Setelah berbincang Rara menyiapkan makan siang untuk ibunya, mereka semua makan bersama setelah itu bu Santi menemani Mischa bermain.Arnold memilih untuk beristirahat karena ia tak banyak memiliki waktu luang, ini saja karena tadi ada klien yang membatalkan janji temu dan mengganti jadwal dilain waktu.Rara pun sama ia memperhatikan sang putri sembari asyik bermain bponsel. Menjadi seorang ibu rumah tangga baginya adalah pekerjaan yang tak kunjung usai."Mischa anteng, ya, sekarang dulu cengeng," ujar Bu Santi."Mungkin karena makin besar kali, ya, Bu makannya tidak cengeng lagi," ujar Rara.Keduanya terus mengobrol jarang ada waktu untuk bertemu karena ibunya itu wanita yang sibuk dengan segala macam urusannya. Bahkan bu Santi perihal makan siang pun para karyawan dan tamu undangan ia yang mengelola padahal bisa saja tugas itu diberikan kepada orang lain.***Bu Santi terus penasaran hingga memikirkan apa yang katakan Arnold saat sampai di rumah. Bahkan ia tak fokus saat merapikan
"Aku tidak tahu harus bagaimana, bukan takut Ma. Hanya saja aku tidak terbiasa dengan kemewahan, apalagi membalas kejahatan seseorang," papar Berlian. "Mama tidak menyuruh kamu membalas kejahatan, tapi hanya ingin yang terbaik. Kalau kamu masih cinta, katakan saja."Perkataan Bu Shafira membuat Berlian berpikir sejenak, entah harus mengikuti atau tidak. Yang ia pikirkan adalah, perkataan yang terlontar dari mulut Jonathan sangat menyakitkan. Berlian menarik napas, bukankah itu yang ia inginkan jika Jonathan membencinya. Lagi, tarikan napas Berlian membuat Bu Shafira cemas. "Mungkin aku harus melupakannya dia. Kita tidak sejalan," paparnya. "Iya sudah, terserah kamu. Mama selalu mendukung apa yang menjadi keputusan kamu. Mama mau masuk dulu," ujar Bu Shafira. Berlian masih berada di halaman, ia terus saja memutar otak untuk membuat dirinya tak merasa sakit hati. Namun, tetap saja perkataan Jonathan membuatnya menitikkan air mata."Lebih baik aku masuk."Berlian masuk ke dalam kama
"Dia pingsan saja."Keduanya berjongkok dan memastikan keadaan pak Ibnu hanya pingsan tidak mati. Membuat keduanya bernapas lega. Jika sampai mati mereka pasti akan berurusan dengan kantor polisi dan menjadi tersangka."Kita harus pergi dari sini," ujar Bu Agnia.Rani setuju, jika mereka tetap di sini saat pak Ibnu sadar keduanya tidak mungkin akan selamat untuk itu mereka harus menyelamatkan diri.Bu Agnia dan Rani gegas berlarian mengambil beberapa barang penting dan langsung pergi dari rumah itu karena tak mau mendapat perlakuan kasar lagi. Meninggalkan pak Ibnu yang masih pingsan."Tutup pintunya."Keduanya melangkah seperti biasa dan memesan taksi takut ada orang yang melihat dan curiga jika mereka melangkah terburu-buru.Bu Agnia sempat menyapa beberapa tetangga yang menyapa. Karena dulu Alea seorang artis yang tengah naik daun banyak orang juga yang mengenal dirinya.Rani dan bu Agnia segera masuk saat taksi itu sudah sampai. Keduanya bernapas dengan lega dan harus segera pergi
"Nanti aku pikirkan lagi, Ma." Pembicaraan mereka terhenti saat Cinta datang menghampiri. Ia baru saja mandi dengan Nenek Lastri, lalu duduk dan menyapa keduanya. "Ma, Oma.""Hai cantik, kamu sudah mandi?" tanya Bu Shafira."Udah dong Oma. Nenek Lastri yang memandikan aku. Ma, boleh aku bicara apa tidak?" tanya anak itu. Sifatnya sudah sepeti orang dewasa pikir Berlian."Apa sayang." Berlian menatap wajah polos itu, tersirat jelas ada yang ingin di katakan oleh putri kecilnya. Cinta memperhatikan ketiga orang di sekeliling. Lalu lama menatap ibunya. "Cinta mau bicara apa?" tanya Berlian."Hm, apa boleh Cinta bertemu Om Jo?"Sontak Berlian menatap Bu Shafira dan Nenek Lastri. Belum lama Cinta mengatakan benci dengan Jonatan, tapi kini anak itu kembali bertanya tentang pria itu."Cinta kangen sama Om Jo." Lagi , kalimat itu membuat Berlian tak berkutik. Ayah dan anak itu memang memiliki ikatan batin. Melihat cinta, Bu Shafira teringat dirinya saat merindukan Berlian. Sama halnya d
