“Apa?!”Lisda yang merupakan ibu dari Jelita terlihat syok setelah mendengarkan cerita Ervan tentang perilaku Wahyu. Kebetulan, saat ini Ervan tengah berkunjung ke Solo bersama Gea untuk menemui Lisda. Mereka hanya ingin melihat kondisi Lisda yang ternyata semakin sukses dengan usaha jualannya. Semua itu tentu tak lepas dari bantuan Ervan.“Jadi, Wahyu masih aja gangguin kamu, Nak Ervan?” tanya Lisda sekali lagi.Ervan mengangguk pelan. “Iya, Bu. Saya juga nggak habis pikir sama Wahyu. Kenapa dia sampai separah itu mau balas dendam? Sementara Bu Lisda juga udah maafin saya soal kematian Jelita.”“Nak Ervan, kamu itu nggak salah. Yang salah itu Wahyu. Memang, Wahyu itu sayang banget sama Jelita. Apapun bakal Wahyu lakuin buat Jelita. Tapi, Ibu juga nggak setuju dengan cara dia. Harusnya dia nggak bertindak berlebihan. Itu udah jadi masa lalu. Dengan dia balas dendam, Jelita juga nggak bakal hidup lagi,” ujar Lisda bijak.“Terus, saya harus gimana lagi supaya Wahyu itu berhenti ganggu k
‘Van, lo masih di Solo?’Saat ini, Ervan tengah melakukan panggilan telepon dengan Fahri. Ervan pun menjawab, “Iya. Kenapa?”‘Lo bener, Van. Bu Lisda lagi ada di Jakarta.’Ervan yang sedang terbaring di kasur pun langsung terduduk. Ekspresinya tampak terkejut mendengar berita dari Fahri. “Lo serius, Ri?”‘Iya gue serius. Tadi, gue sama Herman lagi ikutin pergerakan anak buahnya Wahyu di kantor polisi. Terus, waktu gue nunggu di mobil, Herman ngelihat Bu Lisda keluar dari kantor polisi itu.’“Terus?”‘Ya terus kita samperin aja, Van. Kita ajak ngopi bareng di kafe, biar lebih enak ngobrolnya. Bu Lisda bilang mau cari Mamanya si Wahyu. Gue sama Herman juga baru tahu, kalau usaha Mamanya si Wahyu itu sukses berkat bantuan Bu Lisda. Dia kasih ancaman ke Wahyu untuk berhenti gangguin lo. Kalau dia masih ganggu lo, Bu Lisda bakal hancurin lagi usaha Mamanya Wahyu.’Ervan menghela napas berat. Ia memijat pelipisnya untuk beberapa saat. Benar dugaan Gea. Lisda benar-benar nekad pergi ke Jakar
Sudah seminggu lebih Lisda tinggal di Jakarta, namun dirinya tak kunjung menemukan keberadaan ibunya Wahyu. Bahkan saat dirinya mendatangi tempat usaha ibunya Wahyu, tempat itu sudah dijual dan pemiliknya pindah entah kemana. Lisda juga berusaha menghubungi, namun nomornya diblokir. Jelas hal itu membuat Lisda kesal.“Kemana Mama kamu, Yu?!”Saat ini, Lisda sedang mengunjungi Wahyu di penjara. Ia hanya ingin mendesak pria itu agar mengatakan dimana ibunya sekarang. Akan tetapi, respon Wahyu justru menjengkelkan.Wahyu tertawa terbahak-bahak dan tidak peduli pada polisi yang berjaga di depan pintu ruang tunggu. Lisda yang geram lantas berkata, “Nggak usah ketawa kamu! Nggak ada yang lucu di sini!”“Bibi yang lucu.” Wahyu masih saja tertawa meskipun tatapan Lisda sudah sangat tajam. Hingga beberapa saat setelah terdiam, Wahyu menyeringai. Dia membalas tatapan Lisda. “Sampai kapanpun, Bibi nggak akan bisa ketemu Mama. Aku udah rencanain ini dari awal. Mending Bibi pulang aja ke Solo dan
Ervan melangkah tergesa menuju ruang kerja Fahri. Saat ini, emosinya sedang meluap dan sulit untuk dibendung. Beberapa hari terakhir, Ervan sudah mulai percaya pada Dira dan tulus membantu pengobatan ayahnya. Tapi apa balasan yang ia dapatkan? Dira justru menyerahkan surat perjanjian itu pada Bagus. Entah darimana dia mendapatkannya. Ervan juga tidak tahu.Sesampainya di depan ruangan Fahri, Ervan langsung masuk tanpa mengetuk terlebih dulu. Fahri yang melihat kedatangan Ervan pun sedikit terkejut. Apalagi wajah Ervan tampak tidak bersahabat sedikitpun.“Bangsat!”“Hah?” Fahri melongo. “Lo lagi ngatain gue bangsat?”Ervan mendengus sambil duduk di sofa. “Bukan lo. Tapi gebetan lo itu. Sialan tuh cewek. Ternyata dia musuh dalam selimut. Udah gue bantu, malah nusuk gue dari belakang.”“Hah?”Fahri masih tidak mengerti maksud Ervan. Ia pun ikut duduk di sofa, lalu bertanya, “Maksudnya gimana? Siapa yang nusuk lo dari belakang?”“Ck! Si Dira lah. Siapa lagi?” jawab Ervan kesal.“What? Dir
Plak! Dira menampar pipi Ervan cukup keras. Ucapan Ervan tadi benar-benar menyinggung perasaannya. Ia tidak suka direndahkan seperti itu. “Gue nggak suka ya sama omongan lo barusan. Lo pikir, gue cewek apaan?! Gue terpaksa ngelakuin ini karena diancam lagi sama Wahyu. Mereka udah tahu dimana tempat tinggal gue sekarang. Harusnya lo mikir dulu sebelum nyerocos!”Ervan mengusap pipinya sambil menatap Dira dengan tajam. Ia tidak percaya lagi pada wanita di hadapannya itu. Setiap kata yang dilontarkan Dira, semua itu hanya omong kosong belaka. Ervan tidak akan tertipu untuk kesekian kalinya.Ervan menyeringai. Sekilas ia melirik Fahri yang masih diam saja, sesuai dengan perintahnya.“Ri, lo tahu soal dia diancam lagi sama Wahyu?” tanya Ervan yang pandangannya sudah beralih pada Dira.“Gue nggak tahu, Van.” Lantas, Fahri pun menatap ke arah Dira. “Kenapa lo nggak cerita soal itu ke gue? Kan udah gue bilang, kalau ada apa-apa langsung kabari gue. Kalau kayak gini ceritanya, lo sama aja nyar
Lastri tampak terburu-buru menuju pintu karena mendengar suara ketukan dari luar. Tadi, ia sedang berada di dapur untuk memasak. Lastri membuka pintu setelah sebelumnya sempat mengintip dari jendela.Senyumnya terkembang ketika menyapa sang menantu yang sudah berdiri tegap di hadapannya. “Aduh ya ampun, menantu Mama yang paling cakep. Ayo masuk,” ucapnya mempersilahkan Ervan masuk.Ervan bersikap tenang dan sopan. Ia mencium tangan mertuanya itu lalu duduk di sofa ruang tamu. Saat ini, dirinya hanya datang seorang diri karena Fahri ditugaskan untuk terus mengawasi pergerakan Dira dan Wahyu.“Ada apa nih? Kok tumben datang ke rumah Mama sendiri. Biasanya juga ngajak si Gea,” ujar Lastri setelah kembali dari dapur untuk membuatkan minum.“Aku kesini ada urusan sama Mama. Ini penting, Ma.”Lastri mengernyit heran. Ia bertanya, “Soal apa ya, Van? Penting banget?”“Iya, Ma. Ini penting banget. Ada sangkut pautnya sama pernikahan aku dan Gea,” jawab Ervan serius.Lastri mulai cemas setelah
Setelah tiba di kantor, Ervan berjalan cepat melewati beberapa karyawan yang menyapanya di lobi. Bahkan Ervan tidak sempat menjawab sapaan mereka karena terlalu penasaran dengan apa yang ingin Sherly sampaikan padanya.Ervan pun sampai di depan ruangan Fahri. Ia masuk tanpa mengetuk pintu, membuat Fahri dan Sherly kompak berdiri karena terkejut. Belum sempat mereka duduk kembali, Ervan sudah menghujani Sherly dengan berbagai pertanyaan.“Ada apa, Ly? Ada berita penting apa? Apa ini ada kaitannya dengan masalah rumah tangga aku sama Gea? Atau ada hal lain?”Sherly yang dihujani pertanyaan seperti itu pun mendadak bingung. Sedangkan Fahri yang memahami kondisi Ervan saat ini pun, berusaha menenangkannya. Fahri tahu, Ervan sedang panik dan gelisah karena memikirkan masalahnya dengan Wahyu yang tak kunjung selesai. Selalu saja ada drama lain yang terkadang membuat Fahri ikutan pusing memikirkannya.“Van, tenang dulu,” ucap Fahri.Ervan menghela napas panjang. Ia pun mulai mengontrol dirin
“Dimana Restu?”Ervan yang baru tiba di pintu gerbang pun langsung bertanya pada Abdi. Ekspresi wajah Ervan menunjukkan sorot kemarahan, sehingga mampu ditebak oleh Abdi.“Restu lagi di toilet, Pak,” jawab Abdi jujur.Tanpa basa-basi, Ervan bergegas menuju toilet khusus untuk Restu dan Abdi yang letaknya tak jauh dari lokasi penjagaan. Ervan langsung mendobrak pintu toilet, hingga membuat Restu terkejut setengah mati. Ponsel yang ada di tangannya pun hampir terjadi ke closet.Ervan yang sudah terlanjur emosi, langsung menarik paksa Restu untuk keluar dari toilet. Sementara Abdi yang melihat keributan itu hanya bisa diam di tempat. Jika ia berani mendekat, maka riwayatnya juga akan tamat. Abdi sudah mengerti, jika Ervan bersikap seperti itu, tandanya Restu membuat kesalahan yang fatal. Itu sebabnya, Abdi tidak berusaha untuk membela Restu.“Kurang ajar kamu ya!”Bugh! Ervan melayangkan pukulan ke wajah Restu, sampai Restu hampir tersungkur.“Pak, ada apa ini?” tanya Restu.“Sialan! Pak