Sedih, hati Lina terasa hancur, dia tidak pernah menginginkan malam pertamanya seperti ini. Sambil menahan Isak Lina hanya dapat menatap langit-langit kamarnya sambil menggigit bibir bawahnya.
Sementara Reynaldi sudah turun dari ranjang mewahnya, dengan peluh yang masih menetes di pelipisnya. Pria itu hanya diam dan segera mengenakan pakaiannya. “Mulai sekarang, kau tinggal disini! Ini kamar mu! Jangan mengganggu hidupku. Aku akan datang jika aku memerlukanmu. Lakukan saja kewajibanmu,” ucapnya dingin, sangat dingin sampai membuat ngilu hati Lina. Tanpa perasaan pria itu berlalu pergi meninggalkan kamarnya begitu saja. Sementara Fanny yang tau apa yang terjadi di kamar madunya, terduduk di sofa di dalam kamarnya dengan tangan yang mengepal. Sesekali memukuli meja rias tanpa disadari. Fanny tidak bisa tidur. Meskipun semua yang terjadi adalah rencananya. Tapi tetap saja dia cemburu. "Sial! Sial!" gumamnya sambil memijit kepala yang dipenuh dengan bayang-bayang suaminya sedang tidur dengan wanita lain. “Dia suamiku, dan dia milikku! Dia akan menjadi milikku selamanya,” gerutunya berusaha meyakinkan perasaannya sendiri. Hari berlalu, seiring berjalanya waktu, ada sesuatu yang berubah dalam rumah tangga mereka. Lina, yang awalnya dianggap hanya sebagai alat untuk melahirkan keturunan mereka, mulai menarik perhatian Reynaldi. “Apa yang kamu lakukan, apa tidak ada yang bisa kamu lakukan selain duduk diam disitu?” ujar Reynaldi perhatian, walau sikapnya masih terkesan dingin. "Ma-maaf," lirih Lina. Membuat Fanny muak, apalagi terkadang Fanny melihat tatapan suaminya pada Lina selalu berbeda saat mereka sedang makan bersama di meja makan. Tak hanya itu, Fanny juga melihat ada gelagat aneh pada suaminya. Tatapan itu. Tatapan yang dulu hanya diberikan kepadanya. Kini mulai diserahkan dengan sukarela pada Lina. Betapa gelisahnya Fanny saat ini. Ia menyadari kalau suaminya melihat Lina bukan hanya alat pencetak keturunan. Tatapannya berbeda, dan semakin hari semakin berbeda. Sudah cukup membuat Fanny merasa takut kehilangan suaminya. Dia cemburu. Hingga akhirnya, Fanny memutuskan bahwa skenario ini tidak bisa dilanjutkan, Fanny mulai membuat skenario jahat untuk Lina. Yang penuh dengan tipu muslihat yang keji. “Ini tidak bisa dibiarkan, dia harus diusir!” Nyala sudah api cemburu dalam hatinya. “Aku harus membuat skandal, agar perempuan kampung itu diusir selamanya dari rumah ini," gumamnya. Suatu malam, ketika Reynaldi pulang larut malam dari perusahaannya. Fanny sudah menunggu di kamarnya, dengan wajah pucat yang dibuat-buat dan air mata yang terus mengalir. “Ada apa, aku lelah, jangan buat masalah lagi dengan Lina?” tutur Rey dengan suara lelah. “Aku tidak bisa mengatakan ini, tapi aku … tidak bisa diam saja,” lirih Fanny membuat Rey mengerutkan kedua alisnya. Reynaldi menatap kearah Fanny dengan tajam dan dingin. “Katakan! Ada apa?!” Fanny berusaha membuat ekspresi yang meyakinkan. “Aku melihat sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Lina, Aku melihatnya sedang bersama seseorang, di kebun belakang. Mereka, bercumbu! Mereka sangat tidak tahu malu!” Ekspresi wajah Reynaldi berubah seketika. Kedua pupilnya melebar, keningnya berkerut, dan bibirnya terkatup rapat dengan kedua tangan mengepal di kedua sisi tubuhnya. “Siapa? Katakan!” desis Reynaldi. “Dengan Umar! Satpam rumah kita yang masih muda dan tampan! Lina itu memang tidak tau diuntung, dinikahi