa tegang. “Huff … aduhhh ….”“Tahan, Sayang. Kamu kesakitan begitu. Ya Allah, semoga ….”“Mas, konsen nyetir … hufff ….” Tias menarik napas dan mengembuskan dengan berlahan lewat muluah.“Ahh … sabar, Sayang. Papa sedang berusaha, kita ke rumah sakit, ya?” Tias mengelus perutnya dan menahan rasa sakit yang teramat hebat. Dia menggigit bibir bawahnya. Ahirnya, lelaki itu
“Kamu tidak perlu mengajariku, kamu tahu … Mas Galih tidak akan pernah menyukai gaya itu lagi. Aku akan selalu membuatnya puas, sehingga tidak akan ada waktu lagi untuk memikirkan hal lain selain diriku. Apalagi, memikirkan masa lalu yang menjijikkan.” Mira sepertinya bukan lawan yang sangat tanggung bagi Milea. Dia tersenyum dan mulai berbalik turun. Kepala Milea sudah panas dan berasap. Ingin dia meledak sekarang, tapi tunggu nanti, hingga seluruh orang fokus pada makanannya, itu akan lebih mudah.Milea turun. Dia mengambil gelas dan sendok dan menabuhnya. Mereka semua melihat ke arah Milea. “Mohon perhatiannya, permisi!” Galih sudah tidak tahan lagi, tapi Mira mencegahnya.“Jangan, Mas. Biarkan dia berbuat semaunya. Nanti dia sendiri yang akan malu.” Galih mengangguk.“Kalian tahu, kedua mempelai? Mereka adalah pembatu dan suamiku, ups aku lupa … tepatnya mantan.
“Sudahlah, aku siap mendengarmu kapan saja. Tapi tidak sekarang, pengantin priamu sudah menunggu.” Mira bangkit dibantu oleh Tias. Mereka keluar menuju pelaminan. Karpet merah yang membentang menambah suasana dramatis, bagai ratu sejagad. Tias membantu memegang gaunnya, dengan anggun Mira melewati sejegkal demi sejengkal karpet merah itu. Kelopak mawar ditabur dari kanan dan kiri. Di ujung sebelum mencapai puncak Galih sudah siap menyambut pengantinnya dengan stelan jas tuxedo.***Meyyis_GN***Jangan lupa musik pengiring yang membuat suasana semakin sakral. Seluruh pasang mata berpusat ke arah kedatangan pengantin. Bisik-bisik terdengar, sehingga membuat suasana hati Milea semakin panas.“Kalian nora, pengantin ya cantik, tapi tidak alami.” Yang ada di sebelah Milea tersenyum sinis.“Kau iri? Makanya jangan berulah.” Milea yang sedang marah rasanya ingin meledak da
“Tidak ada, hanya sedikit merasa menekan perut.” Ilham menggangguk.“Mau makan apa? Biar aku ambilkan, sebelum pengantin wanita keluar dan kita akan sibuk memandangnya.” Tias mencubit pinggang suaminya.***Meyyis_GN***“Sepertinya aku mau sate saja. Tapi tolong lepaskan dari tusuknya, ya? Kata mama tidak boleh orang hamil makan langsung dari tusuknya.” Ilham tersenyum. Dia meninggalkan sang istri duduk sendiri dan mengambilkan makanannya yang sudah dipesan istrinya. Lelaki itu dengan elegan menuju ke tempat prasmanan.“Oh, mantan istrinya Mas Galih diundang semua ternyata?” Milea mendekati Tias. Tias tersenyum.“Sebagai mantan istri, tentu masih berkewajiban menjaga tali silaturahmi ‘kan? Bagaimana pun, pernah tidur satu ranjang, jadi tidak ada salahnya kalau berbaik hati mengucapkan selamat pada wanita yang menggantikan menemaninya t
“Satu minggu terasa sangat lama. Sabar ya, Sayang. Kamu akan puas setelah ijab-kabul.” Galih menunjuk miliknya dan tersenyum setelah tatanan rambut selesai. Siang ini, dia akan bermanja-manja dengan Mira. Dia memiliki energi baru untuk memulai sebuah kehidupan. Senyumnya merekah membuai siang yang terasa terik, namun baginya berbalut dengan kesejukan. Dia sduah merindukan sentuhan wanita, menyata kulitnya yang begitu sensitif dengan rangsangan.Galih mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Dia menyewa jasa wedding organizer terbaik untuk mempersiapkan pernikahan ini. Di gedung hotel ternama, sudah disusun acara dengan sangat baik. Galih mengenakan stelan jan warna hitam, karena memang konsepnya internasional. Dia mengenakan tuxedo itu dan memandang penampilannya sendiri di depan cermin. “Ini untuk yang ke tiga kalinya aku mengucapkan ijab kabul. Semoga ini yang terakhir.” Galih berdoa salam hati. Dia membetulkan dasi kupu-k
“Aku ingin lihat! Pertontonkan saja!” Galih mengatakannya tanpa menoleh, dia melenggang pergi. Milea terasa meledak. Dia mengumpat sejadi-jadinya dan membuang benda apa saja ke arah kepergian Galih. Galih merasa lega setelah ancaman kepada Milea tersebut terlaksana. Dia menjadi geli sendiri, pernah tergila-gila pada wanita sejenis itu. Galih menyetir mobilnya dengan cepat menuju ke rumah, harus memastikan kekasihnya baik-baik saja.Galih langsung berlari menuju ke dalam rumah. Dia melihat kekasihnya sedang menggendong putranya, membuat dirinya lega. “Ada apa? Ada yang tertinggal?” Galih menggeleng. Dia memeluk sang istri dari belakang.“Aku mengkhawatirkanmu.” Mira mengerutkan keningya.“Mengkhawatirkanku? Kenapa?” Karena Gibran sudah tenang, maka dia menurunkan anak itu ke lantai yang dilapisi karpet tebal.“Milea tadi datang ‘kan?” M
Mira luruh ke kursi. Dia menyadari, bahwa serangan dari Milea itu normal. Namun dia berpikir lagi, apakah yang dikatakan oleh Milea itu benar? Bahwa dirinya merebut Galih dari tangan Milea? Mira mengingat kembali, kapan mulai saling jatuh cinta dan menyesap indahnya ciuman nikmat.Milea pergi dari rumah Galih dengan tersenyum smirk. Dia yakin pasti Mira merasa tertekan. Dia mengenal Mira selama beberapa tahun, wanita itu berhati baik. Dia pasti akan merasa bersalah dengan tekanan yang diberikan oleh Mira.Sementara itu, Galih menyaksikan aksi manatan istrinya lewat CCTV yang memang sengaja dia pasang. Galih pernah menjadi manusia paling brengsek di muka bumi ini, jadi dia sangat hafal dengan trik brengsek yang dimainkan oleh Milea. Dia menarik napas untuk menenangkan syarafnya. Galih menyuruh ajudannya untuk menyiapkan mobil pribadinya. Dia akan mencari MIlea untuk memberinya pelajaran yang akan wanita itu sesali seumur hidupnya.
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h