“Hahaha ... biarin saja diarak keliling kota ...”
“Udah ah, yuk ...”
Mereka memasuki restoran berbau masakan Jepang. Tias membelalakan matanya, melihat apa yang terjadi. Galih dengan rakusnya menyesap bibir manis wanita itu. dengan lincah tangan kirnya masuk ke dalam baju wanita itu. Tangan tersebut memainkan anakan gunung milik wanita itu. Lelaki itu terlihat tidak peduli dengan keadaan sekitar yang sebagian besar memang bule. Tapi ini ditempat umum. Dada Tias terasa sangat engap melihat itu. Ciuman itu terlihat sangat panas dan menggila. Dia coba menggeret Lita untuk pergi dari restoran itu, akan tetapi Lita tidak mau. Wanita itu tetap kekeh ingin makan di restoran itu.
“Kenapa sih? Ada apa?” Lita ikut membelalakan matanya melihat hal itu. Saat Lita menoleh, hampir saja lelaki itu membuat baju sang wanita lepas. Bagian ujung yang kenyal sudah keluar. Lita yang paling marah di s
Drama mereka baru saja, disaksikan oleh banyak pasang mata. Namun, karena hal itu bukan urusan mereka, hanya terdengar bisikan saja. Akan tetapi, Milea sang wanita penggoda tidak perduli dengan seluruh pandangan orang di tempat itu. Dia tetapsaja nempel seperti perangko dengan Galih. Orang-orang bubar sendiri, ketika Tias sudah pergi. Galih dan juga Milea berjalan kembali ke meja mereka. Galih pamit ke toilet. Sedangkan Milea masih menikmati makanan. Wanita itu merasa kejadian baru saja, bagai angin lalu. Sedangkan Galih di toilet membersihkan wajahnya yang lengket terkena jus jambu yang di siramkan oleh Lita ke wajahnya. Milea justru menikmati marahnya Tias dengan sangat bahagia. Memang itu yang menjadi tujuan wanita itu. Menguasai Galih, menghancurkan rumah tangganya, sehingga lelaki itu hanya miliknya. “Benarkah aku sangat jahat padanya?” Lelaki itu bersandar di dinding toilet, sebelah kaca. Dia merasa menyesal melakukan semua itu. Ak
Galih sudah sampai di rumah, akan tetapi hanya kehampaan. Tidak ada Tias yang selalu tersenyum menyambut kedatangannya. Lagi-lagi, bayangan kejahatan yang dia lakukan kepada Tias terbayang. Dia selalu menanggapi sinis,ketika senyum manis Tias mengembang saat menyambutnya.Galih mengendurkan dasi yang di kenakannya. Dia terkulai lemas di sofa, melepas kancing lengannya satu persatu, kemudian menggulung lengannya. Dia luruh, kemudian berbaring di sofa itu. Hujan mulai mengguyur di luar sana. Petir menggelegar seolah membelah langit yang menangis mengeluarkan air matanya.Sementara itu, Lita mengajak Tias ke danau buatan yang ada di kota kecil itu. Mata Tias sudah penuh dengan air bening menggenang di pelupuk netranya.“Aku tidak menyangka, Lit. Aku sungguh tidak menyangka jika mas Galih melakukan ini padaku,” keluh Tias.“Menangislah, Yas. Aku sahabatmu.
