Jonathan masih saja kesal jika memikirkan Berlian. Apalagi ia tak menyangka jika akan bekerja sama dengan pak Hardian yang juga ayahnya Alva. Apabila tahu akan hal tersebut dirinya memilih untuk tidak hadir daripada merusak moodnya lagi.Pria itu juga terlihat tidak fokus sejak tadi pun yang banyak menjelaskan dan menjawab beberapa pertanyaan dari pak Hardian adalah Arnold atau pak Ferdinand. Wajah Jonathan hanya ditekuk dengan sempurna, begitu terbaca jika dirinya tidak menyukai pertemuan ini.Pak Ferdinand melihat kegelisahan sang anak. Hanya saja ia sedang menjaga jarak dan tidak bertanya-tanya pada Jonathan. Dirinya memilih sibuk dengan ponsel dan menghubungi beberapa klien. Ia ingin kembali meroket dalam dunia bisnis. Dirinya ingin menjadi orang nomor satu dalam bisnis. "Ayo." Pak Ferdinand melangkah lebih dulu.Mereka datang menggunakan mobil masing-masing karena setelah ini tujuannya berbeda-beda. Jonathan masih duduk di kursi, ia hanya menyentuh dagunya seolah tengah memikirk
"Dasar kukira kau wanita baik nyatanya sama saja. Materialistis." Jonathan kembali kesal.Suara Jonathan walaupun pelan, tetapi dapat terdengar oleh Alva dan Berlian. Karena jarak keduanya cukup dekat.Mendengar ucapan itu membuat Alva sangat kesal lelaki itu sudah mengepalkan tangannya."Jangan, Al." Berlian menahan Alva agar tak membuat keributan karena takut ada keviralan lagi. Ya, bisa-bisa hal itu membuat kerja sama pak Hardian batal. Dirinya tidak mau merugikan siapa pun juga. Karena sekarang ini banyak pasang mata yang memanfaatkan kecanggihan teknologi dan menyebarluaskan informasi."Biar aku beri dia pelajaran, Ber," ujar Alva. Ia ingin membungkam mulut Jonathan yang asal berbicara dirinya tidak terima dengan semua yang diucapkan oleh Jonathan.Berlian bukan wanita seperti itu. Baginya Berlian adalah wanita berkelas, justru Jonathan lah yang rendah karena pemikiran yang tidak terbuka. Tangan Alva terus dipegangi oleh Berlian. Bahkan wanita itu berusaha mengajaknya pergi."Ji
"Jangan Sok tahu," ujar Jonathan pada Arnold. "Aku sebagai abangmu, pasti tahu semua apa yang kamu pikirkan, jangan gegabah. Lagi pula, kalau kamu percaya Berlian, sudah pasti tidak akan percaya dengan yang sedang terjadi." "Maksudnya, bagaikan?" tanya Jonathan.Arnold hanya mengangkat bahu, ia takut salah bicara. Ia akan mencari bukti le iu dahulu sebelum mengatakan jika Berlian wanita materialistis. Sejak awal mereka bertemu, kalau memang Belian menyukai uang, dia akan meminta lebih pada Arnold yang sudah menabrak anaknya. Akan tetapi, tidak dengan Berlian. Wanita item hanya meminta pengobatan sampai selesai karena dia tidak memiliki uang."Kenapa?" tanya Jonathan saat melihat Arnold bengong."Enggak apa-apa. Oh, ya tadi Papa minta kita pulang ke rumah lebih cepat. Mau ada tamu, Om Geri pulang dari London sama keluarganya."Wajah Jonathan terlihat tidak senang, ia teringat Melisa anak Om Geri yang terlalu agresip. Dirinya pun hanya menarik napas panjang. "Lihat nanti." Jonathan
"Saya, ingin memesan menu catering terbaik di sini. Ingin ada ayam serta sayuran yang bervariasi. Boleh saya mencoba menu yang dipilih itu?" tanya Bu Santi.Berlian memanggil beberapa pelayan untuk mengambilkan beberapa menu yang bu Santi pilih."Tunggu sebentar, Bu, sedang diambilkan menu-menu yang dipilih," jawab Berlian.Ia sangat gugup, ini adalah pesanan catering pertama kepadanya. Terlebih yang memesan adalah ibu dari Jonathan yang tak lain orang yang kini menguasai hati serta pikirannya."Saya ingin semua masakan disajikan fresh, tak ingin ada kesalahan ini untuk para klien dan karyawan perusahaan Rubia Angkasa," papar Bu Santi.Saat mereka berdua membicarakan pekerjaan terutama catering yang akan digunakan oleh perusahaan Pak Ferdinand, bu Santi berpikir bagaimana bisa Berlian cepat menjadi manajer. Hal yang begitu tiba-tiba.Bu Santi berpikir apa benar yang dikatakan oleh Jonathan jika Berlian itu ternyata hanya menginginkan kekayaan para pria kaya. Terlihat dari penampilanny
