"Gimana kakimu Ki?" tanya Darell mengejutkan Kirana yang baru saja keluar dari kamar tidur dengaan keadaan sudah rapi.
"Udah enakan kok Mas, kemarin aku sudah kasih minyak gosok, jadi nggak terlalu nyeri."
"Mau digendong lagi?" tanya Darell sambil tersenyum nakal.
"Nggak mau ah. Malu, masak terus-terusan. Temenin aja kalau keluar masuk lift," pinta Kirana.
"As you wish my lady," jawab Darell sambil bergumam tidak jelas.
"Kenapa Mas?"
"Nggak, ayo sarapan?" ajak Darell.
Lagi-lagi James dan istrinya memperhatikan kedekatan putranya dengan gadis pilihan mereka. Kirana begitu telaten meladeni Darell di meja makan. Mereka berdua sangat berharap Darell dan Kirana benar-benar menikah.
"Iya nanti loe temuin gue di cafe. Dasar bawel loe!" bentak Darell saat mendapati telepon dari Jenny untuk yang kesekian kalinya.Darell sungguh pusing dibuat mantan istrinya. Perempuan itu tak henti-hentinya mengganggu Darell."Huh jangan-jangan beneran dia nggak mau gue cerai. Parah kalau gini, bisa-bisa gue gagal jadi suami Kirana," gumam Darell.Pria itu langsung tersentak karena tak sadar mengucapkan kata-kata itu. Semua terjadi di bawah sadarnya."Apa gue cinta sama dia ya?" pikir Darell.Tok! Tok!"Masuk!" seru Darell dari dalam ruangan.Seorang perempuan dengan rok sepan mini dan blouse yang tipis dan rambut tergulung masuk ke dalam ruangan Darell. Tanpa ragu ia berjalan mendekat pada kursi Darell dan bersiap duduk di pangkuan pria itu.Merasa risih, CEO Maxwell Group itu pun mendorong perempuan yang akan
"Aku sudah mendengar dari Darell kalau kau menemukan kejanggalan dalam laporan pembukuan," kata James Maxwell pada Kirana di ruang kerjanya."Ya Dad, bagiku ini aneh. Hampir setahun belakangan ini sering ada pengeluaran yang janggal. Seperti ini," kata Kirana.Gadis berambut panjang itu pun menunjukkan salah satu pengeluaran. Untuk belanja ATK yang harga satuannya berbeda.Dalam bulan februari hingga maret harga sebuah pulpen tiga ribu, april lima ribu lalu juni 3500. Belum lagi harga barang lainnya yang satuannya berubah-ubah serta jumlahnya tidak wajar."Hmm menurutmu siapa yang melakukan kecurangan ini Kirana?""Entahlah Dad. Aku tidak bisa mengatakannya, perlu pemeriksaan lebih lanjut.""Ya itu benar, perlu ada penyelidikan, aku akan menggunakan jasa auditor. Aku minta kau juga menyelidiki.""Baik Dad."Perempuan bermata
Sedikit ragu, tapi Kirana tetap membalas uluran tangan Jenny. Sama seperti Darell, tertegun melihat penampilannya."Baik," jawab Kirana kemudian mengambil tempat yang disediakan Darell. Mencoba bersikap tenang namun tetap waspada."Sudah dibicarakan Mas?" tanya Kirana lembut."Ya, kami baru bicara sedikit. Jenny bilang dia tahu skandal perusahaan," jawab Darell.Kirana mengangguk kemudian memandang ke arah Darell dan Jenny bergantian."Apa itu artinya ada keterlibatan Jenny di sana?" gumam Kirana."Aku memang terlibat," jawab Jenny."Hmm sudah kuduga," jawab Kirana.Gadis bercat pirang itu hanya menunduk karena tak sengaja keceplosan. Terlebih saat ini Darell dan Kirana menghujaninya dengan tatapan menyelidik."Duh mati aku," batin
Membiarkan cinta terpupuk di dalam hatinya. Hanya itu yang bisa dilakukan Louis saat ini. Gadis yang ia damba sudah mulai sedikit menjauh darinya. Dia pun berpikir kalau Kirana mungkin sudah jatuh pada pelukan Darell, pria yang ditunangkan dengannya.Saat ini, bagi pria berambut pirang hal terbaik yang bisa dilakukannya adalah bekerja. Tentu saja kesibukan berbisnisnya bisa menjauhkan diri dari memikirkan perempuan itu."Louis," panggil seseorang saat ia hendak keluar dari kantornya, kala langit berubah makin gelap.Pria bertubuh tegap itu menghentikan langkah dan menoleh."Kau?" tanyanya tak percaya."Tentu saja ini aku. Kenapa terkejut seperti melihat hantu begitu sih?" seru perempuan yang memanggilnya."Aku ... Aku hanya tak menyangka akan kedatanganmu," jawab Louis terbata.Dengan langkah yang ang
