Gaura mengerutkan kening, mengambil ponsel itu, dan melihat sebuah video yang sudah ditonton oleh jutaan orang. Darahnya seakan berhenti mengalir ketika melihat seorang wanita dengan wajah rusak menangis dan menyebut namanya. Tangan Gaura bergetar saat membaca komentar yang terus mengalir di bawah video itu. “Astaga! Gaura? Aku tidak menyangka produk dari studionya menggunakan bahan berbahaya!” “Ini mengerikan! Aku baru saja menggunakan jasa make-upnya! Harus bagaimana jika wajahku juga hancur!?” “Hati-hati, guys! Jangan tertipu branding studio mahal, ternyata mereka menggunakan bahan murah yang beracun!” Tuduhan… kebohongan… fitnah… Mata Gaura membulat, dadanya terasa sesak. Lisa menggigit bibirnya. “Bu, ini sudah menyebar ke mana-mana. Selebriti dan influencer mulai mengomentarinya. Beberapa bahkan sudah membatalkan janji mereka dengan studio kita.” Gaura mundur selangkah, ponselnya hampir jatuh dari tangannya. Siapa… siapa yang melakukan ini? Perasaannya bergejolak ant
“Sebagai wanita yang juga bergerak di dunia bisnis kecantikan, aku sangat prihatin dengan kabar ini. Jika benar studio itu menggunakan bahan berbahaya, maka ini sangat berbahaya bagi konsumen. Aku berharap pihak berwenang segera menyelidiki kasus ini agar tidak ada korban lain.” Sialan. Prita tidak hanya menghancurkan Gaura, tetapi juga berpura-pura menjadi pahlawan di depan publik. Jari-jari Edrio menegang, lalu dengan kasar ia meletakkan tablet itu kembali di meja. “Dia benar-benar cari mati.” Tanpa pikir panjang, ia meraih jas hitamnya dan berjalan keluar dari ruangan dengan langkah cepat. Andre, yang baru saja kembali dari menyelidiki kasus ini, hampir terkejut melihat ekspresi dingin dan mematikan di wajah bosnya. “Tuan, saya baru saja menemukan sesuatu—” “Kita berangkat sekarang,” potong Edrio. “Ke mana, Tuan?” Edrio menatapnya tajam. “Studio Gaura.” **** Di Studio Gaura. Gaura masih berdiri di depan layar ponselnya, wajahnya pucat dan napasnya tidak b
Setelah mengakhiri panggilan, ia menatap Gaura yang masih terdiam dengan ekspresi syok. "Dengar," suaranya rendah tapi tegas. "Aku akan menangani ini. Kau tetap di dalam dan jangan keluar sampai aku mengizinkan." Gaura mengerjap, matanya penuh kebingungan. "Edrio, ini—" "Aku bilang, jangan keluar," potong Edrio dengan dingin. Blar! Pintu kaca tiba-tiba bergetar hebat, membuat mereka semua tersentak. "Buka pintunya, Gaura!" salah satu demonstran berteriak. "Kami ingin penjelasan darimu!" Gaura mulai melangkah maju, tetapi Edrio menahan lengannya. "Aku bilang tetap di sini," ulangnya, tatapan tajamnya menusuk. "Mereka bukan hanya ingin jawaban. Mereka ingin melampiaskan amarah. Kau tidak akan menghadapi mereka sendirian." Saat itu juga, suara deru mobil terdengar dari kejauhan. Beberapa SUV hitam melaju dan berhenti tepat di depan studio. Dari dalamnya, belasan pria berbadan tegap dengan setelan hitam turun, wajah mereka tanpa ekspresi dan mata mereka tajam mengamati kerumun
"Aku akan membuat berita ini semakin menggemparkan!" Prita tertawa licik. Di sebuah ruangan gelap yang hanya diterangi lampu kecil di sudut, Prita duduk dengan anggun di atas kursinya. Matanya yang tajam menatap tiga pria di hadapannya dengan penuh perhitungan. Mereka adalah orang-orang yang telah ia sewa untuk menghancurkan Gaura, tetapi sayangnya, upaya pertama mereka gagal total karena campur tangan Edrio."Jadi," suara Prita terdengar tenang, tetapi penuh tekanan. "Kalian melihat sendiri, bukan? Edrio bukanlah orang yang bisa diremehkan."Tiga pria itu saling bertukar pandang. Salah satu dari mereka, seorang pria dengan bekas luka di pipinya mengangguk pelan."Kami tidak menyangka dia akan bergerak secepat itu," ucap dia, suaranya dalam dan berat. "Laki-laki itu punya pasukan pribadi. Jika kita tidak hati-hati, kita bisa terjebak dalam perang yang tidak kita menangkan."Prita menyeringai, jemarinya yang lentik mengetuk meja di depannya. "Aku tidak pernah berencana untuk bertarung
"Tunggu aku, Gaura!" Keesokan harinya, dunia maya meledak. Berita tentang seorang wanita yang wajahnya rusak karena kosmetik semakin meluas, tetapi bukan hanya itu yang membuat publik geger—video Prita yang muncul sebagai "penyelamat" wanita tersebut menyebar begitu cepat bak api yang menyambar ranting kering. "Nona Prita menolong korban akibat kosmetik Berbahaya!?" "Wanita dermawan, Prita, menjadi penolong seorang korban kosmetik berbahaya !" "Studio make-up Gaura terancam tutup!?" Video yang disebarkan oleh berbagai akun gosip menunjukkan Prita dengan ekspresi penuh kepedulian saat mengunjungi "korban" tersebut di sebuah rumah sakit. Dalam video itu, Prita memegang tangan wanita itu dengan lembut, menatapnya penuh simpati. "Aku turut prihatin dengan apa yang terjadi padamu. Aku tahu betapa menyakitkan rasanya mengalami hal seperti ini," katanya dengan suara lembut dan tenang. Wanita yang wajahnya rusak itu menangis tersedu-sedu, dengan suara bergetar berkata, "Aku
"Menegaskan bahwa kosmetik dari studioku telah melalui uji klinis dan tidak mengandung bahan berbahaya." "Tapi ada korban nyata yang wajahnya rusak!" seseorang menyela. Gaura menatap langsung ke arah wartawan itu. "Kami sedang menyelidiki kasus ini. Sampai saat ini, tidak ada bukti bahwa produk kami yang menyebabkan itu." "Tapi Prita sudah turun langsung membantu korban—" Gaura menahan napas. Jelas sekali bahwa Prita sedang membentuk narasi bahwa dirinya adalah pahlawan, sementara Gaura adalah penjahatnya. Tapi sebelum ia bisa berbicara lagi, suara langkah berat terdengar dari belakang. Semua orang menoleh. Edrio. Pria itu berjalan tegap, auranya begitu kuat hingga membuat semua yang ada di sana langsung merinding. Ia melangkah mendekati Gaura, berdiri di sisinya, lalu menatap tajam ke arah para wartawan. "Kalian semua sudah termakan kebohongan," katanya dingin. "Tapi aku akan membuktikan bahwa kalian semua salah." Para wartawan langsung gaduh, saling berbisik.
