Pagi ini, sekitar pukul 07.00 pagi, Ervan masih memeluk sang istri di atas kasur. Setelah selesai sahur dan salat subuh, Ervan memilih bermalas-malasan di kasur, mengajak serta istri tersayangnya. Ervan terus tidur memeluk Gea, seakan tidak ingin melepas wanita itu barang sekejap.Gea memang tidak terbiasa tidur di pagi hari jika sudah bangun. Ia memilih diam sambil memandangi wajah suaminya yang tertidur pulas saat ini. Gea kembali teringat betapa romantisnya sang suami memperlakukan dirinya semalam. Sangat lembut dan berhati-hati karena tahu kondisi Gea sedang hamil.Jari tangan Gea sedang membelai wajah tampan yang selalu menjadi pesona tersendiri bagi para wanita. Tak heran jika wanita-wanita malam itu bersedia Ervan tiduri. Selain karena uang Ervan yang banyak, wajah suaminya itu sungguh mempesona. Terutama saat Ervan tersenyum dan tertawa. Gea sangat menyukai momen itu."Mas," panggil Gea."Hhm?" Ervan hanya menggumam pelan tanpa berniat membuka mata."Bangun yuk. Mas harus kerj
Beberapa hari setelah lebaran, Ervan dikejutkan dengan kehadiran Dira ke rumahnya. Kebetulan hari ini, keluarga Ervan sedang berkumpul di rumahnya untuk melihat Gea dan saling bersilaturahmi. Ervan memang belum mendapatkan informasi apapun lagi tentang Dira. Bahkan Fahri dan Herman juga belum menemukan informasi tambahan. Jelas kehadiran Dira saat ini sangat mengusik ketenangan Ervan.Ervan tidak menyuruh Dira untuk masuk ke rumah. Ia justru membiarkan Dira berdiri di teras. Dengan tangan bersedekap, Ervan menatap Dira begitu tajam."Mau ngapain lo ke sini?" tanya Ervan."Mau ketemu elo lah.""Buat apa, hah? Gue lagi sibuk. Banyak keluarga yang datang. Mending lo cabut dari sini," usir Ervan."Dih, galak banget," cibir Dira. "Padahal dulu care banget sama aku. Kenapa sekarang berubah?"Ervan mendengus kesal. "Gue nggak kenal elo. Lo pikir, gue nggak tahu kalau lo nggak satu kampus sama gue? Lo pikir, gue bego?"Dira tertegun mendengarnya. Ekspresi yang tadinya tampak berani, kini mala
Pagi hari, Gea sudah menyiapkan sarapan untuk suaminya. Pakaian kerja suaminya juga sudah Gea siapkan. Ia hanya tinggal duduk manis di kursi meja makan sambil menunggu suaminya keluar dari kamar. Tadi, Ervan sedang mandi. Gea membiarkan suaminya bersiap di kamar sendirian, sedangkan dirinya harus menyiapkan sarapan di dapur.Tak lama setelah itu, Ervan muncul. Dasi masih belum terpakai namun sudah menggantung di lehernya. Di tangan kanan Ervan ada tas kerja sedangkan tangan kirinya memegang jas."Sayang, tolong pasangin dasi aku," ucap Ervan."Iya, Mas."Gea mendekati Ervan yang sudah menaruh barangnya di kursi. Gea pun mulai memasangkan dasi berwarna hitam tersebut dengan telaten. Sementara Ervan tampak begitu bahagia bisa melihat wajah cantik istrinya sedekat ini.Tanpa izin terlebih dulu, Ervan mencium bibir istrinya. Hanya sebentar, namun mampu membuat Gea salah tingkah sambil memukul dada suaminya."Ih, pagi-pagi udah mesum kamu, Mas," ucap Gea.Ervan tertawa ringan. "Habisnya ka
Sesuai janji, Fahri pergi menemui Intan ditemani Herman. Sejujurnya Fahri malas bertemu dengan Intan. Dirinya sempat di penjara karena wanita itu. Fahri menaruh dendam, namun enggan membalas dan berurusan lagi dengan pihak berwajib. Fahri sudah jera.Fahri dan Herman berada di ruang tunggu sejak dua menit yang lalu. Kini, Fahri sudah melihat Intan masuk ke dalam ruang tunggu ditemani dua orang polisi. Setelah kedua polisi itu berjaga di luar, Fahri mulai berbasa-basi dengan Intan, sesuai usulan Ervan pagi tadi."Gimana kabar kamu?" tanya Fahri."Baik," jawab Intan ketus. "Ngapain kamu kesini? Gara-gara ulah kamu, aku keguguran. Semua rencanaku batal. Balikin handphone aku yang mahal itu."Fahri tersenyum getir saat Intan berkata soal keguguran. Ia mengakui kesalahan itu karena saat itu dirinya sedang panik. Bingung harus berbuat apa. "Aku minta maaf. Nanti aku ganti handphone kamu. Sekarang, aku udah kerja di kantornya Ervan.""Hah? Seriusan kamu kerja sama Ervan?" tanya Intan tak per
Fahri dan Herman tiba di kantor. Mereka berniat menemui Ervan. Namun, sesampainya di lobi, mereka terkejut melihat Ervan sedang adu mulut dengan seorang wanita yang tak lain adalah Dira. Fahri dan Herman ingin menghampiri namun dihadang oleh beberapa karyawan."Jangan kesitu, Pak. Kami aja nggak berani dekat. Pak Ervan galak banget," ujar salah satu karyawan.Herman kesal mendengar ucapan itu. "Kalian ini gimana sih? Ada keributan bukannya dilerai, malah nonton.""Tahu nih. Aneh kalian," celetuk Fahri.Tanpa menghiraukan ucapan karyawan tersebut, Fahri dan Herman segera menghampiri Ervan dan Dira yang masih berseteru.Fahri menarik Ervan untuk menjauh. Meskipun awalnya kesulitan, namun berhasil diatasi oleh Fahri. Sementara Herman menghalangi Dira untuk mendekati Ervan."Tenang dulu, Pak," ucap Fahri."Gimana bisa tenang kalau itu cewek masih ganggu saya?! Dia tahu darimana alamat kantor ini coba, hah?! Pertama, dia nemuin saya di supermarket terus ngakunya temen kampus. Kedua, dia te
Herman menghampiri Salma yang merupakan teman lamanya. Salma adalah ahli pembaca ekspresi yang memang dihubungi oleh Herman. Sudah berjam-jam lamanya Herman, Ervan dan Fahri menunggu dengan perasaan was-was. Dan setelah Salma keluar, Herman bergegas menghampiri untuk menanyakan hasilnya.Salma menjelaskan bahwa ekspresi Dira selalu berubah takut ketika dirinya menyebut nama Wahyu. Seolah ada banyak tekanan yang dialami Dira karena Wahyu. Namun, Salma tidak bisa bertanya lebih jauh mengenai hal apa saja yang Wahyu lakukan sampai membuat Dira setakut itu."Jadi maksudnya, dia memang ada hubungannya sama Wahyu?" tanya Herman."Itu menurut analisisku, Man," ujar Salma. "Kemungkinan mereka saling berhubungan, namun posisi Dira di sini sangat tertekan dengan hubungan itu. Cuma balik lagi ke masalah awal, dia masih belum mau cerita yang sebenarnya. Dia masih terus ngotot kenal sama Pak Ervan. Mungkin hal ini ada kaitannya dengan Wahyu yang memaksa Dira untuk mendekati Pak Ervan."Baik Herman
Fahri berdeham untuk mendapatkan perhatian dari Dira yang sedang melamun sambil memandangi gedung-gedung tinggi dari jendela. Usaha Fahri berhasil. Dira menoleh ke belakang lalu terkejut melihat Fahri sudah berdiri tepat di belakangnya. Dira sedikit menunduk dan mundur ke belakang.Fahri memperhatikan wajah Dira dengan seksama. Memang benar yang dikatakan Salma. Ada raut kecemasan di wajah cantik itu. Fahri bisa merasakan Dira sedang ketakutan akan sesuatu.“Bisa bicara sebentar?” Fahri mulai bersuara.Dengan takut-takut, Dira mendongak untuk menatap Fahri. Ia justru bertanya balik, “Mau bicara apalagi? Gue udah ditanya sama Bu Salma. Sekarang lo mau tekan gue lagi?”“Ehm, nggak ditekan sih. Gue cuma mau bantu lo aja,” ujar Fahri lalu duduk di kursi sambil bersandar. “Menurut pengamatan Bu Salma, lo lagi dalam tekanan seseorang. Setiap Bu Salma nyebut nama Wahyu, lo langsung nunjukkin ekspresi takut. Jadi bener dugaan gue, kan? Lo ada hubungannya sama Wahyu.”Dira kembali menunduk. Ia
Fahri duduk termenung di ruangannya sambil menatap lurus ke arah meja kerjanya. Sejak tadi, Fahri memikirkan setiap kalimat yang Dira lontarkan mengenai keluarganya. Dira mengatakan bahwa ayahnya mengalami stroke berat sampai tidak bisa berjalan dan sekarang hanya bisa terbaring lemah di rumah sakit. Wahyu memanfaatkan kelemahan Dira demi memenuhi hasrat balas dendamnya terhadap Ervan yang tak kunjung selesai.Dira juga mengatakan bahwa dua adiknya yang masih berusia remaja telah tewas dan baru dikuburkan tiga hari yang lalu. Kehidupan Dira saat ini selalu dibayangi oleh kehadiran Wahyu. Itu sebabnya Dira merasa tertekan dan hampir putus asa. Bahkan Dira sempat mengaku dirinya hampir melakukan percobaan bunuh diri, namun niat buruk itu tak terwujud karena Dira masih memikirkan ayahnya. Tak mungkin dirinya meninggalkan sang ayah sendirian di dunia ini.Fahri menghela napas panjang. Dira sudah ia antar ke rumah sakit sekitar 30 menit yang lalu dan semua perkataan wanita itu benar. Ayah
Delapan tahun kemudian....“Papa!”Iqbal berseru riang saat melihat sang ayah sudah menunggunya di parkiran mobil. Saat ini, Iqbal sudah bersekolah di Sekolah Dasar yang cukup terkenal dan bonafit di Semarang. Iqbal baru saja selesai ulangan matematika dan mendapatkan nilai terbaik. Ia tidak sabar ingin menunjukkan hasil ulangannya pada sang ayah.Iqbal berlari-lari kecil menghampiri ayahnya. Setelah hampir sampai, Iqbal tersandung batu dan hampir terjatuh. Untunglah sang ayah dengan sigap menangkap tubuhnya.“Astaga, Iqbal. Kamu tuh jangan suka lari-lari. Hampir aja jatuh kamunya. Kalau sampai ada yang luka, Papa yang dimarahi Mama,” ucap Ervan.Iqbal justru tertawa lalu meminta maaf pada Ervan. “Iya maaf ya, Pa. Soalnya aku semangat banget mau nunjukin hasil ulangan matematika aku ke Papa.”“Kamu ada ulangan matematika hari ini?” tanya Ervan.“Iya, Pa. Ini hasilnya.”Iqbal menyodorkan selembar kertas ulangan pada Ervan. Ervan pun dengan senang hati menerimanya dan memeriksa hasil ul
Dua tahun kemudian, Ervan tampak disibukkan dengan toko sembakonya yang semakin hari semakin ramai pembeli. Padahal ia sudah memiliki tiga orang pekerja, namun dirinya masih harus membantu jika sudah ramai pesanan. Belum lagi ada pesanan yang berasal dari beberapa toko kelontong yang harus diantar. Ervan benar-benar kewalahan, namun tetap bersyukur karena kios sembakonya selalu ramai pembeli.Hingga malam pun tiba, Ervan bergegas masuk ke kamar untuk tidur setelah menghitung keuntungan hari ini. Saat masuk ke kamar, ia melihat istrinya masih belum tidur. Sedangkan Iqbal sudah tidur di kamar satunya.“Sayang, kok belum tidur?” tanya Ervan sambil memeluk istrinya yang berdiri memandangi langit malam dari jendela kamar.“Aku belum bisa tidur, Mas. Tadi udah minum susu hangat, tapi belum ngantuk juga,” jawab Gea. “Oh iya, gimana keuntungan hari ini, Mas?”“Alhamdulillah makin meningkat, Sayang. Aku kayaknya butuh dua karyawan lagi deh, Yang. Soalnya setiap hari pembeli makin ramai. Kadang
Seminggu setelah kepergian Intan, Ervan dan Gea memutuskan untuk mengikhlaskan semuanya. Mulai dari permasalahan awal dengan Intan dan Irma, sampai merembet ke masalah Wahyu yang dendam karena kematian Jelita. Bahkan sampai menyeret beberapa orang, termasuk Restu. Mereka sudah mulai berdamai dengan masa lalu dan akan memulai kehidupan baru bersama-sama.Dan pagi ini, mereka berniat melihat kondisi terkini Irma dan juga Dira. Mereka berada di RSJ yang sama. Namun, mereka hanya bisa melihat dari kejauhan saja. Kondisi Irma dan Dira sangat buruk dan sulit untuk dikendalikan, terutama Irma yang terkadang berteriak bahwa dirinya adalah orang paling kaya di muka Bumi ini. Obsesinya menjadi orang kaya memang masih sangat melekat di pikirannya, sehingga membuatnya depresi ketika keinginan itu tak tercapai.Setelah selesai melihat kondisi Irma dan Dira, mereka memutuskan untuk berkunjung ke makam Wahyu dan Intan. Hanya sebentar karena mereka sekeluarga berencana untuk liburan ke tempat rekreas
Fahri berjalan memasuki kafe yang menjadi tempat pertemuannya dengan Ervan malam ini. Pagi tadi, ia ditugaskan Ervan untuk mengunjungi para pelaku yang sudah mengganggu kehidupan Ervan. Hanya sekadar mengetahui keadaan mereka masing-masing. Kalau Restu, Ervan sendiri sudah mempekerjakannya lagi mulai besok, dan itu atas permintaan Gea. Ervan juga sudah bisa memaafkan kesalahan Restu, mengingat kondisi Restu saat itu sedang terdesak.Ervan yang melihat keberadaan Fahri langsung melambaikan tangan. Posisi duduknya memang sedikit ke belakang area kafe karena lebih sepi dari bagian depan. Untung saja Fahri bisa menyadari lambaian tangannya dan bergegas menghampirinya.Fahri duduk di hadapan Ervan. Wajahnya tampak murung setelah mengunjungi Intan, Irma dan Dira. Ervan bisa merasakan aura tidak enak dari tatapan mata Fahri.“Ada apa, Ri?” tanya Ervan.Sebelum berbicara, Fahri menghela napas terlebih dulu. Helaan napasnya terdengar sangat berat sekali. Kemudian, Fahri berkata, “Van, gue puny
Gea melambaikan tangan ketika mobil Bagus sudah melaju meninggalkan rumahnya. Senyum bahagia Gea tak luntur sedetikpun. Hatinya sangat-sangat lega sekarang. Bagus kembali bersikap seperti biasanya dan justru menerima putranya sebagai cucu.Hingga tak lama kemudian, suara Ervan terdengar jelas di telinganya. Gea menoleh dan ternyata Ervan sudah berdiri di sampingnya.“Loh, ini kado dari siapa, Yang?” tanya Ervan sambil mengernyit heran.“Dari Papa, Mas.”Ervan melongo mendengar jawaban Gea. “Hah? Papa?”“Iya, Mas.”“Papa kesini?” tanya Ervan lagi.Gea mendengus dan hanya mengangguk. Sementara Ervan mencoba menepuk pipinya. Ia merasa sedang bermimpi. Namun hal itu justru membuatnya terlihat lucu di mata sang istri, sampai membuat istrinya tertawa.Ervan lantas menatap istrinya dengan alis yang tertaut samar. “Kok kamu ketawa, Yang?”“Ya soalnya kamu lucu,” jawab Gea apa adanya.“Lucu kenapa?”“Itu tadi, tepuk-tepuk pipi.” Gea menekan pipi Ervan yang tampak sedikit berisi. “Kamu itu lagi
“Ma, makasih banyak udah kasih pencerahan Gea. Berkat Mama, dia sekarang jauh lebih tenang dan nggak jadi pergi,” ucap Ervan lega.“Iya, Van. Mama ngelakuin ini demi kebahagiaan kalian. Jangan sampai kalian berpisah hanya karena ocehan dari tetangga. Memang pernikahan kalian terjadi atas dasar kesalahan. Tapi, bukan berarti mereka berhak menilai kalian seenaknya.”Saat ini, Ervan dan Lastri sedang duduk di ruang tamu. Sedangkan Gea dan Iqbal sudah tidur di kamar. Mereka masih mengobrol sambil menikmati segelas teh yang dibuat oleh Lastri.Ervan benar-benar lega sekali ketika hati Gea luluh oleh nasehat Lastri. Ia tidak menyangka, ucapan Lastri sangat berpengaruh pada keputusan Gea. Hingga akhirnya, Gea membatalkan keputusannya untuk pergi meninggalkan Ervan.“Ehm, atau kami pindah aja ya, Ma. Ke Semarang lagi. Soalnya tetangga di lingkungan sana baik-baik banget, terutama sama Gea. Beda sama tetangga di sini,” ujar Ervan.Lastri tersenyum dan berkata, “Van, mau kalian keliling dunia p
Semenjak Gea berkata seperti itu kemarin, Ervan terus memikirkan hal tersebut sepanjang hari. Bahkan ia tak fokus lagi membantu Nurma untuk menyiapkan acara syukuran. Fokusnya hanya tertuju pada Gea dan juga anaknya, Iqbal Zubayr Pratama. Bahkan Ervan sampai menghampiri para tetangga yang kemarin sudah menghujat istri dan anaknya. Abdi yang memberitahukan siapa saja tetangga itu.Ervan tidak segan membentak para tetangganya karena sudah berani mengusik ketenangan keluarganya. Karena ucapan mereka, Gea yang masih sangat sensitif pasca melahirkan pun memutuskan hal yang menyakitkan bagi Ervan.“Jadi orang itu jangan suka usik urusan orang lain! Kalian itu nggak tahu apa-apa tentang keluarga kami! Saya udah pernah kasih peringatan sama kalian. Siapapun yang menghina istri saya, kalian akan berurusan sama polisi! Tapi kalian nggak ada kapoknya! Gara-gara kalian, istri saya jadi stres!”Dan karena dilabrak langsung oleh Ervan, para ibu-ibu itu pun tampak ketakutan. Ditambah lagi suami-suam
Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Gea diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Rencananya, besok Ervan dan Gea akan mengadakan syukuran kecil-kecilan untuk menyambut kehadiran buah hati mereka.Ervan sendiri tampak semangat sekali mempersiapkan segala sesuatunya, dibantu oleh Fahri, Herman, Nurma dan Lastri. Sementara Gea hanya duduk di ayunan taman sambil menggendong bayinya yang sedang terlelap. Dipandanginya wajah sang anak yang telah ia kandung selama 9 bulan itu.Gea tersenyum bahagia. Bayi yang tadinya tak ia harapkan ternyata berhasil ia pertahankan sampai lahir ke dunia. “Wajah kamu mirip banget sama Papa, Nak,” ucapnya pelan.Saat sedang sibuk mengamati wajah anaknya, tiba-tiba dari arah gerbang rumah, para tetangga julid itu muncul lagi. Mereka melontarkan kalimat-kalimat menyakitkan yang ditujukan pada Gea.“Tuhkan ibu-ibu, bener dugaan kita. Pasti itu anak di luar nikah.”“Iya, Bu. Ya ampun, nggak nyangka ya. Mukanya polos, tapi kelakuannya memalukan.”“Percum
Menjelang kelahiran, Gea tiba-tiba mengalami serangan panik. Ia khawatir jika dirinya akan meninggal dunia setelah melahirkan. Itu semua karena Gea baru saja menonton sebuah video tentang seorang wanita yang meninggal dunia setelah melahirkan, di salah satu media sosialnya. Gea mulai memikirkan hal-hal buruk itu, sehingga membuatnya tidak nafsu makan.Ervan yang melihat perubahan sikap istrinya seketika bertanya, “Sayang, kamu kenapa?”“Nggak papa, Mas.”“Kalau nggak papa, kenapa nggak mau makan? Mukanya juga murung terus. Ada apa? Nggak mau cerita sama suami sendiri?” tanya Ervan dengan suara lembut.Gea menghela napas berat, dan menatap Ervan. Ia pun berkata, “Mas, aku takut.”Mendengar pernyataan Gea, dahi Ervan mengernyit heran. “Takut? Takut kenapa, Sayang? Masih takut soal Papa? Kan belakangan ini Papa udah nggak ganggu kita.”Memang benar yang dikatakan Ervan. Semenjak peristiwa pertengkaran dengan Lastri, Bagus sudah tidak pernah lagi mengganggu kehidupan Ervan dan Gea. Bahkan