“Kamu harus menikah dengan Pak Reynaldi, Maaf! Nak! Bapak Nggak ada pilihan.” Seketika dunia Lina terasa hancur. Lututnya seakan-akan lemas. Mendengar apa yang dikatakan sang Bapak. Bagaimana tidak, Lina harus menikah dengan orang terkaya di daerahnya untuk melunasi hutang-hutang bapaknya pada seorang rentenir. “Bapak! Bagaimana Bapak bisa berpikir seperti itu. Aku anak Bapak, kan? Bukan barang yang bisa bapak tukar seenaknya.” Dengan suara tinggi Lina berusaha menolak keinginan Bapaknya. “Maaf, Nak! Bapak melakukan ini demi keluarga kita. Bapak nggak mau rumah ini disita, kita jadi nggak punya tempat tinggal, maafin Bapak, Nak! Bapak nggak punya pilihan! Kamu harus kasihan sama Bapak, Ibu dan adik kamu.” “Tapi, Bapak! Kenapa aku yang dikorbankan.” “Sebentar lagi, Pak Reynaldi dan penghulu akan datang. Kalian akan menikah malam ini juga,” ujar Pak Akhbar tanpa mempedulikan omongan anaknya Di ruang tamu Pak Akhbar duduk gelisah bersama istrinya. Karena dia tahu Reynaldi
Sedih, hati Lina terasa hancur, dia tidak pernah menginginkan malam pertamanya seperti ini. Sambil menahan Isak Lina hanya dapat menatap langit-langit kamarnya sambil menggigit bibir bawahnya. Sementara Reynaldi sudah turun dari ranjang mewahnya, dengan peluh yang masih menetes di pelipisnya. Pria itu hanya diam dan segera mengenakan pakaiannya. “Mulai sekarang, kau tinggal disini! Ini kamar mu! Jangan mengganggu hidupku. Aku akan datang jika aku memerlukanmu. Lakukan saja kewajibanmu,” ucapnya dingin, sangat dingin sampai membuat ngilu hati Lina. Tanpa perasaan pria itu berlalu pergi meninggalkan kamarnya begitu saja. Sementara Fanny yang tau apa yang terjadi di kamar madunya, terduduk di sofa di dalam kamarnya dengan tangan yang mengepal. Sesekali memukuli meja rias tanpa disadari. Fanny tidak bisa tidur. Meskipun semua yang terjadi adalah rencananya. Tapi tetap saja dia cemburu. "Sial! Sial!" gumamnya sambil memijit kepala yang dipenuh dengan bayang-bayang suaminya sedang
Mendengar perkataan suaminya. Fanny berbangga diri dalam diam. Dia tau, hal ini akan terjadi. Oleh karenanya, sebelum Rey pulang, Fanny sudah memecat satpam tersebut dengan memberikan pesangon yang banyak. Sehingga tidak ada bukti kebohongannya. Sementara itu, Lina yang masih berada di luar mulai meneteskan air matanya. "Ya Allah aku harus kemana, tega kamu, Mas!” lirih Lina terdengar pilu. Hujan semakin deras, membasahi tubuh Lina yang terduduk di teras rumah mewah yang bukan lagi tempat tinggalnya. Air mata bercampur air hujan terus mengalir di pipinya. Dia tidak percaya hidupnya cepat sekali berubah. Pria yang menjadi suaminya, yang harusnya dia hormati meskipun tanpa cinta, tega mengusirnya tanpa memberi memberinya kesempatan untuk menjelaskan. Tak ada tempat yang bisa Lina tuju, Rumah orang tuanya? Tidak mungkin. Mereka sudah menyerahkan dirinya sepenuhnya pada Reynaldi. Dengan langkah lemas, Lina berjalan tanpa tujuan. Perutnya mulai terasa mual, kepalanya pusing dan
"Anda baik-baik saja, Pak Reynaldi!” Reynaldi tidak menjawab pertanyaan rekan kerjanya. Dia masih saja menatap Lina, seakan sedang berusaha meyakinkan dirinya kalau itu bukan ilusinya saja.Suara alarm pintu lift berbunyi, dengan langkah cepat Lina keluar dari dalam lift, diikuti oleh Reynaldi dibelakangnya.Hentakan sepatu heals Lina terdengar menggema di sepanjang koridor, ia memasuki kantor dengan penuh percaya diri, mengabaikan langkah kaki di belakangnya yang terdengar mengikuti. Meskipun sebenarnya jantung Lina berdegup dengan kencang. Ini adalah awal baru baginya, suatu kesempatan yang sudah ditunggu bertahun-tahun.Lina tidak menyangka kehidupannya bisa sampai di posisi ini. Bahkan sampai bertemu dengan orang di masa lalunya, yang sudah menghancurkan hidupnya.Namun Lina yang sekarang bukanlah Lina yang dulu yang terlalu naif. Yang bisa dipermainkan seenaknya. Lina berusaha merapihkan setelan blazernya, ketika langkah kakinya berhenti di depan ruangan. Ruangan yang terlihat
"Mama, Please," lirih Bima, sambil memandang Reynaldi. Anak kecil itu mulai tertarik dengan sosok di depannya.Bima kembali melirik ke arah Lina, seolah minta izin. Tapi, Lina hanya diam saja, tanpa ekspresi.Melihat Lina yang membatu, Reynaldi segera berdiri dan mengambil bola dari tangan Bima. Lalu dengan gerakan terlatih dia menendangnya perlahan.Bola tampak melambung tinggi, kemudian ditangkap dengan mudah oleh Reynaldi.Mata Bima membulat dan bersinar senang. “Wow! Ajari aku, Tuan! Janji mau ajari aku!’Reynaldi tertawa, tawa yang tidak pernah terdengar, bahkan oleh dirinya sendiri selama ini. Karena hidupnya yang terlalu serius.“Tentu! Lain kali aku akan ajari kamu lebih banyak teknik bermain bola sampai kamu jadi juara.”Bima tertawa girang, tapi tiba-tiba wajahnya berubah menjadi serius, sejenak ia memandang wajah Reynaldi. “ Tuan kenapa matanya mirip denganku, wajah Tuan juga sama seperti wajahku, apa aku salah?”Tubuh Reynaldi berubah menjadi kaku, dia langsung diam membis
"Satpam…satpam yang mana yang kamu maksud, Mas?” seketika wajah Fanny berubah menjadi pucat. “Kamu lupa? Atau kamu pura-pura lupa? Bukankah kamu yang mengatur semua skenario ini semua?” tanya Reynaldi marah. Merasa terpojok akhirnya Fanny tidak bisa mengelak lagi. “ Iya…iya aku yang mengatur itu semua, kamu mau apa, Mas. Bagaimana sekarang, apa kamu sudah bertemu dengan wanita itu? Bagaimana perasaanmu, Mas?” tanya Fanny balik, tanpa merasa bersalah. Reynaldi menatap wajah wanita yang sudah menjadi istrinya bertahun-tahun. Dulu, dia pernah menyayangi Fanny. Dia juga pernah berharap kalau pernikahannya akan baik- baik saja. "Wanita, siapa? Apa maksudmu?” tanya Reynaldi bingung. Fanny melangkah lebih dekat, wajah mereka hampir saja tanpa jarak. "Jangan pura-pura bodoh,Mas! Aku tahu Lina sudah kembali, Aku tahu Lina bekerja di perusahaan mu sekarang.” Wajah pria itu berubah menjadi merah, menahan marah. Tangannya mengepal keras. Entah siapa yang sudah berani membocorkan s
Dua orang dewasa itu terus saja bersitegang didalam ruangan. Mereka tidak tahu kalau ada sepasang mata yang terus saja memperhatikan mereka. "Nyonya mereka sepertinya sedang bertengkar." adu agnes sekertaris Reynaldi pada Fanny. Agnes adalah tangan kanan Fanny, apapun gerak gerik Reynaldi tidak luput dari perhatian Agnes. Fanny tidak akan menyerang Lina secara terang-terangan. Dia tahu jika ingin menyerang wanita itu harus dengan cara yang halus, tapi mematikan. Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan keberadaan Agnes. Baru saja Lina keluar dari ruang direktur, sesampainya di mejanya tiba-tiba salah satu rekan kerjanya menghampirinya dan berkata, " "Lina kamu dipanggil keruang manajer." ucap wanita itu pelan. Lina mengeryitkan keningnya dan berkata," Kenapa?" "Aku tidak tahu, tapi hati-hati, seperti nya ada yang melaporkan kamu, ada yang ingin memfitnah kamu. Mereka melaporkan tentang kamu kemanajer keuangan." Hati Lina berdegub kencang. Selama Lina bekerja diisini,
"Siapa yang sudah berani mengunci akses file laporan keuangan tanpa seijin dari saya!" tanya Reynaldi marah. "Pak yang bisa mengakses file laporan keuangan itu hanya Bapak dan manajer keuangan." "Saya? Mana mungkin saya, atau... "Agnes! Ya, Agnes!" ujar Reynaldi mengangguk-angguk. "Tapi untuk apa Agnes melakukan itu, apalagi tanpa perintah dari saya?" keningnya berkerut, berusaha berpikir, dan dia menemukan titik merahnya.. Bagaimana Fanny bisa mengetahui apapun aktivitas nya didalam kantor. Reynaldi mengangguk-angguk tanda mengerti. "Fanny!!!" pria itu mengepalkan tangannya marah. Dia tahu betul semua ini ulah istrinya. Sementara disudut lain diruangan yang sama, terlihat Agnes mulai ketakutan. Wajahnya pucat seperti tidak ada darah yang mengalir. Perasaannya mendadak menjadi tidak enak, saat pimpinannya menyebut nama istrinya dengan kencang.Mata Reynaaldi menatap tajamDan Agnes mulai salah tingkah."Agnes!!!" teriaknya kencang Wanita cantik dengan riasan t
Pagi itu rumah terasa lebih dingin dan sepi dari biasanya. Terbawa oleh penghuninya yang saling diam tidak bertegur sapa.Nasha duduk di balkon, memandangi langit yang masih gelap. Sedang Bima berdiri di belakangnya, membawa dua gelas kopi susu. Nasha yang kecewa dengan sikap Bima. Memilih diam, meskipun tetap berusaha baik-baik saja.Bima mendekat perlahan. Berusaha mencari cela, untuk bisa memulai bicara.“Ini kopi susu favorite kamu, kopinya satu sendok kecil, susunya dua sendok, krimer, dan tanpa gula.” ujat Bima berusaha mencairkan suasana, meskipun sulit.iNasha menerima kopi susu itu tanpa banyak bicara. Ekspresi wajahnya masih tetap dingin dan datar.“Nash….” Bima mendekat dan duduk disebelahnya. Menunduk sesaat, mencari topik bicara. “Aku tahu aku salah. Aku terlalu cepat panik, aku gampang di hasut, dan tidak punya prinsip. Maafkan aku Nash…,”“Tapi aku kecewa sama kamu, Bim. Kamu gampang percaya sama orang lain ketimbang sama istri kamu sendiri.” “Maaf kan aku Nash.” uca
Langit senja menyelimuti Kota tua di Eropa. Plovdiv Bulgaria.Saat Nasha berdiri di depan lukisan karyanya yang paling bagus, yang bertema Senja. Suara tepuk tangan menggema di gedung itu.Para pecinta seni dan kurator memberi selamat dan pujian.Namun di balik senyum dan sambutan hangat, hati Nasha kosong. Ia ingin Bima ada disini. Menyaksikan wanita yang dia cintai ada di panggung dunia.Seorang seniman muda alaves dari paris menghampirinya.“Kamu benar-benar luar biasa, aku bisa merasakan emosi dan jiwa dalam setiap sapuan kuasmu.”Nasha tersenyum sopan.”Terima kasih.” “Kamu sendiri, datang kesini dengan siapa? Tidak sendirian, bukan?”Pertanyaan itu membuat Nasha diam sejenak.”Iya suamiku sedang sibuk di Jakarta.” Jakarta Di Ruang kantornya, Bima duduk didepan laptop, Memandangi foto Nasha yang ada di Plovdiv Bulgaria. Yang ia dapat dari internet. Nasha terlihat bahagia dan cantik.Tapi rasa cemburu, rasa ditinggalkan dan trauma pengkhianatan. Menghantui pikirannya.Sampai akhi
Nasha memandang tubuh dan penampilannya di cermin ruang ganti. Mengenakan gaun sederhana tapi elegan.Malam itu adalah pesta tahunan perusahaan keluarga.Pesta pertama sejak Bima resmi menggantikan Reynaldi sebagai CEO.Bima putra satu-satunya Reynaldi Setiawan tampil menjadi pemimpin muda yang berwibawa.Sementara Nasya yang dulunya adalah seorang seniman galeri sekarang tiba-tiba jadi pusat perhatian ibu-ibu sosialita, dan para istri petinggi perusahaan.**Diantara keramaian tamu, Nasya berdiri disamping Rakha. Bibir nya tersenyum, sopan, baik tapi senyum yang sulit diartikan.Rakha cepat menyadari pandangan Nasha. Lalu menyalami lebih dulu.“Selamat ya, sekarang kamu sudah jadi istri seorang CEO.” ujarnya. “ Siap-siap”katanya datar.Nasha hanya tersenyum,”Aku hanya belajar dari pengalaman, terutama dari…kamu dan Kezia.Kalimat itu sebenarnya biasa saja, tapi mengandung arti sangat dalam.Rakha terdiam sebentar, matanya mencoba mencari masa lalu, tapi kemudian dia cepat tersadar,
Nasha adalah sosok wanita yang sederhana, mandiri dan cerdas dan penuh empati. Dia juga tahu bagaimana menenangkan Bima. Mungkin karena perbedaan umur yang sangat jauh diantara mereka.Namun, tidak semua orang menyambut hubungan mereka dengan tangan terbuka. Lina merasa keberatan karena umur Nasha hanya berbeda 5 tahun darinya. Sedangkan Kezia tidak menyetujuinya, karena Nasha adakah orang masa lalu Rakha suaminya. Dan hampir saja perkawinan mereka hancur di tengah jalan.“Mama nggak setuju!” kata Lina suatu malam, saat Bima baru saja pulang.Bima terdiam,”Kenapa, Ma. Apa karena perbedaan usia kami yang cukup jauh?” “Itu salah satunya, kamu juga nggak tahu pasti asal, usulnya, oh iya, satu lagi…. Adik kamu juga pernah bilang kalau perkawinannya hampir hancur karena Nasha.” ujar Lina tegas“ Ma… Itu dulu. Dan semua orang punya masa lalu.” Bima menarik nafas. “ Aku mencintai dia. Bukan masa lalunya.” Lina menunduk diam. Reynaldi, Yang mendengar dari ruang makan hanya berkata singkat.
Rakha diposisi yang sulit, dia tahu Kezia istrinya, dan dia juga tahu Kezia istri yang baik, meskipun terkadang menyebalkan karena sifatnya yang manja.Tapi dia juga masih menyimpan rasa dengan Nasha.Semua sudah dijelaskan pada Nasha semalam di cafe.“Aku harus bagaimana, Rakha?” tanya Nasha datar.“Aku harus jujur pada Kezia, aku nggak bisa menutupinya lagi.”“Kalau kamu jujur, kamu harus siap dengan semua akibatnya.” ujar Nasha mengingatkan.____Pagi itu Kezia berdiri didepan cermin dengan mata sembab.Rakha sudah pergi ke kantor nya lebih awal. Tidak ingin membangunkan Kezia yang masih pulas tidurnya. Air matanya turun dengan deras, ketika dia bangun dan mendapatkan pesan singkat dari suaminya.“Aku berangkat lebih awal, maaf tidak membangunkan mu. Sekali lagi aku minta maaf, Semalam aku bertemu dengan Nasha. Aku tidak bisa bisa menutupi semuanya lagi. Aku akan bicara jujur semuanya malam ini.” Kezia memejamkan mata, baginya Rakha adalah tempat pulang, tapi sekarang rumah itu s
Beberapa bulan kedepan setelah Kematian Keyko. Masalah baru pun datang menimpa pernikahan Kezia dan Rakha.Rakha baru saja mau pulang dari dinas luar kota saat Kezia menelpon nya. Suaranya terdengar manja, seperti biasa. Tapi kali ini telinga Rakha menangkap sesuatu yang berbeda, bahkan terdengar tidak tulus, berlebihan.“Kamu nggak kangen sama aku?” tanya Kezia.Rakha menghela nafas pelan.” Kezia, bisa kita ngobrol nanti dirumah.” Kezia malah mengeluh dan merajuk karena dia merasa diabaikan. Rakha diam. Dia capek, Untuk pertama kalinya dia merasa lelah. Bukan hanya karena pekerjaan. Tapi karena hubungannya yang sekarang dipenuhi oleh tuntutan. Sesekali dia melirik sopir yang membawa mobilnya. Kemudian melanjutkan percakapannya dengan Kezia di telpon. Malam itu Rakha sedang duduk di balkon apartemen nya. Matanya tidak sengaja tertuju ke seberang rumahnya. Tanpa sengaja matanya menangkap sosok cantik yang cukup dia kenal. Dan dia ternyata salah satu stafnya di kantor.“Apa aku ti
