Keesokan harinya, Sean kembali menunggu Valerie di tangga. Meskipun mereka berdua sudah menikah dan tinggal dalam satu rumah yang sama, mereka tetap saja harus mencari satu sama lain agar dapat berbicara.
Jika Sean yang ingin lebih dulu memulai percakapan, maka dia harus menunggu di tempat yang akan Valerie lewati nantinya. Sungguh aneh, tetapi itulah kenyataannya. Anggap saja mereka berdua seperti sepasang anak muda yang sedang jatuh cinta, namun tidak berani untuk mengungkapkan.Begitu Sean mendengar suara langkah kaki yang mendekat, dia lantas berusaha menegakkan tubuhnya. Dia juga tidak lupa merapikan penampilannya.Melihat keberadaan Sean yang seolah menunggu dirinya untuk berbicara di tangga, Valerie lantas tersenyum simpul. Mendapati bahwa pria itu ingin berbicara dengannya saja sudah membuatnya merasa senang.“Apa kamu menunggu seseorang?” tanya Valerie begitu dia dan Sean hanya berjarak tiga anak tangga.JikMalam harinya begitu Valerie sampai di rumah, dia lantas memarkirkan mobilnya. Tetapi belum sempat dia turun dari mobil, seseorang sudah lebih dulu mengetuk kaca mobil miliknya.“Aishh, apa sebenarnya masalah pria ini?” ujar Valerie ketika dia mendapati Sean sedang mengetuk kaca mobilnya.Meski merasa kesal, Valerie tetap saja turun meskipun dia harus menghadapi pria itu lebih dulu. “Kamu baru kembali?” tanya Valerie.“Seharusnya saya yang bertanya seperti itu. Kelihatannya saya sampai dua menit lebih cepat,” balas Sean yang terdengar memberikan penjelasan sekaligus perbandingan kali ini.Melihat mobil Sean yang terparkir tadi, Valerie mengira bahwa pria itu sudah kembali lebih awal. Tetapi ternyata dia salah, karena pria itu juga baru saja kembali.“Itu seperti tidak ada bedanya,” ucap Valerie.Valerie mengeratkan pegangan di tas tangannya dan berjalan dengan tergesa. &
Seperti kata Sean semalam, hari ini pria itu akan mengantar Valerie ke kantor. Entah apa yang membuatnya berubah pikiran sehingga dia menawarkan hal itu semalam. Valerie memeriksa penampilannya dan tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin. Ternyata penampilannya cukup menarik hari ini. Tidak ada salahnya memuji penampilan sendiri bukan? Setelah selesai, Valerie lantas bergegas untuk turun. Mungkin saja Sean juga sudah siap dan akan segera berangkat. Jadi Valerie tidak ingin membuat pria itu menunggunya. Tetapi begitu dia tiba di lantas dasar, bukan Sean yang pertama kali dia temui. Pagi itu, dia malah mendapati Putra yang sudah siap dengan pakaian kantornya. “Selamat pagi, nyonya,” sapa Putra dengan ramah layaknya pelayan yang lain di rumah itu. Tetapi bukannya senang, Valerie malah menjadi risih dengan sikap tersebut. “Kenapa kamu selalu formal sekali?” ujar Valerie. Valerie berjalan mendekat tetapi dia tidak menemukan keberadaan Sean di sana. “Apa kamu menunggu Sean?” tany
“Seharusnya kamu mengingatkan tentang meeting itu semalam,” ucap Sean. Saat ini, Sean dan Putra masih berkendara menuju tempat klien mereka. Sepanjang perjalanan itu, mereka masih juga beradu argumen satu sama lain. “Bukankah aku sudah mengingatkan itu kemarin?” balas Putra yang kini mulai berbicara dengan tidak begitu formal. Tampaknya Sean masih tidak menerima bahwa dia harus membatalkan janjinya dengan Valerie semalam. Padahal Sean sudah mengatakan hal itu dengan sangat percaya diri. “Lagipula, sejak kapan kamu melupakan janji? Biasanya tidak pernah seperti ini,” kata Putra lagi. Kali ini Putra mencoba untuk menggali informasi. Dia harus mengetahui alasan mengapa Sean tidak suka saat dijemput olehnya pagi ini. “Apa kamu membuat masalah dengan Valerie?” tanya Putra lagi. “Tentu saja tidak,” balas Sean cepat. Mereka berdua sama-sama terdiam karena jawaban Sean yang terlewat cepat ini. Dia seperti tidak ingin membuat kesalahan apapun karena lama memberikan jawaban. “Jadi apa
