"Kamu... cantik!" ulang Sean, suaranya sedikit bergetar, seolah mencoba menenangkan diri dari kegugupannya.Tatapan matanya tak lepas dari wajah Valerie, seolah-olah dia masih mencoba menyerap setiap detail kecantikan yang ada di depannya. Tangan Sean perlahan terulur, menawarkan setangkai mawar merah yang ia bawa sejak tadi. Gerakannya kaku, namun ada ketulusan yang terpancar dari caranya menyerahkan bunga itu.Valerie menerima bunga itu dengan senyum cerah di wajahnya, sejenak memperhatikan bunga tersebut sebelum mengangkat pandangannya kembali pada Sean. Ada sesuatu yang berubah dalam tatapan matanya, rasa ingin tahu yang mulai tumbuh.“Wah, terima kasih! Bunga ini indah sekali,” ucap Valerie dengan lembut, suaranya penuh kehangatan, tapi di balik senyum itu ada sedikit kerutan di keningnya. "Apa ada sesuatu hari ini?" tanyanya dengan nada santai, meskipun sebenarnya hatinya mulai diliputi rasa penasaran. Dia merasa aneh, karena tidak mengingat ada agenda khusus malam ini. Bahkan
Valerie menatap ke arah bangku yang terdapat sebuket bunga mawar berukuran sangat besar di sana.“Apa itu teman-temannya?” tanya Valerie sembari mencocokan setangkai bunga ditangannya dengan buket bunga raksasa tersebut.Sean tersenyum dan mengangguk mengiyakan, “Apa kurang besar?” tanya Sean.Entah Sean tidak bisa membaca ekspresi bahagia di wajah Valerie, atau dia hanya merasa tidak puas dengan pilihannya. Padahal Valerie tidak mengatakan bahwa semua itu kurang dia suka.“Tidak juga. Bahkan satu tangkai saja sudah cukup,” balas Valerie.Malam itu, Valerie duduk berhadapan dengan Sean di meja makan yang diterangi cahaya lilin di taman belakang. Cahaya remang-remang dari lilin menyorot wajah mereka berdua dengan lembut, menciptakan suasana hangat dan romantis. Sean tampak gelisah, meskipun ia berusaha menyembunyikannya. Sementara Valerie masih memikirkan kejutan yang telah Sean siapkan, hatinya berdebar menanti a
Sean berdiri di samping Valerie saat mereka berjalan bersama menaiki tangga menuju kamar masing-masing. Suasana terasa begitu sunyi dan intim, hanya ditemani oleh suara langkah kaki mereka. Ketika mereka mencapai anak tangga paling atas, Valerie berniat berpisah menuju kamarnya. Namun, tepat sebelum dia melangkah lebih jauh, Sean dengan lembut meraih pergelangan tangan Valerie, menghentikannya sejenak.“Ada apa?” tanya Valerie.Dia bahkan ikut berhenti karena ditahan oleh Sean. Padahal pria itu sudah setuju untuk pergi ke kamar tadi.Sean berdehem sejenak dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping milik Valerie. “Hmm?” gumam Valerie seraya menatap Sean.“Apa kamu bisa mengantarku ke kamar, babe?” tanya Sean dengan nada lembut, tatapan matanya yang serius menatap Valerie dalam-dalam.Valerie terkejut sejenak, tidak menyangka permintaan itu.
Sepertinya belum cukup lima menit Valerie berganti pakaian, suara Sean sudah terdengar memanggil dirinya.“Apa kamu belum selesai, babe?” tanya Sean dari balik pintu kamar mandi.Mendengar itu, Valerie lantas menghentikan kegiatannya. “Sebentar lagi!” balasnya.Entah mengapa Sean kembali bertanya seperti itu. Mungkin saja dia juga ingin pergi ke kamar mandi, sehingga bertanya apakah Valerie sudah selesai dengan kegiatan mengganti bajunya.Beberapa saat setelahnya, Valerie sudah selesai dengan semua ritualnya di kamar mandi. Ketika dia keluar, Sean sudah duduk di tepi tempat tidur, menatapnya dengan tatapan yang penuh perhatian. Tatapan itu seakan berbicara lebih dari yang bisa diungkapkan dengan kata-kata. Valerie merasa sedikit canggung di bawah tatapan tersebut, meskipun dia tahu Sean hanya mengekspresikan rasa kagumnya.Valerie berjalan menuju tempat ti
Sean membuka matanya perlahan, menikmati suasana tenang pagi hari. Udara dingin menyelimuti kamar, tetapi di sampingnya, kehangatan tubuh Valerie membuat semuanya terasa lebih nyaman. Ia menatap wajah Valerie yang masih terlela. Bibirnya yang tampak cantik dan menggoda itu terus saja menarik perhatian Sean. Rambut panjangnya juga terurai di atas bantal, menambah kesan alami yang membuat Sean tak bisa berhenti menatapnya.“Cantik sekali istriku,” ucap Sean pelan, mencoba agar tidak membangunkan Valerie.Entah apa dia kemarin, sehingga pagi ini Sean disambut oleh wajah cantik istrinya. Sean tersenyum kecil, merasa beruntung bisa menghabiskan pagi dengan indah seperti ini. Perlahan, ia menyentuh wajah Valerie dengan lembut. Sejak semalam, dia memang meletakkan tangannya di kepala Valerie, dan sebelahnya lagi memeluk pinggang istrinya itu.Bahkan ketika mereka tidak berhasil melakukan hubungan suami istri semalam, Sean masih bisa bangun d
Kini Sean dan Valerie sedang menikmati sarapan pagi mereka di meja makan. Pancake lembut dengan sirup maple dan secangkir kopi hangat menjadi pelengkap suasana yang terasa damai di pagi hari. Valerie menyapu rambutnya ke belakang sambil tersenyum, menatap Sean yang tengah sibuk menyuapkan potongan pancake ke mulutnya.Kini mereka tidak lagi duduk berjauhan. Mereka kembali duduk berdampingan, sehingga Sean bisa terus menyentuh istrinya.“Kamu mau lagi, babe?” tanya Sean sembari menatap piring Valerie yang sudah kosong.Valerie menggeleng sambil tersenyum, “Tidak, terima kasih, ini cukup,” balas Valerie.“Sungguh?” tanya Sean lagi seolah hendak memastikan.Valerie menggangguk sebagai jawaban. Dia “Kalau makan terlalu banyak, aku akan mengantuk di kantor,” kata Valerie.Dia memang suka sekali makan, tetapi makan te
Valerie sibuk dengan pekerjaannya di pagi hari. Meski tidak banyak pekerjaan yang menumpuk di mejanya, tetap saja dia harus mencurahkan semua fokusnya pada pekerjaannya itu.Valerie mengetik dengan cepat di komputernya, mencoba fokus pada setiap detil. Karena terlalu fokus, membuat waktu berjalan cepat. Tanpa terasa, jam sudah menunjukkan pukul 11.30, mendekati waktu makan siang.Ketika Valerie sedang fokus mengerjakan laporan terakhir sebelum istirahat, tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Sean muncul di layar, membuat senyum kecil muncul di wajahnya. Valerie mengangkat telepon tersebut sambil menatap layar komputer.“Hey, babe,” ucap Valerie dengan nada ceria.“Babe..” balas Sean.Tetapi baru sepatah kata, Sean sudah merubah panggilan telepon mereka menjadi panggilan video. “Babe..” panggil Sean lagi.Kini Valerie bi
Valerie dan Sean menyelesaikan makan siang mereka dengan cepat. Percakapan ringan mereka di restoran terasa begitu nyaman, dan tawa Valerie terus terdengar sepanjang waktu. Sean menatap Valerie dengan penuh kasih, mengagumi setiap gerakan dan ekspresi yang dia tunjukkan. Saat mereka keluar dari restoran, Sean menggenggam tangan Valerie erat, seolah tidak ingin melepaskannya.Setibanya di depan kantor, Valerie menoleh ke arah Sean dan tersenyum. "Terima kasih untuk makan siangnya, babe. Aku harus kembali ke kantor sekarang," ucap Valerie lembut.Sean mengangguk sambil mengecup keningnya. "Kamu benar-benar membuat hariku lebih baik, Babe. Rasanya aku ingin membawamu pulang sekarang juga,” kata Sean.Tetapi tentu saja dia tahu bahwa Valerie akan menolak. “Sampai jumpa nanti sore, babe." ucap Valerie.“Baiklah. Sampai jumpa babe,” balas Valerie.Valerie tersenyum dan hendak turun