Gaura masih merasakan debar jantungnya yang kuat. Semua ini terasa begitu gila, tetapi di sisi lain, ada kelegaan bahwa setidaknya mereka tidak sendirian dalam pertarungan ini. Edrio berbalik menghadap semua orang di ruangan. "Aku ingin setiap bukti dikumpulkan dan dianalisis dalam 12 jam ke depan. Kita tidak akan menunggu 24 jam penuh. Aku ingin ini berakhir lebih cepat." Para bawahannya mengangguk dan segera bergegas. Suasana dalam ruangan menjadi lebih intens, penuh ketegangan. Sementara itu, Edrio menatap Gaura. "Kau harus bersiap, karena besok pagi, kita akan membalikkan keadaan." Gaura mengangguk pelan, merasa bahwa badai ini belum berakhir. Tetapi untuk pertama kalinya, ia merasa memiliki sekutu yang benar-benar kuat di sisinya. Dan ia tahu, apapun yang terjadi selanjutnya, ia tidak akan menghadapi semuanya sendirian. "Baiklah, terima kasih. Jika begitu, aku pulang terlebih dahulu." **** Kini, Edrio duduk di ruangannya dengan mata tajam menatap layar laptop. Di hadapann
"Aku ingin semua bukti diuji oleh pihak berwenang dan diumumkan secara resmi. Kita akan mengadakan konferensi pers di studio Gaura. Pastikan semua media besar hadir." Pria itu mengangguk. "Akan saya atur." Edrio menarik napas dalam. Ini bukan hanya soal membersihkan nama Gaura. Ini tentang memastikan bahwa orang-orang yang berani mengusik kehidupannya dan anaknya tidak akan bisa berkutik lagi. **** Keesokan harinya, studio milik Gaura dipenuhi wartawan dan reporter dari berbagai media. Mikrofon telah disiapkan, dan di tengah ruangan, Gaura duduk dengan wajah tegang, sementara di sampingnya, Edrio berdiri tegap dengan ekspresi dingin dan percaya diri. Para wartawan mulai melontarkan pertanyaan. "Benarkah kosmetik dari studio ini mengandung bahan berbahaya?" "Apa tanggapan kalian terhadap korban yang mengaku wajahnya rusak?" Edrio mengangkat tangannya, menghentikan keributan itu. Dengan tenang, ia berbicara ke mikrofon. "Kami telah melakukan investigasi menyeluruh," katanya. "D
"Sama-sama, Gaura, kapanpun kau butuh bantuanku, aku selalu bersedia," balas sosok itu hingga membuat Gaura tersenyum. **** Beberapa hari kemudian ketika malam hari, ruangan bawah tanah itu hanya diterangi oleh lampu LED redup di langit-langit. Aroma besi dan keringat memenuhi udara. Gaura berdiri tegap di depan papan sasaran, matanya tajam, penuh fokus. Di tangannya, pistol semi-otomatis yang baru saja ia isi pelurunya. Ia menarik napas dalam, lalu mengangkat pistolnya dengan gerakan halus dan percaya diri. Dor! Dor! Dor! Tiga peluru menembus sasaran dalam hitungan detik. Tepat di tengah. Gaura tersenyum tipis. "Tanganku masih setajam dulu," gumamnya. Ia menurunkan pistolnya, melepaskan magazin kosong dan menggantinya dengan yang baru dalam satu gerakan cepat. Setelah bertahun-tahun meninggalkan dunia pertarungan, kini ia kembali menyentuh senjata, mengembalikan naluri yang dulu selalu menjadi bagian dari dirinya. Malam ini, ia tidak hanya berlatih. Ia kembali menjadi Gaur
"Tenang. Kau tidak perlu melakukan ini." Edrio mengangkat tangannya perlahan, mencoba menenangkan situasi. Pria itu tersenyum miring. "Jonathan mengirim salam, Tuan Edrio." Edrio mengepalkan tangannya. Jadi ini memang ulah Jonathan. Vigo dan anak buah lainnya sudah mengepung lorong, tetapi pria itu tetap memegang pisau di leher Galen. Situasi semakin genting. Gaura berusaha menahan air matanya. "Tolong… jangan sakiti anakku." suaranya nyaris berbisik. Pria itu tertawa pelan. "Lucu sekali. Kau pikir aku peduli?" Dan saat itulah Edrio bergerak. Dalam sekejap, ia melemparkan sebuah benda kecil ke lantai—flash grenade. Blitz! Cahaya putih menyilaukan memenuhi ruangan. Pria itu berteriak, kehilangan keseimbangan sejenak. Dalam sepersekian detik, Edrio melesat maju. Dor! Sebuah tembakan melesat. Gaura memejamkan matanya sejenak, pikirannya langsung membayangkan hal terburuk. Tapi saat ia membuka matanya, ia melihat pria bertopeng itu terjatuh ke lantai, mengg
Edrio terdiam sejenak, rahangnya mengeras. Kemudian, ia menarik napas dalam dan berkata, "Namanya Jonathan." Gaura mengerutkan kening. "Siapa dia?" Edrio mengalihkan pandangannya ke layar. Tatapannya dingin, penuh kemarahan yang ia sembunyikan dengan susah payah. "Musuhku." Gaura tertegun. "Musuh? Maksudmu bagaimana?" Edrio mengepalkan tangannya, matanya masih terpaku pada rekaman buram di layar. "Dia adalah orang yang seharusnya sudah tidak ada lagi dalam hidupku. Tapi dia kembali. Dan dia jelas mengincar kita." Gaura menelan ludah. "Apa dia yang mengirim semua ancaman ini?" tanyanya, meski ia sudah tahu jawabannya. Edrio mengangguk. "Aku yakin dia dalangnya. Dan dia tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan." Gaura menggigit bibirnya, perasaannya mulai tidak enak. "Dan apa yang dia inginkan?" Edrio menatapnya tajam. "Untuk menghancurkan hidupku." Seolah menjawab perkataan itu, tiba-tiba ponsel Edrio bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor
"Seseorang dengan akses tingkat tinggi masuk ke sistem beberapa menit sebelum CCTV mati. Aku masih mencoba mencari tahu siapa, tapi ini bukan kerjaan orang biasa. Mereka tahu apa yang mereka lakukan." Vigo menatap mereka dengan ekspresi serius. Gaura mengepalkan tangannya. "Siapa pun dia, mereka pasti ada di sekitar kita. Bisa jadi salah satu karyawan atau seseorang yang sering masuk ke studio." Edrio mengangguk. "Dan mereka juga tahu kapan waktu yang tepat untuk bertindak." Ketegangan memenuhi ruangan itu. Lalu, ponsel Gaura kembali bergetar. Kali ini, sebuah foto masuk. Gaura langsung membelalakkan mata ketika melihatnya. "Ya Tuhan…" Edrio dan Vigo segera mendekat untuk melihat. Di layar ponsel, terpampang sebuah foto yang diambil dari jarak jauh. Foto Gaura dan Galen—saat mereka keluar dari rumah pagi tadi. Gaura merasa tubuhnya membeku. "Mereka dimanapun selalu mengawasi kita." Edrio langsung merampas ponsel Gaura dan menatapnya dengan rahang mengeras. "Ini sudah kelew
Gambar di layar mendadak gelap. Gaura menegang. "Apa yang terjadi?" Edrio mengernyit dan mundur beberapa detik sebelum titik mati itu terjadi. Rekaman berjalan lagi—normal. Namun, tepat ketika waktu menunjukkan sekitar pukul 08.45, layar kembali gelap selama kurang lebih tiga menit, lalu kembali menyala seolah tidak ada yang terjadi. Ketika layar kembali aktif, amplop itu sudah ada di meja resepsionis. Gaura menggigit bibirnya. "Tidak mungkin…" Edrio mencoba mempercepat rekaman, mencari sudut lain dari kamera yang mungkin menangkap kejadian tersebut. Ia memutar ulang rekaman dari kamera yang menghadap pintu masuk studio. Namun, hasilnya sama. Tepat pada waktu yang sama, kamera itu juga mengalami gangguan. "Ini bukan kebetulan," gumam Vigo dari belakang. Gaura menatapnya. "Kau pikir ada yang meretas sistem kita?" Vigo mengangguk. "Seseorang jelas ingin menyembunyikan identitas mereka. Mereka cukup profesional untuk mengetahui cara menonaktifkan CCTV di waktu yang tepat." Ed
Itu adalah... foto dirinya dan Galen yang diambil secara diam-diam dari kejauhan. Beberapa foto menunjukkan mereka saat berada di taman bermain, saat mengantar Galen ke sekolah, bahkan ada foto dirinya saat sedang berada di dalam rumah, di ruang tamu. Di bagian bawah foto itu, ada tulisan tangan yang sama dengan surat di dalam kotak tadi. "Kami tahu segalanya. Kau tidak bisa lari." Gaura mulai merasa mual dengan semua yang terjadi. Seseorang telah mengawasi mereka. Ia segera berdiri, jantungnya berdebar kencang. "Siapa yang mengirim ini?" Karyawan itu menggeleng, suaranya bergetar. "Kami menemukannya di laci resepsionis pagi ini. Tidak ada yang tahu siapa yang meletakkannya." Gaura mengepalkan tangan. Ini sudah keterlaluan. Ia tidak peduli lagi. Dengan tangan gemetar, ia menghubungi Edrio lagi. "Ini bukan hanya ancaman biasa, Edrio." suaranya sedikit bergetar. "Mereka mengawasi kita. Bahkan Galen." Di seberang telepon, suara Edrio berubah dingin. "Aku akan ke sana sekaran
"Jonathan tidak hanya ingin menghancurkan reputasimu," kata Jade sambil menyodorkan tablet yang berisi laporan-laporan rahasia. "Dia juga berencana untuk mengambil alih salah satu aset terpenting perusahaanmu—dan dia hampir berhasil." Jade kembali dengan data yang mengejutkan selang beberapa jam kemudian. Edrio membaca data itu dengan cepat. Matanya menyala penuh kemarahan. Jonathan telah menyuap beberapa orang dalam di perusahaannya untuk melemahkan sistem keuangan dan komunikasi internal. Jika rencana ini berhasil, bukan hanya reputasi Edrio yang hancur, tetapi juga bisnisnya. Edrio menatap Vigo dan Reno. "Kita harus bertindak sekarang." Vigo mengangguk. "Apa langkah pertama?" Edrio tersenyum tipis, tetapi senyum itu dipenuhi oleh ancaman. "Kita buat Jonathan percaya bahwa dia sudah menang. Dan saat dia lengah, kita jatuhkan dia." Malam itu, Edrio mulai mengatur permainan. Ia menyebarkan informasi palsu, membuat Jonathan percaya bahwa serangannya terhadap bisnis Edrio mulai
Suasana di kantor pusat Edrio kini semakin mencekam.Edrio berdiri di depan jendela kaca besar ruangannya, menatap keluar dengan rahang mengeras. Pikirannya berputar cepat, memproses setiap informasi yang baru saja ia terima. Ada seseorang yang bergerak di balik layar—seseorang yang lebih berbahaya dari Prita dan kaki tangannya.Vigo, Reno, dan beberapa kepala keamanan lainnya menunggu perintah selanjutnya dengan ekspresi tegang.Edrio akhirnya berbalik."Kita tidak bisa hanya menunggu mereka menyerang lebih dulu," katanya dengan nada dingin. "Kita harus menemukan mereka sebelum mereka menemukan kita."Reno mengangguk cepat. "Kami sedang melacak transaksi keuangan itu, Tuan. Tetapi rekening anonim ini sangat sulit untuk dipecahkan. Butuh waktu lebih lama."Edrio menyipitkan mata. "Tidak ada waktu untuk menunggu. Gunakan jalur lain."Reno ragu sejenak. "Jalur lain, maksud Anda...?"Edrio menatapnya tajam. "Kita temui orang yang bisa membantu kita melewati batasan legal. Kita butuh info
“Hentikan pernikahan ini, atau kami akan mengambil sesuatu yang berharga dari kalian. Ini peringatan terakhir!” Edrio meremas kertas itu dengan geram. Ia menoleh ke sekeliling, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Namun, ia tahu… seseorang sedang mengawasi mereka. Tanpa menunggu lebih lama, ia kembali masuk ke dalam rumah dan menunjukkan kertas itu pada semua orang. Gaura membaca tulisan itu dan wajahnya langsung pucat. Elia menutup mulutnya, sementara Ayara tampak ingin menangis. “‘Sesuatu yang berharga’…” Gaura berbisik lemah, matanya langsung tertuju pada Galen. Edrio langsung menarik Gaura dan Galen ke dalam pelukannya, seolah ingin memastikan mereka tetap aman. Malam yang seharusnya diisi dengan kebahagiaan kini berubah menjadi malam penuh ancaman. Edrio tahu… ini bukan sekadar ancaman kosong. Seseorang benar-benar ingin menghancurkan mereka. Dan pastinya, ia tidak akan tinggal diam. **** Pagi hari di kota masih tampak biasa, tetapi di dalam kantor pusat, sua