Dengan memendam kekesalan Celline pun segera berpakaian dan meninggalkan Louis yang kelelahan. Membiarkan pria itu tidur hanya dengan pakaian dalam saja."Gue nyusul loe dan ubah penampilan gue biar seperti Beatrice tapi loe nggak anggep gue. Justru cewek kampungan norak itu yang loe inget," runtuk Celline. ***Louis terbangun dan memijat pelipisnya. Apa yang baru dilakukannya bersama Celline sungguh menguras tenaga. Tak habis pikir bagaimana ia bisa melakukan dengan sahabatnya itu.Pria bertubuh tegap itu pun perlahan bangun dari tidurnya, berpakaian dan mengambil air putih."Huh," keluhnya.Pria itu mencoba meninggalkan pesan untuk
Darell langsung menghempaskan tubuhnya pada kursi di hadapan Kirana."Aku masih nggak menyangka kenapa kamu memiliki pemikiran seperti itu. Bagaimana mungkin orang-orang seperti mereka bisa kita andalkan. Kau tahu kan Ki pekerjaan mereka seperti apa," kata Darell meremehkan.Meskipun ia menjadi CEO di usia muda pada perusahaan ayahnya sendiri bukan berarti Darell berpangku tangan dan tidak berusaha. Darell harus bisa meraih prestasi akademik, dan sudah dilibatkan sejak masih remaja di perusahaan Ayahnya.Kebiasaan ini membuat Darell berpikir kalau orang-orang yang kurang beruntung dalam pekerjaannya itu karena mereka malas. Bagi pria blasteran ini, kemiskinan bukan alasan untuk tidak bisa hidup lebih baik. Menurut kacamata Darell, banyak sekali mereka yang berasal dari keluarga kurang beruntung namun memiliki karir cemerlang."Mas jangan suka meremehkan orang lain," kata Kiran
Kembali pria peranakan Australia itu mengamati seluruh staf yang diminta berkumpul. Tak satupun dari mereka yang berani menunjukkan wajah mereka di hadapan Darell.Entah, rasa rendah diri karena pekerjaan mereka yang selalu dianggap sepele. Atau karena takut mendapatkan kemarahan dari Bos mereka.Seorang wanita paruh baya yang bertemu Kirana di lift sempat melirik sekilas. Namun kemudian menunduk lagi.Perempuan kepercayaan James Maxwell itu perlahan bangkit dari kursinya. Menyentuh lengan Darell lembut, kemudian melirik CEO Maxwell.Mungkin lirikan dan sentuhan Kirana terasa menyejukkan bagi Darell. Hingga membuat pemuda itu duduk dengan tenang dan mempersilakan Kirana melanjutkan."Terima kasih rekan-rekan. Kami berdua memanggil kalian karena memang membutuhkan bantuan kalia
Jenny duduk termenung di dalam kamar kos nya yang baru. Sebuah ruangan yang sedikit lebih kecil dibanding apartemennya dulu. Hanya berukuran 3x4 meter, dengan sekat yang memisahkan ruangan untuk tidur dan tempat menerima tamu.Sebenarnya kamar kos Jenny ini masih tergolong bagus. Masih memiliki fasilitas lengkap, dengan AC, TV, Kamar mandi dalam ruangan. Sementara ruang duduk dilengkapi karpet dan di teras terdapat dua buah kursi dan satu meja."Huh, tempatnya kecil banget," keluh Jenny yang sudah terbiasa hidup dalam kemewahan.Namun kekecewaan itu segera ditepiskan olehnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik.Tubuh dan harga dirinya sudah rusak, namun seiring napas yang masih diberikan oleh Sang Pemberi Hidup membuatnya tersdar. Artinya ia masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.Di tem
Lima minggu telah berlalu semenjak insiden pesta itu. Meski saat itu sempat heboh, tapi tak ada yang membahasnya di sosial media ataupun media lainnya.Darell berterima kasih pada Stefan Gunawan, tuan rumah pesta. Ia mengultimatum akan memperkarakan siapapun yang mempublikasikan insiden di pestanya pada publik, meskipun melalui sosial media.Biar saja sampai hari ini gadis bergaun hijau dan laki-laki yang bersamanya tetap menjadi misteri. Yang ada dalam pikirannya sekarang, ia bersiap-siap memberi kejutan untuk Kirana.Darell sudah berjanji untuk mengajaknya pergi melihat menara Eifell, sebagai bentuk perayaan perceraiannya dengan Jenny. Darell yang mengerti kalau sejak dulu Kirana mendambakan pergi ke Paris."Kita berangkat sekarang?" tanyanya pada Kirana yang baru saja keluar dari kamar tidurnya.Mereka menyewa hotel di sekitar menara eifell. Menyewa suite room dengan dua kamar tidur.