Sean perlahan menindih Valerie, tubuh mereka berdekatan begitu erat, hingga mereka bisa merasakan setiap detak jantung yang saling berirama. Tatapan Sean seolah mengatakan sesuatu yang mendalam, seolah-olah dia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.“Tunggu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie meski dia sudah tahu maksud keinginan Sean.“Aku akan melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sejak lama,” balas Sean.Sean menatap Valerie dengan lekat. Dia semakin mendekatkan wajahnya, dan kedua tangannya bahkan menahan lengan Valerie di samping kepalanya."Babe... aku tidak bisa menahan diri lagi," ucap Sean dengan suara yang berat, penuh dengan keinginan yang selama ini ia pendam. "Tolong, jangan hentikan aku kali ini."Valerie tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum lembut dan membelai wajah Sean dengan jemarinya. Sentuhan itu membuat Sean semakin tergoda. Dia mendekatkan wajahnya ke Valerie, dan dalam sekejap, bibir merek
Setelah pulang kerja, Valerie segera menelpon Sean untuk berbicara tentang rencana kepergiannya besok. Suara Sean terdengar berat di ujung telepon, dan Valerie merasakan kerinduan pria itu yang semakin mendalam."Hey, babe. Kamu masih di London?" tanya Valerie sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja."Iya, babe. Masih ada beberapa urusan di sini," balas Sean dengan nada yang terdengar lelah namun hangat. "Ada apa? Kamu sudah merindukanku?" lanjutnya dengan nada menggoda.Valerie tersipu, merasa pipinya sedikit memerah mendengar kata-kata Sean yang selalu berhasil membuatnya tersipu. "Iya, aku merindukanmu,” jawab Valerie yang selalu bisa membuat jantung Sean berdetak lebih cepat. “Tapi aku punya undangan pernikahan besok," kata Valerie lagi, mencoba terdengar lebih tenang.Sean tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Terdengar juga perubahan dalam nada suaranya. "Pernikahan? Kalau begitu, aku akan pulang sekarang juga," ucap Sean dengan tegas, tan
Ketika Valerie berada di kantor menjelang makan siang, dia mendapat panggilan dari Sean. Ponselnya bergetar di atas meja, dan seketika nama suaminya muncul di layar. Valerie mengangkat panggilan itu dengan senyuman kecil di wajahnya."Hey, babe," sapanya.Di seberang sana, Sean terdengar sedikit lesu. “Babe, aku kangen,” ucap Sean.Wajah Sean yang muncul di layar itu memang terlihat lesu. Dia menyugar rambutnya sembari mengerucutkan bibir.Valerie tertawa melihat itu. Dia menjepit rambutnya yang sejak tadi tergerai. Dia bahkan membuka kancing kemejanya hingga dua kancing, dan itu membuat Sean semakin panas sendiri.“Babe..” panggil Sean. “Aku tahu kamu sengaja memancingku,” lanjut Sean.Sean menatap dengan serius, dan berbicara lagi, “Aku akan kembali besok,” kata Sean.“Baiklah, babe,” balas Valerie.Sebenarnya ketika menelpon Valerie, dia memiliki ide lain. Jadilah dia kembali melan
Keesokan paginya, Sean bangun lebih awal dari biasanya, siap berangkat ke London seperti yang ia katakan semalam. Suasana pagi itu terasa hangat, meski keduanya tahu bahwa Sean akan pergi untuk beberapa hari. Valerie, seperti biasa, sudah bangun dan sibuk mempersiapkan keperluan Sean. Ia memilihkan pakaian, menata dasi, dan memastikan segala kebutuhan suaminya terpenuhi.Sean memandangi Valerie dari belakang. Ada perasaan hangat di dalam hatinya, meski ada sedikit kecemasan juga. Tanpa berpikir panjang, Sean mendekati Valerie yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya. Sean langsung memeluk pinggang Valerie dari belakang, menariknya ke dalam pelukannya dengan erat.Valerie yang sedikit terkejut, berhenti sejenak dan menatap Sean lewat pantulan di cermin. "Ada apa?" tanyanya, suaranya lembut tapi terdengar sedikit penasaran.“Sepertinya kamu masih marah kepadaku, babe,” ucap Sean dengan nada manja, sementara ia mengeratkan pelukannya. Valerie
Malam itu, Putra dan Clara akhirnya bertemu di taman yang sama, meski awalnya Clara hendak mencari Valerie. Ketika Clara tengah berjalan, Putra tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan sebuah sapaan. “Hai!” sapa Putra dengan senyum di wajahnya.Clara yang mendengar sapaan itu terkejut. Dia langsung berusaha berbalik, namun Putra cepat menghentikannya. “Cla,” panggil Putra lagi dengan suara yang lebih lembut.Clara memutar tubuhnya kembali, terpaksa harus menatap Putra, lelaki yang sudah lama tidak dia temui. Putra tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Putra dengan nada yang terdengar lebih akrab dari sebelumnya.Clara berusaha untuk tetap tenang, meski dalam hatinya jantungnya berdetak sangat cepat. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Yah, aku baik," jawab Clara dengan singkat.Putra menatap Clara
Sean mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Valerie, "Aku akan menjemputmu sore ini, babe."Di sisi lain Valerie yang saat itu sedang memeriksa laporan di komputernya, lantas menatap layar ponselnya yang menampilan pesan dari Sean. Begitu membacanya, Valerie hanya diam saja. Dia juga tidak langsung membalas. Sean menggenggam ponselnya dengan erat, menunggu jawaban istrinya. Tetapi hingga beberapa menit kemudian, masih tidak ada balasan dari Valerie. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Sean lantas menelponnya. Panggilan itu berdering hingga beberapa detik. Pada panggilan pertama itu, Valerie memilih mengabaikannya. Hingga panggilan yang kedua, Valerie masih diam saja. “Entah apa yang dia rencanakan sekarang,” ujar Valerie.Ketika ponselnya kembali berdering pada panggilan yang ketiga, Valerie langsung menjawabnya.Menyadari bahwa pesannya sudah dijawab, Sean lantas berbicara dengan terburu-buru. “Babe.. Apa kamu sedang d
Ketika hari menjelang subuh, Sean terjaga dengan pikiran yang masih mengganjal tentang Valerie dan Clara. Dia menatap layar ponselnya, kemudian mengetik pesan yang ditujukkan kepada Putra.“Carikan informasi teman istriku bernama Clara. Sedetail mungkin,” tulisnya, lalu mengirim pesan itu tanpa ragu.Sean kembali berbaring di samping Valerie, meskipun masih tidak bisa menutup matanya setelah berjam-jam.Ketika matahari mulai terbit, Valerie menggeliat pelan dan merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Sean yang sedang menutup matanya.Valerie berbalik untuk menatap pria itu sejenak, lantas menghembuskan napas pelan. Dia menyingkirkan lengan Sean, dan hendak beranjak.Hanya saja saat itu, Sean ternyata tidak benar-benar terlelap. Dia menarik Valerie lebih dekat dalam pelukannya, dan meletakkan dagunya di bahu Valerie.“Selamat pagi, babe,” ucap Sean.Valerie mengusap rambut Sean
Setelah membayar belanjaan, Valerie dan Clara mengantri untuk membayar di kasir. Antrian cukup panjang sore itu, membuat keduanya harus berdiri lebih lama dari yang diharapkan. Clara mencoba mengalihkan perhatian dengan membicarakan hal-hal ringan. "Val, kamu yakin Putra tidak akan muncul tiba-tiba lagi?" tanya Clara dengan sedikit khawatir, mengingat pertemuan singkat mereka sebelumnya yang sudah cukup membuatnya gugup.Valerie tersenyum menenangkan, menepuk punggung Clara dengan lembut. "Jika dia datang, bukankah itu lebih baik?” ucap Valerie.Dia sengaja tidak mengatakan bahwa dia sudah meminta Sean untuk datang bersama dengan Putra tadi. Semoga saja Sean benar mendengarkan permintaannya.Clara terdiam sejenak, dan tentu saja hatinya masih berdebar kencang. Sesaat setelah selesai membayar belanjaan, Valerie melihat Sean mendekat ke arah mereka, namun kali ini dia sendirian.“Babe..” panggil Sean sembari tersenyum dengan begitu tampan.Ha
Sore itu, jam menunjukkan hampir pukul empat, dan Valerie serta Clara memutuskan untuk pergi lebih awal dari kantor. Mereka berencana memeriksa penjualan produk mereka di sebuah supermarket, seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Valerie membereskan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Sesekali dia melirik ke arah Clara yang tampak terburu-buru, seolah ingin cepat keluar dari ruangannya."Kenapa tergesa-gesa? Tenang saja, supermarketnya tidak akan ke mana-mana," canda Valerie, menatap sahabatnya dengan senyum simpul.Clara tertawa kecil. "Aku cuma ingin cepat menyelesaikan ini dan pulang. Rasanya aku butuh istirahat." balas Clara.Karena sebelumnya Valerie sudah membawa tas dan barang-barangnya ke ruangan Clara, jadilah dia tidak perlu lagi kembali ke ruangannya. Mereka berdua lantas keluar dari kantor, dan melangkah menuju mobil Valerie. Hanya saja di sela perjalanan mereka, Valerie baru teringat akan sesuatu. Dia