Jeremy saja tidak tahu, tapi Jason malah tahu.Thasia memang tidak pernah memberi tahu hal ini pada siapa pun.Perkataan Jason telah memukulnya, selama ada orang yang sedikit memperhatikan Thasia, maka orang itu akan tahu siapa yang dirinya cintai.Karena tidak memperhatikannya, jadi tidak tahu.Hal ini juga menjelaskan bahwa Jeremy tidak tahu Thasia menyukainya karena pria itu tidak pernah memperhatikannya.Thasia merasa sedih.Dia merasa sangat sedih.Hati Jason juga merasa sakit, dia tidak pernah melihat Thasia menangis dengan begitu sedih, hanya karena melihat Jeremy menghancurkan akta nikah mereka saja.Tanpa ada tindakan apa pun, hanya melihat kertas robek tanpa membuat tubuhnya sakit, Thasia sudah merasa menderita seperti ini.Jason memeluk Thasia, dengan pelan menepuk pundaknya, "Aku mengerti rasa sedihmu, aku juga mengerti dirimu. Kamu nggak bersalah, menyukai seseorang itu nggak salah.""Aku bersalah." Thasia menggelengkan kepalanya. "Dari awal aku sudah salah, aku kira dirik
Thasia tidak ingin dirinya memengaruhi orang lain.Meski terkadang tetap akan merepotkan orang-orang, tetap saja Thasia sebisa mungkin akan berusaha sendiri."Kamu bukan Jason, bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu nggak layak baginya?" Sabrina berkata, "Sudah zaman apa ini, kita bisa mencintai dan menikah dengan bebas, jangan membatasi dirimu. Memangnya kenapa kalau hamil? Nanti kalian juga akan melewati waktu berduaan, apalagi Jason nggak keberatan, kenapa kamu yang keberatan? Kamu terlalu banyak berpikir, takut merugikan orang lain, orang lain malah merasa kerugian itu adalah keberuntungan!"Thasia menatap Sabrina, dia tahu cara pandang mereka berbeda.Sabrina wanita yang suka terus terang dan tidak banyak berpikir, kalau putus maka putus, dia tidak merasa berutang apa pun.Sedangkan Thasia berbeda."Aku masih belum menyukainya," jawab Thasia.Sabrina merasa bukan ini masalahnya. "Kalian saja belum berpacaran, bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu menyukainya atau nggak? Lama-kelamaan j
Thasia baru mengerti. "Ternyata dia sudah tahu cukup lama."Thasia tidak pernah menceritakan hal ini, sedangkan Jason bisa mengetahui semuanya.Sabrina menatapnya sambil tersenyum. "Jadi nggak semua orang bisa mempertahankan cinta pertamanya, Thasia, kamu seharusnya merasa puas."Thasia terdiam.Dia pikir dirinya selalu merasa puas.Mereka berdua mengobrol cukup lama baru Sabrina berjalan keluar.Jason masih berdiri di depan pintu, saat melihat Sabrina berjalan keluar, dia bertanya, "Apakah dia sudah merasa lebih baik?""Kamu selalu saja memikirkan Thasia." Sabrina berkata, "Sudah mendingan, tenang saja, dia bisa berpikir dengan terbuka. Dia dari awal sudah tahu akhir dari pernikahan mereka akan seperti ini, kalau beruntung mungkin mereka bisa bersama sampai tua, hanya saja terkadang kita harus menerima kenyataan yang ada."Jason terdiam, wajahnya terlihat cemas.Selama bertahun-tahun ini Thasia juga pasti merasa menderita.Sabrina berjalan mendekat, dia memegang pegangan di koridor. "
"Aku nggak sedih.""Aku tahu." Thasia menjawab, "Aku bilang diriku, tapi Jason, aku harus memberitahumu dulu, aku masih belum kepikiran untuk menjalin hubungan baru.""Aku kira ada apa." Jason tersenyum, "Jangan meremehkanku, aku mengakui kalau aku egois, tapi aku lebih ingin membantumu, di luar dari perasaanku padamu, aku juga berpikir bahwa kamu adalah teman baikku.""Apa baiknya dariku?" Thasia merasa tidak mengerti kenapa pria ini bisa menyukainya selama bertahun-tahun.Jason terdiam sejenak, dia tidak berkata panjang lebar. "Karena kamu sangat baik."Thasia tersenyum lagi.Jason terus menemaninya, sampai dia tertidur.Jarak mereka cukup dekat, Jason menjulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Thasia.Namun, alis wanita itu berkerut, saat tidur saja Thasia masih merasa khawatir. Tangan Jason segera bergerak menghilangkan kerutan itu.Jason bergerak lebih dekat, dia menunduk ke arah telinga Thasia. "Thasia, aku nggak pernah berharap kamu membalas perasaanku, karena semua milikku saa
Thasia merasa tidak tenang, dia mengganti bajunya dan berpikir untuk pergi mencari Karen.Sebelum dia pergi, dia melihat Karen yang baik-baik saja berjalan masuk. "Thasia, lihat aku bawa apa untukmu, aku membawakan sayur sawi putih asam manis untukmu, lalu ada sup ikan mas yang kamu suka.""Bibi."Thasia akhirnya merasa tenang, dia segera memeluk Karen.Karen yang melihat tindakannya ini segera meletakkan barang bawaannya. "Kenapa? Sudah besar kenapa masih bersikap gegabah!"Thasia melepaskan pelukannya, dia menatap Karen dengan lekat. "Apakah kamu terluka? Kepalamu nggak kena batu, 'kan?"Karen menurunkan tangannya. "Apa? Kenapa bisa kena batu? Kamu lupa aku ini siapa? Siapa yang berani menyiksaku?"Dia memutarkan bola matanya."Kamu nggak lihat berita? Salon kecantikanmu telah dihancurkan orang, mana mungkin aku nggak mengkhawatirkanmu," kata Thasia dengan sangat khawatir.Karen segera duduk, menyilangkan kakinya, mengeluarkan sekantong kuaci dari saku, dan mulai memakannya. "Biarkan
Hal yang dia khawatirkan selalu terjadi.Hal ini tidak hanya memengaruhi Karen, tapi juga memengaruhi perusahaan.Jeremy menonton videonya.Video itu direkam dari pintu.Kalau bukan direkam secara diam-diam oleh seseorang, maka ada orang di tempat kejadian yang merekamnya.Saat itu hanya ada beberapa orang, mereka tidak mungkin merekam hal ini, hanya saja Jeremy melewatkan seseorang.Hal ini sangat menguntungkan bagi mereka."Pikirkan cara untuk menurunkan berita ini," kata Jeremy. "Kalian harus membuat kerugiannya sekecil mungkin."Karen sebagai orang luar sudah terbiasa hidup dengan bebas, dia jarang sekali mengurusi masalah-masalah di internet.Kekuatan para netizen itu sangat menakutkan.Jeremy tidak ingin kehidupan Karen terganggu."Baik, Pak Jeremy."Mereka harus kerja lembur untuk menurunkan berita ini.Jeremy berjalan keluar dari ruang rapat, setelah masalah di agensi selesai diurusi, dia baru pergi.Jeremy tidak beristirahat, dia langsung pergi ke rumah sakit.Thasia dan Karen
"Benarkah? Apakah beritanya akurat?"Mendengar perkataan Diana, mereka langsung bertanya."Benar, aku juga sudah siap-siap berjaga di sini sepanjang malam, aku sudah menempatkan orang di depan dan belakang pintu rumah sakit, sekali Lisa keluar, walau hanya mendapat foto punggungnya saja tetap akan membawa keuntungan!" kata Diana pada mereka."Kalau begitu kami juga akan berjaga di sini, aku nggak percaya mereka nggak akan keluar!"Mereka sudah berjaga di sini seharian, dengan tujuan ingin mendapat berita tentang Lisa.Tidak ada salahnya berjaga di sini.Pengikut Diana malah berkata, "Kak Diana, kita benaran mau menunggu terus di sini?"Diana juga sedang berpikir, bagaimana caranya dia bisa bertemu Lisa, meski hanya mendapat foto punggung juga tidak masalah. "Kita nggak bisa hanya menunggu diam saja."Dia melihat suster di depan, seketika dia mendapat ide.Dia menyerahkan barang bawaannya pada pengikutnya. "Kalian tunggu di sini, aku lihat keadaan di dalam dulu.""Kak Diana, ada orang y
Lisa menatap ke arah asistennya, dia merasa asing padanya. "Kamu ... kamu siapa? Aku nggak kenal kamu. Jeremy, dia siapa? Mereka siapa?"Setelah mendengar ini semua orang tertegun.Asisten itu terlihat terkejut. "Kak Lisa, kamu nggak ingat padaku? Aku adalah asistenmu, Siti."Lisa mendorongnya. "Sana pergi. Jeremy, aku kenapa? Kenapa aku nggak bisa mendengar suara kalian? Cepatlah ke sini, aku sangat takut!"Karen tertegun melihat reaksinya ini, dia berkata, "Kemarin tuli, sekarang amnesia, kalau kamu syuting film sedih pasti akan terlihat sangat kasihan!"Jeremy berjalan mendekat.Lisa segera memegang baju pria itu, dia seakan-akan telah memegang penolongnya, lalu bersembunyi di belakang Jeremy. "Jeremy, mereka siapa? Kenapa mereka menatapku dengan galak? Suruh mereka pergi, aku sangat takut.""Kalian keluarlah," kata Jeremy.Karen yang melihat sikap Jeremy ini merasa kesal. "Jeremy, kamu percaya pada bualannya? Kamu ini ada otak atau nggak?" Namun, Jeremy langsung berkata lagi dengan