"Ge, kamu yakin mau ketemu Intan?" tanya Ervan ketika mereka kembali lagi ke ruang tunggu untuk bertemu tahanan.Gea mengangguk mantap. "Iya, Mas. Kasihan kalau nggak ditemui. Barangkali dia butuh support dari aku, Mas."Ervan menghela napas kasar. Heran melihat istrinya yang masih bersikap baik pada Intan. Padahal Intan selalu saja bersikap buruk pada istrinya itu."Gea, jangan terlalu baik sama dia. Ntar dia ngelunjak," nasehat Ervan. Ia tidak mau Gea terbuai dengan rayuan maut Intan.Gea tersenyum dan berkata, "Nggak pa-pa, Mas. Dia juga nggak mungkin ngelunjak kok. Kan dia lagi di penjara. Aku cuma mau support dia aja. Pasti dia lagi terpuruk banget. Apalagi pasca keguguran.""Kamu kok bisa baik banget sih?""Mas, aku kan juga lagi hamil. Aku tahu gimana perasaan Mbak Intan. Walaupun sifatnya kayak gitu, aku yakin hatinya lagi sedih sekarang," ujar Gea. "Jadi wajar aku berbuat baik sama Mbak Intan, Mas."Ervan menghela napas pasrah. Ya, hanya bisa pasrah saja dengan pemikiran posi
Ervan dan Gea baru saja tiba di salah satu showroom mobil. Tadi, saat masih di perjalanan, Bagus menghubungi Ervan dan memintanya untuk mengambil mobil yang sudah dibeli cash. Bagus sengaja tidak mengatakan apapun pada Ervan. Anggap ini surprise. Begitulah ucapan Bagus saat menghubungi Ervan. Bagus merasa kasihan karena Ervan dan Gea pergi menggunakan taksi online terus-menerus. Dan terkadang menumpang dengan Herman, seperti saat ini."Man, kamu balik ke rumah aja duluan. Aku udah bisa pulang sendiri kok," ucap Ervan pada Herman."Loh, beneran nggak pa-pa saya tinggal, Pak?"Ervan mengangguk. "Iya, Man. Nggak usah khawatir gitu.""Ehm, yaudah kalau gitu saya permisi dulu ya, Pak, Bu. Hubungi saya kalau terjadi sesuatu ya, Pak," ucap Herman berpamitan."Iya, Man. Makasih ya udah anterin kita," kata Ervan.Herman tersenyum. "Sama-sama, Pak. Saya pamit. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawab Ervan dan Gea kompak.Setelah Herman pergi, Ervan langsung menggandeng tangan Gea dan melangka
Dua hari kemudian, Ervan mendapat sebuah panggilan telepon dari nomor yang tidak terdaftar di kontaknya. Ervan mengernyit sambil memperhatikan nomor yang tertera di layar. Saat jari Ervan berniat menerima panggilan tersebut, tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu dari arah luar.Ervan menatap ke arah pintu dan berkata, "Masuk."Pintu terbuka dan menampilkan wajah Herman di sana. Pria itu bergegas menutup pintu lalu menghampiri Ervan yang masih duduk di tempatnya."Maaf, Pak. Ada telpon dari Pak Raffi. Katanya mau ngomong sama Bapak," ujar Herman sambil menyodorkan ponselnya pada Ervan.Ervan menerimanya dengan senang hati dan mulai mengobrol dengan Raffi. Sedangkan Herman masih setia menunggu di depan Ervan."Ya, Pak Raffi. Ada apa?" tanya Ervan. "Ini saya Ervan.""Oh, iya. Maaf ganggu waktunya, Pak. Saya cuma mau bilang kalau Fahri mau bicara sebentar sama Bapak. Dia mau minta maaf sekalian," jawab Raffi di seberang sana.Ervan menaikkan satu alisnya. "Fahri?""Iya, Pak. Sebentar, sa
"Assalamualaikum."Ervan masuk ke rumah dan mencari keberadaan istrinya. Setelah pergi ke dapur, Ervan melihat sang istri sedang sibuk mencuci piring dan tidak mendengar salamnya. Ervan tersenyum sambil menatap punggung istrinya. Meski tengah hamil, Gea tidak pernah berdiam diri. Akan selalu ada aktivitas yang akan Gea kerjakan. Padahal Ervan tahu, Gea juga mudah lelah karena perutnya semakin membesar.Ervan meletakkan tas kantornya di atas meja, lalu berjalan pelan menuju dapur. Dipeluknya sang istri dari belakang dan sedikit merasakan pergerakan tubuh Gea yang tampaknya sedang terkejut.Gea menoleh ke samping kiri, menatap wajah suaminya yang bertengger di bahu kirinya. "Ya Allah, Mas. Aku kira siapa tadi. Bikin kaget aja loh," ujarnya."Hehehe, maaf ya." Ervan tertawa ringan sambil kedua tangannya mengusap perut sang istri. "Tadi aku ucap salam, tapi kamu nggak jawab.""Oh ya? Maaf ya, Mas. Aku beneran nggak dengar."Ervan tersenyum lantas menggeleng. "Nggak papa, Sayang. Oh iya, g
Gea duduk di tepi kasur sambil membelai rambut hitam suaminya. Ia terus menatap wajah suaminya yang tampak tenang karena tertidur. Dengkuran halus bisa Gea dengar dengan jelas. Senyum manis Gea terukir di bibirnya.Selesai mandi, berbuka dan salat maghrib berjamaah tadi, Ervan memang meminta Gea untuk menemaninya tidur di kamar. Gea menuruti keinginan suaminya. Lagipula, Gea juga sudah membereskan rumah. Jadi, Gea memiliki banyak waktu santai saat ini."Kalau lagi tidur gini, kamu makin ganteng, Mas," puji Gea dengan suara pelan. "Hidung mancung, alis tebal, bulu mata lentik, bibir tipis, dan rahang yang tegas. Semuanya kamu borong, Mas. Dulu Mama kamu ngidam apa ya? Sampai bisa ngelahirin anak seganteng ini.""Ngidam ketemu artis Korea."Gea terkejut melihat suaminya sudah membuka mata dan menjawab ucapannya tadi. Ervan tersenyum melihat ekspresi sang istri. Ia lantas duduk dan meminta istrinya untuk merebahkan diri di atas kasurnya."Sini, rebahan di samping aku."Gea hanya mengangg
Pagi ini, sekitar pukul 07.00 pagi, Ervan masih memeluk sang istri di atas kasur. Setelah selesai sahur dan salat subuh, Ervan memilih bermalas-malasan di kasur, mengajak serta istri tersayangnya. Ervan terus tidur memeluk Gea, seakan tidak ingin melepas wanita itu barang sekejap.Gea memang tidak terbiasa tidur di pagi hari jika sudah bangun. Ia memilih diam sambil memandangi wajah suaminya yang tertidur pulas saat ini. Gea kembali teringat betapa romantisnya sang suami memperlakukan dirinya semalam. Sangat lembut dan berhati-hati karena tahu kondisi Gea sedang hamil.Jari tangan Gea sedang membelai wajah tampan yang selalu menjadi pesona tersendiri bagi para wanita. Tak heran jika wanita-wanita malam itu bersedia Ervan tiduri. Selain karena uang Ervan yang banyak, wajah suaminya itu sungguh mempesona. Terutama saat Ervan tersenyum dan tertawa. Gea sangat menyukai momen itu."Mas," panggil Gea."Hhm?" Ervan hanya menggumam pelan tanpa berniat membuka mata."Bangun yuk. Mas harus kerj
Beberapa hari setelah lebaran, Ervan dikejutkan dengan kehadiran Dira ke rumahnya. Kebetulan hari ini, keluarga Ervan sedang berkumpul di rumahnya untuk melihat Gea dan saling bersilaturahmi. Ervan memang belum mendapatkan informasi apapun lagi tentang Dira. Bahkan Fahri dan Herman juga belum menemukan informasi tambahan. Jelas kehadiran Dira saat ini sangat mengusik ketenangan Ervan.Ervan tidak menyuruh Dira untuk masuk ke rumah. Ia justru membiarkan Dira berdiri di teras. Dengan tangan bersedekap, Ervan menatap Dira begitu tajam."Mau ngapain lo ke sini?" tanya Ervan."Mau ketemu elo lah.""Buat apa, hah? Gue lagi sibuk. Banyak keluarga yang datang. Mending lo cabut dari sini," usir Ervan."Dih, galak banget," cibir Dira. "Padahal dulu care banget sama aku. Kenapa sekarang berubah?"Ervan mendengus kesal. "Gue nggak kenal elo. Lo pikir, gue nggak tahu kalau lo nggak satu kampus sama gue? Lo pikir, gue bego?"Dira tertegun mendengarnya. Ekspresi yang tadinya tampak berani, kini mala
Pagi hari, Gea sudah menyiapkan sarapan untuk suaminya. Pakaian kerja suaminya juga sudah Gea siapkan. Ia hanya tinggal duduk manis di kursi meja makan sambil menunggu suaminya keluar dari kamar. Tadi, Ervan sedang mandi. Gea membiarkan suaminya bersiap di kamar sendirian, sedangkan dirinya harus menyiapkan sarapan di dapur.Tak lama setelah itu, Ervan muncul. Dasi masih belum terpakai namun sudah menggantung di lehernya. Di tangan kanan Ervan ada tas kerja sedangkan tangan kirinya memegang jas."Sayang, tolong pasangin dasi aku," ucap Ervan."Iya, Mas."Gea mendekati Ervan yang sudah menaruh barangnya di kursi. Gea pun mulai memasangkan dasi berwarna hitam tersebut dengan telaten. Sementara Ervan tampak begitu bahagia bisa melihat wajah cantik istrinya sedekat ini.Tanpa izin terlebih dulu, Ervan mencium bibir istrinya. Hanya sebentar, namun mampu membuat Gea salah tingkah sambil memukul dada suaminya."Ih, pagi-pagi udah mesum kamu, Mas," ucap Gea.Ervan tertawa ringan. "Habisnya ka