Thasia tersenyum. "Kamu ini bilang apa. Pernikahanku dan Jeremy itu tanpa cinta, meskipun kamu menyingkirkan Lisa, tetap akan ada wanita lain yang muncul."Wajah Sabrina pun terlihat tidak senang. "Kalau gitu aku diam saja."Pembantu memasak dengan cukup cepat.Namun, Thasia baru makan sedikit malah sudah merasa mengantuk.Keesokan harinya.Thasia dan Sabrina pergi ke pameran.Sabrina itu desainer yang cukup terkenal, padahal dia datang dengan menyamar, tetap saja ada yang mengenalinya.Ramai sekali di sana.Sabrina pun hanya bisa melepaskan tangan Thasia. "Thasia, kamu jalan duluan saja."Setelah itu Sabrina segera berjalan pergi.Saat Sabrina pergi Thasia merasa bosan sendirian.Namun, dia tidak menyangka saat berjalan ke arah pintu keluar, dia melihat Jeremy berjalan mendekat.Saat mereka berdua saling memandang, seketika waktu terasa berhenti.Namun, Thasia dengan cepat kembali sadar.Thasia tidak mengatakan apa-apa. Saat Thasia ingin menghindari Jeremy, pria itu malah menghalangi
Melihat ini Jeremy pun mengerutkan keningnya. "Bukannya kamu sudah ke dokter?""Ya, aku akan meminum obatnya nanti."Punggung Thasia terasa dingin, tenggorokannya juga terasa tegang.Dia tidak berani menatap mata Jeremy, takut Jeremy yang peka akan mengetahui kejanggalan pada dirinya.Jeremy mengerutkan kening. "Sudah dua hari sejak kamu ke dokter, coba bawa sini obatmu, aku akan bertanya pada Ricky. Kalau nggak ada efek aku akan menyuruh Ricky membuatkan resep lagi untukmu."Obat yang diberikan dokter sudah Thasia ganti tempatnya.jika diperlihatkan pada Ricky, sebagai seorang dokter bukankah pria itu akan menyadari ada yang tidak beres pada obatnya?Thasia segera mengalihkan pembicaraan. "Baru dua hari, efek obatnya nggak akan secepat itu, lagi pula, kamu juga sudah memberikanku sekotak obat waktu itu."Jeremy pun baru teringat.Melihat Jeremy hanya diam saja, Thasia segera meletakkan kopinya di depannya. "Kali ini aku nggak menambahkan bunga zaitun, kamu coba dulu suka nggak. Aku ti
Thasia tertegun.Jeremy tidak pernah bersikap selembut ini padanya.Jika tidak ada masa kontrak tiga tahun dan tidak ada Lisa, Thasia mungkin akan berpikir untuk tetap di sisi pria itu lagi karena tindakan dan ucapannya barusan.Thasia mengangguk. "Aku tahu Ricky nggak akan memakan orang, tapi aku benar-benar nggak kenapa-napa. Jeremy, kenapa kamu nggak percaya padaku, mungkinkah aku terlihat seperti orang penyakitan?""Atau jangan-jangan aku terlihat seperti sedang hamil?"Thasia kali ini menguji pria itu dengan ucapan yang cukup berisiko.Jeremy pernah menebak hal ini, tapi segera disangkal oleh Thasia.Kali ini dia yang mengatakannya duluan, semoga Jeremy menyangkalnya juga.Jeremy terdiam.Namun, tatapan matanya berpindah ke tubuh Thasia karena mendengar perkataan tadi.Memang akhir-akhir ini dia merasa Thasia menjadi lebih gemuk.Sedangkan selama dua hari ini, wajah Thasia terlihat lebih kurus dan pucat.Bibir tipis Jeremy pun bergerak, dia berkata dengan suara serak, "Nanti aku a
Thasia memasak bubur dan mi telur.Juga membuat jus pir.Setelah selesai memasak, pembantu membawakan semua makanan itu ke meja makan.Kebetulan Jeremy juga berjalan turun dari atas, Thasia segera memanggilnya, "Sini makan sarapan."Saat ini ada cahaya matahari yang menyinari tubuh Thasia, seketika membuat tubuhnya seperti dilapisi oleh sinar emas yang indah.Jeremy merasa keadaan seperti ini sangat nyaman, seperti kembali ke masa lalu.Namun, semua ini hanya sementara saja.Karena setelah selesai sarapan mereka akan pergi mengurusi masalah cerai mereka,Jeremy sebenarnya tidak terlalu terbiasa makan sarapan, tapi dia juga tidak bisa menolak.Thasia sangat pandai memasak, makanannya ini enak dan mudah dicerna.Setelah selesai sarapan mereka berjalan ke luar bersama-sama.Jeremy tidak memanggil sopir, juga tidak memanggil Tony, dia yang mengemudi sendiri. Thasia duduk di samping kemudi, kondisi ini sama seperti saat mereka pergi mengambil akta nikah.Namun, saat itu cuacanya tidak sebag
