Kembali pria peranakan Australia itu mengamati seluruh staf yang diminta berkumpul. Tak satupun dari mereka yang berani menunjukkan wajah mereka di hadapan Darell.
Entah, rasa rendah diri karena pekerjaan mereka yang selalu dianggap sepele. Atau karena takut mendapatkan kemarahan dari Bos mereka.
Seorang wanita paruh baya yang bertemu Kirana di lift sempat melirik sekilas. Namun kemudian menunduk lagi.
Perempuan kepercayaan James Maxwell itu perlahan bangkit dari kursinya. Menyentuh lengan Darell lembut, kemudian melirik CEO Maxwell.
Mungkin lirikan dan sentuhan Kirana terasa menyejukkan bagi Darell. Hingga membuat pemuda itu duduk dengan tenang dan mempersilakan Kirana melanjutkan.
"Terima kasih rekan-rekan. Kami berdua memanggil kalian karena memang membutuhkan bantuan kalia
Jenny duduk termenung di dalam kamar kos nya yang baru. Sebuah ruangan yang sedikit lebih kecil dibanding apartemennya dulu. Hanya berukuran 3x4 meter, dengan sekat yang memisahkan ruangan untuk tidur dan tempat menerima tamu.Sebenarnya kamar kos Jenny ini masih tergolong bagus. Masih memiliki fasilitas lengkap, dengan AC, TV, Kamar mandi dalam ruangan. Sementara ruang duduk dilengkapi karpet dan di teras terdapat dua buah kursi dan satu meja."Huh, tempatnya kecil banget," keluh Jenny yang sudah terbiasa hidup dalam kemewahan.Namun kekecewaan itu segera ditepiskan olehnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik.Tubuh dan harga dirinya sudah rusak, namun seiring napas yang masih diberikan oleh Sang Pemberi Hidup membuatnya tersdar. Artinya ia masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.Di tem
Ini adalah hari pertama petugas kebersihan dan pesuruh mengenakan atribut baru yang diberikan Darell. Bagi mereka hal ini adalah sebuah perintah atasan yang harus dilaksanakan. Namun bagi Darell hal ini semacam jalan ninja."Kamu yang bernama Yuni?" tegur Darell pada seorang wanita paruh baya yang baru saja memilah sampah."I ... Iya Pak."Darell memandang wanita di hadapannya dengan tegas. Membuat petugas di depannya merasa gugup."Sudah dipilah sampah kertasnya?" tanya Darell."Su ... Sudah Pak," jawab wanita ini gugup.Darell memandang sekeliling, dan melihat seorang petugas kebersihan laki-laki yang bayu keluar dari toilet. Pakaiannya masih hitam dan putih, sepertinya baru saja direkrut sebagai karyawan."Kamu ... Ke sini sebentar!" panggil Darell pada petugas laki-laki itu.Pet
Seketika mood Darell berubah. Pria tampan ini menunjukkan wajah masam kala Yuni dan seorang lagi masuk sambil membawa kotak berisi kertas yang tak beraturan."Ini mau diletakkan dimana Pak?" tanya Yuni."Taroh saja di situ!" kata Darell menunjuk lantai di depan mejanya.Sejenak Yuni dan rekannya yang masih berseragam putih hitam mengamati ruangan Kirana yang penuh dengan kertas kusut berserakan. Mungkin dalam pikiran mereka, dua atasannya ini sedang kurang kerjaan atau berniat menambah pekerjaan mereka."Terima kasih," jawab Kirana singkat begitu kedua staf ini selesai melakukan permintaan Darell.Pria gagah itu pun berdiri menyusul Yuni, saat wanita patuh baya itu mulai mendekati pintu. Ditepuknya bahu wanita yang bertubuh subur di depannya.
Kirana tak menjawab pertanyaan Darell, namun mendorong kepala pria itu mendekat pada dadanya. Membiarkan Darell menghirup aromanya.Pria yang sudah piawai di atas ranjang ini pun melingkarkan lengannya pada punggung Kirana. Mencari pengait penutup dada yang dikenakan pasangannya dan menghempaskan ke lantai.Gunungan yang ranum dan lembut itu dihujani oleh bibir Darell. Pria casanova ini terlihat sangat buas memainkan bibir da as lidahnya di sana. Sesolah ingin mengukuhkan kalau wanita ini adalah miliknya, hanya miliknya.Sementara tangan kirinya menyingkap rok yang dipakai Kirana. Merobek pantyhose tipis warna kulit yang membungkus kaki Kirana dengan kasar. Tak sabar ingin merasakan surga diantara paha Kirana yang mulus."Kamu sudah basah?" tanya Darell mesra."Ssssh!" desah Kirana menjawab Darell.Pria berpengalaman itu cu
Kirana menghela napas panjang kemudian memijat pelipisnya. Yang dilewati hari ini sungguh melelahkan.Apa yang didengar dari staf, penemuan nota dari tumpukan sampah sungguh membuatnya tak habis pikir. Membayangkan bagaimana nanti reaksi calon mertuanya."Kenapa?" tanya Darell penuh perhatian sambil mengemudi."Cuma kepikiran aja sih Mas, gimana reaksi Dad kalau tahu soal penemuan kita. Aku nggak nyangka aja ada yang berbuat seperti itu.""Yah, gitulah. Saat seseorang sudah dikuasai oleh uang, tak lagi mempedulikan akal sehat mereka.""Hemm," jawab Kirana.Gadis itu kembali memandang ke jendela mobil Darell. Memainkan kalung yang sudah lama melekat di lehernya. Kalung pemberian almarhum Ibu."Mas," kata Kirana tiba-tiba."Kenapa?" tanya Darell sambil membelokkan mobil ke arah jalana
Aroma espresso yang kuat tak juga mampu menghentikan pikiran Louis yang kacau. Jebakan dari Celline, perasaan bersalah pada Kirana dan pesan yang tiba-tiba dikirimkan padanya."Aku harus bagaimana ini," gumanya.Pria ini kemudian mengetikkan ungkapan perasaannya. Hanya pesan whatsapp yang bisa dilakukannya saat ini. Karena jarak Jakarta-Paris yang tak dekat.[Kabarku baik, hanya sedikit kacau belakangan ini. Aku mencintaimu Kirana, bisakah kita lebih dari sekedar teman biasa?] tulis Louis, tapi belum sempat dikirim pesan itu dihapus olehnya."Tidak, aku tak bisa melakukannya. Kirana milik Darell."Baru saja Louis melihat story whatsapp Darell yang mengunggah foto Kirana. Walaupun foto yang diunggah adalah saat gadis itu meninjau proyek dengan caption yang menerangkan proses pembangunan hotel. Namun pria itu merasa ada maksud tersendiri dari Darell.
"Ki, kamu mau ngapain?" tanya Darell mendekat. Sejenak menunda keinginannya untuk berenang."Lagi mau bikin juice mas. Kenapa?" kata Kirana sambil mencuci strawberry."Bikinin buat aku sekalian donk!" pinta Darell dijawab dengan anggukan Kirana."Mau juice apa?" tanya Kirana sambil menoleh ke arah Darell yang berdiri tepat di belakang Kirana.Mereka berdua terlihat begitu serasi. Tubuh Darell yang tinggi dan tegap sangat cocok dengan Kirana yang sedikit mungil.Bulu kuduk Kirana serasa berdiri saat merasakan hembusan napas Darell di sana. Jantungnya pun mulai berdebar lebih kencang."Iya Mas, nanti saya antar ke kolam renang ya," jawab Kirana sedikit gugup."Ok, kamu nggak mau berenang juga?""Nggak Mas."Berdua mereka semoat beradu pandang. Saling menatap
Lamborghini Huracan itu membelah jalanan ibukota. Kali ini tujuannya bukanlah ke kantor melainkan toko bangunan.Dua sejoli ini berniat menyelidiki harga bahan bangunan. Kali ini mereka memainkan peran sebagai suami istri yang berniat untuk membangun rumah.Dengan melingkarkan tangan pada siku Darell, Kirana pun memasuki sebuah toko besar yang ada di Ibukota. Toko bangunan terlengkap yang juga menyediakan aneka produk keramik dan porselen.Seorang penjaga toko nampak mendekat ke arah mereka berdua."Selamat pagi, ada yang bisa kami bantu?" tanya petugas."Mmm ya, begini kami bermaksud untuk membangun rumah, dan bermaksud melihat-lihat keramik dan juga granit untuk rumah kami," kata Darell."Sayang, nanti kita pilih warna-warna yang cocok dengan warna pastel ya," kata Kirana merajuk, mencoba mendalami perannya sebagai seorang istri.