pria mapan, memilih yang tampan! Ini mencoreng keluarga kita, Sayang!” tangis Fanny yang tampak hancur dan sangat meyakinkan. Suasana sejenak lengang, hanya keheningan yang menyelimuti. “Apa kau yakin? Kau tidak salah lihat, kan?” tanya Reynaldi sekali lagi dengan menatap ragu. “Aku pun tidak ingin percaya, tapi aku melihat semuanya sendiri. Mereka duduk berdekatan, lalu mereka berbisik, berpelukan, lalu mereka berciuman. Menjijikkan,“ ujar Fanny berusaha meyakinkan suaminya Wajah Reynaldi memerah, nafasnya memburu, bukan karena cemburu, pikirnya. Tapi karena marah, dia merasa harga dirinya diinjak-injak. “Dimana mereka?” tanya Reynaldi, suara bergetar. “Di taman belakang,” jawab Fanny. Reynaldi langsung melangkah ke taman belakang rumah. Lina saat itu memang berada di taman belakang rumah. Dia sedang menatap bintang yang ada diatas langit, Hatinya sedang rindu pada kedua orang tuanya, juga adik-adiknya. “Brak!” Reynaldi membuka pintu pembatas rumah dengan kasar. Wajah pria itu terlihat sangat marah. Lina belum pernah melihatnya seperti itu. “Masuk kamu!” perintahnya kasar. Lina yang masih kebingungan, malah bertanya. “Ada apa?” “Aku bilang masuk!” bentak Reynaldi membuat Lina terjingkat. Tidak punya pilihan, Lina mengikuti suaminya masuk ke dalam rumah. Sampai di dalam, Fanny melihat ke arahnya dengan senyum sinis dan puas. Reynaldi yang melangkah lebih dulu membalikkan badannya. “Kau selingkuh!” “Apa?” Lina terkejut, tidak mengerti apa yang sedang terjadi. “Ya, Kau berselingkuh dengan satpam. Memalukan! Tidak tahu diuntung!” desis Rey menatap jijik istri keduanya. “Aku tidak pernah melakukan hal itu!” jawab Lina sambil menggeleng lemah. “Jangan berbohong! Masih mau mengelak!” bentak Reynaldi tanpa ampun. “Mana mungkin aku melakukan hal memalukan itu!” Lina berusaha membela diri “Fanny jadi saksi! Dia melihatnya sendiri! Kau membuat malu! Kau mencoreng wajahku, di rumahku sendiri!” cecar Reynaldi berkata kasar. Air mata Lina mulai berjatuhan. “Aku tidak melakukannya, aku bersumpah!” Hati Reynaldi sudah gelap, tertutup dengan segala tipu muslihat Fanny. Tanpa rasa iba, Reynaldi menarik tangan Lina kasar, dan menyeretnya hingga ke pintu utama. Lalu mendorongnya hingga tersungkur jatuh dilantai. “Keluar dari rumah ini! Jangan pernah kamu berani menampakan wajahmu di depan aku lagi! Cuh!” Dengan keji Reynaldi berkata sambil meludahi wajah Lina. “Tolong dengarkan aku! Aku tidak pernah berselingkuh! Bahkan aku tidak pernah bicara dengan siapapun di rumah ini.” Lina berusaha melepaskan tangannya sambil terus menangis. Tapi Reynaldi tidak peduli, tatapannya penuh kebencian. Kasar, dia dorong tubuh Lina keluar dari pintu. Membiarkan Lina jatuh di ubin keramik yang berkilau dan dingin. Malam itu hujan turun, Membasahi tubuh Lina yang masih duduk tersungkur di ubin teras, menatap wajah Reynaldi dengan penuh kebencian. “Kenapa kau begitu percaya dengannya, tapi tidak sedikitpun percaya padaku?” lirihnya hampir tidak terdengar. Mendengar itu Fanny tersenyum sinis. “Terang saja dia percaya padaku, karena aku sudah mendampinginya bertahun-tahun. Apa yang kau harapkan? Dia mempercayaimu? Jangan ngimpi, Lina!” Reynaldi segera menutup pintu rumahnya dengan kasar dan meninggalkan Lina basah kuyup kehujanan di luar rumah. Di balik pintu Fanny tersenyum puas, karena rencananya berhasil. Sementara Reynaldi masih menyimpan amarah yang belum tuntas. Masih ada satpam rumahnya yang harus diberi pelajaran. “Awas kamu, ya! Aku bukan hanya memecatmu, tapi akan kubuat hidupmu tidak tenang,” desis Reynaldi penuh ancaman. "Suruh satpam itu, besok menghadap padaku!"Mendengar perkataan suaminya. Fanny berbangga diri dalam diam. Dia tau, hal ini akan terjadi. Oleh karenanya, sebelum Rey pulang, Fanny sudah memecat satpam tersebut dengan memberikan pesangon yang banyak. Sehingga tidak ada bukti kebohongannya. Sementara itu, Lina yang masih berada di luar mulai meneteskan air matanya. "Ya Allah aku harus kemana, tega kamu, Mas!” lirih Lina terdengar pilu. Hujan semakin deras, membasahi tubuh Lina yang terduduk di teras rumah mewah yang bukan lagi tempat tinggalnya. Air mata bercampur air hujan terus mengalir di pipinya. Dia tidak percaya hidupnya cepat sekali berubah. Pria yang menjadi suaminya, yang harusnya dia hormati meskipun tanpa cinta, tega mengusirnya tanpa memberi memberinya kesempatan untuk menjelaskan. Tak ada tempat yang bisa Lina tuju, Rumah orang tuanya? Tidak mungkin. Mereka sudah menyerahkan dirinya sepenuhnya pada Reynaldi. Dengan langkah lemas, Lina berjalan tanpa tujuan. Perutnya mulai terasa mual, kepalanya pusing dan
"Anda baik-baik saja, Pak Reynaldi!” Reynaldi tidak menjawab pertanyaan rekan kerjanya. Dia masih saja menatap Lina, seakan sedang berusaha meyakinkan dirinya kalau itu bukan ilusinya saja.Suara alarm pintu lift berbunyi, dengan langkah cepat Lina keluar dari dalam lift, diikuti oleh Reynaldi dibelakangnya.Hentakan sepatu heals Lina terdengar menggema di sepanjang koridor, ia memasuki kantor dengan penuh percaya diri, mengabaikan langkah kaki di belakangnya yang terdengar mengikuti. Meskipun sebenarnya jantung Lina berdegup dengan kencang. Ini adalah awal baru baginya, suatu kesempatan yang sudah ditunggu bertahun-tahun.Lina tidak menyangka kehidupannya bisa sampai di posisi ini. Bahkan sampai bertemu dengan orang di masa lalunya, yang sudah menghancurkan hidupnya.Namun Lina yang sekarang bukanlah Lina yang dulu yang terlalu naif. Yang bisa dipermainkan seenaknya. Lina berusaha merapihkan setelan blazernya, ketika langkah kakinya berhenti di depan ruangan. Ruangan yang terlihat
"Mama, Please," lirih Bima, sambil memandang Reynaldi. Anak kecil itu mulai tertarik dengan sosok di depannya.Bima kembali melirik ke arah Lina, seolah minta izin. Tapi, Lina hanya diam saja, tanpa ekspresi.Melihat Lina yang membatu, Reynaldi segera berdiri dan mengambil bola dari tangan Bima. Lalu dengan gerakan terlatih dia menendangnya perlahan.Bola tampak melambung tinggi, kemudian ditangkap dengan mudah oleh Reynaldi.Mata Bima membulat dan bersinar senang. “Wow! Ajari aku, Tuan! Janji mau ajari aku!’Reynaldi tertawa, tawa yang tidak pernah terdengar, bahkan oleh dirinya sendiri selama ini. Karena hidupnya yang terlalu serius.“Tentu! Lain kali aku akan ajari kamu lebih banyak teknik bermain bola sampai kamu jadi juara.”Bima tertawa girang, tapi tiba-tiba wajahnya berubah menjadi serius, sejenak ia memandang wajah Reynaldi. “ Tuan kenapa matanya mirip denganku, wajah Tuan juga sama seperti wajahku, apa aku salah?”Tubuh Reynaldi berubah menjadi kaku, dia langsung diam membis
"Satpam…satpam yang mana yang kamu maksud, Mas?” seketika wajah Fanny berubah menjadi pucat. “Kamu lupa? Atau kamu pura-pura lupa? Bukankah kamu yang mengatur semua skenario ini semua?” tanya Reynaldi marah. Merasa terpojok akhirnya Fanny tidak bisa mengelak lagi. “ Iya…iya aku yang mengatur itu semua, kamu mau apa, Mas. Bagaimana sekarang, apa kamu sudah bertemu dengan wanita itu? Bagaimana perasaanmu, Mas?” tanya Fanny balik, tanpa merasa bersalah. Reynaldi menatap wajah wanita yang sudah menjadi istrinya bertahun-tahun. Dulu, dia pernah menyayangi Fanny. Dia juga pernah berharap kalau pernikahannya akan baik- baik saja. "Wanita, siapa? Apa maksudmu?” tanya Reynaldi bingung. Fanny melangkah lebih dekat, wajah mereka hampir saja tanpa jarak. "Jangan pura-pura bodoh,Mas! Aku tahu Lina sudah kembali, Aku tahu Lina bekerja di perusahaan mu sekarang.” Wajah pria itu berubah menjadi merah, menahan marah. Tangannya mengepal keras. Entah siapa yang sudah berani membocorkan s
Dua orang dewasa itu terus saja bersitegang didalam ruangan. Mereka tidak tahu kalau ada sepasang mata yang terus saja memperhatikan mereka. "Nyonya mereka sepertinya sedang bertengkar." adu agnes sekertaris Reynaldi pada Fanny. Agnes adalah tangan kanan Fanny, apapun gerak gerik Reynaldi tidak luput dari perhatian Agnes. Fanny tidak akan menyerang Lina secara terang-terangan. Dia tahu jika ingin menyerang wanita itu harus dengan cara yang halus, tapi mematikan. Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan keberadaan Agnes. Baru saja Lina keluar dari ruang direktur, sesampainya di mejanya tiba-tiba salah satu rekan kerjanya menghampirinya dan berkata, " "Lina kamu dipanggil keruang manajer." ucap wanita itu pelan. Lina mengeryitkan keningnya dan berkata," Kenapa?" "Aku tidak tahu, tapi hati-hati, seperti nya ada yang melaporkan kamu, ada yang ingin memfitnah kamu. Mereka melaporkan tentang kamu kemanajer keuangan." Hati Lina berdegub kencang. Selama Lina bekerja diisini,
"Siapa yang sudah berani mengunci akses file laporan keuangan tanpa seijin dari saya!" tanya Reynaldi marah. "Pak yang bisa mengakses file laporan keuangan itu hanya Bapak dan manajer keuangan." "Saya? Mana mungkin saya, atau... "Agnes! Ya, Agnes!" ujar Reynaldi mengangguk-angguk. "Tapi untuk apa Agnes melakukan itu, apalagi tanpa perintah dari saya?" keningnya berkerut, berusaha berpikir, dan dia menemukan titik merahnya.. Bagaimana Fanny bisa mengetahui apapun aktivitas nya didalam kantor. Reynaldi mengangguk-angguk tanda mengerti. "Fanny!!!" pria itu mengepalkan tangannya marah. Dia tahu betul semua ini ulah istrinya. Sementara disudut lain diruangan yang sama, terlihat Agnes mulai ketakutan. Wajahnya pucat seperti tidak ada darah yang mengalir. Perasaannya mendadak menjadi tidak enak, saat pimpinannya menyebut nama istrinya dengan kencang.Mata Reynaaldi menatap tajamDan Agnes mulai salah tingkah."Agnes!!!" teriaknya kencang Wanita cantik dengan riasan t
Pria itu benar-benar tidak bisa menahan emosinya. Reynaldi mengepalkan tangannya. "Aku akan membersihkan nama baik Lina, bahkan kalau kamu masih saja mau bermain kotor, aku tidak akan segan-segan membawa kamu ke penjara." Fanny diam dan berdiri kaku ditempatnya, " Apa maksud kamu, Mas?" Pria itu mendekatkan wajahnya dengan wajah istrinya. Dengan tatapan tajam dia berkata, " Aku tahu banyak dari apa yang kamu kira, jadi jangan main-main denganku, Fanny!" Fanny hanya bisa menatap suaminya dengan penuh kebencian, saat suaminya berbalik badan dan keluar dari kamar mereka. Dengan langkah cepat Fanny menutup pintu kamarnya. Kemudian Fanny mengambil ponselnya, yang sedari tadi tergeletak diatas meja riasnya."Hallo Dimas! Apa yang sudah kamu katakan? Kenapa suamiku bisa tahu dan semurka itu, kita harus bicara!" kata Fanny pelan. ## Sementara dirumah Lina, terus saja diam memandang ponselnya dengan gelisah. Dia terus saja menunggu khabar dari Reynaldi dengan cemas. Ti
"Tunggu aku, aku akan sampai disana kurang dari 10 menit." Baru kali ini Lina benar-benar merasa takut, takut kehilangan anaknya, Bima. Sementara di tempat lain, di ruangan yang gelap dan remang-remang. Seseorang bertubuh tinggi dan tegap. Pria itu duduk dikursi sambil membaca ulang pesan yang dikirimnya keLina berulang-ulang, dan dengan senyum dinginnya. "Perintah Nyonya sudah mulai aku jalankan, Aku baru saja mengancamnya. Pasti dia sedang berdiri kaku dan ketakutan, sekarang. Ha..ha..ha!" tawa pria itu puas lewat telpon. Sementara dirumah Fanny diruangan tertutup sebagai lawan bicaranya membalas." Bagus. Aku ingin dia ketakutan, jangan lakukan apa-apa dulu. Aku hanya ingin dia tahu, kalau kita tidak main-main. Jadi dia harus berpikir dua kali untuk tetap berada dikota ini." Pria itu adalah Alek, seorang pembunuh bayaran. "Kalau kau ingin dia benar-benar menghilang, aku bisa membunuhnya tanpa jejak." katanya sambil tersenyum dingin Diruangan tertutup Fanny diam sejena
Setelah sekian lama bergelut dengan luka dendam, dan masa lalu, akhirnya kehidupan Reynaldi , Lina, Rakha, Kezia, dan Bima perlahan kembali tenang. Tapi seperti bayangan senja yang datang diam-diam. Sebuah kehadiran baru kembali mengusik ketenangan. Perusahaan milik Reynaldi sedang membuka peluang kerjasama internasional dengan sebuah perusahaan teknologi besar dari Jepang. Kitsuki cooperation. Salah satu urusan dari perusahaan mereka bernama Keyko Kanzaky. Hadir sebagai perwakilan dari kepala proyek merger. Cantik, cerdas, dan mempunyai aura yang sangat kuat dan misterius. Kezia yang mempunyai jabatan yang cukup penting di perusahaan milik ayahnya, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Keyko nampak terlalu familiar dengan seluk beluk internal perusahaan. Bahkan yang seharusnya dia tidak mengetahuinya. Sementara Bima yang sudah mulai pulih hatinya berhasil menyelesaikan pendidikan nya dengan cepat. Lalu kembali lagi ke Indonesia. Dia mulai membangun hubungan yang dengan Keyko.
Hubungan Aqila dengan Bima awalnya seperti hubungan kisah cinta anak muda biasa. Bima yang lulusan luar negeri,walaupun kuliahnya belum selesai tercatat sebagai karyawan di perusahaan Reynaldi sebagai Staf Keuangan.Begitupun Aqila, dia wanita cerdas yang masuk lewat jalur tes, sampai akhirnya ditempatkan sebagai manager marketing.Mereka terlihat sering bersama di acara formal perusahaan.Menghadiri pertemuan bisnis, hingga makan malam di tempat eksklusif.Pribadi Aqila yang cerdas, ceria, dan pintar berkomunikasi membuat Bima tertarik dan merasa nyaman dengannya.Aqila juga selalu tahu bagaimana caranya menenangkan Bima saat ada masalah, baik dengan pekerjaannya maupun dengan Papanya.Namun semua berubah, ketika Kezia yang masih satu kantor dengan mereka menyelidiki keberadaan Aqila. Awalnya hanya sekedar ingin tahu, siapa calon kakak iparnya ini. Walaupun sudah ada beberapa kejanggalan dari sikapnya.Dari dokumen lama di sebuah arsip ternyata ayah Aqila dulu juga pernah bekerja di
Beberapa minggu setelah kejadian di cafe, Kezia dan Rakha memenuhi panggilan polisi untuk menjawab beberapa pertanyaan. Sebagai warga negara yang baik mereka pun datang. Tanya jawab memakan waktu hampir dua jam. Setelah selesai mereka menyempatkan diri melihat keadaan Fanny didalam sel. Tapi kali ini bukan untuk menghakimi atau menyalahkan dia, hanya ingin memastikan kalau sepupu ibu kandungnya ini menyesali semua perbuatannya.“Kezia.” ucapnya pelan.” Maaf, meskipun mungkin kamu tidak bisa memaafkan.” “Aku datang bukan untuk menghukummu, tapi aku hanya ingin memastikan, apa benar hubungan darah itu tidak berlaku untukmu, sampai kamu benar-benar membenci aku dan ibuku.” “Kezia…” ucap Fanny lirih.Kezia berusaha kuat dan tidak mengeluarkan air mata. Tangan Rakha menggenggam tangannya kuat. “Aku ingin semuanya berakhir.” Kezia berjalan keluar sel sambil bergandengan tangan dengan Rakha. Meninggalkan Fanny yang diam dan frustasi.Sementara dirumah Reynaldi, masih saja syok dengan k
Dari kejauhan rumah itu nampak kosong.Lampu lantai satu redup dan hampir gelap, tapi lampu lantai dua menyala dengan terang.Rakha menoleh ke arah Kezia,”Kamu yakin dia disana?” Kezia mengangguk,”Perasaanku mengatakan, Ya.” Sejak kecil…firasatku lebih tajam. Mungkin karena aku hidup selalu diawasi bayang-bayang dia. Setidaknya orang- orang yang menjadi tangan kanan dia dan keluarganya.” Rakha menggenggam tangan Kezia,”Kamu nggak usah takut, kita selesaikan ini sama-sama. Kamu nggak usah khawatir. “ Sementara didalam rumah tua itu, Fanny menghadap ke kaca memandang hujan.Ditangannya ada foto Reynaldi dan Kezia. Dua wajah itu yang sekarang menghantui nya. Targetnya bukan lagi Lina dan Bima. Tapi dua orang ini.“Kamu pikir bisa lolos dariku, bocah kecil. Dan kamu pikir, hidupmu bisa tenang Reynaldi? Setelah kamu mengambil kebahagiaan dariku. Dan menghancurkan semua yang aku miliki?” Dari belakang ruangan seseorang muncul.Seorang pria dengan tubuh tinggi dengan tato bergambar naga
Rumah sakit JiwaDibalik pagar tinggi dan jeruji besi, berukiran rapih, Seorang wanita duduk terpaku diam dan membisu di sudut ranjang besi.Rambutnya panjang dan selalu acak-acakan. Meskipun berkali-kali suster menyisir rambutnya, tapi tetap saja dia akan mengacak-ngacak kembali rambut panjang yang sudah mulai beruban itu.Matanya kosong menatap dinding yang berwarna putih. Fanny.Sudah bertahun-tahun wanita ini dirawat di rumah sakit jiwa ini. Kondisinya mulai membaik sejak Kezia anak dari Erlita sepupunya menjenguk nya.Semenjak itu juga dia mulai menjalani terapi intensif. Sesi psikiater seminggu tiga kali. Dia juga mendapat pengawasan ketat, di dalam kamarnya juga terpasang cctv, untuk merekam tingkah lakunya selama 24 jam.Selama beberapa minggu terakhir ini dia mengalami perubahan yang mencolok, dia mulai bisa berbicara dengan lancar, mengenali wajah perawat. Dan mengucapkan salam pada Dokter.Dia juga mulai senang menulis dan melukis. Meskipun tetap dalam pengawasan para peraw
Pengajuan banding ke Kantor Kejaksaan Tinggi Negeri, dengan hanya membawa bukti-bukti ternyata tidak semudah itu.Pihak Kejaksaan Tinggi ragu kalau itu hanyalah rekayasa, atau salinan digital.“Kamu bisa datangkan saksi hidup. Baru kami bisa membuka kembali kasus ini.” ujar salah satu jaksa Kezia menatap Rakha,” Paman…kita butuh bukti nyata, atau seseorang yang tahu semuanya pada saat itu.”Lina, Rakha, dan Kezia berusaha mencari informasi, mereka ingin membebaskan Reynaldi dari segala tuduhan.Akhirnya dari jejak digital, mereka mengetahui kalau salah satu aset dari Direktur keuangan itu disewakan diam-diam di pinggiran Kota. Sebuah rumah yang cukup tua yang dijaga oleh seorang wanita.Tanpa buang waktu mereka mendatanginya, dan benar saja wanita itu adalah mantan sekretaris Direktur keuangan, namanya Arin.Arin awalnya tidak mau buka mulut,dia diam enggan bicara. Tapi Lina menunjukan foto-foto dirinya bersama Kezia kecil, juga foto-foto Erlita semasa hidup. Akhirnya Arin Luluh.“Ak
Setelah percakapan suami istri itu di ruang kerja dirumah mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk membacakan surat wasiat dari Erlita dulu.“Ini sudah saatnya, Kezia sudah berumur lebih dari 17 tahun. Aku tidak mau lagi menunda-nunda semuanya.” Di Ruang kerja Reynaldi, akhirnya duduk berhadapan dengan Lina, Kezia, Dan Notaris yang sudah menunggu bertahun-tahun.Amplop coklat tua di buka perlahan-lahan.Suasana di ruangan itu mulai menegang.Hanya terdengar suara notaris yang mulai membacakan surat wasiat tua peninggalan Erlita.“Jika surat ini dibuka, mungkin aku sudah tidak ada. Tapi aku ingin kebenaran itu ada,anak ini adalah anak dari Reynaldi. Dan aku mau jika anak ini perempuan beri dia nama Kezia, jika dia laki-laki beri dia nama Erlandy, yang artinya Ernita dan Reynaldi.Tapi bukan hanya hal itu, Di Dalam berkas ini juga aku lampirkan bukti transfer rahasia Fanny kepada beberapa oknum. Juga nama-nama yang sudah menghancurkan hidupku.”Mata Kezia membesar.Lina menggenggam tan
Hujan mengguyur kota sangat deras, airnya seperti tumpahan air dari langit yang tidak berhenti. Pikiran Kezia yang kacau, sejak membaca tulisan tangan dari ibunya. Erlita.Banyak kisah yang dilalui ibunya bersama Fanny dan keluarganya. Kezia berniat ingin menyusurinya. Sepulang dari luar kota, dari rumah Neneknya yang sesungguhnya. Erita tidak langsung pulang ke rumah. Dia justru pergi ke rumah sakit dimana Fanny dirawat .Tepatnya rumah sakit jiwa.Kezia sudah berada di gerbang rumah sakit jiwa. Tempat dimana sepupu ibunya dirawat karena mengalami gangguan jiwa.Tapi sayang Kezia tidak mengetahui kisah yang sesungguhnya. Bagaimana Fanny memanfaatkan ibunya dulu, bagaimana Fanny ingin membunuh dia yang masih didalam kandungan dan ibunya dulu. Kezia berjalan memasuki lorong rumah sakit. Bau ciri khas rumah sakit menusuk hidungnya. Membuat kepalanya sedikit pusing dan mual.Kezia wanita yang cerdas, dia mencari tahu di bangsal mana sepupu ibunya dirawat. Setelah mendapat kan datanya d
Pov : Kezia17 tahun kemudian Namaku Kezia usiaku 17 tahun.Kata orang-orang wajahku perpaduan Ibuku juga Papa Rey.Mataku, bibir juga rambutku mirip Papa Rey, tapi senyum dan kulitku mirip almarhumah ibuku, Erlita.Tapi aku di besarkan oleh wanita yang aku panggil Mama Lina. Sejak kecil aku sudah tahu, kalau aku dilahirkan dari rahim yang penuh cerita sedih dan luka, tapi aku dibesarkan oleh cinta yang tak terbatas.Bima kakakku sekarang sudah kuliah di luar negeri, dia sangat tampan. Lukisannya pernah dipamerkan di galeri internasional.Dia kakak yang sangat baik, dia pernah berkata,” Kamu adalah hadiah terindah dari masa lalu kami.” Dan Papa Reynaldi, Dia bukan pria yang sempurna. Tapi dia Papa terbaik yang pernah aku miliki.Luka masa lalunya dengan ibuku dulu, tidak membuatnya menjadi keras, ataupun pemarah. Dia Papa yang baik, walaupun terkadang dia cuek, tapi dia selalu ada bila aku membutuhkan nya.Hari ini aku berada di makam ibuku, Ibu Erlita. Tepat di hari ulang tahun ku