Kedua keluarga itu merasa terkejutYasmin memandang gadis muda di depannya dan merasa sangat terkejut. Dia memastikannya lagi. "Apa kamu bilang? Kamu hamil anak putraku?"Ella merasa sedikit gelisah, dia tidak tahu apa konsekuensinya jika mengatakan hal ini.Dia hanya bisa bertaruh.Ella mengangguk. "Ya ... aku mengandung anak Pak Jeremy!"Mereka pun mendengarnya dengan cukup jelas kali ini.Wanita itu sedang mengandung anak Jeremy.Santo dan Bianca tertegun sejenak, ekspresi mereka pada akhirnya berubah menjadi tidak senang. Mereka tidak menyangka Jeremy punya anak di luar sana!Maka kehidupan seperti apa yang dijalani putri mereka di Keluarga Okson selama ini?Yasmin malah merasa sangat senang. Meskipun bukan Lisa yang hamil, selama bukan dari perut Thasia, maka ini adalah kabar baik.Anak dalam kandungannya adalah keturunan Keluarga Okson.Lisa memiliki tubuh yang lemah, mungkin saja dia tidak bisa melahirkan anak. Maka mereka harus mencari jalan keluar lain."Benarkah?" Yasmin lang
Thasia memahami maksud Yasmin, wanita itu mengatakan semua ini hanya untuk menekannya saja.Bianca awalnya sudah diam, tapi mendengar Yasmin mengatakan hal ini, dia merasa tidak senang lagi. "Kamu sombong sekali. Putramu selingkuh dan dia punya anak. Bahkan berselingkuh dalam pernikahan!"Yasmin membalasnya, "Jangan bicara yang nggak-nggak, putrimu yang nggak bisa hamil, kamu masih mau menyuruh putraku nggak boleh melirik wanita lain!""Diam!" seru Jeremy dengan dingin.Yasmin menatap Jeremy, melihat wajahnya semakin pucat, wanita itu pun terdiam. "Oke, aku akan diam. Kamu masih lemah, jadi kamu harus tetap berbaring di ranjang."Santo berkata, "Thasia, jangan bahas hal ini lagi, ayo kita pergi."Berbicara panjang lebar di sini tidak akan ada gunanya.Jeremy memandang Thasia. Keduanya saling memandang, Thasia juga segera membuang muka, "Oke, Ayah."Thasia tidak membantah dan berjalan ke arah Santo tanpa menoleh ke belakang.Jeremy menatap punggungnya yang tegas, alisnya berkerut dan di
Yasmin memandang Jeremy, yang memasang ekspresi tidak senang dan sedang berbaring di ranjang rumah sakit.Sebenarnya Jeremy bisa peduli pada gadis ini berarti menunjukkan bahwa pria itu masih memikirkan Lisa.Kalau begini maka semuanya jadi mudah.Pikiran Ella terus tertuju pada Jeremy, dia berkata kepada Yasmin. "Nggak ada yang menjaga Kak Jeremy, sebaiknya aku yang menjaganya.""Bagaimana bisa kamu yang menjaganya?" Yasmin tidak ingin Ella masuk. "Kamu sedang hamil, jadi kamu harus lebih berhati-hati. Kamu harus pulang ke rumah bersamaku. Ada banyak orang yang menjaga Jeremy, sedangkan kamu harus menjaga dirimu baik-baik."Ella sebenarnya sangat ingin tetap di sini untuk menjaga Jeremy. Sekarang Thasia sudah pergi, jadi dia mungkin punya kesempatan untuk membangun hubungan dengan Jeremy.Namun, ketika mendengar Yasmin mengatakan hal ini, dia pun tidak bisa membantah, jadi dia hanya bisa berkata, "Baiklah kalau begitu."Ella pun pergi dengan tatapan enggan.Ketika Jeremy sudah membaik
Lisa berkata, "Aku harus pergi ke rumah sakit.""Kalau kamu ke rumah sakit, bagaimana dengan syuting kita?" Sutradara itu sudah lama terjun di dunia film, dia belum pernah melihat ada artis yang langsung berhenti syuting dan bilang harus pergi ke rumah sakit.Lisa berkata, "Pak, Jeremy terluka dan sedang dirawat di rumah sakit. Aku merasa khawatir dan ingin melihat keadaannya."Ketika sutradara mendengar Jeremy terluka, dia pun membiarkannya, karena Lisa juga dikenalkan oleh Jeremy."Baiklah kalau begitu." Sekalipun sutradara itu merasa tidak senang kerjaannya ditunda satu hari, dia hanya bisa menerimanya.Lisa merasa senang. Untung dia tidak kehilangan perannya kali ini karena mengundur waktu syuting. Dia tersenyum dan berkata, "Terima kasih, Pak. Saat selesai syuting nanti, aku dan Jeremy akan mentraktirmu makan."Setelah itu, dia segera berjalan pergi.Aktor lain mulai mengeluh."Pak, kalau kaya gini kerjaan seluruh kru tertunda karena dia. Ibuku sedang sakit, tapi aku nggak pulang.
Tidak peduli Jeremy semarah apa, dia tetap harus memperhatikan tubuhnya.Jeremy tidak mendengarkan kata-kata Tony, pikirannya sedang dipenuhi oleh punggung Thasia.Sejak kapan wanita itu berani meninggalkannya."Telepon Thasia," kata Jeremy dengan dingin.Tony tertegun sejenak, dia tidak mengerti apa yang ingin dilakukan Jeremy.Dia juga merasa terkejut saat mengetahui keadaan rumah tangga mereka seperti ini.Tidak heran mereka merahasiakan pernikahan mereka.Tony kira selama ini Thasia tidak suka jadi pusat perhatian, jadi Pak Jeremy menghormati pilihannya dan merahasiakannya.Namun, ternyata pernikahan mereka tanpa didasari rasa cinta.Sayang sekali.Padahal dia menebak CEO Jeremy menyukai Thasia, tapi sekarang sepertinya pria itu tidak menyukai Thasia sebesar yang dia bayangkan.Tony tetap mengeluarkan ponselnya. "Oke."Tony menelepon Thasia.Saat itu, Thasia kebetulan sedang menemani orang tuanya pulang.Santo bersikeras untuk keluar dari rumah sakit. Dokter bilang patah tulangnya
Tony memandang Jeremy lagi. "Bu Thasia bilang ada di sisi kiri ruang ganti dan minta pembantu untuk mencarinya."Jeremy mengerutkan kening. "Bagaimana dengan jaket? Yang warna coklat.""Jaketnya digantung di lemari." Thasia menambahkan."Nggak jadi pakai sweater, aku mau jas saja dan dasi biru," kata Jeremy lagi.Thasia mengerutkan kening. "Ada banyak sekali dasi biru, dasi biru yang mana maksudnya?""Yang garis-garis vertikal."Thasia berkata, "Di kotak ke-28."Agar Jeremy tidak bertanya lagi, Thasia berkata, "Pak Jeremy, selain jas dan kemeja yang dibawa untuk dicuci, semuanya ada di lemari. Mbak pasti bisa menemukannya, kalau pakaian musim dingin, aku telah menyimpannya di kotak ruang ganti. Aku sudah meletakkan dengan rapi, mbak pasti bisa dengan mudah menemukannya. Semuanya sudah dibagi sesuatu kategori dan warna, jadi nggak akan salah ...."Tidak peduli apa yang Jeremy tanyakan, Thasia pasti bisa menjawabnya dengan cepat.Entah itu jaket atau sweater, bahkan Thasia ingat setiap m
"Oke, kalau begitu maaf mengganggu," kata Tony dengan sopan, dia menatap Jeremy. Ekspresi pria itu sedikit membaik, Tony pun menghela napas lega.Thasia awalnya ingin makan malam bersama orang tuanya.Namun, sekarang tidak jadi.Melihat Bianca membereskan tempat tidurnya, dia berjalan mendekat dan berkata, "Ibu, aku harus keluar sebentar, aku nggak bisa makan malam bersama kalian."Bianca menoleh padanya. "Ada apa?""Ada pekerjaan penting."Bianca menghampiri Thasia dan berkata, "Thasia, kalau kamu ingin pindah pekerjaan, pindah saja. Masih banyak pekerjaan di dunia ini."Bianca juga memikirkan nasib Thasia.Putrinya akan bercerai, tapi malah masih bekerja di perusahaan Jeremy, maka betapa memalukannya hal ini."Aku mengerti, Ibu."Thasia juga berpikir seperti itu. Setelah bercerai, dia tidak ingin berada di sisi Jeremy.Mereka akan benar-benar berpisah.Thasia segera kembali ke Kediaman Keluarga Okson.Ketika dia kembali, pembantu tetap memanggilnya "Bu Thasia" dengan hormat.Seakan-a
Thasia melihat tindakannya. Walau dirinya dan Jeremy akan bercerai, tetap saja dia yang tidur di ranjang ini sebelumnya. Dia tidak suka orang lain menyentuhnya, ketika Ella hendak menyentuhnya, dia meraih tangan wanita itu, "Kamu tahu sweater yang mana?"Ella berhenti sejenak dan berpikir, "Hanya mengambil sweater saja, aku juga bisa antarkan."Ella merasa apa yang bisa dilakukan Thasia, dirinya juga bisa melakukannya.Thasia berkata tanpa ekspresi, "Kalau kamu ingin menjadi istrinya, kamu harus bisa memenuhi syarat." Thasia melihat ke arah ranjang besar. "Jeremy itu orang yang suka pilih-pilih, seperti sweater, hari apa dia akan memakai warna putih atau hitam, kalau dia nggak menyukainya ... maka akan gawat.""Berhentilah menakut-nakutiku!" Ella tidak memercayainya. Thasia juga sempat memperingatinya saat di dapur, tapi pada akhirnya Thasia hanya ingin dirinya mundur. "Cuacanya semakin dingin. Kak Jeremy ingin memakai pakaian tebal agar tetap hangat. Mana mungkin dia sampai berpikir s
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak