"Bedebah! Keluarkan aku dari sini, hei! Kalian berani sekali mengurungku di sini!"Alice menjerit. Dengan kuatnya, ia menggedor pintu kamar dimana ia dikurung. Begitu murka dirinya saat diperlakukan seperti seorang rendahan dengan statusnya yang kini menjadi sebagai Nyonya Zoldyck. "Aaarrrgg!" Alice frustasi. Dengan langkah gusar, ia berjalan menuju ke arah ranjang dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang itu."Evelyn, kamu memang wanita tidak punya urat malu. Bisa-bisanya kau datang kepada pria yang sudah berstatus Suami orang. Apakah wanita kamu begitu rendah?" Gumam Alice mencibir. Alice memandang langit-langit kamar itu dengan tatapan tanpa nalar. Pikirannya sibuk mencari cara agar Ethan tidak berpaling darinya. Sudah sekian lama Alice selalu mencoba mengembalikan kehangatan pria yang ia cintai. Namun, dirinya selalu gagal setelah perceraian itu terjadi.Saat pikirannya berkelana, kedua sudut bibir merah itu terangkat lalu terbentuk seringai. "Untuk apa aku harus mengeluarkan oto
"Tidak ada yang aku bicarakan. Tadi, aku dan Raizel hanya membicarakan mengenai Festival kembang api. Bukan mengenai dirimu." Evelyn begitu panik saat melihat Ethan berjalan ke arah. Entah sejak kapan Ethan masuk ke dalam ruangan ini. Perasaan, Evelyn tidak mendengar suara derit pintu dibuka. "Aku percaya," jawab Ethan dengan wajah datar. Ethan mengalihkan pandangannya ke arah Raizel. "Kau sudah bisa pulang. Dan mulai saat ini, yang mengasuh mu adalah Ibumu sendiri dan ingat, jika diluar, jangan sekali-kali memanggil pengasuhmu Mama—""Aku Ibunya, dan kau menganggapku hanya seorang pengasuh?" Evelyn memotong ucapan Ethan dengan cepat. Ethan dengan wajah datarnya mengalihkan pandangannya ke arah Evelyn. "Jika kau tidak ingin menjadi pengasuh, apakah kau ingin menjadi seorang Nyonya?"Evelyn kebingungan menerima pertanyaan Ethan. Benar, dirinya tidak mempunyai status apa-apa di keluarga Zoldyck lantas apa yang aku keluhkan? Jika aku kembali ke Desa, apa yang harus aku kerjakan? Seme
"Apa yang ingin anda bicarakan denganku, Nyonya Rosalie?" Sedikit memberikan senyuman untuk menyambut wanita tua itu. Ternyata Rosalie yang menghadang tubuh Evelyn membuat Evelyn terkejut dengan kehadiran wanita itu. Karena sudah sangat lama, Evelyn tidak bertemu dengan wanita tua tersebut. "Ikut denganku!" Rosalie memutar tubuhnya—melangkah. Evelyn dengan rasa penasaran apa yang ingin dibicarakan oleh Rosalie pun mengekori wanita tua yang kini memimpin jalan."Duduklah!" Rosalie mempersilahkan Evelyn duduk saat mereka sudah tiba di sebuah ruangan. Ruangan itu terlihat seperti ruang diskusi untuk keluarga. Evelyn pun duduk berhadapan dengan wanita sepuh tersebut. "Aku tidak ingin basa basi lagi, 100 juta! segeralah pergi dari sini dan biarkan Raizel dengan kami. Kau bisa menggunakan uang ini untuk keperluanmu." Rosalie memberikan sebuah cek kepada Evelyn yang ia letakkan di atas meja.Evelyn mengulum senyum pahit melihat cek yang masih tergeletak di atas meja tanpa Evelyn sentuh.
Prang! Semua orang yang berada di meja makan itu pun terkejut. Raizel begitu ketakutan saat melihat Ethan melayangkan piring yang masih berisi makanan itu arah Alice. "Aww… Ethan, kau memang gila!" Pekik Alice meringis.Alice segera membersihkan wajah—baju menggunakan serbet. Wajah wanita itu terlihat begitu kesal saat Ethan melemparinya dengan piring."Sudah ku katakan, jika aku sedang makan, jangan ada yang berisik!" bentak Ethan. Rosalie, memberikan wajah geram ke arah Ethan. "Hanya karena wanita itu, dihina kau semarah ini dan melempari Istrimu sendiri dengan piring? Dimana otakmu?" Evelyn segera berdiri dari kursi. Seharusnya dia sadar diri. Kehadirannya di meja makan, hanya akan merusak suasana harmonis keluarga ini."Maafkan aku, karena sudah merusak momen makan malam kalian." Evelyn membungkuk lalu melangkah.Raizel, segera menggenggam tangan Evelyn saat melewati kursi yang ia duduki. Evelyn, menghentikan langkah kakinya. "Mama, aku ingin makan kentang bakar buatan Mama. I
"Hei, jangan menangis. Semua akan baik-baik saja. Mereka sudah pergi." Rully mencoba menenangkan Delisa yang kini sedang menangis disertai tubuh bergetar di dalam pelukan Rully. Saat Rully telah berhasil mengalahkan dan menyuruh para berandalan itu pergi. "Aku takut mereka kembali. Mereka adalah gengster wilayah ini. Tentu, mereka tidak akan melepaskanmu begitu saja," ucap Delisa dengan sesegukan. Rully mengusap punggung wanita itu. Sepertinya, gadis ini memang hanya anak remaja yang sedang mencari jati dirinya. Karena melihat Delisa begitu ketakutan saat bertemu dengan para berandalan-berandalan tersebut."Sudah malam, aku tidak dapat menemukan orang yang berjualan balon jika kamu terus-terusan menangis," ucap Rully lembut. Delisa yang merasa dirinya dianggap seperti Anak kecil pun segera mendorong tubuh Rully. Wajahnya menekuk manja. "Ih… apaan, sih! Aku benar-benar ketakutan," jawabnya dengan mata yang masih berpelangi saat mata Gadis itu tertimpa cahaya lampu jalan. Rully te
"Hmm… Rai, nanti Mama jelasin, ya. Sekarang, Rai tidur. Karena besok Rai akan sekolah," desak Evelyn ingin mengalihkan pertanyaan Buah Hatinya itu.Raizel kekeh, wajahnya penuh penekanan meminta penjelasan dari Ibu—Ayah. Raizel kecil masih belum mengerti apa itu kata "perceraian" sebab, Raizel sering melihat Teman-temannya sering bersama orang tua mereka. Mereka Saling berpelukan dan saling memberi ciuman kasih sayang satu sama lain. Lantas mengapa orang tuanya berbeda? "Mama, Rai tidak akan tidur jika Mama dan Papa tidak menemani Rai. Pokoknya, Rai akan ngambek." celetuknya dengan wajah masam. Ethan beberapa kali membuang nafas frustasi. Memikirkan dirinya satu ranjang dengan Raizel dan Evelyn, membuat otaknya sudah tidak mampu berpikir. Saat ini, Ethan berharap jika Evelyn mampu membujuk Raizel agar tidak tidur bersama. "Ethan," Ethan terkesiap saat Evelyn memanggilnya. Wajah merah dan canggung itu masih tampak terlihat jelas di paras pria berwajah western tersebut. "Hmm… Raizel
"Cukup, Nenek! Aku muak dengan tingkah kalian yang selalu menyudutkan Evelyn. Dia di sini hanya pengasuh untuk menemani dan mengurus Raizel," Ethan menahan tongkat Neneknya yang hendak memukul Evelyn. kini Wajah Ethan begitu emosi saat melihat Rosalie. Alice dengan cepat menundukkan kepalanya. Sedangkan Evelyn, memeluk tubuh Raizel yang terduduk di atas lantai dengan rasa takut jika wanita tua itu berhasil menyakiti Raziel."Ethan, kau benar-benar sudah terpengaruh dengan wanita ini. Lihat, sejak kau bertemu dengan wanita rendahan ini, kau sampai berani membentak Nenek-mu sendiri!" Rosalie memekik geram. Ethan membuang nafas panjang. Entah kapan kedamaian akan hadir di dalam hidupnya. Neneknya sendiri menginginkan seorang cicit untuk dijadikan sebagai penerus. Sedangkan, cicitnya membutuhkan Evelyn yang notabenenya sebagai Ibu. Lantas kenapa harus ada ketimpangan mengenai kasta. Seharus, mereka cukup berlapang dada jika Evelyn mau tinggal di kediaman Zoldyck untuk mengasuh Raziel."
Di dalam ruangan kantin taman kanak-kanak, Raizel tengah duduk menikmati makanan di meja kantin sekolahnya. Karena Raizel merupakan anak baru, Raizel masih belum mempunyai teman dan dirinya harus duduk seorang diri di dalam kantin itu."Lihat, uwu banget sih, dia." "Ayo kita kenalan. Dia terlihat sendirian." "Ayo!" Beberapa anak gadis dengan nampan di tangan berjalan ke meja Raizel. Raizel mengangkat wajahnya dan mendapati 3 anak gadis seusianya sudah berdiri. "Kamu murid baru?" tanya seorang gadis berkuncir dua kepada Raizel. "Iya." jawab Raizel acuh dan kembali menyantap makanannya, sebelum jam masuk kembali berbunyi. "Kita duduk di sini ya, kita temanin," izin dua gadis itu. "Silahkan." jawab Raizel dengan suara dingin. Dua gadis kecil itu saling berpandangan. "Ayo, duduk." ajak seorang anak kecil kepada temannya. Mereka pun duduk saling berhadapan. Hanya saja, Raizel tetap menunduk menikmati makanannya. Dua gadis itu merasa Raizel anak yang sombong karena hanya berdiam dir