Pak Hardian dan bu Shafira sudah menunggu kedatangan Berlian dan juga Alva. Lagi dan lagi mereka bertemu dengan pak Ferdinand juga keluarga, tentunya ada Jonathan. Berlian berada di sebelah Alva terkejut melihat Jonathan yang masih menatapnya sinis. Ia yakin jika lelaki itu pasti berpikiran buruk tentangnya karena lagi dan lagi bersama Alva.Pak Ferdinand terkesiap saat melihat Berlian berubah menjadi cantik dan datang bersama dengan Alva. Pak Ferdinand membuang muka, ia tak habis pikir kenapa wanita seperti Berlian bisa mendapatkan pria kaya raya.Mereka duduk terpisah oleh meja."Biar Berlian ambilkan, Bu." Berlian mengambil alih untuk bangkit menggantikan ibunya yang hendak mengambil makanan manis.Tidak sengaja Berlian dan pak Ferdinand berpas-pasan saat mengambil makanan. Pak Ferdinand sedikit berbisik pada Berlian."Pantas saja kau melepas anakku, ternyata sudah mendapat pria kaya raya yang baru."Berlian menoleh. Dirinya teringat akan ucapan bu Shafira apabila sekarang dirin
"Pak Ferdinand hanya mengingatkanku agar tidak bertemu dengan Jonathan kembali itu saja tidak lebih dan tidak ada hal lain lagi yang dibahas. Sudahlah aku tidak ingin membahasnya lagi," ungkap Berlian.Berlian menarik kursi lalu duduk ia memilih menatap ke arah yang lebih sepi daripada melihat keramaian. Dirinya seperti semut di antara lautan semut lainnya, apa yang dikatakan oleh pak Ferdinand sepertinya benar semua orang mengira jika ia adalah simpanan pria kaya raya. Mungkin hal itu akan membuat pak Ferdinand semakin membencinya.Saat Berlian menghindari Jonathan. Terlihat jelas amarah dan kekecewaan di wajah sang putra. Pak Ferdinand hanya mengusap bahu Jonathan. "Jangan marah, banyak banyak wanita di luaran sana yang lebih cantik daripada Berlian," ungkap Pak Ferdinand.Bahkan Ferdinand akan mencarikan wanita yang lebih baik untuknya. Namun Jonathan menolak karena ia belum memikirkan masalah wanita. Apalagi saat ini ia mencari keberadaan Cinta, apa Berlian membawanya atau tidak.
Bu Shafira pamit menemui Berlian dan Alva. Merasa puas karena Bu Santi pucat oleh omongannya. Melihat kebimbangan di wajah wanita itu membuat dirinya merasa senang. Iya berharap jika bu Santi dapat merubah sikap suaminya Pak Ferdinand untuk bisa menerima Berlian di tengah-tengah keluarga mereka."Bagaimana keadaanmu?" tanya Bu Shafira khawatir. Merasa beruntung karena Alva dengan sigap selalu menolong Berlian dalam kesulitan. Anak sambungnya itu rela berkorban demi putrinya.Ia sangat mengkhawatirkan putrinya sempat berdekatan dengan pak Ferdinand. Takut jika lelaki itu menyakiti putrinya lagi."Aku baik-baik saja," ujar Berlian."Yakin?"Bu Shafira menatap wajah sang putri yang terlihat murung. Dirinya yakin jika pak Ferdinand telah mengatakan sesuatu yang membuat Berlian terlihat murung seperti itu.Bu Safira juga menanyakan kepada Alva tentang apa yang sebenarnya terjadi antara berlian dan pak Ferdinand barusan itu. Alflva juga tidak mengetahui apa yang terjadi sebelum dirinya data