Tentu saja Thasia tidak senang.Namun, dia tidak punya pilihan."Ya, aku sangat senang," kata Thasia dengan mengkhianati isi hatinya.Jeremy dari awal sudah menebak hal ini. "Cara tercepat yang kamu maksud itu dengan mencari pengacara, bukan?"Thasia tidak menyangkal.Setelah dia terdiam, dia berkata pada Jeremy, "Pak Jeremy, kita nggak sejalan lagi."Thasia ingin pergi mencari pengacara.Jeremy mengerti maksud Thasia, tidak mungkin dirinya berbaik hati memberikan wanita itu tumpangan.Jeremy berkata dengan datar, "Di PT Okson lagi ada banyak kerjaan.""Oh."Thasia tidak berkata apa-apa lagi.Begitu mereka sampai di PT Okson, yang satu kembali ke kantor presdir, yang satu lagi kembali ke mejanya.Saat Vina melihat Thasia dia merasa sangat terkejut. "Kak Thasia aku kira kamu nggak akan datang lagi."Perhatian Thasia pun tertuju pada Vina.Pakaian kerja Vina terlihat sangat rapi.Sepertinya Jeremy sudah memperlakukan gadis ini dengan baik.Apalagi tujuan Vina diterima di sini untuk mengg
Jeremy berkata tanpa menoleh, "Kamu pergi ke hotel untuk bertemu perwakilan PT Sintrom, lalu tentukan tempat makan siang, termasuk nanti malam, urus semuanya dengan baik.""Baik."Thasia tidak menolak perintah Jeremy.Setelah mendapat alamat hotelnya, dia pun pergi ke tempat parkir untuk mengambil mobil.Saat ingin membuka pintu mobil, lengannya ditarik oleh seseorang, Thasia merasa terkejut.Detik berikutnya dia mendengar Vina berkata, "Kak Thasia, kamu yang menerimaku bekerja di sini, mungkinkah kamu nggak tahu seperti apa sifatku? Semua pertanyaanku padamu itu nggak ada maksud lain, aku memang ingin memintamu mengajarku sesuatu. Bisakah kamu membantuku membujuk Pak Jeremy agar nggak jadi memecatku?"Vina tidak ingin dipecat begitu saja.Vina dari tadi terus menunggu di tempat parkiran. Dia sudah berpikir, jika dirinya bertemu dengan Thasia atau Tony, atau bahkan Jeremy, dia harus terlihat menyedihkan dan memohon agar dirinya dipertahankan di sini.Suasana hati Thasia hari ini sedang
Setelah Sisilia berkata seperti itu, dia langsung memunggungi Thasia.Karena perwakilan PT Sintrom tidak menerima kedatangannya, Thasia pun hanya bisa memberi tahu Jeremy hal ini. "Dia bilang ingin kamu yang datang sendiri, katanya pihak kita selalu ganti-ganti orang."Thasia tidak bertele-tele.Jika Jeremy ingin mempertahankan kerja sama ini, maka pria itu harus datang sendiri.Kalau tidak mau ....Maka pria itu bisa mengabaikan perkataannya ini.Sedangkan dirinya bisa memanfaatkan waktu ini untuk mencari pengacara.Tanpa disangka Jeremy malah berkata, "Kembali kantor."Nadanya terdengar tegas, kedengarannya Jeremy tidak sedang bercanda."Baik."Thasia juga tidak berkomentar lagi.Saat Thasia kembali, Jeremy sudah tidak berada di depan komputer, pria itu berdiri di depan jendela besar, tangan kanannya sedang memegang rokok.Thasia sekarang bersikap formal seperti seorang pegawai kantoran. "Pak Jeremy ada perintah apa?"Jeremy meniupkan asap rokoknya.Di balik asap putih itu wajah Jere
Seorang pria yang berpakaian rapi sedang duduk di depan meja komputer. "Bu, kamu tadi juga bilang kalau kalian sudah membuat janji di Kantor Biro Urusan Sipil, jadi kamu harus menunggu dengan sabar. Kalau pasanganmu nggak mau cerai, baru kita urus."Thasia berkata dengan ekspresi tegas, "Aku ingin bercerai secepatnya.""Aku harus bayar berapa agar kamu mau membantuku mempercepat kasus perceraianku?" tanya Thasia dengan panik.Thasia tidak bisa menunggu sampai dua bulan.Pria itu menyadari reaksi Thasia terlihat sedikit aneh. "Kamu kelihatannya ingin buru-buru bercerai, pasanganmu nggak mau bercerai atau kamu yang berselingkuh dengan orang lain?"Thasia menyangkalnya, "Aku nggak berselingkuh, aku ini nikah kontrak dengan suamiku. Lagi pula, suamiku sudah punya pujaan hati. Kami juga menikah dengan diam-diam, aku merasa lelah saja dengan pernikahan tanpa cinta ini, kami juga nggak akan membagi kekayaan, nggak ada anak, aku hanya ingin cepat-cepat memulai kehidupan baru."Pernikahannya di
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak