Setelah mendengar ini Thasia merasa terkejut.Jason langsung menutup telepon selesai mengatakannya.Jason sudah lama berpikir baru membuat keputusan ini, dia harus lebih berani, juga harus mencoba.Kalau tidak berjuang mungkin dia seumur hidup tidak akan mendapat kesempatan."Jason, apa yang kamu bicarakan?" Thasia tidak menyangka dia akan bertindak seperti ini.Thasia tidak mengandung anaknya Jason, tapi pria itu mengaku anak ini miliknya, sungguh mengejutkan.Jason berkata padanya, "Maaf, aku membuat keputusan sendiri, tapi aku merasa kalau seperti ini Jeremy baru akan menyerah.""Bagaimana denganmu?" Thasia mengerutkan keningnya. "Anak ini bukan milikmu, tapi kamu malah menjadi ayahnya, hal ini nggak adil bagimu!"Thasia tahu batasan.Jason masih muda, masa depannya masih panjang.Nanti istrinya di masa depan akan berpikir apa? Bagaimana dengan pendapat keluarganya?Thasia tidak akan membiarkan Jason menanggung beban yang seharusnya bukan milik pria itu, bahkan membuat orang lain be
"Jason ...."Saat itu pintu dibuka dengan kencang, Jeremy berjalan masuk, wajahnya terlihat dingin dan kesal."Jason!" Pria itu langsung menarik kerah baju Jason. "Berani sekali kamu mengaku!"Jeremy memang sudah ingin memukulnya dari dulu!Jason selalu saja mengikuti Thasia, membuatnya sangat marah.Hari ini Jason bahkan berani berkata seperti itu.Jadi Jeremy memiliki alasan untuk memukulnya!Tonjokan Jeremy segera mendarat di wajah Jason."Jeremy!" Thasia yang melihat ini segera berkata, "Di sini rumah sakit, kamu nggak boleh memukul orang!"Jeremy berkata dengan dingin, "Aku tetap harus memukulnya!"Jason malah tertawa setelah menerima pukulannya. "Pukul saja, memang aku bersalah padamu. Setelah kamu memukulku, kamu bisa mengembalikan Thasia padaku."Melihat senyuman santai Jason, kepalan Jeremy terus berbunyi. "Jason, dasar kamu nggak tahu malu!""Selama kamu mengembalikan Thasia padaku, aku nggak perlu rasa malu itu, bahkan nyawaku saja rela kuserahkan padamu!" Jason menyeka dara
Jason sangat memahami Thasia, dia tahu segala hal."Bagus sekali, kalian bekerja sama untuk melawanku, sedangkan aku menjadi orang luar!" Jeremy merasa kecewa, dia menatap Thasia dengan dingin. "Kamu ingin memberitahuku kalau kamu dan Jason memiliki hubungan yang dekat, 'kan?"Detik ini juga Thasia tahu kalau hubungan mereka akan benar-benar hancur.Hatinya tetap merasa sakit.Saat mengingat sikap peduli Jeremy terhadap Lisa, meski mereka belum bercerai, tetap saja hal itu akan menjadi penghalang yang tidak bisa dia lewati.Jeremy selamanya tidak akan melepaskan Lisa.Bagi Thasia, penghalang itu akan tetap ada."Terserah kamu mau berpikir apa." Thasia berkata, "Aku sudah mengatakan semua yang seharusnya aku katakan.""Nggak perlu mengatakannya lagi," kata Jeremy.Sorot matanya yang dingin berhenti pada tubuh mereka berdua, Jeremy mengeluarkan akta nikah mereka dari jasnya.Dia mengangkat kedua buku merah itu, lalu berkata dengan menyindir pada Thasia, "Karena kamu sudah nggak mengingin
Jeremy saja tidak tahu, tapi Jason malah tahu.Thasia memang tidak pernah memberi tahu hal ini pada siapa pun.Perkataan Jason telah memukulnya, selama ada orang yang sedikit memperhatikan Thasia, maka orang itu akan tahu siapa yang dirinya cintai.Karena tidak memperhatikannya, jadi tidak tahu.Hal ini juga menjelaskan bahwa Jeremy tidak tahu Thasia menyukainya karena pria itu tidak pernah memperhatikannya.Thasia merasa sedih.Dia merasa sangat sedih.Hati Jason juga merasa sakit, dia tidak pernah melihat Thasia menangis dengan begitu sedih, hanya karena melihat Jeremy menghancurkan akta nikah mereka saja.Tanpa ada tindakan apa pun, hanya melihat kertas robek tanpa membuat tubuhnya sakit, Thasia sudah merasa menderita seperti ini.Jason memeluk Thasia, dengan pelan menepuk pundaknya, "Aku mengerti rasa sedihmu, aku juga mengerti dirimu. Kamu nggak bersalah, menyukai seseorang itu nggak salah.""Aku bersalah." Thasia menggelengkan kepalanya. "Dari awal aku sudah salah, aku kira dirik