“Nggak usah peluk gue. Entar lo basah, masuk angin, laki lo nggak ade di rumah,” cegah Tias. Ketika wanita itu ingin memeluknya.“Hehehe ... gue kira ...”“Lo kira gue bunuh diri? Terlalu picik kalau gue ngelakuin itu. Nggak akan pernah!”Mereka berjalan mengikuti arahan petugas, untuk Tias dapat mengganti bajunya. Di sebuah ruangan tim keamanan, Tias di berikan baju bertuliskan tim penyelamat danau Juwita, dengan training sekaligus. Tias masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian. Sedangkan Lita duduk di ruang tamu, menunggu Tias. Sedangkan anak tersebut langsung dibawa ke ruang rawat, untuk mendapatkan penanganan medis. Tidak lama kemudian, kegaduhan terjadi karena orang tua sang anak sudah datang. Dia histeris karena mendapati anaknya hampir tenggelam.“Pak, mana anakku?” tanya ibu berbaju bunga-bunga besar itu.&ldq
“Ta ... gue ngerasa aneh pakai ...” Tias terdiam melihat seorang laki-laki yang sudah duduk dan memandang kearahnya. Semula, karena menunduk dan sibuk dengan bajunya, Tias tidak mengetahui jika lelaki itu sudah ada di samping Lita. Wanita itu tidak enak hati, karena baju itu pemberian dari lelaki itu.“Oh, maaf. Saya tidak tahu ukuran tubuh anda. Jadi, itu baju saya ambil saja di kotak penyimpanan,” tukas lelaki itu.Baju itu memang terlihat kebesaran di badan Tias. Hingga terlihat seperti boneka manekin yang di balut baju super gomrong. Tias terlihat tenggelam oleh baju itu. Namun, bukankah itu lebih baik, di banding dengan memakai baju basah?“Oh, tidak apa-apa, maaf ... saya tidak bermaksud untuk ...” Tias tidak melanjutkan kata-katanya, karena lelaki itu mengangkat tangan agar Tias tidak melanjutkan.“Sebagai rasa terima kasih saya, kita mak
Tias dan Lita terlihat sangat akrab dengan Mahendra walau bertemu hanya beberapa jam saja. Bercengkarama seolah sudah lama mereka kenal. Bahkan pembicaraan sangat ringan mereka lakukan untuk mengisi waktu menunggu pesanan. Tias memindai sekitar. Interior klasih khas sunda, dengan musik sunda klasih yang menggema membuat yang makan di sini menikmatinya sangat tenang. Mereka di bawa ke masa lalu, dengan suara suling yang mengalun. Seakan terasa di tengah persawahan dengan angin sepoi-sepoi yang sangat menyejukkan jiwa. Lampu gantung yang terdapat di atap bergelantungan. Mungkin, saat malam hari akan temaram dan menjadikan suasana romantis. Ah, lagi-lagi pikiran Tias menuju kepada suaminya. Lelaki itu memang sudah masuk ke dalam sukmanya, walau ternyata dia tetap tidak bisa mentoleransi kesalahan fatal yang di lakukan oleh suaminya itu. “Mangga, Akang dan juga Neng-Neng Gelius. Hatur nuhun. Saya permisi,” pamit pramu saji tadi.
Bil di berikan kepada Mahendra oleh pelayan, kemudian sebuah kartu kredit di berikan kepada pelayan itu. Setelah beberapa saat, mereka sudah berjalan menuju ke tempat parkir. Mahendra menyuruh keduanya menunggu di lobi saja. Belum genap langkah Mahendra sepuluh , terdengar suara ledakan menggema. Ledakan itu di ikuti dengan kepulan asap dan api di depan restoran itu.Boumm ... Suaranya terdengar sangat tajam menusuk ke telinga setiap orang yang ada di tempat itu. Ledakan itu membuat gedung di depan porak poranda. Ada sebuah bom yang menyasar ke gedung tersebut. Suara itu di susul dengan bunyi teriakan dari penghuni gedung itu. Tias dan Lita menganga melihatnya. Akan tetapi, Tias merasa terpanggil untuk mengetahui apa yang terjadi di lokasi itu.Wanita itu berlari menuju ke depan. Lita tidak kuasa mencegahnya, karena wanita itu sudah gesit berlari. Ledakan tadi di susul dengan api yang mulai membakar gedung itu. Teriakan, tangisan pilu
