Thasia berkata dengan serius, "Bibi terkena masalah karena diriku, mana mungkin aku nggak memikirkannya. Aku tahu kamu ingin melindungi Lisa, tapi Bibi juga diomeli oleh netizen, hal ini nggak bisa dibiarkan!""Masalah ini nggak segampang yang kamu pikirkan," kata Jeremy dengan maksud lain.Thasia malah tertawa. "Aku tahu nggak segampang itu, Lisa bukan orang biasa, kesalahan yang dia lakukan selalu dilimpahkan pada orang lain. Kamu bisa saja nggak mau mengurus masalah ini, tapi aku akan mencari cara untuk menolong Bibi.""Aku nggak bilang nggak mau mengurus masalah ini," kata Jeremy lagi.Thasia menatap Jeremy, dia merasa sedikit tidak percaya. "Bukannya kamu menyuruh Lisa tinggal di Vila Anggrek? Selama beberapa hari ini aku selalu bersama Bibi, kalau terjadi sesuatu padanya, aku yang akan melindunginya!"Tadi dia mendengar semua perkataan Jeremy di bangsal.Bibi bahkan ingin putus hubungan dengan pria ini.Dulu Thasia berpikir tidak peduli bagaimanapun Jeremy tidak akan membuat masa
Thasia dan Karen sedang bergandengan tangan.Saat ini Karen masih marah, dia terus memarahi Jeremy.Thasia berkata, "Bibi, aku akan menemanimu sehingga kamu nggak kesepian.""Memang anak perempuan lebih baik daripada anak laki-laki, kalian lebih perhatian. Lihat saja Jeremy, keturunan Keluarga Okson satu-satunya, tapi dia malah melakukan hal yang membuatku marah. Sekarang dia bahkan membuangku," kata Karen dengan kesal, dia merasa tekanan darahnya jadi naik.Thasia sedang berpikir bagaimana caranya dia bisa merayu Karen. "Mungkinkah ada sesuatu yang Jeremy nggak bisa katakan pada kita?""Mana mungkin!" Karen merasa sangat marah. "Aku nggak ingin membicarakannya lagi, semakin membicarakannya aku akan merasa semakin kesal. Kita pergi saja, pergi jauh-jauh darinya!"Thasia juga tidak ingin terus berada di rumah sakit."Tadi aku sudah bertanya pada dokter, katanya tuli juga bisa karena buatan manusia."Thasia tetap saja mengkhawatirkan Karen.Para netizen tidak tahu kebenarannya, semua mem
"Aku tetap akan mengingatnya, kalau nggak ingat maka aku akan menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, bagaimana aku bisa bertahan hidup ke depannya?" Karen orang yang murah hati.Jason tidak menolaknya lagi. "Baiklah, mari kita berteman."Mereka berbaur dengan sangat cepat.Setelah sampai di rumah Jason.Areanya cukup luas.Di bawah ada satpam yang berjaga 24 jam."Bagaimana?" tanya Jason pada mereka.Karen berkata, "Nggak buruk. Jason, kami bukan orang yang pemilih.""Kalau begitu malam ini kalian tinggal di sini saja, dulu aku tinggal di rumah ini, di dalamnya ada beberapa barang, kebetulan hari ini mau dibereskan.""Apakah nggak merepotkan?" tanya Thasia."Nggak, nanti juga tetap harus dibereskan, aku sudah menyuruh asistenku ke sini." Setelah Jason tahu apa yang terjadi pada mereka, dia ingin memberi mereka tempat yang aman.Jadi dia sudah meyiapkan semua ini dari awal."Baiklah." Thasia menatap Karen, dia tidak menolak bantuan Jason lagi."Kalian istirahat saja dulu." Jason se
Setelah mendengar ini Jason merasa terkejut. "Mana mungkin, orang yang dimaksud koran memang Thasia."Pada saat itu Jason memang menyukai Thasia.Karena terlalu peduli padanya, dia segera pulang malam itu juga.Asisten itu memegang korannya, dia merasa sangat bingung, dia kira dirinya yang salah. "Seingatku kamu dan Thasia satu angkatan, tapi gadis ini berada satu angkatan di bawahmu."Setelah mendengar ini Jason langsung merasa terkejut.Dia segera mendekat dan membaca koran itu dengan saksama.Di koran itu memang tertulis berbagai data, masih bisa terlihat dengan jelas.Judulnya juga terlihat dengan jelas, murid sekolah mana yang terlibat dalam kasus itu, berapa banyak yang meninggal, satu-satunya yang selamat ....Jason tertegun, dia merasa tidak percaya. Dia juga mengedipkan kedua matanya, takut bahwa dirinya yang salah lihat.Setelah itu, dia merasa koran ini seakan-akan berbeda dengan yang dia baca waktu itu.Di koran tertulis wanita yang berhasil selamat adalah Thasia, tapi gadi