Malam itu, Valerie tampaknya tiba di rumah lebih dulu dibanding Sean. Ketika dia memarkirkan mobilnya tadi, dia memang tidak menemukan mobil yang Sean kendarai tadi, mengingat bahwa dia pergi bersama dengan Putra pagi tadi. Karena itulah Valerie langsung berjalan masuk tanpa perlu menunggu lagi. Mungkin saja Sean masih sibuk dengan semua pekerjaannya yang menumpuk hari ini. Begitu Valerie masuk, para pelayan kembali menyapa dirinya. Mereka juga sudah menyiapkan hidangan makan malam. Melihat hal itu, Valerie menjadi tidak enak sendiri, karena dirinya juga sudah makan malam lebih dulu. “Apa nyonya akan makan malam sekarang?” tanya Bi Tina. Valerie tersenyum perlahan meski merasa tidak nyaman karena akan menolak. “Saya sudah makan malam tadi sebelum pulang,” kata Valerie. “Kalau Sean, belum pulang yah Bi?” tanya Valerie yang menyoba untuk mencairkan suasana. Sebenarnya Bi Tina juga tidak merasa keberatan jika tuan rumahnya tidak ingin menyantap makan malam yang telah disiapkan. Dia
Siang harinya ketika Valerie sedang berada di kantor, dia mendapatkan sebuah panggilan telepon dari nomor yang tidak dia kenal.“Nomor siapa ini?” ujar Valerie.Tetapi belum sempat dia menjawabnya, panggilan itu sudah lebih dulu berakhir. Valerie mulai berpikir bahwa itu hanya salah sambung.Setelah itu, Valerie tidak lagi memikirkannya. Bertepatan dengan itu, asistennya masuk dan mengingatkan bahwa mereka akan melakukan rapat sebentar lagi.“Apa semuanya sudah siap?” tanya Valerie memastikan.“Sudah, bu,” jawab asistennya.Tanpa menunggu lebih lama lagi, Valerie langsung beranjak dan berjalan bersama dengan Nana ke arah ruang meeting. Saat itu, dia juga meninggalkan ponselnya di sana.Ketika jam menunjukkan pukul tiga sore, saat itu Valerie baru kembali ke ruangannya. Setelah melakukan meeting tadi, dia juga harus pergi untuk melakukan tugas yang lain. Bahkan sebelum kem
Malam harinya, Valerie dan Clara berjalan bersama setelah pulang dari kantor. Mereka sudah berencana untuk makan di luar malam ini.“Makan di mana yah yang enak?” tanya Clara.Valerie yang sedang mengeluarkan mobilnya dari tempat parkir itu lantas menatap Clara seraya tertawa pelan.“Ini tempatnya memang belum ada?” tanya Valerie.“Belum,” balas Clara sembari menunjukkan deretan gigi rapihnya.Dia memang mengajak untuk berbincang tanpa menentukan tempatnya lebih dulu. Itu karena hal yang akan dia ceritakan jauh lebih penting sehingga membuatnya melupakan tempat mereka berbincang nanti.“Yaudah, pilih-pilih dulu,” kata Valerie.Mereka berdua berkendara dan membahas tempat yang akan mereka datangi untuk makan malam. Clara bahkan belum ingin membicarakan hal yang dia sebut penting itu sejak tadi.Setelah mereka berkendara setelah beberapa saat, akhirny