Setelah berbincang Rara menyiapkan makan siang untuk ibunya, mereka semua makan bersama setelah itu bu Santi menemani Mischa bermain.Arnold memilih untuk beristirahat karena ia tak banyak memiliki waktu luang, ini saja karena tadi ada klien yang membatalkan janji temu dan mengganti jadwal dilain waktu.Rara pun sama ia memperhatikan sang putri sembari asyik bermain bponsel. Menjadi seorang ibu rumah tangga baginya adalah pekerjaan yang tak kunjung usai."Mischa anteng, ya, sekarang dulu cengeng," ujar Bu Santi."Mungkin karena makin besar kali, ya, Bu makannya tidak cengeng lagi," ujar Rara.Keduanya terus mengobrol jarang ada waktu untuk bertemu karena ibunya itu wanita yang sibuk dengan segala macam urusannya. Bahkan bu Santi perihal makan siang pun para karyawan dan tamu undangan ia yang mengelola padahal bisa saja tugas itu diberikan kepada orang lain.***Bu Santi terus penasaran hingga memikirkan apa yang katakan Arnold saat sampai di rumah. Bahkan ia tak fokus saat merapikan
"Aku tidak tahu harus bagaimana, bukan takut Ma. Hanya saja aku tidak terbiasa dengan kemewahan, apalagi membalas kejahatan seseorang," papar Berlian. "Mama tidak menyuruh kamu membalas kejahatan, tapi hanya ingin yang terbaik. Kalau kamu masih cinta, katakan saja."Perkataan Bu Shafira membuat Berlian berpikir sejenak, entah harus mengikuti atau tidak. Yang ia pikirkan adalah, perkataan yang terlontar dari mulut Jonathan sangat menyakitkan. Berlian menarik napas, bukankah itu yang ia inginkan jika Jonathan membencinya. Lagi, tarikan napas Berlian membuat Bu Shafira cemas. "Mungkin aku harus melupakannya dia. Kita tidak sejalan," paparnya. "Iya sudah, terserah kamu. Mama selalu mendukung apa yang menjadi keputusan kamu. Mama mau masuk dulu," ujar Bu Shafira. Berlian masih berada di halaman, ia terus saja memutar otak untuk membuat dirinya tak merasa sakit hati. Namun, tetap saja perkataan Jonathan membuatnya menitikkan air mata."Lebih baik aku masuk."Berlian masuk ke dalam kama
"Dia pingsan saja."Keduanya berjongkok dan memastikan keadaan pak Ibnu hanya pingsan tidak mati. Membuat keduanya bernapas lega. Jika sampai mati mereka pasti akan berurusan dengan kantor polisi dan menjadi tersangka."Kita harus pergi dari sini," ujar Bu Agnia.Rani setuju, jika mereka tetap di sini saat pak Ibnu sadar keduanya tidak mungkin akan selamat untuk itu mereka harus menyelamatkan diri.Bu Agnia dan Rani gegas berlarian mengambil beberapa barang penting dan langsung pergi dari rumah itu karena tak mau mendapat perlakuan kasar lagi. Meninggalkan pak Ibnu yang masih pingsan."Tutup pintunya."Keduanya melangkah seperti biasa dan memesan taksi takut ada orang yang melihat dan curiga jika mereka melangkah terburu-buru.Bu Agnia sempat menyapa beberapa tetangga yang menyapa. Karena dulu Alea seorang artis yang tengah naik daun banyak orang juga yang mengenal dirinya.Rani dan bu Agnia segera masuk saat taksi itu sudah sampai. Keduanya bernapas dengan lega dan harus segera pergi
"Nanti aku pikirkan lagi, Ma." Pembicaraan mereka terhenti saat Cinta datang menghampiri. Ia baru saja mandi dengan Nenek Lastri, lalu duduk dan menyapa keduanya. "Ma, Oma.""Hai cantik, kamu sudah mandi?" tanya Bu Shafira."Udah dong Oma. Nenek Lastri yang memandikan aku. Ma, boleh aku bicara apa tidak?" tanya anak itu. Sifatnya sudah sepeti orang dewasa pikir Berlian."Apa sayang." Berlian menatap wajah polos itu, tersirat jelas ada yang ingin di katakan oleh putri kecilnya. Cinta memperhatikan ketiga orang di sekeliling. Lalu lama menatap ibunya. "Cinta mau bicara apa?" tanya Berlian."Hm, apa boleh Cinta bertemu Om Jo?"Sontak Berlian menatap Bu Shafira dan Nenek Lastri. Belum lama Cinta mengatakan benci dengan Jonatan, tapi kini anak itu kembali bertanya tentang pria itu."Cinta kangen sama Om Jo." Lagi , kalimat itu membuat Berlian tak berkutik. Ayah dan anak itu memang memiliki ikatan batin. Melihat cinta, Bu Shafira teringat dirinya saat merindukan Berlian. Sama halnya d