Timbul rasa mantab dalam jiwanya untuk meminta lelaki itu melepaskannya. Tapi, mulai dari mana? Seolah semua jalan hanya berhasil tertuju padanya, tanpa bisa menghindar.
“Yas, jalan-jalan yuk?” ajak Lita.
“Kemana? Ayo saja, mumpung masih siang. Kita habiskan jalan-jalan sampai malam hari.” Tias sudah mengangkat tas jinjingnya, sedangkan Lita masuk ke kamar untuk berganti baju. Dres warna hijau tosca menjadi pilihannya, dengan bunga-bunga kecil warna merah menjadikan anggun Lita siang ini. Make-up yang flawles dengan warna nude, membuat wajahnya yang anggun tambah cantik berseri. Hari ini hari Jum’at. Tentu banyak wisatawan mulai berdatangan meskipun tidak seramai Sabtu dan Minggu. Akan tetapi, ini hari libur sekolah.
“Kamu memang sahabatku yang paling cantik.” Mereka berdua melenggang ke garasi untuk mengeluarkan motor. Mereka akan menggunkan motor untuk membawa jalan-jalan siang
“Hahaha ... biarin saja diarak keliling kota ...”“Udah ah, yuk ...”Mereka memasuki restoran berbau masakan Jepang. Tias membelalakan matanya, melihat apa yang terjadi. Galih dengan rakusnya menyesap bibir manis wanita itu. dengan lincah tangan kirnya masuk ke dalam baju wanita itu. Tangan tersebut memainkan anakan gunung milik wanita itu. Lelaki itu terlihat tidak peduli dengan keadaan sekitar yang sebagian besar memang bule. Tapi ini ditempat umum. Dada Tias terasa sangat engap melihat itu. Ciuman itu terlihat sangat panas dan menggila. Dia coba menggeret Lita untuk pergi dari restoran itu, akan tetapi Lita tidak mau. Wanita itu tetap kekeh ingin makan di restoran itu.“Kenapa sih? Ada apa?” Lita ikut membelalakan matanya melihat hal itu. Saat Lita menoleh, hampir saja lelaki itu membuat baju sang wanita lepas. Bagian ujung yang kenyal sudah keluar. Lita yang paling marah di s
Drama mereka baru saja, disaksikan oleh banyak pasang mata. Namun, karena hal itu bukan urusan mereka, hanya terdengar bisikan saja. Akan tetapi, Milea sang wanita penggoda tidak perduli dengan seluruh pandangan orang di tempat itu. Dia tetapsaja nempel seperti perangko dengan Galih. Orang-orang bubar sendiri, ketika Tias sudah pergi. Galih dan juga Milea berjalan kembali ke meja mereka. Galih pamit ke toilet. Sedangkan Milea masih menikmati makanan. Wanita itu merasa kejadian baru saja, bagai angin lalu. Sedangkan Galih di toilet membersihkan wajahnya yang lengket terkena jus jambu yang di siramkan oleh Lita ke wajahnya. Milea justru menikmati marahnya Tias dengan sangat bahagia. Memang itu yang menjadi tujuan wanita itu. Menguasai Galih, menghancurkan rumah tangganya, sehingga lelaki itu hanya miliknya. “Benarkah aku sangat jahat padanya?” Lelaki itu bersandar di dinding toilet, sebelah kaca. Dia merasa menyesal melakukan semua itu. Ak
Galih sudah sampai di rumah, akan tetapi hanya kehampaan. Tidak ada Tias yang selalu tersenyum menyambut kedatangannya. Lagi-lagi, bayangan kejahatan yang dia lakukan kepada Tias terbayang. Dia selalu menanggapi sinis,ketika senyum manis Tias mengembang saat menyambutnya.Galih mengendurkan dasi yang di kenakannya. Dia terkulai lemas di sofa, melepas kancing lengannya satu persatu, kemudian menggulung lengannya. Dia luruh, kemudian berbaring di sofa itu. Hujan mulai mengguyur di luar sana. Petir menggelegar seolah membelah langit yang menangis mengeluarkan air matanya.Sementara itu, Lita mengajak Tias ke danau buatan yang ada di kota kecil itu. Mata Tias sudah penuh dengan air bening menggenang di pelupuk netranya.“Aku tidak menyangka, Lit. Aku sungguh tidak menyangka jika mas Galih melakukan ini padaku,” keluh Tias.“Menangislah, Yas. Aku sahabatmu.
“Nggak usah peluk gue. Entar lo basah, masuk angin, laki lo nggak ade di rumah,” cegah Tias. Ketika wanita itu ingin memeluknya.“Hehehe ... gue kira ...”“Lo kira gue bunuh diri? Terlalu picik kalau gue ngelakuin itu. Nggak akan pernah!”Mereka berjalan mengikuti arahan petugas, untuk Tias dapat mengganti bajunya. Di sebuah ruangan tim keamanan, Tias di berikan baju bertuliskan tim penyelamat danau Juwita, dengan training sekaligus. Tias masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian. Sedangkan Lita duduk di ruang tamu, menunggu Tias. Sedangkan anak tersebut langsung dibawa ke ruang rawat, untuk mendapatkan penanganan medis. Tidak lama kemudian, kegaduhan terjadi karena orang tua sang anak sudah datang. Dia histeris karena mendapati anaknya hampir tenggelam.“Pak, mana anakku?” tanya ibu berbaju bunga-bunga besar itu.&ldq
“Ta ... gue ngerasa aneh pakai ...” Tias terdiam melihat seorang laki-laki yang sudah duduk dan memandang kearahnya. Semula, karena menunduk dan sibuk dengan bajunya, Tias tidak mengetahui jika lelaki itu sudah ada di samping Lita. Wanita itu tidak enak hati, karena baju itu pemberian dari lelaki itu.“Oh, maaf. Saya tidak tahu ukuran tubuh anda. Jadi, itu baju saya ambil saja di kotak penyimpanan,” tukas lelaki itu.Baju itu memang terlihat kebesaran di badan Tias. Hingga terlihat seperti boneka manekin yang di balut baju super gomrong. Tias terlihat tenggelam oleh baju itu. Namun, bukankah itu lebih baik, di banding dengan memakai baju basah?“Oh, tidak apa-apa, maaf ... saya tidak bermaksud untuk ...” Tias tidak melanjutkan kata-katanya, karena lelaki itu mengangkat tangan agar Tias tidak melanjutkan.“Sebagai rasa terima kasih saya, kita mak
Tias dan Lita terlihat sangat akrab dengan Mahendra walau bertemu hanya beberapa jam saja. Bercengkarama seolah sudah lama mereka kenal. Bahkan pembicaraan sangat ringan mereka lakukan untuk mengisi waktu menunggu pesanan. Tias memindai sekitar. Interior klasih khas sunda, dengan musik sunda klasih yang menggema membuat yang makan di sini menikmatinya sangat tenang. Mereka di bawa ke masa lalu, dengan suara suling yang mengalun. Seakan terasa di tengah persawahan dengan angin sepoi-sepoi yang sangat menyejukkan jiwa. Lampu gantung yang terdapat di atap bergelantungan. Mungkin, saat malam hari akan temaram dan menjadikan suasana romantis. Ah, lagi-lagi pikiran Tias menuju kepada suaminya. Lelaki itu memang sudah masuk ke dalam sukmanya, walau ternyata dia tetap tidak bisa mentoleransi kesalahan fatal yang di lakukan oleh suaminya itu. “Mangga, Akang dan juga Neng-Neng Gelius. Hatur nuhun. Saya permisi,” pamit pramu saji tadi.
Bil di berikan kepada Mahendra oleh pelayan, kemudian sebuah kartu kredit di berikan kepada pelayan itu. Setelah beberapa saat, mereka sudah berjalan menuju ke tempat parkir. Mahendra menyuruh keduanya menunggu di lobi saja. Belum genap langkah Mahendra sepuluh , terdengar suara ledakan menggema. Ledakan itu di ikuti dengan kepulan asap dan api di depan restoran itu.Boumm ... Suaranya terdengar sangat tajam menusuk ke telinga setiap orang yang ada di tempat itu. Ledakan itu membuat gedung di depan porak poranda. Ada sebuah bom yang menyasar ke gedung tersebut. Suara itu di susul dengan bunyi teriakan dari penghuni gedung itu. Tias dan Lita menganga melihatnya. Akan tetapi, Tias merasa terpanggil untuk mengetahui apa yang terjadi di lokasi itu.Wanita itu berlari menuju ke depan. Lita tidak kuasa mencegahnya, karena wanita itu sudah gesit berlari. Ledakan tadi di susul dengan api yang mulai membakar gedung itu. Teriakan, tangisan pilu
“Mbak, kenapa masih disini?” Dua orang pemadam kebakaran yang melakukan sweeping karena mendengar bahwa masih ada orang di sini langsung menyusuri gedung. Mereka masuk melalui balkon dengan craine mobil bomber yang mengangkat tubuh mereka. “Pak di dalam masih ada orang.” “Iya, biar itu jadi urusan saya. Kamu turun saja.” Lelaki itu berusaha mendobrak pintu kamar. Sedangkan Tias berlari turun. Wanita itu bingung ketika sudah ada di anak tangga paling bawah . Di depan tangga, sudah ada api yang menyala-nyala memenuhi sudut ruangan. Seorang lelaki terlihat masuk ke dalam kobaran api itu. Dengan membawa selimut basah, lelaki itu menghampiri Tias. “Mbak, anda nekad sekali. Biarkan ini jadi tugas kami. Sekarang, pake ini dan keluarlah.” Tias menurut saja, karena memang sudah ada petugas di dalam gedung itu. Dia menerobos kobaran api yang menjilat-jilat. Berlari terus menyususri lantai dasar yang sudah seperti lautan api