Setelah kejadian siang itu ketika Valerie dan Sean bertengkar di telepon, sejak itupula Valerie seperti menjaga jarak dari Sean. Dia tidak lagi berhenti ketika mendapati pria itu di tangga, tidak lagi menanyakan apakah pria itu sudah tiba di rumah, dan tidak lagi meminta bibi menyiapkan makan malam untuknya.Selama itu pula, tidak ada yang saling berbicara satu sama lain. Kini, rumah itu seperti kembali pada keadaan semula, ketika Valerie belum datang ke sana.Sebenarnya semua itu terjadi bukan karena Sean yang tidak ingin menyapa lebih dulu. Dia selalu mencoba untuk bertemu dengan Valerie, tetapi Istrinya itu selalu saja menghindar.Seperti pagi ini, Sean kembali menunggu Valerie di tangga. Dia berniat menahan wanita itu agar mereka bisa berbicara. Jujur saja, Sean tidak tahan dengan semua keadaan ini, terutama saat dia tidak lagi mendengar suara Valerie.Sean menunggu sejenak, hingga beberapa saat kemudian terdengar bunyi hills yang bera
Putra yang sedang duduk di kursi kerjanya saat itu, hanya bisa menatap semua jadwal yang Sean miliki tetapi tidak melakukan apapun terhadap semua itu. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang salah di sana.“Tapi apa yang salah?” ucap Putra.Putra sudah memeriksa semua jadwal itu sejak tadi, tetapi tidak menemukan kesalahan apapun seperti yang dia pikirkan. Semua jadwal Sean sudah dia atur dengan baik, dan sejauh ini tidak ada masalah sama sekali.Jika bukan jadwal Sean yang bermasalah, apakah itu berarti dirinya sendiri yang bermasalah? “Ah tentu saja tidak. Tidak ada yang salah denganku,” ucap Putra lagi.Putra bahkan tidak henti-hentinya memikirkan semua itu sejak tadi. “Itu berarti, memang dia yang bermasalah,” kata Putra setelah menyadari semuanya.Itu benar. Semua hal sudah diatur dengan baik dan rapi, tetapi Sean selalu saja bersikap seolah mereka melakukan banyak kesalahan. Dia juga tidak per
Sean perlahan menindih Valerie, tubuh mereka berdekatan begitu erat, hingga mereka bisa merasakan setiap detak jantung yang saling berirama. Tatapan Sean seolah mengatakan sesuatu yang mendalam, seolah-olah dia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.“Tunggu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie meski dia sudah tahu maksud keinginan Sean.“Aku akan melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sejak lama,” balas Sean.Sean menatap Valerie dengan lekat. Dia semakin mendekatkan wajahnya, dan kedua tangannya bahkan menahan lengan Valerie di samping kepalanya."Babe... aku tidak bisa menahan diri lagi," ucap Sean dengan suara yang berat, penuh dengan keinginan yang selama ini ia pendam. "Tolong, jangan hentikan aku kali ini."Valerie tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum lembut dan membelai wajah Sean dengan jemarinya. Sentuhan itu membuat Sean semakin tergoda. Dia mendekatkan wajahnya ke Valerie, dan dalam sekejap, bibir merek
Setelah pulang kerja, Valerie segera menelpon Sean untuk berbicara tentang rencana kepergiannya besok. Suara Sean terdengar berat di ujung telepon, dan Valerie merasakan kerinduan pria itu yang semakin mendalam."Hey, babe. Kamu masih di London?" tanya Valerie sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja."Iya, babe. Masih ada beberapa urusan di sini," balas Sean dengan nada yang terdengar lelah namun hangat. "Ada apa? Kamu sudah merindukanku?" lanjutnya dengan nada menggoda.Valerie tersipu, merasa pipinya sedikit memerah mendengar kata-kata Sean yang selalu berhasil membuatnya tersipu. "Iya, aku merindukanmu,” jawab Valerie yang selalu bisa membuat jantung Sean berdetak lebih cepat. “Tapi aku punya undangan pernikahan besok," kata Valerie lagi, mencoba terdengar lebih tenang.Sean tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Terdengar juga perubahan dalam nada suaranya. "Pernikahan? Kalau begitu, aku akan pulang sekarang juga," ucap Sean dengan tegas, tan
Ketika Valerie berada di kantor menjelang makan siang, dia mendapat panggilan dari Sean. Ponselnya bergetar di atas meja, dan seketika nama suaminya muncul di layar. Valerie mengangkat panggilan itu dengan senyuman kecil di wajahnya."Hey, babe," sapanya.Di seberang sana, Sean terdengar sedikit lesu. “Babe, aku kangen,” ucap Sean.Wajah Sean yang muncul di layar itu memang terlihat lesu. Dia menyugar rambutnya sembari mengerucutkan bibir.Valerie tertawa melihat itu. Dia menjepit rambutnya yang sejak tadi tergerai. Dia bahkan membuka kancing kemejanya hingga dua kancing, dan itu membuat Sean semakin panas sendiri.“Babe..” panggil Sean. “Aku tahu kamu sengaja memancingku,” lanjut Sean.Sean menatap dengan serius, dan berbicara lagi, “Aku akan kembali besok,” kata Sean.“Baiklah, babe,” balas Valerie.Sebenarnya ketika menelpon Valerie, dia memiliki ide lain. Jadilah dia kembali melan
Keesokan paginya, Sean bangun lebih awal dari biasanya, siap berangkat ke London seperti yang ia katakan semalam. Suasana pagi itu terasa hangat, meski keduanya tahu bahwa Sean akan pergi untuk beberapa hari. Valerie, seperti biasa, sudah bangun dan sibuk mempersiapkan keperluan Sean. Ia memilihkan pakaian, menata dasi, dan memastikan segala kebutuhan suaminya terpenuhi.Sean memandangi Valerie dari belakang. Ada perasaan hangat di dalam hatinya, meski ada sedikit kecemasan juga. Tanpa berpikir panjang, Sean mendekati Valerie yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya. Sean langsung memeluk pinggang Valerie dari belakang, menariknya ke dalam pelukannya dengan erat.Valerie yang sedikit terkejut, berhenti sejenak dan menatap Sean lewat pantulan di cermin. "Ada apa?" tanyanya, suaranya lembut tapi terdengar sedikit penasaran.“Sepertinya kamu masih marah kepadaku, babe,” ucap Sean dengan nada manja, sementara ia mengeratkan pelukannya. Valerie
Malam itu, Putra dan Clara akhirnya bertemu di taman yang sama, meski awalnya Clara hendak mencari Valerie. Ketika Clara tengah berjalan, Putra tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan sebuah sapaan. “Hai!” sapa Putra dengan senyum di wajahnya.Clara yang mendengar sapaan itu terkejut. Dia langsung berusaha berbalik, namun Putra cepat menghentikannya. “Cla,” panggil Putra lagi dengan suara yang lebih lembut.Clara memutar tubuhnya kembali, terpaksa harus menatap Putra, lelaki yang sudah lama tidak dia temui. Putra tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Putra dengan nada yang terdengar lebih akrab dari sebelumnya.Clara berusaha untuk tetap tenang, meski dalam hatinya jantungnya berdetak sangat cepat. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Yah, aku baik," jawab Clara dengan singkat.Putra menatap Clara
