"Yah, Alva. Pria yang menjadi dewa penolong kamu bukan?" tanya Jonatan kembali."Alva teman sekolah aku dulu, lagi pula bukan urusan kamu. Harusnya kamu berterima kasih sama dia karena tawaran pekerjaan dari Alva, aku dan Cinta kembali ke Jakarta." "Mungkin, haruskah aku menelepon atau memberikannya beberapa saham dari perusahaan untuk berterima kasih padanya?" Senyum Jonathan seolah-olah mengejek Berlian. Tarikan napas Berlian membuat Jonathan sadar wanita di hadapannya tidak senang dengan responnya. Makan malam kali ini tidak begitu sempurna karena banyak membahas masa lalu dan kejadian yang tidak ingin Berlian bahas kali ini. Namun, Jonathan terus saja membahas masalah itu. "Sepertinya sudah agak malam, bisa antar aku pulang?" "Apa kamu tidak mau menghabiskan satu makananmu lagi sebelum kita pulang," ujar Jonathan."Napsu makanku sudah hilang." Berlian kembali menatap Jonathan yang sepertinya enggan mengajaknya pulang. Namun, Berlian kekeh untuk cepat meninggalkan restoran itu
"Mama setuju, tapi kamu harus melakukannya secara bersih. Jangan sampai mengotori tangan cantik kamu." Bu Agnia mencoba mengingatkan Alea. Penolakan Jonathan membuat keluarga itu ketar ketir, pasalnya mereka sangat berharap menjadi bagian keluarga Pak Ferdinand yang kaya raya. Kehidupan mereka akan terjamin, dengan bermodal janji masa lalu, ayah Alea pun menemui Pak Ferdinand dan membahas janji menikahkan anak mereka. Berhubung Arnold sudah menikah, tinggal Jonathan yang menjadi sasarannya."Papa sudah cemas jika kamu batal menikah, lagi pula karir kamu sedang tidak baik-baik saja bukan?" "Banyak pendatang baru, jadi aku tersingkir. Memang sialan mereka." Alea kembali bergumam kesal. Namanya di dunia hiburan sedang turun, banyak iklan yang memutuskan kontrak dan tak mau perpanjangan karena sudah banyak artis muda yang lebih segar darinya. "Pokonya kalau pernikahan kalian sudah terlaksana, mama mau kamu pinta uang untuk melunasi hutang kita. Bagaimana?" Bu Agnia langsung mengutara
"Apa ada yang salah dengan panggilan itu?" tanya Jonathan."Tidak ada yang salah, hanya saja apa tidak sebaiknya memanggil dengan sebutan biasa saja," ujar Berlian.Jonatan melirik ke arah sang anak, kedua alisnya naik lalu kembali melirik ke arah Berlian. Harusnya tidak ada yang salah pikir Jonathan dengan panggilan Papa padanya. "Kamu lupa apa pura-pura lupa kalau Cinta itu--""Iya, terserah kamu mau Cinta memanggil apa. Terserah, aku minta jangan bicara hal apa pun di depan Cinta." Jonathan kembali diam, lalu ia memilih pamit pada Cinta. Memang sudah larut, dan putri kecilnya itu harus sudah tidur malam. Jonathan juga pamit pada Nenek Lastri, sebenarnya Berlian tak mau banyak bicara. akan tetapi, ia harus bicara beberapa hal dengan Jonathan."Pak Jo tunggu," panggil Berlian. "Ada apa? Masih kangen?" Bola mata Berlian hampir saja keluar mendengar ucapan Jonathan yang menjijikan baginya. Sementara, pria di hadapannya merasa tidak bersalah. "Ih, terserah kamu. Aku hanya bicara j
"Kemungkinan apa?""Semoga saja apa yang aku pikirkan tidak benar. Aku saja pusing jika berdebat dengan Berlian, dia keras sekali Kak." Jonathan memijit pelipisnya dengan harapan menghilangkan pening di dahi. Arnold paham dengan masalah yang di hadapi sang adik, ia berharap semoga semua selesai dan Jonathan bisa menemukan kebahagiaan yang selama ini tertunda. "Kamu berhasil membujuk dia untuk menikah?" tanya Arnold lagi."Dia seperti ragu, ada yang sedang mendekati dia. Pemilik restoran tempat dia bekerja juga salah rekan bisnis perusahaan kita," papar Jonathan."Serius?" "Iya, aku baru tahu. Beberapa orang yang aku suruh sudah menghubungi kalau pria itu teman lama Berlian. Mereka terlihat beberapa kali bersama." Jonathan terlihat sangat emosi, sikapnya yang cuek berubah menjadi agresip karena ia takut Berlian malah menerima pria lain. Walau sebenarnya ia sudah memegang kartu dengan restu dari sang anak. Hanya saja Berlian terlihat sedang memikirkan hal lain lagi. "Kalau kamu mau
"Ada apa ini?" tanya Bu Shafira.Pertengkaran Berlian dan Sukma terdengar hingga ke rumahan. Kemudian Pak Hasan pun menceritakan apa yang terjadi. Berlian hanya menggeleng saat mendengar ucapan Pak Hasan. "Benar itu Berlian?" tanya Bu Shafira. "Yang di katakan Sukma tidak benar. Yang jelas kalau aku cerita apa kalian percaya?" tanya Berlian."Baik, ceritakan saja." Berlian pun mulai bercerita tentang kejadian sebenarnya. Apalagi saat kemarahannya memuncak dan menampar pipi Sukma.Bu Shafira menatap Sukma yang sudah menundukkan wajah saat Berlian mulai bercerita. ia pun tidak mengerti ada yang berpikir seperti Sukma. Baginya adalah hal yang sangat jahat. "Apa saya harus diam saat Sukma bicara hal itu?" tanya Berlian kembali. Berlian kembali menatap Sukma, tatapannya tajam melihat rekannya yang begitu menyebalkan. Ucapannya dan tingkah lakunya pun sangat merugikan dirinya. Bahkan, bisa-bisanya mengatakan hal lain pada Pak Hasan. "Jangan memutar balikkan fakta, kamu orang baru di si
"Tidak usah, Bu. Maaf, saya memilih tetap mengundurkan diri. Lagi pula saya tak pantas dengan jabatan yang lebih dari ini." Berlian tetap kekeh dengan pendiriannya, Bu Shafira menyayangkan apa yang telah di putuskan oleh Berlian. Pahala ia baru saja mengenal sosok yang membuatnya teringat putrinya yang sejak lama tak pernah bertemu. "Kamu enggak sayang, di luar sana banyak yang sedang membutuhkan pekerjaan. Kamu malah melepas pekerjaan, padahal saya akan memberikan kamu jabatan yang membuat kamu nyaman." Bu Shafira kembali mengingatkan. Ia ingin mempertahankan Berlian karena mulai senang dengannya.Hanya saja Berlian tak mau kembali berhutang budi. Apalagi jika ia menolak cinta Alva putra Bu Shafira. Tidak ada perasaan apa pun saat dirinya sedang bersama Alva. "Yang lebih nyaman bekerja tanpa ada orang yang berpikiran jelek. Saya tidak masalah bekerja menjadi apa pun. Asalkan tak ada yang mengganggu atau membuat tak nyaman." Sayangnya Berlian selalu saja bermasalah dengan atasan k
"Kata siapa aku akan menerima lamaran Pak Jo?" tanya Berlian. Berlian tak menyangka jika Alva akan mengatakan hal itu. Padahal ia sangat ingin menjaga perasaan pria baik di hadapannya. Bagaimana bisa Alva sudah menebak apa yang sebenarnya terjadi. "Kata aku tadi, apa benar?" Alva kembali bertanya. Tarikan napas Berlian membuat Alva yakin jika memang alasan keluarnya Berlian dari restorannya karena ingin menghindar."Apa orang baru tidak membuat kamu melupakan kekecewaan pada pria itu, bukannya dia akan menikah dengan wanita lain?" Alva menatap tajam dengan penuh harapan pada wanita di depannya. Baru saja akan memulai kisah, ia sudah kalah terlebih dahulu. Apa yang akan terjadi dengan dirinya, sekian lama tak pernah jatuh cinta, kini terpatahkan oleh patah hatinya."Iya memang dia akan menikah dengan wanita lain. Kamu tahu itu tapi kenapa malah bertanya padaku tentang sebuah lamaran dan pinangan Jonathan. Harusnya kamu tahu kalau dia akan menikah dengan wanita lain bukan aku." "La
"Aku siap dengan konsekuensi yang akan terjadi, tapi apa dia siap jika kehilangan dirimu?" Wajah itu penuh percaya diri saat menatap sang kakak. Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Jonathan, Arnold yakin jika sang adik sudah memikirkan hal yang akan di lakukannya dengan matang.Tidak mungkin seorang Jonathan tidak memikirkan hal baik dan buruk yang akan terjadi nanti. Apalagi terlihat jelas di wajahnya yang penuh percaya diri."Aku percaya kamu akan melakukan yang terbaik." Arnold menepuk pundak adiknya. "Terima kasih, Ka. Tidak semudah yang mereka bayangkan untuk memaksa aku menikahi wanita yang sama sekali tidak membuat aku jatuh cinta," papar Jonathan lagi. Tidak sia-sia Jonatan mengulur waktu, ia tak menyangka jika usaha itu akan berguna saat ini karena pada saat awal mengetahuinya, ia masih santai. Namun, ia mencoba mengukur waktu juga dan pernah berusaha untuk mencintai Alea. Akan tetapi, hal itu tidak muncul juga. Tidak ada perasaan atau hal yang membuat Jonathan me