Seorang wanita bergaun hijau dengan lengan tali dan punggung yang terbuka tengah berdansa dengan apik. Kulitnya yang halus dan langsat serta tubuh yang cenderung mungil membuat kaum adam penasaran siapa yang berada di balik topeng.Sayang tak seorang pun dari mereka berhasil untuk mendekatinya. Seorang pria gagah dengan setelan resmi tak henti beranjak dari sisinya. Pria itu juga tak segan-segan untuk merangkul pinggangnya yang ramping bagai biola.Kehadirannya ternyata tak hanya mencuri perhatian kaum Adam, tapi juga Hawa. Para wanita banyak yang mengaguminya tapi ada pula yang mencibirnya. Mungkin mereka iri karena tak bisa menjadi primadona pesta."Siapa dia?" tanya Stefan Gunawan si Tuan rumah pada asistennya yang berdiri di sampingnya.Asistennya hanya mengangkat bahu karena tidak tahu. Namun sebagai asisten yang setia, ia pun menawarkan diri untuk mencari tahu, siapa wanita misterius itu.Asisten Stefan
Kini Kirana pun mendekat ke arah Jenny dan menyalaminya."Selamat ya, kulihat hidupmu sudah lebih banyak berubah sekarang," kata Kirana.Jenny tak bisa membalas ucapan Kirana. Ia justru memeluk gadis itu erat dan mulai berkaca-kaca."Ini semua karena Mbak memberi kesempatan saya untuk jadi lebih baik. Mbak percaya kalau saya mampu. Terima kasih ya Mbak. Maafkan saya jika selama ini selalu menyakiti Mbak.""Yang sudah berlalu lupakan saja, sekarang yang penting hidupmu lebih baik.""Ya Mbak. Aku mengikuti saran Mbak, apartemen kusewakan dan kugunakan uangku untuk membeli pakaian sisa impor dan menjualnya secara daring.""Itu bagus sekali. Semoga kamu berhasil."Tiba-tiba saja Kirana melirik Darell dan terpikirkan sesuatu yang jahil. Ingin sekali mengetahui sampai dimana Darell bisa bertanggung jawab sebagai seorang pria."Hmm bicara soal pakaian, aku membutuhkan b
Darell tak bisa berkata-kata lagi. Kepalanya sangat pening, ia sungguh menyesal pernah terlibat dengan perempuan iblis di depannya.Juwita terus saja terisak, tak peduli lagi seperti apa bentuk riasannya saat ini. Rembesan air menghias di pipinya dan berwarna hitam, maskaranya luntur. Dia sungguh berharap belas kasihan dari Darell.Kemudian ia menangkupkan tangan di depan dada dan menatap Kirana. Berharap calon istri Bos nya dapat memaafkannya."Bu Kirana," katanya lirih."Pak James Maxwell menyerahkan semua keputusan pada Pak Darell, jangan minta padaku," jawab Kirana acuh."Pak Darell, kumohon!" pintanya, sayang Darell bergeming dan malah mengajukan pertanyaan yang lain."Apa kamu juga yang meletakkan darah ayam pada kamar mandi apartemenku?" tanya Darell menatapnya tajam.Juwita pun mengangguk, ia meminta tolong pada petugas kebersihan apartemen dan melakukannya. Juwita pun membaya
Wajah pucat Juwita mulai dipenuhi keringat. Wanita yang tadi menantang Darell pun tak lagi berani mendongakkan wajah. Cuma bisa memilin-milin kedua tangan yang ada di pangkuan."Kenapa Juwita, apakah aku salah bicara?" tanya Kirana mulai menantang.Namun Juwita bergeming, tak sepatah kata pun keluar dari bibir merahnya. Kemudian mencoba untuk menutup mulutnya dan bersiap-siap muntah. Sayangnya Darell mengerti kalau ini sandiwara."Nih, biar nggak muntah!" kata Darell menyodorkan secangkir air soda padanya.Cepat-cepat Juwita menegaknya tanpa memperhatikan air apa yang diberikan Darell. Bahkan tak ada perubahan ekspresi saat ia meminumnya.Darell melirik Kirana yang duduk di lengan kursi kanannya. Mereka pun saling mengangguk saat beradu pandang. Sama-sama mengerti dengan apa yang harus dilakukan selanjutnya."Bagaimana sekarang Juwita?" tanya Darell menyelidik."Sudah lega
