"Kenapa memaksa?" Jonathan tidak tahu harus mengatakan apa. Padahal seharusnya ia jujur karena akan menikah dengan Berlian. "Bukannya dulu kamu selalu menuruti apa yang aku mau." Anggun tersenyum, gigi putihnya terlihat sangat rapi. "Tapi kamu selalu menolakku bukan?" Kini Jonathan yang tersenyum tipis. Nasihat Arnold terngiang di pikirannya. Mendapatkan Berlian begitu sulit, apalagi restu dari sang ayah. Tidak mungkin dirinya menghancurkan semuanya dengan kehadiran Anggun. Wanita itu memang pernah menjadi bagian yang tak terlupakan. "Kamu mau balas dendam?" "Untuk apa?" "Ya, karena kamu selalu aku tolak. Jo, sejak dulu memang aku selalu menolak kamu karena aku tidak mau merusak hubungan pertemanan kita," papar Anggun lagi. Jonathan menarik napas panjang, Anggun selalu bisa merangkak kata. Apalagi saat ia sedang membutuhkan sesuatu atau bantuan darinya sejak dulu saat mereka berkuliah bersama. "Geri, dia yang menjadi alasan kamu selalu menolak aku. Bukan karena pertemanan, tap
"Iya, aku dan Berlian akan menikah." Anggun tak bisa berkata apa pun. Makan malam romantis yang dibayangkan olehnya kini sirna dan hancur karena Jonathan membawa Berlian bersamanya. Senyum penuh kemenangan membaut Berlian percaya diri. Ia yakin calon suaminya sengaja mengajaknya untuk makan malam bersama teman lamanya. "Duduk," ujar Anggun. Anggun berusaha bersikap ramah, hanya saja hatinya merasa sangat dongkol. Apalagi saat ia melihat perhatian Jonathan pada Berlian. Rasanya ia ingin menangis di pojokan bangku. Suasana makan malam terasa hambar, tapi tidak bagi Berlian. Dia sangat menikmati apalagi saat melihat wajah Anggun yang masam. Berlian yakin ada sesuatu sebelumnya antara Jonathan dengan Anggun sampai wanita itu terlihat tidak rela. ***Cantika awalnya mulai gelisah karena Alva beberapa hari tak ada kabar. Dirinya takut jika Alphard tiba-tiba melarikan diri dan meninggalkannya. Bisa-bisa dirinya dijodohkan di dan dinikahkan dengan laki-laki tua pilihan ayahnya itu. Memi
"Tidak usah mengancam aku, aku sudah bersama dengan Alva. Jadi Papa tidak usah cemas," ucap Cantika. Cantika mematikan ponselnya, wajahnya masam dan kembali tak bernapsu makan. Tapi jika dirinya tak malna, anak dalam kandungannya tidak masuk nutrisi banyak. "Di makan, jangan di liatin saja. Kasian bayi dalam kandungan kamu kalau mamanya malas makan," ucap Alva. Pria itu memerhatikan Cantika sejak tadi, mulia dari menerima telepon sampai marah-marah dan menutup ponselnya."Aku enggak mood. Papa kamu menanyakan kamu, dia pikir kamu mau lepas tanggung jawab.""Aku memang berniat sepeti itu karena memang bukan aku yang harus bertanggung jawab atas anak itu bukan?" Cantika bergeming, ia hanya memainkan sedotan di milk shake strawberry miliknya. dirinya tak berani menatap mata Alva. Cantika sadar kalau tak seharusnya Alva yang menikahinya. Namun, ia tak mau menikah dengan pria yang di jodohkan ayahnya itu maupun ayah kandung bayi dalam kandungan miliknya."Benarkan yang aku katakan?" ta
"A--aku lebih baik di luar. Aku janji enggak akan seperti tadi." Cantika pun langsung ke luar dari ruangan. Alva merasa keheranan, ia pun mengikuti Cantika. Beberapa karyawan memperhatikan sang bos yang sedang sibuk dengan wanita yang lebih muda darinya. Cantika kembali duduk di meja tepatnya tadi. Alva pun duduk berhadapan dengannya dan kembali meminta penjelasan. Ada apa dengan wanita itu hingga berteriak ketakutan."Aku meminta maaf, maaf ya, Al. Aku janji tidak akan menyusahkan kamu. Lebih baik aku pergi dari sini." Gadis itu mengambil tas di meja dan langsung keluar restoran. Melihat gelagat aneh Cantika, Alva pun mengejarnya. Dia merasa kepusingan dengan sikap gadis itu. Cantika pun langsung masuk kesebuah angkot yang ia sama sekali tak tahu. "Cantika!" Alva berteriak memanggilnya. "Al, kamu sedang apa?" tanya Bu Shafira. Wanita itu baru saja tiba dan melihat Alva sedang berada di luar. Alva tidak menjawab, ia hanya melirik ke arah angkot pergi. Bu Shafira ikut memperhati
"Baiklah, Papa menghargai keputusan kamu."Alva pun setuju dengan apa yang di katakan oleh pak Hardian. Memang seharusnya seperti itu yaitu pernikahan Berlian dilaksanakan dahulu keluarganya memikirkan tentang pernikahannya.Pak Hardian tak menyangka jika Alva akan menikah dirinya kira putranya itu masih akan lama untuk mendapatkan calon istri karena dekat dengan wanita, yang dirinya tahu jika fotonya itu dulu menyukai Berlian. "Baiklah jika kamu hanya menginginkan pernikahan biasa saja," ungkap Pak Hardian.Pak Hardian meminta Alva membawa Cantika. Sebelum menikah, dirinya juga ingin melihat calon menantunya itu."Mungkin besok waktu kosong Papa."Alva tersenyum, lalu mengangguk karena memang wanita itu sudah berada di Jakarta jadi dirinya tidak perlu repot-repot untuk menjemputnya lagi. Dirinya hanya perlu mengatur jadwal saja untuk mempertemukan cantiknya dan juga keluarganya."Kapan kau bisa membawanya?" tanya Pak Hardian."Secepatnya," jawab Alva.Pak Hardian mengangguk. Lalu di
Cantika kembali merajuk untuk bertemu dengan orang tua Alva. Hanya saja Alva tak mau membiarkan jika gadis itu belum makan. Alva merasa jika Cantika pingsan, itu sangat merepotkan dirinya. Akhirnya ia memutuskan untuk membatalkan bertemu dengan Pak Hardian. "Kamu takut aku pingsan lagi?" tanya Cantika."Iyalah. Kamu itu harusnya sadar, sekarang ada dua orang. Kamu dan bayi kamu."Cantika berhenti merajuk, bahkan dia saja tak begitu memperhatikan kandungannya yang kini masuk usia dua bulan. Mual muntah sudah biasa baginya, tapi pingsan baru pertama kali baginya. "Kamu belum menjadi suami aku saja sudah perhatian, bagaimana jika sudah menikah. Wah padahal kita hanya kontrak loh, kok kamu mendalami sekali." Cantika menggoda Alva. Pria berlesung pipi itu menoleh, lalu hanya menggeleng. Pesanan makan kedua sudah datang, Alva pun mengambilnya dan meminta Cantika untuk makan. "Ayah kamu galak, kalau terjadi sesuatu dengan kamu bisa habis aku," oceh Alva. Alva tak bisa membayangkan saat
Berlian mencoba untuk memahami setiap kata-kata yang neneknya berikan.Tidak lama Jonathan datang, pria itu bersama Cinta sehabis pergi ke sebuah tempat bermain. Namun, Berlian tak ikut karena sedang kurang enak badan. Jadi wanita itu memilih untuk tinggal di rumah dan membiarkan Jonathan bersama putrinya.Cinta terus merajuk karena Jonathan akhir-akhir ini terlalu sibuk dengan pekerjaan serta mengurus pernikahan mereka. Maka dari itu hari ini Jonathan menyempatkan waktu untuk bersama sang Putri, menemaninya bermain dan bermain bersama."Mama!"Berlian menoleh melihat kehadiran putrinya dan juga calon suaminya itu tengah melangkah ke arahnya.Jonathan menghampiri mereka berdua."Sepertinya serius sekali apa yang sedang dibicarakan ini?" tanya Jonathan."Hanya mengobrol ringan saja Jo tidak ada hal penting lainnya. Nenek tadi hanya membuatkan Berlian teh madu agar tubuhnya cepat pulih," papar Nenek Lastri.Berlian masih terdiam, nenek Lastri paham jika cucunya itu masih memikirkan tent
"Bukan aku tidak percaya, Jo. Tapi, kan aku hanya ingin tahu." Berlian mencoba menenangkan Jonathan yang mulai berubah mimik wajahnya. "Terus, kalau sudah tahu mau apa? Ngambek pasti, males ketemu aku, terus mulai dengan berbagai alasan yang bikin batal pernikahan." "Jo, stop."Berlian tak mengerti bagaimana bisa Jonathan berpikir sampai sana. Ia sama sekali tidak ingin membatalkan pernikahan mereka. Hanya sebuah keingintahuannya saja karena Anggun begitu sinis padanya saat bertemu. Wajar saja pikir Berlian jika calon istri mau tahu masa lalu calon suaminya. Tapi ada benarnya kata Jonathan jika ada yang tidak di sukai akan mengubah semuanya. "Maafkan aku, aku janji enggak akan mengungkit lagi." Berlian menggenggam tangan Jonathan. Pria itu tersenyum, lalu melepaskan tangan Berlian."Kamu marah?" Berlian merasa takut saat Jonathan memindahkan tangannya."Bukan marah, tapi aku takut ada yang melihat kamu seperti ini. Nanti, di kira kita berbuat macam-macam. Lagi pula, kalau jarak de