Sean mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Valerie, "Aku akan menjemputmu sore ini, babe."Di sisi lain Valerie yang saat itu sedang memeriksa laporan di komputernya, lantas menatap layar ponselnya yang menampilan pesan dari Sean. Begitu membacanya, Valerie hanya diam saja. Dia juga tidak langsung membalas. Sean menggenggam ponselnya dengan erat, menunggu jawaban istrinya. Tetapi hingga beberapa menit kemudian, masih tidak ada balasan dari Valerie. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Sean lantas menelponnya. Panggilan itu berdering hingga beberapa detik. Pada panggilan pertama itu, Valerie memilih mengabaikannya. Hingga panggilan yang kedua, Valerie masih diam saja. “Entah apa yang dia rencanakan sekarang,” ujar Valerie.Ketika ponselnya kembali berdering pada panggilan yang ketiga, Valerie langsung menjawabnya.Menyadari bahwa pesannya sudah dijawab, Sean lantas berbicara dengan terburu-buru. “Babe.. Apa kamu sedang d
Ketika hari menjelang subuh, Sean terjaga dengan pikiran yang masih mengganjal tentang Valerie dan Clara. Dia menatap layar ponselnya, kemudian mengetik pesan yang ditujukkan kepada Putra.“Carikan informasi teman istriku bernama Clara. Sedetail mungkin,” tulisnya, lalu mengirim pesan itu tanpa ragu.Sean kembali berbaring di samping Valerie, meskipun masih tidak bisa menutup matanya setelah berjam-jam.Ketika matahari mulai terbit, Valerie menggeliat pelan dan merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Sean yang sedang menutup matanya.Valerie berbalik untuk menatap pria itu sejenak, lantas menghembuskan napas pelan. Dia menyingkirkan lengan Sean, dan hendak beranjak.Hanya saja saat itu, Sean ternyata tidak benar-benar terlelap. Dia menarik Valerie lebih dekat dalam pelukannya, dan meletakkan dagunya di bahu Valerie.“Selamat pagi, babe,” ucap Sean.Valerie mengusap rambut Sean
Setelah membayar belanjaan, Valerie dan Clara mengantri untuk membayar di kasir. Antrian cukup panjang sore itu, membuat keduanya harus berdiri lebih lama dari yang diharapkan. Clara mencoba mengalihkan perhatian dengan membicarakan hal-hal ringan. "Val, kamu yakin Putra tidak akan muncul tiba-tiba lagi?" tanya Clara dengan sedikit khawatir, mengingat pertemuan singkat mereka sebelumnya yang sudah cukup membuatnya gugup.Valerie tersenyum menenangkan, menepuk punggung Clara dengan lembut. "Jika dia datang, bukankah itu lebih baik?” ucap Valerie.Dia sengaja tidak mengatakan bahwa dia sudah meminta Sean untuk datang bersama dengan Putra tadi. Semoga saja Sean benar mendengarkan permintaannya.Clara terdiam sejenak, dan tentu saja hatinya masih berdebar kencang. Sesaat setelah selesai membayar belanjaan, Valerie melihat Sean mendekat ke arah mereka, namun kali ini dia sendirian.“Babe..” panggil Sean sembari tersenyum dengan begitu tampan.Ha
Sore itu, jam menunjukkan hampir pukul empat, dan Valerie serta Clara memutuskan untuk pergi lebih awal dari kantor. Mereka berencana memeriksa penjualan produk mereka di sebuah supermarket, seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Valerie membereskan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Sesekali dia melirik ke arah Clara yang tampak terburu-buru, seolah ingin cepat keluar dari ruangannya."Kenapa tergesa-gesa? Tenang saja, supermarketnya tidak akan ke mana-mana," canda Valerie, menatap sahabatnya dengan senyum simpul.Clara tertawa kecil. "Aku cuma ingin cepat menyelesaikan ini dan pulang. Rasanya aku butuh istirahat." balas Clara.Karena sebelumnya Valerie sudah membawa tas dan barang-barangnya ke ruangan Clara, jadilah dia tidak perlu lagi kembali ke ruangannya. Mereka berdua lantas keluar dari kantor, dan melangkah menuju mobil Valerie. Hanya saja di sela perjalanan mereka, Valerie baru teringat akan sesuatu. Dia