Thasia tidak ingin dirinya memengaruhi orang lain.Meski terkadang tetap akan merepotkan orang-orang, tetap saja Thasia sebisa mungkin akan berusaha sendiri."Kamu bukan Jason, bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu nggak layak baginya?" Sabrina berkata, "Sudah zaman apa ini, kita bisa mencintai dan menikah dengan bebas, jangan membatasi dirimu. Memangnya kenapa kalau hamil? Nanti kalian juga akan melewati waktu berduaan, apalagi Jason nggak keberatan, kenapa kamu yang keberatan? Kamu terlalu banyak berpikir, takut merugikan orang lain, orang lain malah merasa kerugian itu adalah keberuntungan!"Thasia menatap Sabrina, dia tahu cara pandang mereka berbeda.Sabrina wanita yang suka terus terang dan tidak banyak berpikir, kalau putus maka putus, dia tidak merasa berutang apa pun.Sedangkan Thasia berbeda."Aku masih belum menyukainya," jawab Thasia.Sabrina merasa bukan ini masalahnya. "Kalian saja belum berpacaran, bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu menyukainya atau nggak? Lama-kelamaan j
Thasia baru mengerti. "Ternyata dia sudah tahu cukup lama."Thasia tidak pernah menceritakan hal ini, sedangkan Jason bisa mengetahui semuanya.Sabrina menatapnya sambil tersenyum. "Jadi nggak semua orang bisa mempertahankan cinta pertamanya, Thasia, kamu seharusnya merasa puas."Thasia terdiam.Dia pikir dirinya selalu merasa puas.Mereka berdua mengobrol cukup lama baru Sabrina berjalan keluar.Jason masih berdiri di depan pintu, saat melihat Sabrina berjalan keluar, dia bertanya, "Apakah dia sudah merasa lebih baik?""Kamu selalu saja memikirkan Thasia." Sabrina berkata, "Sudah mendingan, tenang saja, dia bisa berpikir dengan terbuka. Dia dari awal sudah tahu akhir dari pernikahan mereka akan seperti ini, kalau beruntung mungkin mereka bisa bersama sampai tua, hanya saja terkadang kita harus menerima kenyataan yang ada."Jason terdiam, wajahnya terlihat cemas.Selama bertahun-tahun ini Thasia juga pasti merasa menderita.Sabrina berjalan mendekat, dia memegang pegangan di koridor. "
"Aku nggak sedih.""Aku tahu." Thasia menjawab, "Aku bilang diriku, tapi Jason, aku harus memberitahumu dulu, aku masih belum kepikiran untuk menjalin hubungan baru.""Aku kira ada apa." Jason tersenyum, "Jangan meremehkanku, aku mengakui kalau aku egois, tapi aku lebih ingin membantumu, di luar dari perasaanku padamu, aku juga berpikir bahwa kamu adalah teman baikku.""Apa baiknya dariku?" Thasia merasa tidak mengerti kenapa pria ini bisa menyukainya selama bertahun-tahun.Jason terdiam sejenak, dia tidak berkata panjang lebar. "Karena kamu sangat baik."Thasia tersenyum lagi.Jason terus menemaninya, sampai dia tertidur.Jarak mereka cukup dekat, Jason menjulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Thasia.Namun, alis wanita itu berkerut, saat tidur saja Thasia masih merasa khawatir. Tangan Jason segera bergerak menghilangkan kerutan itu.Jason bergerak lebih dekat, dia menunduk ke arah telinga Thasia. "Thasia, aku nggak pernah berharap kamu membalas perasaanku, karena semua milikku saa
Thasia merasa tidak tenang, dia mengganti bajunya dan berpikir untuk pergi mencari Karen.Sebelum dia pergi, dia melihat Karen yang baik-baik saja berjalan masuk. "Thasia, lihat aku bawa apa untukmu, aku membawakan sayur sawi putih asam manis untukmu, lalu ada sup ikan mas yang kamu suka.""Bibi."Thasia akhirnya merasa tenang, dia segera memeluk Karen.Karen yang melihat tindakannya ini segera meletakkan barang bawaannya. "Kenapa? Sudah besar kenapa masih bersikap gegabah!"Thasia melepaskan pelukannya, dia menatap Karen dengan lekat. "Apakah kamu terluka? Kepalamu nggak kena batu, 'kan?"Karen menurunkan tangannya. "Apa? Kenapa bisa kena batu? Kamu lupa aku ini siapa? Siapa yang berani menyiksaku?"Dia memutarkan bola matanya."Kamu nggak lihat berita? Salon kecantikanmu telah dihancurkan orang, mana mungkin aku nggak mengkhawatirkanmu," kata Thasia dengan sangat khawatir.Karen segera duduk, menyilangkan kakinya, mengeluarkan sekantong kuaci dari saku, dan mulai memakannya. "Biarkan