Jason merasa bingung.Waktu itu dia sangat mengkhawatirkan Thasia, jadi dia melewatkan informasi paling penting, kemungkinan dia salah baca.Thasia benar-benar mengalami kejadian itu. Kenapa bisa jadi seperti ini?Mungkinkah koran itu yang salah cetak.Thasia melihat Jason termenung, dia pun merasa ada yang tidak beres. "Jason, apa yang sedang kamu pikirkan?"Jason menoleh. "Nggak apa-apa, sebaiknya kita pesan makan dulu.""Sudah pesan." Thasia berkata, "Bibi akan minum bir, kamu juga minum saja.""Oke."Mereka berdua berjalan keluar.Karen sedang duduk di sofa sambil menonton TV.Dia menonton TV untuk menghilangkan bosan.Sedangkan yang disiarkan oleh TV adalah makian yang memarahinya.Thasia berjalan mendekat, dia juga menonton TV, dia melihat Diana berada di bangsal. "Kameramen cepat ke sini, dia adalah Lisa yang menjadi korban. Lisa, apakah kamu bisa mendengarku?"Lisa sedikit menghindari kamera. "Jangan rekam lagi, aku nggak mau diwawancarai.""Nona Lisa." Diana sekali lagi memang
Tidak masalah.Hari-hari masih panjang.Suatu hari nanti dia pasti bisa menjadi nyonya rumah ini.Bukankah sekarang dia sudah selangkah lebih dekat dengan tujuannya?Lisa menoleh pada Tony yang datang bersamanya.Bagaimanapun Tony adalah orang kepercayaan Jeremy, jadi dia harus berhubungan baik dengannya, dia bertanya dengan ramah, "Pak Tony, apakah Jeremy sering tidur di sini?"Tony menjawabnya menggunakan ketikan di ponsel. "Akhir-akhir ini lumayan sering, tapi Pak Jeremy sudah berhari-hari nggak datang ke sini.""Dia nggak pulang ke Kediaman Keluarga Okson?"Lisa sudah lama tidak menghubungi Yasmin.Akhir-akhir ini Lisa sibuk bekerja, jadi dia tidak sempat menghubunginya.Yasmin sempat beberapa kali mengiriminya pesan, tapi Lisa terlalu sibuk sampai lupa."Terkadang." Tony sengaja berkata, "Nyonya nggak suka pulang ke Kediaman Keluarga Okson, jadi Pak Jeremy jadi jarang pulang ke sana."Lisa tanpa sadar mengepal tangannya, tapi ekspresinya malah terlihat biasa saja. "Kalau begitu ap
"Sekarang! Sekarang aku akan bertemu denganmu!"Lisa langsung tersenyum.Dia tahu Yasmin pasti ingin bertemu dengannya.Lisa pun hanya perlu duduk manis dan menunggu.Setelah Lisa berjalan-jalan, dia penasaran dengan isi kamar utama, jadi dia membuka pintu kamar itu dan berjalan masuk.Sepertinya sudah cukup lama kamar ini kosong.Lisa membuka lemari baju di sana, di dalam terdapat banyak baju tidur wanita.Ada yang merknya sudah dirobek.Ada juga yang belum.Bahkan ada beberapa baju tidur yang seksi.Dia mengambilnya dan meletakkannya di depan tubuh, berputar sebentar di depan cermin.Dia ingin memakai baju ini dan berputar di depan Jeremy, pria itu pasti akan merasa dirinya cantik.Lisa tidak terlalu lama di sana, dia merasa bisa menunggu kesempatan itu.Dia melihat kasur di kamar itu, dia sudah membayangkan dirinya bergulat dengan Jeremy di atasnya.20 menit kemudian.Yasmin sudah tiba di Vila Anggrek.Setelah sampai di depan pintu, dia berteriak. "Lisa, Lisa!"Namun, Lisa masih tid
Karen tahu wanita ini akan meneleponnya, dia pun menjawab dengan sama kesalnya, "Aku melakukan apa? Lisa bilang apa padamu? Memang aku yang mencelakainya, kamu mau apa?""Kamu sekarang ada di mana?"Yasmin sekarang sangat ingin memberi Karen pelajaran."Kenapa aku harus memberitahumu? Kamu pikir kamu siapa?"Karen masih memakan kuacinya, kebetulan dia sedang bingung harus melampiaskan amarahnya pada siapa.Yasmin mendengus. "Kamu pasti takut, takut aku memberimu pelajaran. Aku tahu salon kecantikanmu telah dihancurkan orang, sekarang kamu malah bersembunyi seperti pengecut!""Aku takut? Selama bertahun-tahun ini memangnya aku pernah takut padamu? Kalau bukan karena kamu menikah dengan Vazon, aku nggak akan pernah mengakuimu sebagai anggota Keluarga Okson!" kata Karen dengan kasar."Oke, kalau begitu kamu keluar sini, kita bertengkar muka ketemu muka!" jawab Yasmin."Baiklah, Yasmin, kamu mau bertengkar denganku, maka aku juga akan meladenimu!"Setelah mengatakannya, Karen segera menutu
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak