"Cukup, Nenek! Aku muak dengan tingkah kalian yang selalu menyudutkan Evelyn. Dia di sini hanya pengasuh untuk menemani dan mengurus Raizel," Ethan menahan tongkat Neneknya yang hendak memukul Evelyn. kini Wajah Ethan begitu emosi saat melihat Rosalie. Alice dengan cepat menundukkan kepalanya. Sedangkan Evelyn, memeluk tubuh Raizel yang terduduk di atas lantai dengan rasa takut jika wanita tua itu berhasil menyakiti Raziel."Ethan, kau benar-benar sudah terpengaruh dengan wanita ini. Lihat, sejak kau bertemu dengan wanita rendahan ini, kau sampai berani membentak Nenek-mu sendiri!" Rosalie memekik geram. Ethan membuang nafas panjang. Entah kapan kedamaian akan hadir di dalam hidupnya. Neneknya sendiri menginginkan seorang cicit untuk dijadikan sebagai penerus. Sedangkan, cicitnya membutuhkan Evelyn yang notabenenya sebagai Ibu. Lantas kenapa harus ada ketimpangan mengenai kasta. Seharus, mereka cukup berlapang dada jika Evelyn mau tinggal di kediaman Zoldyck untuk mengasuh Raziel."
Di dalam ruangan kantin taman kanak-kanak, Raizel tengah duduk menikmati makanan di meja kantin sekolahnya. Karena Raizel merupakan anak baru, Raizel masih belum mempunyai teman dan dirinya harus duduk seorang diri di dalam kantin itu."Lihat, uwu banget sih, dia." "Ayo kita kenalan. Dia terlihat sendirian." "Ayo!" Beberapa anak gadis dengan nampan di tangan berjalan ke meja Raizel. Raizel mengangkat wajahnya dan mendapati 3 anak gadis seusianya sudah berdiri. "Kamu murid baru?" tanya seorang gadis berkuncir dua kepada Raizel. "Iya." jawab Raizel acuh dan kembali menyantap makanannya, sebelum jam masuk kembali berbunyi. "Kita duduk di sini ya, kita temanin," izin dua gadis itu. "Silahkan." jawab Raizel dengan suara dingin. Dua gadis kecil itu saling berpandangan. "Ayo, duduk." ajak seorang anak kecil kepada temannya. Mereka pun duduk saling berhadapan. Hanya saja, Raizel tetap menunduk menikmati makanannya. Dua gadis itu merasa Raizel anak yang sombong karena hanya berdiam dir
"Ayo minta maaf, segera bersimpuh di depan kami! Dasar Anak tidak beradab!!" Wanita paruh baya dengan dandanan mentereng itu sedang memarahi Raizel. Raizel menundukan kepalanya sambil memainkan jari-jarinya gelisah ketika dirinya dimarahi."Ih… malah diam. Apa kamu mau membuat ku marah, hah! Ayo bersimpuh!" desak wanita itu menjewer telinga Raizel dengan kuat. Sampai-sampai, Raizel harus meringis kesakitan."Sakit, Tante! Aku tidak akan minta maaf, Anak Tante yang salah, bukan saya! Saya tidak akan bersimpuh, saya laki-laki yang punya harga diri!" Raize kesakitan. Anak yang melempar tulang ayam itu hanya tersenyum licik dan merasa sangat puas saat Ibunya kini sedang memberikan pelajaran kepada Raizel. "Kau menyalahkan, Anakku? Kamu ini, kecil-kecil pintar sekali melawan, ya!" Guru yang berada di dalam ruangan itu tidak berbuat apa-apa. Karena mereka tentu tahu siapa orang tua dari Anak didiknya itu. Merekalah yang banyak mendonasikan sekolah dimana Raizel bersekolah. Sehingga Guru
"Rully, apa yang kau lakukan? Lepas!" Evelyn mengelak. Ia tidak ingin jika yang melihat dan salah kaprah. Rully enggan mendengarkan penolakan Evelyn. Dirinya semakin liar menyapu bibir Evelyn. Ethan berjalan gusar, kini kedua tangannya terkepal. Emosi sudah tidak dapat dibendung lagi oleh Ethan. Rasa panas sudah membakar dada. "Bajingan!" Ethan meraih pundak Rully. "Bugh! Bugh!" bogem demi bogem Ethan layang tanpa jeda. Evelyn ketakutan, ia panik melihat kehadiran Ethan yang langsung membabi buta menghajar Rully. "Ethan, stop! Berhenti, Ethan. Tolong hentikan!" Evelyn merentangkan kedua tangannya. Mencoba menenangkan mantan suaminya itu. "Kau ingin mati keparat! Berani sekali kau menyentuh wanitaku!" murka Ethan tanpa sadar, dia berkata demikian. Deg! Evelyn tertegun mendengar apa yang Ethan katakan. 'Wanitanya? Sejak kapan dia mengakui diriku sebagai wanitanya?' Evelyn membatin tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Rully yang terbaring di atas paving blok menyeka
"Ethan, jangan lakukan. Kumohon…," Evelyn mengelak saat cumbuan kecil Ethan berikan. Melihat Evelyn yang menggeliat, membuat pria itu semakin liar memberikan cumbuannya. "Ah… Ethan," desis Evelyn saat lidah Ethan sudah mulai bermain di ceruk leher Evelyn. "Kenapa? Bukankah, tadi kamu menikmati saat pria brengsek itu memberikan ciumannya? Mengapa sekarang jual mahal dengan mantan Suamimu sendiri?" desis Ethan di telinga Evelyn. Ucapan Ethan tentu sangat menyakitkan. Enam tahun lalu, setelah Ethan menggaulinya, pria di atas tubuh Evelyn mencampakkannya seperti sampah. Dan saat ini, Evelyn diperlakukan seperti wanita murahan. Ucapan Itu membuat Evelyn benar-benar menyimpan sakit hatinya. Dan sekarang, Ethan memaksanya untuk melayaninya."Ethan, ku mohon hentikan…!" Evelyn mengiba dengan air mata yang sudah luruh saat Ethan memperlakukannya dengan begitu kasar. "Bisakah kau tenang dan menikmatinya saja, Evelyn? Jangan berpura-pura kau tak menginginkannya. Jika kau menolakku, ku past
"Apa maksudmu dengan menjadi teman ranjang?" Syok mendengar perkataan mantan suaminya. Hal aneh apalagi yang Ethan minta dari dirinya. Perbuatan keji ini saja, Evelyn begitu sangat malu. Apalagi harus menemani pria ini di atas ranjang tanpa sebuah ikatan apa-apa. "Kau tidak bodoh, kan? Apa perlu aku membayarmu setiap kali kau melayaniku?" Evelyn terbelalak. Dengan cepat, ia memutar tubuhnya, "plak!" Evelyn memberikan tamparan telak di pipi Ethan hingga tangannya bergetar. "Aku bukan pelacur!" Evelyn berteriak tepat di depan wajah mantan Suaminya itu. Air matanya luruh, bibir Evelyn kini bergetar. Mau sampai kapan dirinya diperlakukan seperti ini? Dan bodohnya, kenapa hati malah memilih cinta yang salah? Kenapa logika Evelyn seakan tumpul saat berhadapan dengan Pria yang bernama Ethan. "Lancang! Kau berani menamparku?" Ethan mencengkram leher Evelyn dengan kuat. "Uhuk— bunuh saja aku… jika kehadiranku kau perlakukan seperti sampah," ucap Evelyn terbata saat ia merasakan sesak d
"Apakah kau akan terus berada di sini? Kau tidak ingin pulang?" Rully menatap Delisa yang sedang duduk di depannya. Rully tidak habis pikir, bagaimana remaja seperti Delisa menyukainya. "Paman mengusirku?" tanya Delisa. "Tidak! Aku tidak mengusirmu. Tapi, kamu sudah terlalu lama berada di sini. Bagaimana jika orang tuamu mencarimu?""Orang tuaku tidak akan pernah mencariku, Paman, mereka tidak peduli dengan diriku. Kenapa Paman mengalihkan topik? Yang aku bahas, adalah perasaanku kepada Paman. bukan masalah orang tuaku." "Aku sedang tidak mengalihkan topik. Jadi, berdiri dari situ. Aku akan mengantarmu pulang," kesal Rully saat melihat betapa keras kepalanya gadis itu. Rully berjalan lebih dulu di depan. Berharap Delisa mengikutinya. Alih-alih mengikuti Rully, langkah Rully terhenti ketika Rully merasakan sebuah pelukan dari arah belakang tubuhnya. "Paman, aku tidak mau pulang. Tolong biarkan aku tetap disini," ucap Delisa sambil memeluk tubuh pria itu.Rully membuang nafas bera
"Daddy!" Alice melangkah ke dalam kediaman Gloria dengan tangis yang pecah. Suaranya melengking memanggil-manggil sang Ayah. "Dear, apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis begitu hebat?" Alberto menghampiri putrinya. "Daddy, Ethan…," Alice memeluk tubuh pria paruh baya dengan tangisnya. "Ethan menceraikanku!"Tangisan Alice semakin menjadi tatkala ia mengatakan perihal tersebut kepada Ayahnya. Seketika, asap dan tanduk pun keluar dari hidung dan kepala Alberto saat mendengar perkataan Alice. Jika Ethan berini menceraikan anak semata wayangnya."Lancang! Apa dia lupa dengan perjanjian antar orang tua?" geram Alberto. Alice menggeleng manja. "Aku sudah memperingati itu kepada Ethan. Tapi, dia menantang. Ethan bilang, dia akan melawan Daddy," Alice mengadu di sela tangisnya. "Apa, dia berani mengatakan hal itu?" Alice mengangguk menanggapi pertanyaan Ayahnya. Alice sengaja memancing kemarahan Ayahnya agar Ayahnya segera bertindak. Dan benar, belum apa-apa, Alberto sudah kepanasan.