Ella tadi merasa gugup dan mengira dirinya akan kalah, tapi mendengar perkataan mereka selanjutnya, percaya dirinya pun kembali.Thasia berada di posisi istrinya Jeremy dengan sia-sia, tidak ada yang tahu statusnya, jadi tidak ada gunanya.Mungkin mereka akan bercerai di masa depan.Ella memandangi mereka dan tiba-tiba sebuah ide muncul di benaknya."Jangan khawatir." Ella berkata sambil tersenyum, "Kalian nggak akan bisa masuk ke PT Okson dengan sembarangan. Kalian pasti akan diusir sebelum masuk!""Bagaimana mungkin? Aku ini bibinya Jeremy, siapa yang berani mengusirku!" Evelyn mengandalkan statusnya dan berani bersikap sombong, bahkan dia sudah membayangkan dirinya akan diperlakukan dengan hormat di dalam sana.Ella berkata, "Kalian tadi bilang Thasia juga bersikap waspada pada kalian. Dia itu sekretarisnya Jeremy, dia pasti akan langsung tahu siapa yang datang ke sana. Menurut kalian apakah kalian nggak akan diusir?"Evelyn berpikir sejenak, dia menjadi khawatir, lalu berkata denga
Orang di meja resepsionis depan selalu menganggap Thasia sebagai orang yang sangat baik.Thasia selalu bersikap ramah kepada orang lain dan tidak pernah berusaha mencari perhatian, tidak seperti yang dikatakan Evelyn.Di sisi lain, dia malah melihat Evelyn bertingkah berlebihan dan berbicara yang tidak-tidak. Dia seperti wanita tua yang suka membuat keributan.Dia ingin menyuruh satpam untuk mengatasi orang ini.Kebetulan saat ini dia melihat sebuah mobil lewat dengan tanda reporter di atasnya.Ada juga petugas sanitasi di depan gerbang.Semua reporter ini adalah reporter liputan acara sosial, mereka biasanya mewawancarai para petugas sanitasi. Petugas resepsionis tadi tidak ingin memancing perhatian reporter, jadi dia tidak berbuat sesuatu pada Evelyn.Mata tajam Evelyn juga melihat lirikan petugas resepsionis itu, dia juga kebetulan melihat reporter di luar.Peluang bagus.Dia berhenti membuat keributan dan berjalan keluar."Cepat hentikan mereka!" Melihat ada yang tidak beres, petug
"Kak Thasia, gawat!"Begitu Thasia berjalan keluar dari kamar mandi setelah selesai merapikan diri, dia melihat Rina berjalan dengan terburu-buru. Dia bertanya, "Kenapa kamu begitu panik?""Sesuatu terjadi padamu!"Rina tidak menyangka hal seperti itu akan terjadi."Aku?" Thasia belum mengerti apa yang dia maksud, jadi dia bertanya dengan tenang, "Ada apa denganku?""Bibimu dan sepupumu datang ke sini."Mendengar ini, Thasia terlihat sedikit kesal. Selama dia mendengar nama kedua orang itu, dia langsung tahu ada yang tidak beres.Alhasil, dia melihat siaran langsung secara online di ponsel Rina.Bibi dan sepupunya yang tidak tahu malu itu berpura-pura terlihat menyedihkan di depan reporter dan merusak citranya.Bahkan mengatakan hal yang tidak-tidak.Katanya mereka telah menghabiskan seluruh uang mereka untuk membiayai Thasia kuliah.Hingga akhirnya Thasia bisa bekerja di perusahaan ini, memiliki kehidupan yang lebih baik, tapi dia malah tidak tahu terima kasih, bahkan tidak peduli pad
Thasia turun ke bawah dan melihat reporter melakukan wawancara di pintu gerbang.Ada begitu banyak kamera yang diarahkan Evelyn dan putrinya, mereka sedang menangis sambil menceritakan kisah mereka.Mata Feni tampak bengkak karena menangis, dia berkata ke arah kamera, "Terima kasih atas perhatian kalian. Selama ada kalian, aku yakin kami akan diberikan keadilan!""Keadilan apa?" kata Thasia dengan wajah dingin, dia tidak suka melihat sikap mereka yang munafik dan bertanya langsung, "Kamu pikir aku akan takut dijelek-jelekkan oleh kalian di depan umum seperti ini?"Mereka semua menoleh dan melihat Thasia berjalan mendekat tanpa merasa takut.Evelyn langsung sadar dan menangis dengan histeris, dia menunjuk ke arah Thasia sambil berkata, "Thasia, dasar nggak punya perasaan. Aku ini bibimu, tapi kamu malah bersikap begitu kejam, kamu nggak memedulikan nasib kami. Sejak kecil hingga dewasa, kami selalu sayang padamu, bahkan nggak pernah bersikap kejam padamu, bagaimana bisa kamu memperlak
Feni kemudian berkata, "Benar, demi sepupuku, orang tuaku mengumpulkan uang untuk membiayai kuliahnya."Untuk mendapat keuntungan, mereka rela berbicara omong kosong dan tidak peduli pada hal lainnya."Dasar nggak tahu malu!""Nggak tahu terima kasih!"Tiba-tiba seseorang melemparkan sebutir telur ke arah Thasia, telur itu mendarat di hadapannya.Thasia menoleh dan melihat belasan orang sudah berdiri di gerbang, ada telur dan sayuran di tangan mereka.Mereka melempar semua itu ke arahnya.Thasia dengan cepat menghalanginya dengan tangan.Satpam yang melihat ini bergegas menghalanginya."Untuk apa dihalangi? Dia itu wanita jahat yang telah menghancurkan keluarga orang! Sekretaris apanya, dia itu simpanan orang lain!"Salah satu orang yang melemparkan telur ke arahnya mulai memakinya.Thasia melihat bahwa keadaan sepertinya menjadi lebih gawat dari yang dia kira, jadi dia pun menjadi waspada.Evelyn mencari sampai ke sini, lalu ada orang yang melemparinya barang, Thasia merasa semua ini
Tidak jauh dari situ, terdengar suara seseorang berteriak dengan marah.Bianca mendorong kursi roda yang diduduki Santo, pria itu terlihat sangat marah.Thasia merasa terkejut. "Ayah, kenapa Ayah bisa ada di sini?"Evelyn berpikir dirinya bisa mendapat peluang dari Thasia, maka semuanya tidak akan menjadi masalah, tapi dia tidak menyangka Santo akan datang ke sini.Saat dia melihat Santo, wajahnya menjadi pucat. "Kak Santo."Santo memandangnya dengan serius. "Kamu menghina putriku seperti ini, bagaimana mungkin aku nggak datang! Evelyn, aku pikir kamu hanya memiliki sifat malas saja, tapi ternyata kamu juga jahat, bisa-bisanya kamu memfitnah putriku di depan media, kamu sungguh kejam!""Kak ... bukan begitu ...." Evelyn berkata, "Aku nggak memfitnahnya, aku hanya bilang bahwa Thasia nggak menghormatiku!"Santo mengerutkan keningnya, dia tidak mau mendengarkan penjelasannya, jadi segera memotong kalimatnya, "Apa artinya reputasi Thasia bagimu? Memangnya dia itu alat untukmu mencari keun
Thasia juga sudah menebaknya, dia bertanya, "Siapa?"Evelyn tertegun sejenak. "Aku nggak tahu namanya, aku nggak sempat menanyakan namanya, tapi dia terlihat masih muda. Aku yang dibodohi, bagaimana bisa aku memercayai kata-kata orang asing."Evelyn menangis dengan lebih keras, menyadari bahwa dirinya telah ditipu.Feni sama sekali tidak tahan dengan serangan dari netizen, wajahnya menjadi pucat dan dia menangis, "Apa yang harus aku lakukan? Nasibku sudah berakhir, aku pasti nggak akan bisa magang, nggak akan ada perusahaan yang mau menerimaku. Kak Thasia, tolong bantu aku, biarkan aku magang di PT Okson. Tolong bantu aku jelaskan bahwa diriku nggak kejam, bagaimana aku bisa mendapat kerjaan nanti?"Kedua orang itu memohon dengan sedih."Thasia, aku mohon padamu, tolong bantu adikmu. Begini saja, aku akan berlutut padamu!" Evelyn tahu keadaan saat ini sudah gawat, jadi dia berpikir merendahkan dirinya demi putrinya.Thasia tidak berkata apa-apa. Bersikap baik pada orang lain berarti ke
Sosok itu dari belakang terlihat mirip dengan seseorang.Thasia tidak berani asal menilai, dia ingin berjalan mendekat untuk melihat siapa orang itu.Saat hendak berjalan di pinggir jalan, tangannya dicengkeram oleh seseorang."Thasia, aku tahu kamu orang yang baik, tolong maafkan aku kali ini. Bibi nggak akan pernah mengulanginya lagi. Aku tahu aku salah!" Evelyn takut dibawa pergi oleh polisi, mungkin saja dirinya akan masuk penjara. Jika Thasia memaafkannya, dia tidak perlu ke penjara, jadi dia pun mencarinya dan memohon belas kasihan."Lepaskan aku."Thasia masih ingin mengejar orang tadi, tapi dia melihat pihak lawan berjalan semakin jauh, jadi dia berusaha melepaskan diri dari Evelyn.Evelyn memegangnya erat dengan mata memerah. "Bahkan kalau kamu nggak memikirkanku, pikirkan pamanmu yang juga anggota Keluarga Siris. Kalau aku dan putriku masuk penjara, bagaimana dengan pamanmu?""Kak Thasia!" Feni berlutut di depan Thasia. "Maafkan aku. Aku masih belum mendapatkan ijazah, aku ng
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak