Beberapa hari yang lalu, Dira mendatangi kediaman Ervan secara diam-diam. Kebetulan, Abdi dan Restu baru tiba di pos penjagaan. Abdi izin ke toilet sebentar, sementara Restu yang berjaga di pos. Momen itulah yang dimanfaatkan oleh Dira untuk menghasut Restu agar mau bekerjasama dengannya.Restu tampak melamun di pos penjagaan sambil menunggu Abdi kembali dari toilet. Hingga beberapa detik kemudian, lamunan Restu buyar karena ada seseorang yang melemparkan kertas ke arahnya. Restu membuka kertas berisi tulisan tangan seseorang.‘Temui gue di ujung gang. Gue mau kasih pekerjaan bagus buat lo dan pendapatannya sangat menggiurkan. Lo bakal nyesel kalau nolak ajakan gue. Btw, gue cewek dan sekarang gue lagi nunggu lo di ujung gang. Gue pakai topi warna hitam dan kemeja hitam. Buruan datang sebelum penawaran berakhir.’Setelah selesai membaca surat tersebut, Restu celingukan, menatap ke arah luar gerbang. Namun si pemilik surat itu sudah tidak ada di sana. Restu menatap surat itu dengan per
Ervan menatap alat penyadap itu. Ternyata alat itu Restu sembunyikan di bawah meja ruang tamu. Pantas saja ia tidak mengetahuinya. Selain itu, Restu juga mengaku telah menghapus beberapa rekaman cctv yang memperlihatkan dirinya sedang masuk ke dalam rumah untuk memasang alat tersebut.“Jadi, setelah kamu dengar percakapan istri aku sama Mamanya, langsung kamu kasih tahu sama Dira?” tanya Ervan sarkas sambil menatap Restu yang berdiri tertunduk di hadapannya.Restu mengangguk pelan. Kedua tangannya sudah diikat oleh Abdi, sesuai dengan perintah Ervan. Abdi juga berdiri di samping kanan Restu sambil memegangi lengan temannya itu. Abdi juga tidak menyangka Restu akan berkhianat seperti itu, hanya demi uang.“Demi uang, kamu rela berkhianat dari aku. Padahal selama ini, aku selalu kasih kamu uang lebih. Apapun kesusahan keluargamu, pasti aku bantu. Tapi, ini balasan yang aku dapatkan dari kamu,” lanjut Ervan dengan nada rendah namun terdengar menakutkan di telinga Restu. “Aku udah bilang
Ervan dan Gea saling pandang dalam diam, setelah beberapa saat yang lalu, Ervan menceritakan semua yang terjadi pada Gea. Tentang Dira, sampai pengkhianatan Restu yang mengakibatkan rumah tangga mereka ikut terancam. Ervan juga mengatakan tindakan Bagus ketika mengetahui surat perjanjian itu. Sampai membuat Gea tak mampu berkata-kata.Ervan mengalihkan pandangan sesaat ke arah tangan Gea, lalu mengelusnya dengan lembut. Ia kembali menatap Gea sambil mengulas sebuah senyum, sebagai obat penenang untuk istrinya itu.“Sayang, kamu tenang aja ya. Sampai kapanpun, aku nggak akan pernah tinggalin kamu. Walaupun aku harus kehilangan kerja karena memilih bertahan sama kamu, aku siap. Aku ikhlas. Kebahagiaanku cuma kamu sama anak kita. Uang masih bisa dicari, tapi kebahagiaan, sulit untuk didapat. Aku nggak mau kehilangan kebahagiaan itu,” ucap Ervan.Gea tersentuh mendengar ungkapan Ervan. Air matanya menetes dengan sendirinya. Ia tidak tahu harus memberi respon seperti apa, selain menangis h
“Papa dengar, sidangnya Wahyu ditunda sampai minggu depan.”“Iya, Pa.”Saat ini, Ervan sedang bersama Bagus menuju sebuah restoran untuk bertemu salah satu klien. Ervan duduk di kursi belakang, tepat di sebelah kanan Bagus. Sedangkan di bagian depan hanya ada sang sopir pribadi.Bagus menoleh ke arah kanan. Ternyata Ervan sedang menatap ke arah jendela mobil. Bagus menghela napas berat. Ia paham bagaimana lelahnya Ervan dalam menghadapi kasus ini.“Van,” Bagus memanggil.Ervan menoleh ke kiri. “Iya, Pa?”“Papa bisa bantu kamu jatuhkan si Wahyu saat di persidangan. Tapi, ada syarat yang harus kamu penuhi.”Ervan mendecak kesal. Selalu saja ada syarat yang diajukan. Entah sampai kapan hidupnya akan dikelilingi oleh syarat-syarat yang membuat kepalanya pusing.Ia pun kembali menatap ke arah kanan. Lebih baik memandang ke arah luar daripada memandang Bagus. Hatinya kesal jika harus mendengar syarat yang diajukan ayahnya itu. Sudah pasti, syarat itu ada hubungannya dengan pernikahannya dan
Sidang lanjutan kembali digelar di minggu selanjutnya. Semua pihak terkait hadir, seperti sidang sebelumnya. Wahyu juga sudah memasuki ruang persidangan. Namun kali ini, ekspresinya tampak berbeda. Wahyu jauh lebih tenang dan sering menampilkan senyum terbaiknya.Ervan yang melihat perubahan ekspresi Wahyu jelas menaruh curiga besar. Ia tidak tahu pasti apa yang sedang direncanakan Wahyu untuk lolos dari jerat hukum. Ervan berharap, tidak akan ada lagi drama yang akan ditampilkan dalam persidangan ini. Harusnya, hari ini sudah bisa diberikan putusan, jika Wahyu tidak membuat ulah.Hati Ervan mendadak cemas. Genggaman tangannya pada sang istri pun semakin erat. Gea menyadari kegelisahan suaminya.Gea pun berkata, “Mas, kamu tenang dulu ya. Jangan cemas gitu. Allah pasti bantu kita kok.”“Iya, Sayang.”Ervan menghela napas panjang, berusaha untuk tetap tenang. Persidangan pun sudah dimulai. Semua orang tampak tenang mendengarkan para saksi yang dihadirkan oleh pihak Wahyu. Mereka justru
Setelah satu jam lebih menunggu, putusan pun akhirnya dibacakan oleh Jaksa Penuntut. Jaksa Penuntut mengungkapkan segala kesalahan Wahyu dalam persidangan kali ini. Mulai dari penyebaran aib Ervan, melakukan perampokan berencana yang berujung pada kekerasan dan yang terakhir adalah melakukan penyuapan.Dalam hal ini, Wahyu dikenakan pasal berlapis dan dinyatakan bersalah. Hukuman penjara yang Wahyu dapatkan, berdasarkan putusan dari Jaksa Penuntut adalah hukuman penjara selama 20 tahun. Namun, itu hanya putusan sementara. Hakim belum memutuskan apapun. Putusan dari Hakim akan dibacakan seminggu setelah persidangan lanjutan hari ini.Meskipun sedikit lega, Ervan masih harus menunggu seminggu lagi untuk mendengarkan putusan Hakim. ‘Hhh! Masih harus nunggu seminggu lagi untuk putusan akhirnya,’ batinnya.Ervan berjalan keluar dari ruang persidangan bersama istrinya. Mereka hendak berjalan menuju parkiran mobil. Namun, dari arah belakang, kemeja Ervan ditarik paksa oleh seseorang dan sebu
Mendengar kabar kematian Wahyu, Ervan bergegas pergi ke rumah sakit. Ervan melihat langsung kondisi Wahyu yang sudah terbujur kaku di kamar jenazah. Air mata Ervan menetes begitu saja. Ia tak menyangka Wahyu pergi secepat ini.Jauh dilubuk hati Ervan, ia masih memiliki rasa kasihan pada Wahyu. Bagaimanapun juga, Wahyu pernah menjadi sahabat terbaiknya sejak sekolah. Ervan tidak bisa melupakan kebaikan Wahyu sebelum kekacauan ini terjadi.“Maafin gue, Yu. Maafin gue,” ucap Ervan lirih.Ervan bisa melihat dengan jelas bagian kepala yang bolong akibat tembakan senjata api. Tangisnya semakin pilu dan memutuskan untuk keluar dari kamar jenazah. Ia tak sanggup melihat jenazah Wahyu.Fahri yang memang ikut bersama Ervan pun berusaha menenangkan. “Van, ikhlasin. Jangan ditangisi.”“Gue … nggak sanggup, Ri. Walaupun dia jahat sama gue, jasa baiknya tetap gue ingat sampai sekarang. Gue jeblosin dia ke penjara supaya dia bisa sadar sama kesalahannya sendiri. Tapi, gue nggak berpikir dia bakal ng
Beberapa bulan kemudian, kehamilan Gea sudah memasuki usia delapan bulan. Gea berencana akan melakukan pemeriksaan hari ini dan sudah membuat janji dengan Fredy. Gea terpaksa pergi bersama Abdi karena Ervan harus menghadiri rapat pagi ini. Untunglah Abdi sangat sigap saat diperintah oleh Ervan.“Aku pergi dulu. Nanti sampai di rumah sakit, langsung kabari aku ya,” ucap Ervan sebelum berangkat ke kantor.“Iya, Mas.”“Hati-hati kalau jalan dan satu lagi, jangan ganjen sama Dokter Fredy. Awas kalau kamu ketahuan genit sama dia ya. Aku bakal mogok makan,” ancam Ervan.Gea bersungut kesal. Sikap posesif suaminya muncul lagi hari ini. Padahal sebelumnya sudah tidak pernah lagi membahas tentang kedekatannya dengan Fredy. Jika sudah seperti ini, Gea hanya bisa mengangguk saja. Berdebat pun akan percuma.“Oh iya, kalau misalnya dia macam-macam, kamu langsung telpon aku. Atau nggak bilang sama Abdi ya. Jangan mau kalau digodain sama dia,” lanjut Ervan.“Mas, dia bukan dokter mesum loh. Dia itu
Delapan tahun kemudian....“Papa!”Iqbal berseru riang saat melihat sang ayah sudah menunggunya di parkiran mobil. Saat ini, Iqbal sudah bersekolah di Sekolah Dasar yang cukup terkenal dan bonafit di Semarang. Iqbal baru saja selesai ulangan matematika dan mendapatkan nilai terbaik. Ia tidak sabar ingin menunjukkan hasil ulangannya pada sang ayah.Iqbal berlari-lari kecil menghampiri ayahnya. Setelah hampir sampai, Iqbal tersandung batu dan hampir terjatuh. Untunglah sang ayah dengan sigap menangkap tubuhnya.“Astaga, Iqbal. Kamu tuh jangan suka lari-lari. Hampir aja jatuh kamunya. Kalau sampai ada yang luka, Papa yang dimarahi Mama,” ucap Ervan.Iqbal justru tertawa lalu meminta maaf pada Ervan. “Iya maaf ya, Pa. Soalnya aku semangat banget mau nunjukin hasil ulangan matematika aku ke Papa.”“Kamu ada ulangan matematika hari ini?” tanya Ervan.“Iya, Pa. Ini hasilnya.”Iqbal menyodorkan selembar kertas ulangan pada Ervan. Ervan pun dengan senang hati menerimanya dan memeriksa hasil ul
Dua tahun kemudian, Ervan tampak disibukkan dengan toko sembakonya yang semakin hari semakin ramai pembeli. Padahal ia sudah memiliki tiga orang pekerja, namun dirinya masih harus membantu jika sudah ramai pesanan. Belum lagi ada pesanan yang berasal dari beberapa toko kelontong yang harus diantar. Ervan benar-benar kewalahan, namun tetap bersyukur karena kios sembakonya selalu ramai pembeli.Hingga malam pun tiba, Ervan bergegas masuk ke kamar untuk tidur setelah menghitung keuntungan hari ini. Saat masuk ke kamar, ia melihat istrinya masih belum tidur. Sedangkan Iqbal sudah tidur di kamar satunya.“Sayang, kok belum tidur?” tanya Ervan sambil memeluk istrinya yang berdiri memandangi langit malam dari jendela kamar.“Aku belum bisa tidur, Mas. Tadi udah minum susu hangat, tapi belum ngantuk juga,” jawab Gea. “Oh iya, gimana keuntungan hari ini, Mas?”“Alhamdulillah makin meningkat, Sayang. Aku kayaknya butuh dua karyawan lagi deh, Yang. Soalnya setiap hari pembeli makin ramai. Kadang