Lima minggu telah berlalu semenjak insiden pesta itu. Meski saat itu sempat heboh, tapi tak ada yang membahasnya di sosial media ataupun media lainnya.Darell berterima kasih pada Stefan Gunawan, tuan rumah pesta. Ia mengultimatum akan memperkarakan siapapun yang mempublikasikan insiden di pestanya pada publik, meskipun melalui sosial media.Biar saja sampai hari ini gadis bergaun hijau dan laki-laki yang bersamanya tetap menjadi misteri. Yang ada dalam pikirannya sekarang, ia bersiap-siap memberi kejutan untuk Kirana.Darell sudah berjanji untuk mengajaknya pergi melihat menara Eifell, sebagai bentuk perayaan perceraiannya dengan Jenny. Darell yang mengerti kalau sejak dulu Kirana mendambakan pergi ke Paris."Kita berangkat sekarang?" tanyanya pada Kirana yang baru saja keluar dari kamar tidurnya.Mereka menyewa hotel di sekitar menara eifell. Menyewa suite room dengan dua kamar tidur.
Seorang wanita bergaun hijau dengan lengan tali dan punggung yang terbuka tengah berdansa dengan apik. Kulitnya yang halus dan langsat serta tubuh yang cenderung mungil membuat kaum adam penasaran siapa yang berada di balik topeng.Sayang tak seorang pun dari mereka berhasil untuk mendekatinya. Seorang pria gagah dengan setelan resmi tak henti beranjak dari sisinya. Pria itu juga tak segan-segan untuk merangkul pinggangnya yang ramping bagai biola.Kehadirannya ternyata tak hanya mencuri perhatian kaum Adam, tapi juga Hawa. Para wanita banyak yang mengaguminya tapi ada pula yang mencibirnya. Mungkin mereka iri karena tak bisa menjadi primadona pesta."Siapa dia?" tanya Stefan Gunawan si Tuan rumah pada asistennya yang berdiri di sampingnya.Asistennya hanya mengangkat bahu karena tidak tahu. Namun sebagai asisten yang setia, ia pun menawarkan diri untuk mencari tahu, siapa wanita misterius itu.Asisten Stefan
Kini Kirana pun mendekat ke arah Jenny dan menyalaminya."Selamat ya, kulihat hidupmu sudah lebih banyak berubah sekarang," kata Kirana.Jenny tak bisa membalas ucapan Kirana. Ia justru memeluk gadis itu erat dan mulai berkaca-kaca."Ini semua karena Mbak memberi kesempatan saya untuk jadi lebih baik. Mbak percaya kalau saya mampu. Terima kasih ya Mbak. Maafkan saya jika selama ini selalu menyakiti Mbak.""Yang sudah berlalu lupakan saja, sekarang yang penting hidupmu lebih baik.""Ya Mbak. Aku mengikuti saran Mbak, apartemen kusewakan dan kugunakan uangku untuk membeli pakaian sisa impor dan menjualnya secara daring.""Itu bagus sekali. Semoga kamu berhasil."Tiba-tiba saja Kirana melirik Darell dan terpikirkan sesuatu yang jahil. Ingin sekali mengetahui sampai dimana Darell bisa bertanggung jawab sebagai seorang pria."Hmm bicara soal pakaian, aku membutuhkan b
Darell tak bisa berkata-kata lagi. Kepalanya sangat pening, ia sungguh menyesal pernah terlibat dengan perempuan iblis di depannya.Juwita terus saja terisak, tak peduli lagi seperti apa bentuk riasannya saat ini. Rembesan air menghias di pipinya dan berwarna hitam, maskaranya luntur. Dia sungguh berharap belas kasihan dari Darell.Kemudian ia menangkupkan tangan di depan dada dan menatap Kirana. Berharap calon istri Bos nya dapat memaafkannya."Bu Kirana," katanya lirih."Pak James Maxwell menyerahkan semua keputusan pada Pak Darell, jangan minta padaku," jawab Kirana acuh."Pak Darell, kumohon!" pintanya, sayang Darell bergeming dan malah mengajukan pertanyaan yang lain."Apa kamu juga yang meletakkan darah ayam pada kamar mandi apartemenku?" tanya Darell menatapnya tajam.Juwita pun mengangguk, ia meminta tolong pada petugas kebersihan apartemen dan melakukannya. Juwita pun membaya
Wajah pucat Juwita mulai dipenuhi keringat. Wanita yang tadi menantang Darell pun tak lagi berani mendongakkan wajah. Cuma bisa memilin-milin kedua tangan yang ada di pangkuan."Kenapa Juwita, apakah aku salah bicara?" tanya Kirana mulai menantang.Namun Juwita bergeming, tak sepatah kata pun keluar dari bibir merahnya. Kemudian mencoba untuk menutup mulutnya dan bersiap-siap muntah. Sayangnya Darell mengerti kalau ini sandiwara."Nih, biar nggak muntah!" kata Darell menyodorkan secangkir air soda padanya.Cepat-cepat Juwita menegaknya tanpa memperhatikan air apa yang diberikan Darell. Bahkan tak ada perubahan ekspresi saat ia meminumnya.Darell melirik Kirana yang duduk di lengan kursi kanannya. Mereka pun saling mengangguk saat beradu pandang. Sama-sama mengerti dengan apa yang harus dilakukan selanjutnya."Bagaimana sekarang Juwita?" tanya Darell menyelidik."Sudah lega
Seketika pekik tawa tercipta oleh Juwita. Gadis itu mendongakkan kepala dan menantang Darell. Bibir penuh hasil rombakannya sedikit dimajukan, mencoba mencibir."Hmm, jadi Anda tidak mau mengakuinya Pak Darell? Atau Anda ingin seluruh Indonesia tahu seberapa bejat perbuatan Anda?" tantang Juwita mencoba untuk memutar balikkan fakta."Satu lagi Pak, aku masih menyimpan pakaian yang kukenakan saat pertama kali kita melakukannya. Jika Anda ngotot melakukan test DNA, maka itu akan mempermalukan diri Anda sendiri."Darell tampak sedikit memundurkan kursinya. Raut wajah yang tadinya garang perlahan mengendur. Melihat ini, Juwita pun semakin menjadi."Bapak kan tinggal nikahin saya, kalau Bapak nggak mau terus sama saya kan begitu anak ini lahir kita cerai kan beres. Anak ini bisa lahir dengan status yang jelas," tambah Juwita membuat kedua alis Darell semakin terangkat dan mata yang melebar. Ia semakit terkejut dengan permintaan Ju
Sebuah undangan tergeletak di atas meja kerja Kirana. Undangan pesta topeng yang akan datang seminggu lagi. Undangan yang datang dari seoarang pengusaha muda Stefan Gunawan.Pelan-pelan ia mengamati undangan itu sambil membolak-balik. Jika ia datang, ia tak tahu bagaimana harus berada di pesta. Apalagi jika harus berdansa, rasanya susah baginya. Namun jika menolak, sepertinya tak sopan."Huh gimana ini," pikirnya sekejap kemudian meletakkan undangan itu kembali di atas meja dan menekuni pekerjaannya.Tok! Tok!"Masuk!"Pria bertubuh tegap itu pun mengintip kemudian melangkah ke arah mejanya."Ada apa, Mas," sapa Kirana."Hmm," jawabnya kemudian menyeret kursi dan duduk di depan Kirana. Sekilas, ia melirik ke arah undangan di meja Kirana dan mengambilnya."Kamu juga dapat undangan ini?" tanya Darell."Iya, Mas.""Ya sudah kalau gitunkamu datanh
Ini adalah malam terakhir bagi Darell berada di kampung Kirana. Kondisi Oom Ridwan juga sudah sangat membaik. Tekanan darahnya pun sudah mulai stabil.Esok pagi mereka akan kembali ke ibukota dan bersiap menghadapi kehidupan nyata. Masalah keuangan kantor yang menunggu untuk segera diselesaikan.Baru saja Dad mengabari kalau sudah ada titik terang. Kini tinggal selangkah lagi untuk bisa menyingkirkan para parasit itu.Perlahan pria itu pun terpejam dalam kamar tamu. Mempersiapkan hari esok yang telah menunggu gebrakannya. ***"Terima kasih ya kalian sudah datang kemari," kata Oom Ridwan begitu melepas kepergian Kirana dan Darell pagi itu."Sama-sama Oom, yang penting sekarang Oom lebih diatur lagi makannya. Jangan terlalu diforsir untuk beraktivitas," tegas Darell.Darell kembali memperhatikan ka
Selama beberapa detik, Darell merenungi apa yang diucapkan oleh Kirana. Kemudian ia membenarkan perkataan gadis itu, meski cuma dalam hati.Diraihnya lengan Kirana yang hendak mengikuti Bayu ke warung bakso."Ya sudah, Mas mau, tapi kita makan di rumah aja ya," pintanya sambil melirik ke arah warung tenda.Darell berbeda sekali dengan adiknya Audrey yang dengan santai makan di sembarang tempat. Asal menu yang disajikan cocok dengan lidahnya."Ya udah kalo gitu," jawab Kirana memimpin jalan untuk memesan makanan. Tak lupa membawa untuk Sekar dan keluarganya juga. ***"Aseeek bakso!" teriak keponakan Kirana saat mendapatkan oleh-oleh darinya.Gadis berkulit langsat itu segera mengambil mangkok dan memberikan pada Bayu dan Darell. Membuka plastik dan melayani calon suaminya.