Thasia menunduk, dia baru sadar di celananya ada darah.Ekspresinya pun berubah.Kemarin perutnya memang sudah terasa tidak nyaman, tapi karena sedang sibuk dia pun tidak terlalu memikirkannya, dia juga tidak berpengalaman. Karena hanya merasa sedikit tidak nyaman, dia langsung mengabaikannya.Saat ini perutnya terasa sangat sakit.Tanpa sadar Thasia menutupi perutnya, dia membungkukkan badan, wajahnya sangat pucat, keringat dingin terus keluar.Saat Jeremy melihatnya pendarahan, ekspresinya langsung berubah, dia segera menarik tubuh Thasia. "Thasia!"Thasia merasa sangat sakit sehingga rasanya ingin pingsan, reaksi ini baru dia rasakan setelahnya, rasa sakitnya sepertinya meningkat berkali-kali lipat, dia memegangi tangan Jeremy. "Anaknya ...."Jeremy langsung menggendong Thasia. "Nggak apa-apa, aku akan membawamu ke rumah sakit!""Tony, cepat nyalakan mobilnya!"Tony merasa sangat terkejut, dia baru pertama kali mengalami kejadian seperti ini, dia segera menyalakan mobilnya.Jeremy m
Jeremy ikut sampai ke depan ruang operasi, dia melihat Thasia dibawa ke dalam, dia hanya bisa berdiri di depan pintu dengan sangat cemas, seakan-akan dunianya runtuh saat ini. Tiba-tiba Jeremy teringat sesuatu, dia berkata, "Kamu harus menyelamatkannya, juga anak yang ada di perutnya!"Thasia sudah dibawa masuk ke dalam.Pintu tertutup, seketika dunia Jeremy pun terasa gelap.Dia berdiri di depan ruang operasi, napasnya terengah-engah, wajahnya penuh dengan keringat, dadanya bergerak naik turun cukup lama.Dia merasa di dadanya seperti ada banyak jarum yang menusuk, membuatnya tidak bisa bernapas dengan baik.Jeremy merasa takut.Dia takut Thasia sampai kenapa-napa.Juga takut kalau sampai anak Thasia kenapa-napa, maka setelah siuman wanita itu akan membencinya.Saat ini Jeremy berpikir, meski dia tidak suka pada anak itu, dia lebih takut lagi kehilangan Thasia.Jeremy tetap terdiam, dia tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya duduk di bangku samping sambil menundukkan kepala, wajahnya te
Melihat ini mata Lisa menegang, bola matanya bergetar, dia langsung membanting ponselnya!Asisten yang baru kembali kebetulan melihat kejadian ini, dia bertanya, "Kak Lisa, ada apa? Kenapa kamu marah-marah."Ponselnya berdering lagi, tapi Lisa masih terlalu kaget dengan berita Thasia hamil.Thasia hamil anak siapa?Kenapa bisa hamil?Bukankah mereka tidak pernah tidur bersama?Kalau begitu kenapa Thasia bisa hamil?Tangan Lisa terkepal erat, buku-buku jarinya memutih, saat asisten itu mendekat, Lisa menepis tangannya. "Jangan sentuh aku!"Asisten itu merasa terkejut.Lisa menatap Siti, ekspresi mengerikannya menghilang, air matanya mengalir, dia terlihat sangat menyedihkan dan tertekan.Siti segera menenangkannya. "Kak Lisa, jangan sedih."Lisa menangis sambil memeluk Siti. "Setelah aku berkorban begitu banyak, kenapa pria itu masih belum puas, apakah dia melupakan utangnya padaku?"Melihatnya menangis seperti ini, Siti juga merasa sedih, bagaimana mungkin dia tega berkomentar.--Saat
Thasia bangun saat tengah malam.Saat jarinya bergerak, dia menyadari ada orang yang menimpanya.Thasia membuka matanya, dia melihat ke samping, di sana ada Jeremy yang tertidur sambil memegang tangannya.Rambut pria itu berantakan, wajahnya terlihat kelelahan.Sepertinya tidur Jeremy tidak nyenyak.Jeremy yang selalu berpenampilan dengan rapi, saat ini kumisnya sudah sedikit tumbuh.Melihat ini Thasia sedikit tertegun.Seketika ada perasaan campur aduk di dalam hatinya.Setelah beberapa saat, Tony berjalan masuk sambil membawa barang."Nyonya kamu sudah sadar," bisik Tony.Thasia mengangguk.Tony melihat ke arah Jeremy yang tertidur dan berkata, "Pak Jeremy terus menjagamu, aku menyuruhnya tidur, tapi dia bersikeras mau menjagamu, saat subuh dia baru ketiduran."Thasia membuka mulutnya, tenggorokannya terasa sangat serak. "Anakku ...."Tony berkata, "Dia aman, hampir saja keguguran, tapi untung masih tertolong, kalau nggak hubungan kalian pasti akan hancur. Saat kamu didorong ke ruang
"Jere ...."Sebelum kalimat Thasia selesai diucapkan, pintu tiba-tiba didorong terbuka.Mereka melihat Karen berjalan masuk, dia menatap Thasia, wajahnya terlihat senang dan dia berkata, "Aduh, sayangku, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau kamu sedang hamil? Aku baru tahu sekarang, kalau dari awal sudah tahu, aku nggak akan pergi jalan-jalan. Katakan, bukan aku orang terakhir yang tahu, bukan?"Karen masih memegang kopernya, memakai syal dan kacamata hitam, sepertinya wanita itu baru saja turun dari pesawat.Kulit Karen terlihat sedikit hitam karena berjemur.Dia juga membawa banyak barang.Kalimat Thasia tadi pun terpotong karena kedatangan Karen.Thasia segera terduduk dan berkata, "Bibi!"Thasia cukup senang saat melihat Karen, seakan-akan rasa resah di hatinya menghilang.Karen meletakkan kopernya, berjalan mendekat sambil mendorong Jeremy ke samping, lalu memeluk Thasia. "Thasiaku, terima kasih. Terima kasih sudah mengandung keturunan Keluarga Okson."Thasia tertegun dipeluk ole
Semua disimpan dalam kotak makan dan masih hangat.Padahal makanan khusus ibu hamil yang Jeremy beli juga berasal dari hotel bintang lima.Namun, Karen meremehkan makanan itu, dia mendorong semua barang itu ke samping, lalu membuka kotak makan yang dia bawa. "Ini sup ikan mas, bagus untuk ibu hamil, kalau ini bubur hati ayam, untuk menambah darah, dan juga ini, kacang polong dan kaki sapi ...."Karen terus berbicara untuk didengar orang-orang, lalu dia berkata lagi pada Jeremy, "Kamu baru pertama kali menjadi ayah, kamu harus belajar bagaimana caranya merawat wanita hamil, ke depannya kamu juga harus merawat anakmu. Ini semua makanan yang bagus untuk wanita hamil, jangan sampai dia memakan darah atau makanan nggak matang, hal itu bisa membuatnya keguguran ...."Karen terus berbicara, Jeremy langsung berkata, "Dia itu istriku, aku tahu bagaimana cara merawatnya.""Apanya yang merawatnya?" Karen sama sekali tidak percaya padanya. "Kamu sebagai suaminya malah membiarkan Thasia bekerja hin
Asisten itu cukup terkejut saat melihat Jeremy, lalu dia menangis. "Pak Jeremy, akhirnya aku berhasil menemukanmu."Jeremy menoleh, melihat wajah asisten itu yang terlihat cemas, dia langsung tahu kalau orang itu adalah asistennya Lisa, dia membuang rokoknya yang sudah mati ke tong sampah. "Memangnya di kantor nggak ada orang lain lagi?"Perusahaan entertainmentnya memiliki seorang penanggung jawab, juga berperan sebagai CEO.Kalau ada masalah yang harus dia urus, dia akan mengurusnya.Asisten itu berkata, "Meski di kantor ada banyak orang, Kak Lisa hanya ingin Pak Jeremy. Telepon Anda dari kemarin nggak bisa dihubungi."Jeremy mengerutkan kening, dia tidak ingin mendengar hal-hal ini. "Nggak ada urusan lain lagi?"Asisten itu menghapus air matanya, tapi air mata itu tetap mengalir, sama sekali tidak bisa berhenti. "Penyakit Kak Lisa kambuh lagi, kemarin sebenarnya dia ada kerjaan, tapi karena telinganya nggak bisa mendengar, jadi dibatalkan. Apakah dia akan menjadi tuli? Kalau begitu
Tatapan Lisa menjadi lebih bergetar, dia tersenyum. "Jeremy, kamu bilang apa? Jangan begitu dingin bisa nggak? Aku takut, aku sudah merasa sangat takut sekarang!"Tangan Lisa juga mulai bergetar.Jeremy melepaskannya, tatapan matanya masih menusuk. "Kalau bukan karena dirimu yang menghancurkan diri sendiri, mana mungkin pendengaranmu malah semakin parah. Sepertinya kamu hanya berpura-pura mencintai tubuhmu ini, kamu sebenarnya nggak mementingkan kariermu, kamu hanya ingin menghancurkan dirimu.""Posisimu sudah bagus di dunia hiburan, bukan semua orang bisa sampai ke posisimu itu, karena kamu nggak menghargai hal itu, maka aku akan mencari orang lain untuk menggantikanmu!" Perkataan Jeremy terdengar kejam, tidak peduli Lisa bisa mendengarnya atau tidak, karena sudah mengatakan apa yang harus dia katakan, Jeremy juga tidak akan membuang-buang waktunya untuk mengurusi Lisa.Jeremy yang selama ini membantu Lisa hingga bisa terkenal.Bagaimana mungkin dia membiarkan Lisa sendiri yang mengha