Thasia sudah berutang cukup banyak padanya, dia tidak bisa membalas semua utang itu."Aku baik-baik saja." Jason berjalan masuk, dia tersenyum sambil menyeka keringatnya. "Nanti juga sudah nggak lelah, aku buru-buru dari rumah ke sini, bahkan nggak sempat ganti baju."Thasia menatapnya sambil tertawa. "Duduklah, aku akan menuangkan air untukmu!""Nggak perlu! Biar aku sendiri yang mengambilnya!" Jason segera merebutnya, dia tidak ingin merepotkan Thasia. "Apakah anaknya baik-baik saja?"Mendengar ini Thasia segera duduk kembali. "Mark yang memberitahumu hal ini?"Jason menuangkan air, meminumnya dan tersenyum tanpa menjawab.Thasia malah berkata, "Kenapa dia memberitahumu semua ini? Aku bahkan curiga dia itu mata-matamu, selama aku bertindak sedikit saja, dia akan langsung melaporkannya padamu.""Bukan." Jason meletakkan gelasnya ke samping. "Hubungan kami cukup dekat, karena kami teman sekolah dulu, jadi kami sering mengobrol.""Baguslah kalau bukan, kalau nggak nanti aku nggak ada pr
Setelah mendengar ini Thasia merasa terkejut.Jason langsung menutup telepon selesai mengatakannya.Jason sudah lama berpikir baru membuat keputusan ini, dia harus lebih berani, juga harus mencoba.Kalau tidak berjuang mungkin dia seumur hidup tidak akan mendapat kesempatan."Jason, apa yang kamu bicarakan?" Thasia tidak menyangka dia akan bertindak seperti ini.Thasia tidak mengandung anaknya Jason, tapi pria itu mengaku anak ini miliknya, sungguh mengejutkan.Jason berkata padanya, "Maaf, aku membuat keputusan sendiri, tapi aku merasa kalau seperti ini Jeremy baru akan menyerah.""Bagaimana denganmu?" Thasia mengerutkan keningnya. "Anak ini bukan milikmu, tapi kamu malah menjadi ayahnya, hal ini nggak adil bagimu!"Thasia tahu batasan.Jason masih muda, masa depannya masih panjang.Nanti istrinya di masa depan akan berpikir apa? Bagaimana dengan pendapat keluarganya?Thasia tidak akan membiarkan Jason menanggung beban yang seharusnya bukan milik pria itu, bahkan membuat orang lain be
"Jason ...."Saat itu pintu dibuka dengan kencang, Jeremy berjalan masuk, wajahnya terlihat dingin dan kesal."Jason!" Pria itu langsung menarik kerah baju Jason. "Berani sekali kamu mengaku!"Jeremy memang sudah ingin memukulnya dari dulu!Jason selalu saja mengikuti Thasia, membuatnya sangat marah.Hari ini Jason bahkan berani berkata seperti itu.Jadi Jeremy memiliki alasan untuk memukulnya!Tonjokan Jeremy segera mendarat di wajah Jason."Jeremy!" Thasia yang melihat ini segera berkata, "Di sini rumah sakit, kamu nggak boleh memukul orang!"Jeremy berkata dengan dingin, "Aku tetap harus memukulnya!"Jason malah tertawa setelah menerima pukulannya. "Pukul saja, memang aku bersalah padamu. Setelah kamu memukulku, kamu bisa mengembalikan Thasia padaku."Melihat senyuman santai Jason, kepalan Jeremy terus berbunyi. "Jason, dasar kamu nggak tahu malu!""Selama kamu mengembalikan Thasia padaku, aku nggak perlu rasa malu itu, bahkan nyawaku saja rela kuserahkan padamu!" Jason menyeka dara
Jason sangat memahami Thasia, dia tahu segala hal."Bagus sekali, kalian bekerja sama untuk melawanku, sedangkan aku menjadi orang luar!" Jeremy merasa kecewa, dia menatap Thasia dengan dingin. "Kamu ingin memberitahuku kalau kamu dan Jason memiliki hubungan yang dekat, 'kan?"Detik ini juga Thasia tahu kalau hubungan mereka akan benar-benar hancur.Hatinya tetap merasa sakit.Saat mengingat sikap peduli Jeremy terhadap Lisa, meski mereka belum bercerai, tetap saja hal itu akan menjadi penghalang yang tidak bisa dia lewati.Jeremy selamanya tidak akan melepaskan Lisa.Bagi Thasia, penghalang itu akan tetap ada."Terserah kamu mau berpikir apa." Thasia berkata, "Aku sudah mengatakan semua yang seharusnya aku katakan.""Nggak perlu mengatakannya lagi," kata Jeremy.Sorot matanya yang dingin berhenti pada tubuh mereka berdua, Jeremy mengeluarkan akta nikah mereka dari jasnya.Dia mengangkat kedua buku merah itu, lalu berkata dengan menyindir pada Thasia, "Karena kamu sudah nggak mengingin
Jeremy saja tidak tahu, tapi Jason malah tahu.Thasia memang tidak pernah memberi tahu hal ini pada siapa pun.Perkataan Jason telah memukulnya, selama ada orang yang sedikit memperhatikan Thasia, maka orang itu akan tahu siapa yang dirinya cintai.Karena tidak memperhatikannya, jadi tidak tahu.Hal ini juga menjelaskan bahwa Jeremy tidak tahu Thasia menyukainya karena pria itu tidak pernah memperhatikannya.Thasia merasa sedih.Dia merasa sangat sedih.Hati Jason juga merasa sakit, dia tidak pernah melihat Thasia menangis dengan begitu sedih, hanya karena melihat Jeremy menghancurkan akta nikah mereka saja.Tanpa ada tindakan apa pun, hanya melihat kertas robek tanpa membuat tubuhnya sakit, Thasia sudah merasa menderita seperti ini.Jason memeluk Thasia, dengan pelan menepuk pundaknya, "Aku mengerti rasa sedihmu, aku juga mengerti dirimu. Kamu nggak bersalah, menyukai seseorang itu nggak salah.""Aku bersalah." Thasia menggelengkan kepalanya. "Dari awal aku sudah salah, aku kira dirik
Thasia tidak ingin dirinya memengaruhi orang lain.Meski terkadang tetap akan merepotkan orang-orang, tetap saja Thasia sebisa mungkin akan berusaha sendiri."Kamu bukan Jason, bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu nggak layak baginya?" Sabrina berkata, "Sudah zaman apa ini, kita bisa mencintai dan menikah dengan bebas, jangan membatasi dirimu. Memangnya kenapa kalau hamil? Nanti kalian juga akan melewati waktu berduaan, apalagi Jason nggak keberatan, kenapa kamu yang keberatan? Kamu terlalu banyak berpikir, takut merugikan orang lain, orang lain malah merasa kerugian itu adalah keberuntungan!"Thasia menatap Sabrina, dia tahu cara pandang mereka berbeda.Sabrina wanita yang suka terus terang dan tidak banyak berpikir, kalau putus maka putus, dia tidak merasa berutang apa pun.Sedangkan Thasia berbeda."Aku masih belum menyukainya," jawab Thasia.Sabrina merasa bukan ini masalahnya. "Kalian saja belum berpacaran, bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu menyukainya atau nggak? Lama-kelamaan j
Thasia baru mengerti. "Ternyata dia sudah tahu cukup lama."Thasia tidak pernah menceritakan hal ini, sedangkan Jason bisa mengetahui semuanya.Sabrina menatapnya sambil tersenyum. "Jadi nggak semua orang bisa mempertahankan cinta pertamanya, Thasia, kamu seharusnya merasa puas."Thasia terdiam.Dia pikir dirinya selalu merasa puas.Mereka berdua mengobrol cukup lama baru Sabrina berjalan keluar.Jason masih berdiri di depan pintu, saat melihat Sabrina berjalan keluar, dia bertanya, "Apakah dia sudah merasa lebih baik?""Kamu selalu saja memikirkan Thasia." Sabrina berkata, "Sudah mendingan, tenang saja, dia bisa berpikir dengan terbuka. Dia dari awal sudah tahu akhir dari pernikahan mereka akan seperti ini, kalau beruntung mungkin mereka bisa bersama sampai tua, hanya saja terkadang kita harus menerima kenyataan yang ada."Jason terdiam, wajahnya terlihat cemas.Selama bertahun-tahun ini Thasia juga pasti merasa menderita.Sabrina berjalan mendekat, dia memegang pegangan di koridor. "
"Aku nggak sedih.""Aku tahu." Thasia menjawab, "Aku bilang diriku, tapi Jason, aku harus memberitahumu dulu, aku masih belum kepikiran untuk menjalin hubungan baru.""Aku kira ada apa." Jason tersenyum, "Jangan meremehkanku, aku mengakui kalau aku egois, tapi aku lebih ingin membantumu, di luar dari perasaanku padamu, aku juga berpikir bahwa kamu adalah teman baikku.""Apa baiknya dariku?" Thasia merasa tidak mengerti kenapa pria ini bisa menyukainya selama bertahun-tahun.Jason terdiam sejenak, dia tidak berkata panjang lebar. "Karena kamu sangat baik."Thasia tersenyum lagi.Jason terus menemaninya, sampai dia tertidur.Jarak mereka cukup dekat, Jason menjulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Thasia.Namun, alis wanita itu berkerut, saat tidur saja Thasia masih merasa khawatir. Tangan Jason segera bergerak menghilangkan kerutan itu.Jason bergerak lebih dekat, dia menunduk ke arah telinga Thasia. "Thasia, aku nggak pernah berharap kamu membalas perasaanku, karena semua milikku saa
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak