"Mama, Please," lirih Bima, sambil memandang Reynaldi. Anak kecil itu mulai tertarik dengan sosok di depannya.
Bima kembali melirik ke arah Lina, seolah minta izin. Tapi, Lina hanya diam saja, tanpa ekspresi. Melihat Lina yang membatu, Reynaldi segera berdiri dan mengambil bola dari tangan Bima. Lalu dengan gerakan terlatih dia menendangnya perlahan. Bola tampak melambung tinggi, kemudian ditangkap dengan mudah oleh Reynaldi. Mata Bima membulat dan bersinar senang. “Wow! Ajari aku, Tuan! Janji mau ajari aku!’ Reynaldi tertawa, tawa yang tidak pernah terdengar, bahkan oleh dirinya sendiri selama ini. Karena hidupnya yang terlalu serius. “Tentu! Lain kali aku akan ajari kamu lebih banyak teknik bermain bola sampai kamu jadi juara.” Bima tertawa girang, tapi tiba-tiba wajahnya berubah menjadi serius, sejenak ia memandang wajah Reynaldi. “ Tuan kenapa matanya mirip denganku, wajah Tuan juga sama seperti wajahku, apa aku salah?” Tubuh Reynaldi berubah menjadi kaku, dia langsung diam membisu. Lina sempat kaget dengan pertanyaan anaknya, tapi dia memilih untuk bungkam. Bima kecil tampak berpikir. “Mama?” panggilnya. Lina menarik nafas dalam-dalam. Lalu berlutut di hadapan anaknya. Dia membelai rambut bocah laki-laki itu dengan lembut. “Bima, dengarkan Mama baik- baik.” Bima diam menatap Lina dengan fokus. Lina menggigit bibirnya, ekspresi wajahnya menegang. Dengan suara lirih hampir tidak terdengar. “ Tuan ini adalah … papamu.” Hening, suasana seketika terasa sangat mencekik. Bima menatap mamanya, kemudian beralih menatap Reynaldi. Wajah bocah kecil itu kebingungan. “ Tuan ini … papaku?” Lina mengangguk pelan, sementara Reynaldi menahan nafas. Bima menatap Reynaldi tajam, wajahnya benar- benar kebingungan. “Kalau dia papaku, kenapa dia baru datang sekarang?” Sakit! Wajah Bima berubah, seperti sedang menahan perih, begitu juga Rey yang mendengarnya. Rasanya bagai seribu pisau sedang menusuk jantung Reynaldi saat ini. Perih, dan berdarah. Dia tidak tahu harus menjawab dengan cara apa. Lina diam di tempatnya. Matanya menatap Reynaldi tajam, seolah menuntut pria itu untuk memberi penjelasan kepada anaknya, kemana dia lima tahun belakangan ini. Reynaldi berlutut di depan Bima. Mencoba menatap anak itu lembut, meskipun dadanya terasa sesak dengan penyesalan “Papa,” suara Reynaldi tercekat. “Papa, tidak tahu kalau kamu ada, Nak!” lirih Reynaldi dengan suara yang bergetar. Bocah kecil itu menatap Reynaldi dengan bingung. “Papa, tidak tahu kalau aku ada?” Reynaldi mengangguk pelan. “Kalau aku tahu kamu ada. Papa, pasti akan mencarimu. Papa tidak akan diam saja. Papah tidak akan meninggalkanmu.” Bima kelihatan bingung, tidak lama kemudian dia seperti sedang berpikir. Kemudian dia menoleh ke arah Lina, Mamanya. Lina mengambil nafas panjang dan mengelap keringat dingin yang menetes di keningnya. “Dia memang tidak tahu kalau kamu ada, Nak.” Reynaldi menatap Lina tidak percaya. Dia tahu betul bagaimana sakit hatinya. Tapi dia masih mau membela reputasinya didepan anak mereka. “Sekarang Papa sudah tahu, apa Papa akan pergi lagi?” Reynaldi menahan nafasnya, jantungnya seakan diremas, mendengar anaknya bicara. “Papa tidak akan pergi. Papa mau mengenalmu, Bima.” “Baiklah.” Bima mengangguk sesaat matanya terus saja melihat ke arah dua orang di hadapannya Reynaldi tersenyum tipis, belum sempat dia bicara banyak, tiba-tiba sudah dipotong oleh Lina. “Sudah cukup, Bima. Masuk kedalam. Mama mau bicara dengan Tuan Reynaldi.” Bima menatap Lina sejenak, sebelum akhirnya menatap Reynaldi. “Sampai jumpa lagi, Papa!” Reynaldi merasa sangat terharu, air matanya menetes di pipinya. “Sampai jumpa lagi, Nak!” “Sekarang apa maumu?” Lina berkata dengan tegas. Reynaldi engan serius sambil menatap mata Lina “Aku ingin anakku, Lina.” “Oh, jadi setelah lima tahun menghilang, tidak peduli, sekarang kau tiba-tiba ingin menjadi seorang papa?” kata Lina sambil mendengus kasar. “Lina, kamu jangan berkata seperti itu, bahkan aku tidak pernah tahu keberadaan nya.” “Tidak usah banyak bicara, itu bukan suatu alasan!” ujar Lina tajam. “Aku melahirkannya sendirian, aku membesarkannya sendirian, aku melihatnya sakit sendirian, tidak ada yang membantuku. Tiap malam aku menangis karena takut, kalau dia kelaparan, tidak bisa hidup dengan layak. Dan kau! Bahkan kau tidak pernah peduli, aku masih hidup atau sudah mati!” Lina meluapkan semua emosinya, air matanya tidak bisa tertahan lagi. Sementara Reynaldi diam di tempatnya, sebenarnya dia ingin membela diri, dia juga ingin mengatakan kalau dia juga merasa kehilangan, tapi itu tidak mungkin. Karena memang dia di posisi bersalah. Bahkan kesalahannya sangat besar. “Lina maafkan aku, setidaknya beri aku kesempatan. Aku ingin mengenal anakku. Aku ingin ada dan berarti dalam hidupnya,” pinta Reynaldi memohon “Aku tidak ingin kau menyakiti Bima, seperti kau menyakiti aku,” tegas Lina walau terdengar lirih. “Aku bersumpah, aku tidak akan pernah menyakitinya, dia anakku, darah dagingku, Lina!” tegas Rey berusaha meyakinkan Lina. Lina mengambil nafas panjang. "Baik! Tapi jangan harap kau bisa masuk ke dalam hidupnya, sebelum kau membuktikan, kalau kau memang layak menjadi papanya.” Reynaldi menatap mata Lina dengan tajam, dia berjanji dalam hati, akan berusaha membuktikan semuanya. Karena sekarang ada yang paling berarti dan berharga dalam hidupnya, anak. “Aku pulang! Sampaikan salamku untuk Bima. Aku akan datang lagi nanti,” pamit Reynaldi sebelum membalikan badannya dan meninggalkan Lina sendiri. Seperginya Reynaldi, dia yang saat ini duduk di kursi belakang, mobil mewahnya, hanya bisa terdiam. Wajahnya tampak serius dan penuh perhitungan. “Anto! Jangan pernah bicarakan ini dengan siapapun! Termasuk Nyonya mu!” perintah Reynaldi tegas. “Siap Tuan!” jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. Sepanjang perjalanan, pikiran Reynaldi hanya ada pada Bima anaknya. Dadanya terasa perih dan sakit. Ia merasa sangat bersalah. “Bodoh! Bodoh sekali!” umpatnya, sesekali berkata kasar. Dia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri, yang terlalu naif. Percaya apa kata-kata Fanny, istrinya. Sebenarnya Rey mulai curiga, saat enam tahun lalu, dia memanggil satpam muda itu. Tapi, Fanny berkata jika satpam itu sudah kabur. “Bodoh kamu Lina! Bagaimana kau bisa membesarkannya sendirian. Bagaimana bisa kau tidak minta pertanggungjawaban aku! Aku papanya. “ “Kau juga bodoh, Reynaldi! Bagaimana bisa kau tidak mencarinya!“ Terus saja Reynaldi mengumpat seperti orang yang kehilangan akal sehatnya. Sesampainya di rumahnya. Fanny sudah berdiri di depannya. Menyambut kedatangan suaminya dengan tubuh wangi dan pakaian yang cantik. "Halo Sayang, hari ini kamu pulang terlambat. Kenapa tidak mengabarkan aku. Tapi, untung aku sudah memanaskan makanan yang di meja." Fanny langsung menggandeng Reynaldi yang sejak tadi menahan gejolak amarah di dalam dadanya. "Lepas!" perintah Reynaldi sambil menghempaskan tangan Fanny. Sikap itu membuat Fanny terbelalak. "Ada apa, Sayang?" tanya Fanny menahan tangisnya. "Katakan! Di mana rumah satpam muda yang dulu kabur dari rumah kita. Bukankah kau, yang mempekerjakannya dan menerima semua data-datanya? Aku minta arsip data satpam itu, Sekarang!""Satpam…satpam yang mana yang kamu maksud, Mas?” seketika wajah Fanny berubah menjadi pucat. “Kamu lupa? Atau kamu pura-pura lupa? Bukankah kamu yang mengatur semua skenario ini semua?” tanya Reynaldi marah. Merasa terpojok akhirnya Fanny tidak bisa mengelak lagi. “ Iya…iya aku yang mengatur itu semua, kamu mau apa, Mas. Bagaimana sekarang, apa kamu sudah bertemu dengan wanita itu? Bagaimana perasaanmu, Mas?” tanya Fanny balik, tanpa merasa bersalah. Reynaldi menatap wajah wanita yang sudah menjadi istrinya bertahun-tahun. Dulu, dia pernah menyayangi Fanny. Dia juga pernah berharap kalau pernikahannya akan baik- baik saja. "Wanita, siapa? Apa maksudmu?” tanya Reynaldi bingung. Fanny melangkah lebih dekat, wajah mereka hampir saja tanpa jarak. "Jangan pura-pura bodoh,Mas! Aku tahu Lina sudah kembali, Aku tahu Lina bekerja di perusahaan mu sekarang.” Wajah pria itu berubah menjadi merah, menahan marah. Tangannya mengepal keras. Entah siapa yang sudah berani membocorkan s
Dua orang dewasa itu terus saja bersitegang didalam ruangan. Mereka tidak tahu kalau ada sepasang mata yang terus saja memperhatikan mereka. "Nyonya mereka sepertinya sedang bertengkar." adu agnes sekertaris Reynaldi pada Fanny. Agnes adalah tangan kanan Fanny, apapun gerak gerik Reynaldi tidak luput dari perhatian Agnes. Fanny tidak akan menyerang Lina secara terang-terangan. Dia tahu jika ingin menyerang wanita itu harus dengan cara yang halus, tapi mematikan. Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan keberadaan Agnes. Baru saja Lina keluar dari ruang direktur, sesampainya di mejanya tiba-tiba salah satu rekan kerjanya menghampirinya dan berkata, " "Lina kamu dipanggil keruang manajer." ucap wanita itu pelan. Lina mengeryitkan keningnya dan berkata," Kenapa?" "Aku tidak tahu, tapi hati-hati, seperti nya ada yang melaporkan kamu, ada yang ingin memfitnah kamu. Mereka melaporkan tentang kamu kemanajer keuangan." Hati Lina berdegub kencang. Selama Lina bekerja diisini,
"Siapa yang sudah berani mengunci akses file laporan keuangan tanpa seijin dari saya!" tanya Reynaldi marah. "Pak yang bisa mengakses file laporan keuangan itu hanya Bapak dan manajer keuangan." "Saya? Mana mungkin saya, atau... "Agnes! Ya, Agnes!" ujar Reynaldi mengangguk-angguk. "Tapi untuk apa Agnes melakukan itu, apalagi tanpa perintah dari saya?" keningnya berkerut, berusaha berpikir, dan dia menemukan titik merahnya.. Bagaimana Fanny bisa mengetahui apapun aktivitas nya didalam kantor. Reynaldi mengangguk-angguk tanda mengerti. "Fanny!!!" pria itu mengepalkan tangannya marah. Dia tahu betul semua ini ulah istrinya. Sementara disudut lain diruangan yang sama, terlihat Agnes mulai ketakutan. Wajahnya pucat seperti tidak ada darah yang mengalir. Perasaannya mendadak menjadi tidak enak, saat pimpinannya menyebut nama istrinya dengan kencang.Mata Reynaaldi menatap tajamDan Agnes mulai salah tingkah."Agnes!!!" teriaknya kencang Wanita cantik dengan riasan t
Pria itu benar-benar tidak bisa menahan emosinya. Reynaldi mengepalkan tangannya. "Aku akan membersihkan nama baik Lina, bahkan kalau kamu masih saja mau bermain kotor, aku tidak akan segan-segan membawa kamu ke penjara." Fanny diam dan berdiri kaku ditempatnya, " Apa maksud kamu, Mas?" Pria itu mendekatkan wajahnya dengan wajah istrinya. Dengan tatapan tajam dia berkata, " Aku tahu banyak dari apa yang kamu kira, jadi jangan main-main denganku, Fanny!" Fanny hanya bisa menatap suaminya dengan penuh kebencian, saat suaminya berbalik badan dan keluar dari kamar mereka. Dengan langkah cepat Fanny menutup pintu kamarnya. Kemudian Fanny mengambil ponselnya, yang sedari tadi tergeletak diatas meja riasnya."Hallo Dimas! Apa yang sudah kamu katakan? Kenapa suamiku bisa tahu dan semurka itu, kita harus bicara!" kata Fanny pelan. ## Sementara dirumah Lina, terus saja diam memandang ponselnya dengan gelisah. Dia terus saja menunggu khabar dari Reynaldi dengan cemas. Ti
"Tunggu aku, aku akan sampai disana kurang dari 10 menit." Baru kali ini Lina benar-benar merasa takut, takut kehilangan anaknya, Bima. Sementara di tempat lain, di ruangan yang gelap dan remang-remang. Seseorang bertubuh tinggi dan tegap. Pria itu duduk dikursi sambil membaca ulang pesan yang dikirimnya keLina berulang-ulang, dan dengan senyum dinginnya. "Perintah Nyonya sudah mulai aku jalankan, Aku baru saja mengancamnya. Pasti dia sedang berdiri kaku dan ketakutan, sekarang. Ha..ha..ha!" tawa pria itu puas lewat telpon. Sementara dirumah Fanny diruangan tertutup sebagai lawan bicaranya membalas." Bagus. Aku ingin dia ketakutan, jangan lakukan apa-apa dulu. Aku hanya ingin dia tahu, kalau kita tidak main-main. Jadi dia harus berpikir dua kali untuk tetap berada dikota ini." Pria itu adalah Alek, seorang pembunuh bayaran. "Kalau kau ingin dia benar-benar menghilang, aku bisa membunuhnya tanpa jejak." katanya sambil tersenyum dingin Diruangan tertutup Fanny diam sejena
Meraka akhirnya masuk, Bima yang masih dalam gendongan, mulai bangun dan mengucek matanya "Ini rumah siapa, Mama?" katanya sambil mengantuk Sebelum Lina menjawab, Reynaldi terlebih dahulu menjawab," Ini rumah Papa, sayang." Bimaa menatap wajah papanya dengan wajah polos, kemudian berganti kewajah Lina. Seolah-olah ingin penjelasan dari mamanya. "Mama?" tanya Bima Lina tersenyum tipis, berusaha untuk tetap tenang, lalu berkata," Untuk sementara kita tinggal disini dulu, sayang." Bima mengangguk pelan, lalu tiba-tiba mengambil tangan Reynaldi." Kalau ini rumah Papa, boleh aku lihat kamar untukku?" Reynaldi terkejut sesaat, sebelum akhirnya berkata," Tentu saja,sayang." Kedua orang beda usia itu berjalan bergandengan tangan. Sementara Lina hanya bisa menatap mereka dengan perasaan terharu. Mereka seperti ayah dan anak pada umumnya. Meskipun mereka sudah terpisah sudah cukup lama. Ada ikatan batin yang tidak bisa dipisahkan oleh jarak dan waktu. "Hem...Lina menggele
Mereka terus saja berdebat diruangan itu. Fanny terlihat sangat emosi, dia terus saja bicara. Sementara pria di hadapannya, tidak percaya kalau wanita yang menjadi istrinya selama ini, sudah berubah menjadi wanita yang mengerikan. Fanny tertawa sinis." Ini sangat lucu tuan Reynaldi, apa kamu lupa, dulu kamu sudah mengusirnya tanpa perasaan. Sekarang seolah- olah, kamu seperti suami yang Sayang dan perhatian pada keluarganya." Fanny terus saja bicara, memancing kesabaran pria didepannya, tangan Reynaldi mengepal, terlihat jelas rahanya megeras, sebelum akhirnya dia berkata, " Kau! Semua karena kau yang memulai. Semua juga kau yang membuat skenarionya." "Aku? tanya Fanny tanpa merasa bersalah. "Kamu yang menyuruh aku mencari rahim pengganti, Fanny!Kamu yang menyuruh aku menikah lagi, sekarang kamu berkata seolah-olah aku yang menghancurkan semuanya." ucap Reynaldi mulai terpancing emosi. Wajah Fanny berubah menjadi dingin dan datar. "Aku tidak masalah kalau kamu perduli pa
"Hai sayang, panggil aku Mami, Fanny, Ya! Aku juga Mami kamu. Karena aku istri Papa kamu, sayang. " ujar Fanny terus dengan sandiwaranya. Bima diam kebingungan, Melihat kearah Lina. Lina diam tidak bisa berkata-kata. "Bima sayang, tunggu di dalam ya, nanti Mama buatin susu. " cepat Lina meraih punggung Bima, lalu mendorong nya kedalam kamar. Belum sempat Bima berjalan kekamar, Fanny sempat mengusap rambut Bima , lalu berkata, " Anak ganteng, Anak sehat, Anakku juga kan?" "Cukup Fanny, sekarang keluar dari rumah ini!" Lina cepat sadar dan tidak ingin terbawa arus permainan Fanny. Fanny tersenyum sinis, " Kamu tidak akan bisa menghalangi keinginanku Lina." "Kalau kamu mau perang, silahkan. Dan aku tidak akan mundur. Aku ibunya, aku yang melahirkan dan membesarkannya." ujar Lina geram "Kita lihat saja, siapa yang jadi pemenangnya, " kata Fanny santai "Aku pulang, tapi kamu tunggu khabar dariku." Fanny melangkah keluar rumah. Dia pergi meninggalkan villa itu dengan
Setelah sekian lama bergelut dengan luka dendam, dan masa lalu, akhirnya kehidupan Reynaldi , Lina, Rakha, Kezia, dan Bima perlahan kembali tenang. Tapi seperti bayangan senja yang datang diam-diam. Sebuah kehadiran baru kembali mengusik ketenangan. Perusahaan milik Reynaldi sedang membuka peluang kerjasama internasional dengan sebuah perusahaan teknologi besar dari Jepang. Kitsuki cooperation. Salah satu urusan dari perusahaan mereka bernama Keyko Kanzaky. Hadir sebagai perwakilan dari kepala proyek merger. Cantik, cerdas, dan mempunyai aura yang sangat kuat dan misterius. Kezia yang mempunyai jabatan yang cukup penting di perusahaan milik ayahnya, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Keyko nampak terlalu familiar dengan seluk beluk internal perusahaan. Bahkan yang seharusnya dia tidak mengetahuinya. Sementara Bima yang sudah mulai pulih hatinya berhasil menyelesaikan pendidikan nya dengan cepat. Lalu kembali lagi ke Indonesia. Dia mulai membangun hubungan yang dengan Keyko.
Hubungan Aqila dengan Bima awalnya seperti hubungan kisah cinta anak muda biasa. Bima yang lulusan luar negeri,walaupun kuliahnya belum selesai tercatat sebagai karyawan di perusahaan Reynaldi sebagai Staf Keuangan.Begitupun Aqila, dia wanita cerdas yang masuk lewat jalur tes, sampai akhirnya ditempatkan sebagai manager marketing.Mereka terlihat sering bersama di acara formal perusahaan.Menghadiri pertemuan bisnis, hingga makan malam di tempat eksklusif.Pribadi Aqila yang cerdas, ceria, dan pintar berkomunikasi membuat Bima tertarik dan merasa nyaman dengannya.Aqila juga selalu tahu bagaimana caranya menenangkan Bima saat ada masalah, baik dengan pekerjaannya maupun dengan Papanya.Namun semua berubah, ketika Kezia yang masih satu kantor dengan mereka menyelidiki keberadaan Aqila. Awalnya hanya sekedar ingin tahu, siapa calon kakak iparnya ini. Walaupun sudah ada beberapa kejanggalan dari sikapnya.Dari dokumen lama di sebuah arsip ternyata ayah Aqila dulu juga pernah bekerja di
Beberapa minggu setelah kejadian di cafe, Kezia dan Rakha memenuhi panggilan polisi untuk menjawab beberapa pertanyaan. Sebagai warga negara yang baik mereka pun datang. Tanya jawab memakan waktu hampir dua jam. Setelah selesai mereka menyempatkan diri melihat keadaan Fanny didalam sel. Tapi kali ini bukan untuk menghakimi atau menyalahkan dia, hanya ingin memastikan kalau sepupu ibu kandungnya ini menyesali semua perbuatannya.“Kezia.” ucapnya pelan.” Maaf, meskipun mungkin kamu tidak bisa memaafkan.” “Aku datang bukan untuk menghukummu, tapi aku hanya ingin memastikan, apa benar hubungan darah itu tidak berlaku untukmu, sampai kamu benar-benar membenci aku dan ibuku.” “Kezia…” ucap Fanny lirih.Kezia berusaha kuat dan tidak mengeluarkan air mata. Tangan Rakha menggenggam tangannya kuat. “Aku ingin semuanya berakhir.” Kezia berjalan keluar sel sambil bergandengan tangan dengan Rakha. Meninggalkan Fanny yang diam dan frustasi.Sementara dirumah Reynaldi, masih saja syok dengan k
Dari kejauhan rumah itu nampak kosong.Lampu lantai satu redup dan hampir gelap, tapi lampu lantai dua menyala dengan terang.Rakha menoleh ke arah Kezia,”Kamu yakin dia disana?” Kezia mengangguk,”Perasaanku mengatakan, Ya.” Sejak kecil…firasatku lebih tajam. Mungkin karena aku hidup selalu diawasi bayang-bayang dia. Setidaknya orang- orang yang menjadi tangan kanan dia dan keluarganya.” Rakha menggenggam tangan Kezia,”Kamu nggak usah takut, kita selesaikan ini sama-sama. Kamu nggak usah khawatir. “ Sementara didalam rumah tua itu, Fanny menghadap ke kaca memandang hujan.Ditangannya ada foto Reynaldi dan Kezia. Dua wajah itu yang sekarang menghantui nya. Targetnya bukan lagi Lina dan Bima. Tapi dua orang ini.“Kamu pikir bisa lolos dariku, bocah kecil. Dan kamu pikir, hidupmu bisa tenang Reynaldi? Setelah kamu mengambil kebahagiaan dariku. Dan menghancurkan semua yang aku miliki?” Dari belakang ruangan seseorang muncul.Seorang pria dengan tubuh tinggi dengan tato bergambar naga
Rumah sakit JiwaDibalik pagar tinggi dan jeruji besi, berukiran rapih, Seorang wanita duduk terpaku diam dan membisu di sudut ranjang besi.Rambutnya panjang dan selalu acak-acakan. Meskipun berkali-kali suster menyisir rambutnya, tapi tetap saja dia akan mengacak-ngacak kembali rambut panjang yang sudah mulai beruban itu.Matanya kosong menatap dinding yang berwarna putih. Fanny.Sudah bertahun-tahun wanita ini dirawat di rumah sakit jiwa ini. Kondisinya mulai membaik sejak Kezia anak dari Erlita sepupunya menjenguk nya.Semenjak itu juga dia mulai menjalani terapi intensif. Sesi psikiater seminggu tiga kali. Dia juga mendapat pengawasan ketat, di dalam kamarnya juga terpasang cctv, untuk merekam tingkah lakunya selama 24 jam.Selama beberapa minggu terakhir ini dia mengalami perubahan yang mencolok, dia mulai bisa berbicara dengan lancar, mengenali wajah perawat. Dan mengucapkan salam pada Dokter.Dia juga mulai senang menulis dan melukis. Meskipun tetap dalam pengawasan para peraw
Pengajuan banding ke Kantor Kejaksaan Tinggi Negeri, dengan hanya membawa bukti-bukti ternyata tidak semudah itu.Pihak Kejaksaan Tinggi ragu kalau itu hanyalah rekayasa, atau salinan digital.“Kamu bisa datangkan saksi hidup. Baru kami bisa membuka kembali kasus ini.” ujar salah satu jaksa Kezia menatap Rakha,” Paman…kita butuh bukti nyata, atau seseorang yang tahu semuanya pada saat itu.”Lina, Rakha, dan Kezia berusaha mencari informasi, mereka ingin membebaskan Reynaldi dari segala tuduhan.Akhirnya dari jejak digital, mereka mengetahui kalau salah satu aset dari Direktur keuangan itu disewakan diam-diam di pinggiran Kota. Sebuah rumah yang cukup tua yang dijaga oleh seorang wanita.Tanpa buang waktu mereka mendatanginya, dan benar saja wanita itu adalah mantan sekretaris Direktur keuangan, namanya Arin.Arin awalnya tidak mau buka mulut,dia diam enggan bicara. Tapi Lina menunjukan foto-foto dirinya bersama Kezia kecil, juga foto-foto Erlita semasa hidup. Akhirnya Arin Luluh.“Ak
Setelah percakapan suami istri itu di ruang kerja dirumah mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk membacakan surat wasiat dari Erlita dulu.“Ini sudah saatnya, Kezia sudah berumur lebih dari 17 tahun. Aku tidak mau lagi menunda-nunda semuanya.” Di Ruang kerja Reynaldi, akhirnya duduk berhadapan dengan Lina, Kezia, Dan Notaris yang sudah menunggu bertahun-tahun.Amplop coklat tua di buka perlahan-lahan.Suasana di ruangan itu mulai menegang.Hanya terdengar suara notaris yang mulai membacakan surat wasiat tua peninggalan Erlita.“Jika surat ini dibuka, mungkin aku sudah tidak ada. Tapi aku ingin kebenaran itu ada,anak ini adalah anak dari Reynaldi. Dan aku mau jika anak ini perempuan beri dia nama Kezia, jika dia laki-laki beri dia nama Erlandy, yang artinya Ernita dan Reynaldi.Tapi bukan hanya hal itu, Di Dalam berkas ini juga aku lampirkan bukti transfer rahasia Fanny kepada beberapa oknum. Juga nama-nama yang sudah menghancurkan hidupku.”Mata Kezia membesar.Lina menggenggam tan
Hujan mengguyur kota sangat deras, airnya seperti tumpahan air dari langit yang tidak berhenti. Pikiran Kezia yang kacau, sejak membaca tulisan tangan dari ibunya. Erlita.Banyak kisah yang dilalui ibunya bersama Fanny dan keluarganya. Kezia berniat ingin menyusurinya. Sepulang dari luar kota, dari rumah Neneknya yang sesungguhnya. Erita tidak langsung pulang ke rumah. Dia justru pergi ke rumah sakit dimana Fanny dirawat .Tepatnya rumah sakit jiwa.Kezia sudah berada di gerbang rumah sakit jiwa. Tempat dimana sepupu ibunya dirawat karena mengalami gangguan jiwa.Tapi sayang Kezia tidak mengetahui kisah yang sesungguhnya. Bagaimana Fanny memanfaatkan ibunya dulu, bagaimana Fanny ingin membunuh dia yang masih didalam kandungan dan ibunya dulu. Kezia berjalan memasuki lorong rumah sakit. Bau ciri khas rumah sakit menusuk hidungnya. Membuat kepalanya sedikit pusing dan mual.Kezia wanita yang cerdas, dia mencari tahu di bangsal mana sepupu ibunya dirawat. Setelah mendapat kan datanya d
Pov : Kezia17 tahun kemudian Namaku Kezia usiaku 17 tahun.Kata orang-orang wajahku perpaduan Ibuku juga Papa Rey.Mataku, bibir juga rambutku mirip Papa Rey, tapi senyum dan kulitku mirip almarhumah ibuku, Erlita.Tapi aku di besarkan oleh wanita yang aku panggil Mama Lina. Sejak kecil aku sudah tahu, kalau aku dilahirkan dari rahim yang penuh cerita sedih dan luka, tapi aku dibesarkan oleh cinta yang tak terbatas.Bima kakakku sekarang sudah kuliah di luar negeri, dia sangat tampan. Lukisannya pernah dipamerkan di galeri internasional.Dia kakak yang sangat baik, dia pernah berkata,” Kamu adalah hadiah terindah dari masa lalu kami.” Dan Papa Reynaldi, Dia bukan pria yang sempurna. Tapi dia Papa terbaik yang pernah aku miliki.Luka masa lalunya dengan ibuku dulu, tidak membuatnya menjadi keras, ataupun pemarah. Dia Papa yang baik, walaupun terkadang dia cuek, tapi dia selalu ada bila aku membutuhkan nya.Hari ini aku berada di makam ibuku, Ibu Erlita. Tepat di hari ulang tahun ku