Dokter setelah memberikan beberapa obat penurun panas serta antibiotik untuk diminumkan kepada Cinta setelah itu ia memilih untuk pamit.Malam telah larut ia meminta kepada suster Cinta dan juga nenek Lastri untuk beristirahat dan membiarkan dirinya yang menjaga Cinta di kamar."Nenek istirahat saja. Mbak juga capekkan. Biar saya yang menjaga Cinta," ungkap Berlian.Nenek Lastri dan juga sang pengasuh memilih untuk kembali ke kamar masing-masing sesuai permintaan dari Berlian.Putrinya itu masih mengigau nama Jonathan. Membuat Berlian bingung apakah ia harus segera mempertemukan Jonathan dan Cinta atau membiarkan dan melihat putrinya seperti itu sakit dalam kerinduan.Berlian masih sangat galau. Cinta tidak berhenti untuk menyebut nama Jonathan dalam tidurnya.Bu Shafira Dan Pak Hardian juga pulang lebih dulu. Keduanya khawatir saat mengetahui jika cucu tersayangnya tengah demam. Memilih untuk menyusul Alva dan berlian yang pulang lebih awal."Pertemukan saja Cinta dan Jonathan," ungk
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora
"Kami akan bertanggung jawab." Pihak rumah sakit benar-benar tidak menyangka, justru Arnold terlihat lebih berambisius dan berapi-api bahkan sejak tadi lelaki itu terus saja mengomel. Ia menyindir pihak ke rumah sakit yang benar-benar begitu sangat teledor bagaimana bisa keponakannya yang baru saja dilahirkan hilang, padahal rumah sakit ini adalah rumah sakit ternama. Rumah sakit besar, tidak mungkin Jonathan memilih rumah sakit asal-asalan untuk perawatan putra dan juga istrinya. Namun, ternyata rumah sakit yang ternama saja bisa begitu teledor. Sekarang dirinya tidak mengetahui bagaimana kondisi dari keponakannya itu, Arnold benar-benar merasa begitu kasihan dengan adiknya tersebut karena terlihat begitu sangat jelas jika Jonathan begitu emosional dan juga sedih."Tanggung jawab? Kalian pikir, keponakan saya hilang itu bisa di ganti?" Arnold marah. Sejak tadi pihak rumah sakit terus saja mengatakan tentang tanggung jawab tanggung jawab, sedangkan mereka saja tidak bisa bertanggung
"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Jo?" tanya Arnold. Arnold memang tadi melihat pemberitaan tentang gempa yang baru saja terjadi di kota mereka itu. Ia juga begitu sangat khawatir apalagi saat mengetahui jika adik iparnya baru saja melahirkan dan berada di rumah sakit, iya saja yang berada di rumah merasa begitu sangat panik saat merasakan gempa bumi itu yang berada di rumah sakit.Akan tetapi, saat dirinya menelpon sang adik untuk menanyakan perihal bagaimana keadaannya serta keluarganya di rumah sakit, tetapi adiknya itu justru memintanya untuk segera datang ke rumah sakit dan terdengar suara dari Jonathan sangatlah panik membuat Arnold langsung saja bergegas ke rumah sakit. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat khawatir, takut jika terjadi sesuatu."Bayiku hilang." Wajah Arnold berubah memerah, bukan hanya Jo yang emosi. Sebagai kakak dia pun begitu kesal. Lelaki itu langsung saja menuntut adiknya bercerita bagaimana bisa rumah sakit ini adalah rumah sakit besar dan juga tern
Terjadi kegaduhan di ruang bayi, salah satu bayi hilang karena kejadian gempa bumi. Entah suster mana yang membawanya, mereka semua panik lalu menghubungi pihak rumah sakit.Karena jumlah bayi yang diselamatkan serta jumlah bayi yang ada sebelum kejadian itu pun berbeda. "Bagaimana bisa hilang?" tanya salah satu pemimpin rumah sakit. Keadaan benar-benar begitu sangat gaduh, karena salah seorang bayi tiba-tiba menghilang entah suster mana yang membawanya, karena mereka semua tidak ada yang mau mengaku dan mereka memang memegang bayi satu per orang satu."Kami semua panik, membawa bayi satu orang satu. Bayi yang di inkubator itu entah siapa yang membawa, kami semua membawa sekaligus papan namanya. Tapi, bayi yang satu itu ...."Semua suster sangat ketakutan, karena kejadian gempa bumi tadi benar-benar membuat semua orang panik bahkan mereka semua tidak memperhatikan masing-masing bayi yang ada di inkubator. Mereka menyelamatkan bayi yang belum diselamatkan oleh temannya, membawa bayi