“Mbak, kenapa masih disini?” Dua orang pemadam kebakaran yang melakukan sweeping karena mendengar bahwa masih ada orang di sini langsung menyusuri gedung. Mereka masuk melalui balkon dengan craine mobil bomber yang mengangkat tubuh mereka. “Pak di dalam masih ada orang.” “Iya, biar itu jadi urusan saya. Kamu turun saja.” Lelaki itu berusaha mendobrak pintu kamar. Sedangkan Tias berlari turun. Wanita itu bingung ketika sudah ada di anak tangga paling bawah . Di depan tangga, sudah ada api yang menyala-nyala memenuhi sudut ruangan. Seorang lelaki terlihat masuk ke dalam kobaran api itu. Dengan membawa selimut basah, lelaki itu menghampiri Tias. “Mbak, anda nekad sekali. Biarkan ini jadi tugas kami. Sekarang, pake ini dan keluarlah.” Tias menurut saja, karena memang sudah ada petugas di dalam gedung itu. Dia menerobos kobaran api yang menjilat-jilat. Berlari terus menyususri lantai dasar yang sudah seperti lautan api
Karena bosan menunggu sang pacar, Lita berjalan-jalan melewati beberapa keramba apung. Dia terpesona dengan ikan-ikan yang seolah menari-nari di keramba apung itu. Dia mendekat untuk lebih bisa melihat tarian ikan-ikan itu. Air laut yang jernih, bahkan sampai terlihat rumput laut warna-warni di dasar laut. Pesona itu sanggup merobohkan dinding hati untuk tetap mengagumi keindahannya. Siapa yang bisa menolak seluruh keindahan yang nyata disajikan oleh Tuhan?“Awas!” Suara teriakan itu membuat Lita terkejut. Sehingga wanita yang mengenakan celana pendek selutut dengan baju pantai santai itu terjebur ke keramba. Lita tidak bisa berenang, oleh karena itu dia kelabakan dengan tangan yang melambai-lambai. Tias langsung saja tanpa aba-aba berlari mengejar tubuh Lita yang melambai-lambai itu.Sekuat tenaga wanita yang sedang menyelesaikan tugas di kota Jepara itu berenang mendekati tubuh Lita, hingga akhirnya dapat meraih pinggangnya dan menepikan tubuh tersebut. T
“Sepertinya, sudah waktunya.”“Oh, Galih maaf, aku harus membawanya.” Ilham menggendong sang istri untuk keluar dari pesta itu dia sangat panik. Sedangkan orang-orang juga memandang ke arah kepergian mereka. Ada bisik-bisik doa dari mereka, semoga baik-baik saja.***Meyyis_GN***Ilham langsung memasukkan tubuh sang istri ke dalam mobilnya. Keringatnya bercucuran, karena merasa tegang. “Huff … aduhhh ….”“Tahan, Sayang. Kamu kesakitan begitu. Ya Allah, semoga ….”“Mas, konsen nyetir … hufff ….” Tias menarik napas dan mengembuskan dengan berlahan lewat muluah.“Ahh … sabar, Sayang. Papa sedang berusaha, kita ke rumah sakit, ya?” Tias mengelus perutnya dan menahan rasa sakit yang teramat hebat. Dia menggigit bibir bawahnya. Ahirnya, lelaki itu
“Kamu tidak perlu mengajariku, kamu tahu … Mas Galih tidak akan pernah menyukai gaya itu lagi. Aku akan selalu membuatnya puas, sehingga tidak akan ada waktu lagi untuk memikirkan hal lain selain diriku. Apalagi, memikirkan masa lalu yang menjijikkan.” Mira sepertinya bukan lawan yang sangat tanggung bagi Milea. Dia tersenyum dan mulai berbalik turun. Kepala Milea sudah panas dan berasap. Ingin dia meledak sekarang, tapi tunggu nanti, hingga seluruh orang fokus pada makanannya, itu akan lebih mudah.Milea turun. Dia mengambil gelas dan sendok dan menabuhnya. Mereka semua melihat ke arah Milea. “Mohon perhatiannya, permisi!” Galih sudah tidak tahan lagi, tapi Mira mencegahnya.“Jangan, Mas. Biarkan dia berbuat semaunya. Nanti dia sendiri yang akan malu.” Galih mengangguk.“Kalian tahu, kedua mempelai? Mereka adalah pembatu dan suamiku, ups aku lupa … tepatnya mantan.
“Sudahlah, aku siap mendengarmu kapan saja. Tapi tidak sekarang, pengantin priamu sudah menunggu.” Mira bangkit dibantu oleh Tias. Mereka keluar menuju pelaminan. Karpet merah yang membentang menambah suasana dramatis, bagai ratu sejagad. Tias membantu memegang gaunnya, dengan anggun Mira melewati sejegkal demi sejengkal karpet merah itu. Kelopak mawar ditabur dari kanan dan kiri. Di ujung sebelum mencapai puncak Galih sudah siap menyambut pengantinnya dengan stelan jas tuxedo.***Meyyis_GN***Jangan lupa musik pengiring yang membuat suasana semakin sakral. Seluruh pasang mata berpusat ke arah kedatangan pengantin. Bisik-bisik terdengar, sehingga membuat suasana hati Milea semakin panas.“Kalian nora, pengantin ya cantik, tapi tidak alami.” Yang ada di sebelah Milea tersenyum sinis.“Kau iri? Makanya jangan berulah.” Milea yang sedang marah rasanya ingin meledak da
“Tidak ada, hanya sedikit merasa menekan perut.” Ilham menggangguk.“Mau makan apa? Biar aku ambilkan, sebelum pengantin wanita keluar dan kita akan sibuk memandangnya.” Tias mencubit pinggang suaminya.***Meyyis_GN***“Sepertinya aku mau sate saja. Tapi tolong lepaskan dari tusuknya, ya? Kata mama tidak boleh orang hamil makan langsung dari tusuknya.” Ilham tersenyum. Dia meninggalkan sang istri duduk sendiri dan mengambilkan makanannya yang sudah dipesan istrinya. Lelaki itu dengan elegan menuju ke tempat prasmanan.“Oh, mantan istrinya Mas Galih diundang semua ternyata?” Milea mendekati Tias. Tias tersenyum.“Sebagai mantan istri, tentu masih berkewajiban menjaga tali silaturahmi ‘kan? Bagaimana pun, pernah tidur satu ranjang, jadi tidak ada salahnya kalau berbaik hati mengucapkan selamat pada wanita yang menggantikan menemaninya t
“Satu minggu terasa sangat lama. Sabar ya, Sayang. Kamu akan puas setelah ijab-kabul.” Galih menunjuk miliknya dan tersenyum setelah tatanan rambut selesai. Siang ini, dia akan bermanja-manja dengan Mira. Dia memiliki energi baru untuk memulai sebuah kehidupan. Senyumnya merekah membuai siang yang terasa terik, namun baginya berbalut dengan kesejukan. Dia sduah merindukan sentuhan wanita, menyata kulitnya yang begitu sensitif dengan rangsangan.Galih mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Dia menyewa jasa wedding organizer terbaik untuk mempersiapkan pernikahan ini. Di gedung hotel ternama, sudah disusun acara dengan sangat baik. Galih mengenakan stelan jan warna hitam, karena memang konsepnya internasional. Dia mengenakan tuxedo itu dan memandang penampilannya sendiri di depan cermin. “Ini untuk yang ke tiga kalinya aku mengucapkan ijab kabul. Semoga ini yang terakhir.” Galih berdoa salam hati. Dia membetulkan dasi kupu-k
“Aku ingin lihat! Pertontonkan saja!” Galih mengatakannya tanpa menoleh, dia melenggang pergi. Milea terasa meledak. Dia mengumpat sejadi-jadinya dan membuang benda apa saja ke arah kepergian Galih. Galih merasa lega setelah ancaman kepada Milea tersebut terlaksana. Dia menjadi geli sendiri, pernah tergila-gila pada wanita sejenis itu. Galih menyetir mobilnya dengan cepat menuju ke rumah, harus memastikan kekasihnya baik-baik saja.Galih langsung berlari menuju ke dalam rumah. Dia melihat kekasihnya sedang menggendong putranya, membuat dirinya lega. “Ada apa? Ada yang tertinggal?” Galih menggeleng. Dia memeluk sang istri dari belakang.“Aku mengkhawatirkanmu.” Mira mengerutkan keningya.“Mengkhawatirkanku? Kenapa?” Karena Gibran sudah tenang, maka dia menurunkan anak itu ke lantai yang dilapisi karpet tebal.“Milea tadi datang ‘kan?” M
Mira luruh ke kursi. Dia menyadari, bahwa serangan dari Milea itu normal. Namun dia berpikir lagi, apakah yang dikatakan oleh Milea itu benar? Bahwa dirinya merebut Galih dari tangan Milea? Mira mengingat kembali, kapan mulai saling jatuh cinta dan menyesap indahnya ciuman nikmat.Milea pergi dari rumah Galih dengan tersenyum smirk. Dia yakin pasti Mira merasa tertekan. Dia mengenal Mira selama beberapa tahun, wanita itu berhati baik. Dia pasti akan merasa bersalah dengan tekanan yang diberikan oleh Mira.Sementara itu, Galih menyaksikan aksi manatan istrinya lewat CCTV yang memang sengaja dia pasang. Galih pernah menjadi manusia paling brengsek di muka bumi ini, jadi dia sangat hafal dengan trik brengsek yang dimainkan oleh Milea. Dia menarik napas untuk menenangkan syarafnya. Galih menyuruh ajudannya untuk menyiapkan mobil pribadinya. Dia akan mencari MIlea untuk memberinya pelajaran yang akan wanita itu sesali seumur hidupnya.
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h