Seketika pekik tawa tercipta oleh Juwita. Gadis itu mendongakkan kepala dan menantang Darell. Bibir penuh hasil rombakannya sedikit dimajukan, mencoba mencibir."Hmm, jadi Anda tidak mau mengakuinya Pak Darell? Atau Anda ingin seluruh Indonesia tahu seberapa bejat perbuatan Anda?" tantang Juwita mencoba untuk memutar balikkan fakta."Satu lagi Pak, aku masih menyimpan pakaian yang kukenakan saat pertama kali kita melakukannya. Jika Anda ngotot melakukan test DNA, maka itu akan mempermalukan diri Anda sendiri."Darell tampak sedikit memundurkan kursinya. Raut wajah yang tadinya garang perlahan mengendur. Melihat ini, Juwita pun semakin menjadi."Bapak kan tinggal nikahin saya, kalau Bapak nggak mau terus sama saya kan begitu anak ini lahir kita cerai kan beres. Anak ini bisa lahir dengan status yang jelas," tambah Juwita membuat kedua alis Darell semakin terangkat dan mata yang melebar. Ia semakit terkejut dengan permintaan Ju
Sebuah undangan tergeletak di atas meja kerja Kirana. Undangan pesta topeng yang akan datang seminggu lagi. Undangan yang datang dari seoarang pengusaha muda Stefan Gunawan.Pelan-pelan ia mengamati undangan itu sambil membolak-balik. Jika ia datang, ia tak tahu bagaimana harus berada di pesta. Apalagi jika harus berdansa, rasanya susah baginya. Namun jika menolak, sepertinya tak sopan."Huh gimana ini," pikirnya sekejap kemudian meletakkan undangan itu kembali di atas meja dan menekuni pekerjaannya.Tok! Tok!"Masuk!"Pria bertubuh tegap itu pun mengintip kemudian melangkah ke arah mejanya."Ada apa, Mas," sapa Kirana."Hmm," jawabnya kemudian menyeret kursi dan duduk di depan Kirana. Sekilas, ia melirik ke arah undangan di meja Kirana dan mengambilnya."Kamu juga dapat undangan ini?" tanya Darell."Iya, Mas.""Ya sudah kalau gitunkamu datanh
Ini adalah malam terakhir bagi Darell berada di kampung Kirana. Kondisi Oom Ridwan juga sudah sangat membaik. Tekanan darahnya pun sudah mulai stabil.Esok pagi mereka akan kembali ke ibukota dan bersiap menghadapi kehidupan nyata. Masalah keuangan kantor yang menunggu untuk segera diselesaikan.Baru saja Dad mengabari kalau sudah ada titik terang. Kini tinggal selangkah lagi untuk bisa menyingkirkan para parasit itu.Perlahan pria itu pun terpejam dalam kamar tamu. Mempersiapkan hari esok yang telah menunggu gebrakannya. ***"Terima kasih ya kalian sudah datang kemari," kata Oom Ridwan begitu melepas kepergian Kirana dan Darell pagi itu."Sama-sama Oom, yang penting sekarang Oom lebih diatur lagi makannya. Jangan terlalu diforsir untuk beraktivitas," tegas Darell.Darell kembali memperhatikan ka
Selama beberapa detik, Darell merenungi apa yang diucapkan oleh Kirana. Kemudian ia membenarkan perkataan gadis itu, meski cuma dalam hati.Diraihnya lengan Kirana yang hendak mengikuti Bayu ke warung bakso."Ya sudah, Mas mau, tapi kita makan di rumah aja ya," pintanya sambil melirik ke arah warung tenda.Darell berbeda sekali dengan adiknya Audrey yang dengan santai makan di sembarang tempat. Asal menu yang disajikan cocok dengan lidahnya."Ya udah kalo gitu," jawab Kirana memimpin jalan untuk memesan makanan. Tak lupa membawa untuk Sekar dan keluarganya juga. ***"Aseeek bakso!" teriak keponakan Kirana saat mendapatkan oleh-oleh darinya.Gadis berkulit langsat itu segera mengambil mangkok dan memberikan pada Bayu dan Darell. Membuka plastik dan melayani calon suaminya.