Seminggu setelah kepergian Intan, Ervan dan Gea memutuskan untuk mengikhlaskan semuanya. Mulai dari permasalahan awal dengan Intan dan Irma, sampai merembet ke masalah Wahyu yang dendam karena kematian Jelita. Bahkan sampai menyeret beberapa orang, termasuk Restu. Mereka sudah mulai berdamai dengan masa lalu dan akan memulai kehidupan baru bersama-sama.Dan pagi ini, mereka berniat melihat kondisi terkini Irma dan juga Dira. Mereka berada di RSJ yang sama. Namun, mereka hanya bisa melihat dari kejauhan saja. Kondisi Irma dan Dira sangat buruk dan sulit untuk dikendalikan, terutama Irma yang terkadang berteriak bahwa dirinya adalah orang paling kaya di muka Bumi ini. Obsesinya menjadi orang kaya memang masih sangat melekat di pikirannya, sehingga membuatnya depresi ketika keinginan itu tak tercapai.Setelah selesai melihat kondisi Irma dan Dira, mereka memutuskan untuk berkunjung ke makam Wahyu dan Intan. Hanya sebentar karena mereka sekeluarga berencana untuk liburan ke tempat rekreas
Fahri berjalan memasuki kafe yang menjadi tempat pertemuannya dengan Ervan malam ini. Pagi tadi, ia ditugaskan Ervan untuk mengunjungi para pelaku yang sudah mengganggu kehidupan Ervan. Hanya sekadar mengetahui keadaan mereka masing-masing. Kalau Restu, Ervan sendiri sudah mempekerjakannya lagi mulai besok, dan itu atas permintaan Gea. Ervan juga sudah bisa memaafkan kesalahan Restu, mengingat kondisi Restu saat itu sedang terdesak.Ervan yang melihat keberadaan Fahri langsung melambaikan tangan. Posisi duduknya memang sedikit ke belakang area kafe karena lebih sepi dari bagian depan. Untung saja Fahri bisa menyadari lambaian tangannya dan bergegas menghampirinya.Fahri duduk di hadapan Ervan. Wajahnya tampak murung setelah mengunjungi Intan, Irma dan Dira. Ervan bisa merasakan aura tidak enak dari tatapan mata Fahri.“Ada apa, Ri?” tanya Ervan.Sebelum berbicara, Fahri menghela napas terlebih dulu. Helaan napasnya terdengar sangat berat sekali. Kemudian, Fahri berkata, “Van, gue puny
Gea melambaikan tangan ketika mobil Bagus sudah melaju meninggalkan rumahnya. Senyum bahagia Gea tak luntur sedetikpun. Hatinya sangat-sangat lega sekarang. Bagus kembali bersikap seperti biasanya dan justru menerima putranya sebagai cucu.Hingga tak lama kemudian, suara Ervan terdengar jelas di telinganya. Gea menoleh dan ternyata Ervan sudah berdiri di sampingnya.“Loh, ini kado dari siapa, Yang?” tanya Ervan sambil mengernyit heran.“Dari Papa, Mas.”Ervan melongo mendengar jawaban Gea. “Hah? Papa?”“Iya, Mas.”“Papa kesini?” tanya Ervan lagi.Gea mendengus dan hanya mengangguk. Sementara Ervan mencoba menepuk pipinya. Ia merasa sedang bermimpi. Namun hal itu justru membuatnya terlihat lucu di mata sang istri, sampai membuat istrinya tertawa.Ervan lantas menatap istrinya dengan alis yang tertaut samar. “Kok kamu ketawa, Yang?”“Ya soalnya kamu lucu,” jawab Gea apa adanya.“Lucu kenapa?”“Itu tadi, tepuk-tepuk pipi.” Gea menekan pipi Ervan yang tampak sedikit berisi. “Kamu itu lagi
“Ma, makasih banyak udah kasih pencerahan Gea. Berkat Mama, dia sekarang jauh lebih tenang dan nggak jadi pergi,” ucap Ervan lega.“Iya, Van. Mama ngelakuin ini demi kebahagiaan kalian. Jangan sampai kalian berpisah hanya karena ocehan dari tetangga. Memang pernikahan kalian terjadi atas dasar kesalahan. Tapi, bukan berarti mereka berhak menilai kalian seenaknya.”Saat ini, Ervan dan Lastri sedang duduk di ruang tamu. Sedangkan Gea dan Iqbal sudah tidur di kamar. Mereka masih mengobrol sambil menikmati segelas teh yang dibuat oleh Lastri.Ervan benar-benar lega sekali ketika hati Gea luluh oleh nasehat Lastri. Ia tidak menyangka, ucapan Lastri sangat berpengaruh pada keputusan Gea. Hingga akhirnya, Gea membatalkan keputusannya untuk pergi meninggalkan Ervan.“Ehm, atau kami pindah aja ya, Ma. Ke Semarang lagi. Soalnya tetangga di lingkungan sana baik-baik banget, terutama sama Gea. Beda sama tetangga di sini,” ujar Ervan.Lastri tersenyum dan berkata, “Van, mau kalian keliling dunia p
Semenjak Gea berkata seperti itu kemarin, Ervan terus memikirkan hal tersebut sepanjang hari. Bahkan ia tak fokus lagi membantu Nurma untuk menyiapkan acara syukuran. Fokusnya hanya tertuju pada Gea dan juga anaknya, Iqbal Zubayr Pratama. Bahkan Ervan sampai menghampiri para tetangga yang kemarin sudah menghujat istri dan anaknya. Abdi yang memberitahukan siapa saja tetangga itu.Ervan tidak segan membentak para tetangganya karena sudah berani mengusik ketenangan keluarganya. Karena ucapan mereka, Gea yang masih sangat sensitif pasca melahirkan pun memutuskan hal yang menyakitkan bagi Ervan.“Jadi orang itu jangan suka usik urusan orang lain! Kalian itu nggak tahu apa-apa tentang keluarga kami! Saya udah pernah kasih peringatan sama kalian. Siapapun yang menghina istri saya, kalian akan berurusan sama polisi! Tapi kalian nggak ada kapoknya! Gara-gara kalian, istri saya jadi stres!”Dan karena dilabrak langsung oleh Ervan, para ibu-ibu itu pun tampak ketakutan. Ditambah lagi suami-suam
Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Gea diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Rencananya, besok Ervan dan Gea akan mengadakan syukuran kecil-kecilan untuk menyambut kehadiran buah hati mereka.Ervan sendiri tampak semangat sekali mempersiapkan segala sesuatunya, dibantu oleh Fahri, Herman, Nurma dan Lastri. Sementara Gea hanya duduk di ayunan taman sambil menggendong bayinya yang sedang terlelap. Dipandanginya wajah sang anak yang telah ia kandung selama 9 bulan itu.Gea tersenyum bahagia. Bayi yang tadinya tak ia harapkan ternyata berhasil ia pertahankan sampai lahir ke dunia. “Wajah kamu mirip banget sama Papa, Nak,” ucapnya pelan.Saat sedang sibuk mengamati wajah anaknya, tiba-tiba dari arah gerbang rumah, para tetangga julid itu muncul lagi. Mereka melontarkan kalimat-kalimat menyakitkan yang ditujukan pada Gea.“Tuhkan ibu-ibu, bener dugaan kita. Pasti itu anak di luar nikah.”“Iya, Bu. Ya ampun, nggak nyangka ya. Mukanya polos, tapi kelakuannya memalukan.”“Percum
Menjelang kelahiran, Gea tiba-tiba mengalami serangan panik. Ia khawatir jika dirinya akan meninggal dunia setelah melahirkan. Itu semua karena Gea baru saja menonton sebuah video tentang seorang wanita yang meninggal dunia setelah melahirkan, di salah satu media sosialnya. Gea mulai memikirkan hal-hal buruk itu, sehingga membuatnya tidak nafsu makan.Ervan yang melihat perubahan sikap istrinya seketika bertanya, “Sayang, kamu kenapa?”“Nggak papa, Mas.”“Kalau nggak papa, kenapa nggak mau makan? Mukanya juga murung terus. Ada apa? Nggak mau cerita sama suami sendiri?” tanya Ervan dengan suara lembut.Gea menghela napas berat, dan menatap Ervan. Ia pun berkata, “Mas, aku takut.”Mendengar pernyataan Gea, dahi Ervan mengernyit heran. “Takut? Takut kenapa, Sayang? Masih takut soal Papa? Kan belakangan ini Papa udah nggak ganggu kita.”Memang benar yang dikatakan Ervan. Semenjak peristiwa pertengkaran dengan Lastri, Bagus sudah tidak pernah lagi mengganggu kehidupan Ervan dan Gea. Bahkan