Melihat pria itu tidak mengatakan apa-apa, Eric segera berdiri, ikut berdiri di sampingnya dan berkata, "Kakekmu memilihkan wanita ini untukmu. Dia memang cukup baik, berperilaku bijaksana, nggak peduli berapa banyak wanita yang kamu miliki di luar sana. Bukankah kalau begini jadinya bagus, kenapa kamu malah kelihatannya nggak senang?"Jeremy terdiam beberapa saat. "Berperilaku baik, bijaksana dan patuh memang merupakan pilihan yang baik untuk dijadikan seorang istri.""Tapi aku melihat perhatianmu tertuju padanya sekarang, jangan-jangan kamu suka padanya?" Eric merasa ada yang tidak beres dengan Jeremy. Bahkan jika dia sengaja menyulitkan wanita itu, seharusnya pihak lawan merasa senang.Namun, saat Eric melihat ke bawah, Thasia sepertinya mudah bergaul dengan rekan kerja pria lainnya, dia pun tersenyum dan berkata, "Menurutku istrimu ini sangat populer, dia bisa rukun dengan semua orang. Bukankah kamu bilang akan bercerai dengannya? Aku rasa akan ada banyak pria yang mengejarnya sete
"Nggak."Thasia mengenakan jaket tadi saat di luar, jadi mereka tidak bisa melihat ke dalam.Saat dia hendak melepasnya, Jeremy sudah menariknya."Sudah terlambat untuk menutupinya sekarang." Jeremy mencibir, matanya terlihat posesif, jari-jarinya pun mulai menyentuh dada Thasia.Thasia melihat cara Jeremy memandangnya seperti cara pria memandang wanita.Baru pertama kalinya dia melihat Jeremy seperti ini.Thasia merasakan bahaya dan ingin melarikan diri.Jeremy menolak untuk melepaskannya, dia mengunci tubuh Thasia di sudut. "Thasia, jadi mengejar kebahagiaan yang kamu maksud itu ini?"Thasia tidak mengerti. "Apa?"Jeremy bersandar padanya dan mencibir, "Kamu sudah punya banyak target. Setelah bercerai, kamu akan segera menemukan pria baru untuk dinikahi."Melihat tangan pria itu menyentuhnya semakin kurang ajar, Thasia merasa sedikit takut, dia pun melengkungkan tubuhnya. "Bukan begitu. Jeremy, lepaskan dulu. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, bicarakan baik-baik. Nanti malah dilih
Mendengar ini, Ella merasa terkejut dan mundur beberapa langkah."Kamu bilang Thasia itu istrinya Jeremy?"Ella tidak percaya sama sekali, bagaimana bisa seperti ini.Jika Jeremy adalah suaminya Thasia, kenapa dia tidak mengetahuinya dan kenapa mereka tidak memberi tahu siapa pun?"Ya, lepaskan tanganku dulu." Feni menarik tangannya. "Kakak iparku adalah Jeremy!"Ella memandang mereka, masih dengan sikap curiga. "Kalian pasti berbohong padaku, bukankah Thasia itu sekretarisnya Jeremy? Bagaimana bisa dia menjadi istrinya?""Mana mungkin bohong." Evelyn berkata, "Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri dan mendengarnya dengan telingaku. Dia bahkan mengunjungi kakakku, ayahnya Thasia. Jeremy adalah menantu mereka."Setelah mendengar ini, Ella merasa terkejut dan menarik kesimpulan dari kata-kata mereka, "Kalian ... nggak tahu hal ini sebelumnya?"Evelyn juga merasa bingung dan menghela napas. "Aku baru mengetahuinya. Kalau aku sudah tahu dari dulu, keluarga kami pasti sudah kaya!"Kel
Ella tadi merasa gugup dan mengira dirinya akan kalah, tapi mendengar perkataan mereka selanjutnya, percaya dirinya pun kembali.Thasia berada di posisi istrinya Jeremy dengan sia-sia, tidak ada yang tahu statusnya, jadi tidak ada gunanya.Mungkin mereka akan bercerai di masa depan.Ella memandangi mereka dan tiba-tiba sebuah ide muncul di benaknya."Jangan khawatir." Ella berkata sambil tersenyum, "Kalian nggak akan bisa masuk ke PT Okson dengan sembarangan. Kalian pasti akan diusir sebelum masuk!""Bagaimana mungkin? Aku ini bibinya Jeremy, siapa yang berani mengusirku!" Evelyn mengandalkan statusnya dan berani bersikap sombong, bahkan dia sudah membayangkan dirinya akan diperlakukan dengan hormat di dalam sana.Ella berkata, "Kalian tadi bilang Thasia juga bersikap waspada pada kalian. Dia itu sekretarisnya Jeremy, dia pasti akan langsung tahu siapa yang datang ke sana. Menurut kalian apakah kalian nggak akan diusir?"Evelyn berpikir sejenak, dia menjadi khawatir, lalu berkata denga
Orang di meja resepsionis depan selalu menganggap Thasia sebagai orang yang sangat baik.Thasia selalu bersikap ramah kepada orang lain dan tidak pernah berusaha mencari perhatian, tidak seperti yang dikatakan Evelyn.Di sisi lain, dia malah melihat Evelyn bertingkah berlebihan dan berbicara yang tidak-tidak. Dia seperti wanita tua yang suka membuat keributan.Dia ingin menyuruh satpam untuk mengatasi orang ini.Kebetulan saat ini dia melihat sebuah mobil lewat dengan tanda reporter di atasnya.Ada juga petugas sanitasi di depan gerbang.Semua reporter ini adalah reporter liputan acara sosial, mereka biasanya mewawancarai para petugas sanitasi. Petugas resepsionis tadi tidak ingin memancing perhatian reporter, jadi dia tidak berbuat sesuatu pada Evelyn.Mata tajam Evelyn juga melihat lirikan petugas resepsionis itu, dia juga kebetulan melihat reporter di luar.Peluang bagus.Dia berhenti membuat keributan dan berjalan keluar."Cepat hentikan mereka!" Melihat ada yang tidak beres, petug
"Kak Thasia, gawat!"Begitu Thasia berjalan keluar dari kamar mandi setelah selesai merapikan diri, dia melihat Rina berjalan dengan terburu-buru. Dia bertanya, "Kenapa kamu begitu panik?""Sesuatu terjadi padamu!"Rina tidak menyangka hal seperti itu akan terjadi."Aku?" Thasia belum mengerti apa yang dia maksud, jadi dia bertanya dengan tenang, "Ada apa denganku?""Bibimu dan sepupumu datang ke sini."Mendengar ini, Thasia terlihat sedikit kesal. Selama dia mendengar nama kedua orang itu, dia langsung tahu ada yang tidak beres.Alhasil, dia melihat siaran langsung secara online di ponsel Rina.Bibi dan sepupunya yang tidak tahu malu itu berpura-pura terlihat menyedihkan di depan reporter dan merusak citranya.Bahkan mengatakan hal yang tidak-tidak.Katanya mereka telah menghabiskan seluruh uang mereka untuk membiayai Thasia kuliah.Hingga akhirnya Thasia bisa bekerja di perusahaan ini, memiliki kehidupan yang lebih baik, tapi dia malah tidak tahu terima kasih, bahkan tidak peduli pad
Thasia turun ke bawah dan melihat reporter melakukan wawancara di pintu gerbang.Ada begitu banyak kamera yang diarahkan Evelyn dan putrinya, mereka sedang menangis sambil menceritakan kisah mereka.Mata Feni tampak bengkak karena menangis, dia berkata ke arah kamera, "Terima kasih atas perhatian kalian. Selama ada kalian, aku yakin kami akan diberikan keadilan!""Keadilan apa?" kata Thasia dengan wajah dingin, dia tidak suka melihat sikap mereka yang munafik dan bertanya langsung, "Kamu pikir aku akan takut dijelek-jelekkan oleh kalian di depan umum seperti ini?"Mereka semua menoleh dan melihat Thasia berjalan mendekat tanpa merasa takut.Evelyn langsung sadar dan menangis dengan histeris, dia menunjuk ke arah Thasia sambil berkata, "Thasia, dasar nggak punya perasaan. Aku ini bibimu, tapi kamu malah bersikap begitu kejam, kamu nggak memedulikan nasib kami. Sejak kecil hingga dewasa, kami selalu sayang padamu, bahkan nggak pernah bersikap kejam padamu, bagaimana bisa kamu memperlak
Feni kemudian berkata, "Benar, demi sepupuku, orang tuaku mengumpulkan uang untuk membiayai kuliahnya."Untuk mendapat keuntungan, mereka rela berbicara omong kosong dan tidak peduli pada hal lainnya."Dasar nggak tahu malu!""Nggak tahu terima kasih!"Tiba-tiba seseorang melemparkan sebutir telur ke arah Thasia, telur itu mendarat di hadapannya.Thasia menoleh dan melihat belasan orang sudah berdiri di gerbang, ada telur dan sayuran di tangan mereka.Mereka melempar semua itu ke arahnya.Thasia dengan cepat menghalanginya dengan tangan.Satpam yang melihat ini bergegas menghalanginya."Untuk apa dihalangi? Dia itu wanita jahat yang telah menghancurkan keluarga orang! Sekretaris apanya, dia itu simpanan orang lain!"Salah satu orang yang melemparkan telur ke arahnya mulai memakinya.Thasia melihat bahwa keadaan sepertinya menjadi lebih gawat dari yang dia kira, jadi dia pun menjadi waspada.Evelyn mencari sampai ke sini, lalu ada orang yang melemparinya barang, Thasia merasa semua ini