Sirine ambulans meraung, berbunyi kencang, sepanjang jalan. Bima duduk di samping Keyko yang mulai melemah.Nafasnya memburu dan tatapannya mulai kosong.Tangan nya menggenggam erat jari tangan Bima yang gemetar ketakutan.“Bim…” Keyko berbisik lemah, suaranya hampir tidak terdengar.“Kalau aku pergi, jangan salahkan dirimu sendiri. Tetaplah hidup demi aku.”“Jangan ngomong begitu, kamu pasti selamat. Bertahanlah. Keyko bertahanlah demi aku.” suara Bima semakin parau menahan tangisnya. Panik.Keyko tersenyum lirih.” Setidaknya aku masih lihat, kamu memilih aku.” Bima meraup wajah Keyko.” Jangan tutup wajah kamu, kita hampir sampai.. Kita masih punya banyak waktu, kita masih punya banyak rencana yang belum terwujud. Buka mata kamu, sayang.”Tapi…pelan-pelan genggaman tangannya melemah dan terlepas.Bima menjerit histeris. Reynaldi dan Rakha, ada di mobil lain, mengikuti dari belakang.Ambulan berhenti di ruang IGD. Tapi semuanya sudah terlambat.Tapi Dokter menggeleng frustasi.“ Maa
Bima berdiri di depan ruang kerja Reynaldi. Wajahnya tegang dan rahangnya mengeras. “Jadi Papa percaya kalau Keyko melakukan semua ini?” tanya nya dengan wajah tak percaya.Reynaldi membuka layar laptop di depan mejanya. Terlihat jelas rekaman cctv disana.“Lihat sendiri, dia ada di ruang server jam 2 pagi. Ini bukan kebetulan, Bima…” “Itu belum tentu dia, Pa! Wajahnya tidak kelihatan, walaupun itu dia, kita nggak tahu apa motif dan maksudnya disana.” Reynaldi menatap tajam kearah putranya,”Dan kamu siap mempertaruhkan perusahaan demi wanita yang baru kamu kenal?” “Papa, aku tahu dia. Aku kenal dia, dan aku percaya dia.” “Percaya?”Reynaldi menepuk meja. “Percaya itu butuh waktu Bima. Dan mungkin dia bagian dari orang yang ingin menghancurkan kita!” Bima menahan nafasnya. Lalu menariknya dalam-dalam seakan-akan menahan emosi.Sementara itu, Keyko duduk di balkon apartemennya. Hening. Sepucuk amplop terbuka lebar di atas pangkuannya.Surat dari seseorang, yang memberitahunya, kala
Setelah sekian lama bergelut dengan luka dendam, dan masa lalu, akhirnya kehidupan Reynaldi , Lina, Rakha, Kezia, dan Bima perlahan kembali tenang. Tapi seperti bayangan senja yang datang diam-diam. Sebuah kehadiran baru kembali mengusik ketenangan. Perusahaan milik Reynaldi sedang membuka peluang kerjasama internasional dengan sebuah perusahaan teknologi besar dari Jepang. Kitsuki cooperation. Salah satu urusan dari perusahaan mereka bernama Keyko Kanzaky. Hadir sebagai perwakilan dari kepala proyek merger. Cantik, cerdas, dan mempunyai aura yang sangat kuat dan misterius. Kezia yang mempunyai jabatan yang cukup penting di perusahaan milik ayahnya, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Keyko nampak terlalu familiar dengan seluk beluk internal perusahaan. Bahkan yang seharusnya dia tidak mengetahuinya. Sementara Bima yang sudah mulai pulih hatinya berhasil menyelesaikan pendidikan nya dengan cepat. Lalu kembali lagi ke Indonesia. Dia mulai membangun hubungan yang dengan Keyko.