"Aku nggak sedih.""Aku tahu." Thasia menjawab, "Aku bilang diriku, tapi Jason, aku harus memberitahumu dulu, aku masih belum kepikiran untuk menjalin hubungan baru.""Aku kira ada apa." Jason tersenyum, "Jangan meremehkanku, aku mengakui kalau aku egois, tapi aku lebih ingin membantumu, di luar dari perasaanku padamu, aku juga berpikir bahwa kamu adalah teman baikku.""Apa baiknya dariku?" Thasia merasa tidak mengerti kenapa pria ini bisa menyukainya selama bertahun-tahun.Jason terdiam sejenak, dia tidak berkata panjang lebar. "Karena kamu sangat baik."Thasia tersenyum lagi.Jason terus menemaninya, sampai dia tertidur.Jarak mereka cukup dekat, Jason menjulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Thasia.Namun, alis wanita itu berkerut, saat tidur saja Thasia masih merasa khawatir. Tangan Jason segera bergerak menghilangkan kerutan itu.Jason bergerak lebih dekat, dia menunduk ke arah telinga Thasia. "Thasia, aku nggak pernah berharap kamu membalas perasaanku, karena semua milikku saa
Thasia merasa tidak tenang, dia mengganti bajunya dan berpikir untuk pergi mencari Karen.Sebelum dia pergi, dia melihat Karen yang baik-baik saja berjalan masuk. "Thasia, lihat aku bawa apa untukmu, aku membawakan sayur sawi putih asam manis untukmu, lalu ada sup ikan mas yang kamu suka.""Bibi."Thasia akhirnya merasa tenang, dia segera memeluk Karen.Karen yang melihat tindakannya ini segera meletakkan barang bawaannya. "Kenapa? Sudah besar kenapa masih bersikap gegabah!"Thasia melepaskan pelukannya, dia menatap Karen dengan lekat. "Apakah kamu terluka? Kepalamu nggak kena batu, 'kan?"Karen menurunkan tangannya. "Apa? Kenapa bisa kena batu? Kamu lupa aku ini siapa? Siapa yang berani menyiksaku?"Dia memutarkan bola matanya."Kamu nggak lihat berita? Salon kecantikanmu telah dihancurkan orang, mana mungkin aku nggak mengkhawatirkanmu," kata Thasia dengan sangat khawatir.Karen segera duduk, menyilangkan kakinya, mengeluarkan sekantong kuaci dari saku, dan mulai memakannya. "Biarkan
Hal yang dia khawatirkan selalu terjadi.Hal ini tidak hanya memengaruhi Karen, tapi juga memengaruhi perusahaan.Jeremy menonton videonya.Video itu direkam dari pintu.Kalau bukan direkam secara diam-diam oleh seseorang, maka ada orang di tempat kejadian yang merekamnya.Saat itu hanya ada beberapa orang, mereka tidak mungkin merekam hal ini, hanya saja Jeremy melewatkan seseorang.Hal ini sangat menguntungkan bagi mereka."Pikirkan cara untuk menurunkan berita ini," kata Jeremy. "Kalian harus membuat kerugiannya sekecil mungkin."Karen sebagai orang luar sudah terbiasa hidup dengan bebas, dia jarang sekali mengurusi masalah-masalah di internet.Kekuatan para netizen itu sangat menakutkan.Jeremy tidak ingin kehidupan Karen terganggu."Baik, Pak Jeremy."Mereka harus kerja lembur untuk menurunkan berita ini.Jeremy berjalan keluar dari ruang rapat, setelah masalah di agensi selesai diurusi, dia baru pergi.Jeremy tidak beristirahat, dia langsung pergi ke rumah sakit.Thasia dan Karen
"Benarkah? Apakah beritanya akurat?"Mendengar perkataan Diana, mereka langsung bertanya."Benar, aku juga sudah siap-siap berjaga di sini sepanjang malam, aku sudah menempatkan orang di depan dan belakang pintu rumah sakit, sekali Lisa keluar, walau hanya mendapat foto punggungnya saja tetap akan membawa keuntungan!" kata Diana pada mereka."Kalau begitu kami juga akan berjaga di sini, aku nggak percaya mereka nggak akan keluar!"Mereka sudah berjaga di sini seharian, dengan tujuan ingin mendapat berita tentang Lisa.Tidak ada salahnya berjaga di sini.Pengikut Diana malah berkata, "Kak Diana, kita benaran mau menunggu terus di sini?"Diana juga sedang berpikir, bagaimana caranya dia bisa bertemu Lisa, meski hanya mendapat foto punggung juga tidak masalah. "Kita nggak bisa hanya menunggu diam saja."Dia melihat suster di depan, seketika dia mendapat ide.Dia menyerahkan barang bawaannya pada pengikutnya. "Kalian tunggu di sini, aku lihat keadaan di dalam dulu.""Kak Diana, ada orang y
Lisa menatap ke arah asistennya, dia merasa asing padanya. "Kamu ... kamu siapa? Aku nggak kenal kamu. Jeremy, dia siapa? Mereka siapa?"Setelah mendengar ini semua orang tertegun.Asisten itu terlihat terkejut. "Kak Lisa, kamu nggak ingat padaku? Aku adalah asistenmu, Siti."Lisa mendorongnya. "Sana pergi. Jeremy, aku kenapa? Kenapa aku nggak bisa mendengar suara kalian? Cepatlah ke sini, aku sangat takut!"Karen tertegun melihat reaksinya ini, dia berkata, "Kemarin tuli, sekarang amnesia, kalau kamu syuting film sedih pasti akan terlihat sangat kasihan!"Jeremy berjalan mendekat.Lisa segera memegang baju pria itu, dia seakan-akan telah memegang penolongnya, lalu bersembunyi di belakang Jeremy. "Jeremy, mereka siapa? Kenapa mereka menatapku dengan galak? Suruh mereka pergi, aku sangat takut.""Kalian keluarlah," kata Jeremy.Karen yang melihat sikap Jeremy ini merasa kesal. "Jeremy, kamu percaya pada bualannya? Kamu ini ada otak atau nggak?" Namun, Jeremy langsung berkata lagi dengan
Lisa terlihat terkejut. "Sebenarnya apa kesalahan yang telah kulakukan? Kenapa aku jadi tuli? Apakah aku sakit?""Nggak." Asistennya segera menenangkannya.Jeremy berdiri di samping, dia sedang mengamati keadaan Lisa.Semua tindakan Lisa saat ini terlihat sama seperti dulu, sepertinya dia memang amnesia.Jeremy menatapnya cukup lama, lalu mengetik lagi. "Di luar banyak wartawan, mereka ingin mewawancaraimu, kamu mau diwawancarai?"Lisa segera menolak. "Aku nggak mau."Begitu siuman, Lisa sudah kehilangan ingatan, dia saat ini sedang menjadi korban sepenuhnya.Sedangkan masalah video itu, Jeremy tahu pelakunya adalah Siti.Setelah ditanyakan mengenai hal ini, Siti berkata dengan galak, "Memang aku yang menyebarkan video itu, Kak Lisa telah dianiaya, nggak ada yang membelanya, maka biarkan saja netizen yang menilai. Karena nggak ada yang mau melindunginya, biarkan para penggemar yang melindunginya, aku juga salah satunya. Pak Jeremy, kalau ingin menghukum maka hukum saja aku, tapi hal in
"Maksudmu kasus perdagangan manusia itu?"Zack menjawab, "Seingatku kasus itu merupakan kasus kriminal yang parah, aku juga pengacara yang mengatasinya."Waktu itu masalah ini tidak dilakukan di persidangan umum.Ada banyak hal tidak terpuji yang terlibat.Zack mengingatnya."Hmm."Zack sangat mengetahui masalah itu, jadi Jeremy membahas hal ini dengannya. "Pada saat itu Lisa juga tiba-tiba pergi ke luar negeri."Zack berkata lagi. "Mungkin kebetulan saja, Lisa hanya gadis kecil, mana mungkin dia ada hubungannya dengan kasus besar itu."Kalau sampai ada hubungannya, maka akan melibatkan lebih banyak orang lagi.Berarti Lisa bukanlah orang yang bisa dianggap remeh.Zack jarang berhubungan dengan Lisa, dia lebih dekat dengan Jeremy, dirinya bertemu dengan Lisa hanya beberapa kali saja.Dia juga tidak berpikir untuk berhubungan dengan Lisa."Semoga saja."Jeremy hanya bisa berkata seperti itu. "Tapi kamu juga tahu walau kasus ini sudah dipecahkan, dalang di baliknya masih belum tertangkap
Thasia berkata dengan serius, "Bibi terkena masalah karena diriku, mana mungkin aku nggak memikirkannya. Aku tahu kamu ingin melindungi Lisa, tapi Bibi juga diomeli oleh netizen, hal ini nggak bisa dibiarkan!""Masalah ini nggak segampang yang kamu pikirkan," kata Jeremy dengan maksud lain.Thasia malah tertawa. "Aku tahu nggak segampang itu, Lisa bukan orang biasa, kesalahan yang dia lakukan selalu dilimpahkan pada orang lain. Kamu bisa saja nggak mau mengurus masalah ini, tapi aku akan mencari cara untuk menolong Bibi.""Aku nggak bilang nggak mau mengurus masalah ini," kata Jeremy lagi.Thasia menatap Jeremy, dia merasa sedikit tidak percaya. "Bukannya kamu menyuruh Lisa tinggal di Vila Anggrek? Selama beberapa hari ini aku selalu bersama Bibi, kalau terjadi sesuatu padanya, aku yang akan melindunginya!"Tadi dia mendengar semua perkataan Jeremy di bangsal.Bibi bahkan ingin putus hubungan dengan pria ini.Dulu Thasia berpikir tidak peduli bagaimanapun Jeremy tidak akan membuat masa
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak