Share

Bab 3: Vonis Medis

Author: Anprar
last update Last Updated: 2025-03-05 22:24:53

"Amnesia retrograde total akibat trauma kepala yang parah."

Dr. Adrian Wijaya meletakkan hasil scan otak Damian di meja, memastikan cahaya dari negatoskop menerangi area yang ia tunjuk. Ruangan konsultasi itu sunyi, hanya terdengar deru halus dari pendingin udara. Damian duduk di kursi roda—sesuatu yang ia tolak keras namun dipaksa oleh protokol rumah sakit—sementara Rafi Pratama berdiri di belakangnya, wajahnya menunjukkan keprihatinan.

"Kerusakan terjadi di area hippocampus dan lobus temporal, bagian otak yang berperan kunci dalam pembentukan dan penyimpanan memori jangka panjang," lanjut Dr. Adrian. "Benturan yang kau alami saat kecelakaan pesawat cukup parah, Damian."

Damian menatap hasil scan dengan dahi berkerut. Baru kemarin ia terbangun dari koma dua minggu, dan sekarang ia harus menerima kenyataan bahwa tiga tahun terakhir dari hidupnya lenyap tanpa bekas.

"Bisakah kau jelaskan secara spesifik apa itu amnesia retrograde?" tanya Damian, ingin memahami kondisinya dengan jelas.

"Amnesia retrograde adalah ketidakmampuan untuk mengakses ingatan yang terbentuk sebelum kejadian traumatis," jawab Dr. Adrian. "Dalam kasusmu, trauma kepala telah menghapus tiga tahun terakhir dari ingatanmu. Kau masih mengingat siapa dirimu, keterampilan yang kau miliki, dan pengetahuan faktual, tapi ingatan episodik—pengalaman personal dan peristiwa yang kau alami selama tiga tahun terakhir—tidak bisa diakses."

Rafi Pratama, sahabat Damian sejak Harvard dan wakil direktur LTI, bergeser gelisah. Ia tiba satu jam yang lalu, segera setelah menerima panggilan dari perawat. Pertemuan mereka dipenuhi campuran kelegaan dan kebingungan. Damian masih mengenali Rafi, tapi ingatan terakhirnya tentang sahabatnya itu adalah dari 2020, saat mereka merencanakan ekspansi Lesmana Tech Innovations (LTI) ke Asia Tenggara.

"Dari sudut pandang medis, ini adalah kasus klasik," lanjut Dr. Adrian. "Tapi setiap pasien berbeda dalam hal pemulihan."

"Jadi, apa prognosisnya?" tanya Damian, suaranya tegang. "Apa ingatanku akan kembali?"

Dr. Adrian duduk di hadapan Damian, tatapannya langsung dan jujur. "Aku tidak bisa memberikan jaminan, Damian. Dalam kasus amnesia retrograde akibat trauma, sekitar 80-90% pasien mendapatkan kembali sebagian besar ingatan mereka dalam kurun waktu enam bulan hingga dua tahun."

"Sebagian besar? Jadi tidak semuanya?" Damian menekankan.

"Benar. Mungkin ada beberapa ingatan yang tidak akan kembali. Otak manusia sangat kompleks, dan proses penyembuhan tidak selalu sempurna."

Damian mengepalkan tangannya, mencoba mengontrol emosi yang berkecamuk. Dia sudah cukup terkejut mendengar dari Rafi tentang semua yang terjadi selama tiga tahun terakhir—ekspansi LTI ke Singapura dan Vietnam, peluncuran HomeSense yang sukses besar, dan tentu saja, pertunangannya dengan Eliza Valentina, seorang desainer grafis yang bahkan wajahnya tidak ia kenali.

"LTI adalah perusahaan teknologi yang kau dirikan setelah kematian orangtuamu," Rafi menjelaskan dengan lembut, menyadari kebingungan di wajah Damian. "Kita mengembangkannya dari perusahaan teknologi skala menengah menjadi konglomerat multinasional dalam lima tahun terakhir. HomeSense, sistem rumah pintar terintegrasi, adalah produk unggulan kita yang mendominasi pasar Asia Tenggara."

Damian mengangguk perlahan. Dia ingat mendirikan LTI dan visinya untuk teknologi rumah pintar, tapi semua perkembangan berikutnya terasa seperti cerita tentang orang lain.

"Yang membuatku bingung," kata Damian, "adalah bagaimana mungkin aku bisa lupa segalanya? Seluruh tiga tahun, tanpa sisa?"

"Benturan parah pada bagian kepala tertentu bisa menyebabkan hal ini," jelas Dr. Adrian. "Kejadian traumatis kadang menjadi semacam 'garis pemisah' dalam memori. Segala sesuatu sebelum tanggal kecelakaan pesawat masih bisa kau ingat, tapi tidak setelahnya."

"Dan wanita itu... Eliza," Damian mengucapkan namanya dengan ragu, "dia benar-benar tunanganku?"

Rafi menghela napas. "Ya, Dam. Kalian bertemu sekitar tiga tahun lalu di Kafe Enigma, saat dia tidak sengaja menumpahkan kopi ke kemejamu. Kau melamarnya enam bulan lalu di restoran Altitude. Aku ada di sana, menyaksikan semuanya."

Damian mengusap wajahnya, frustasi. "Bagaimana mungkin aku bertunangan dengan seseorang yang bahkan tidak kukenali sekarang?"

"Eliza mengubahmu, Dam," kata Rafi dengan senyum kecil. "Kau tetap CEO yang brilian, tapi bersamanya, kau lebih bahagia, lebih seimbang. Tidak lagi workaholic yang tidur di kantor lima malam seminggu."

Dr. Adrian berdeham, mengembalikan fokus pembicaraan. "Ada beberapa pendekatan terapi yang bisa kita coba untuk membantu pemulihan ingatanmu. Terapi kognitif, paparan bertahap pada lingkungan dan orang-orang dari periode yang hilang, dan stimulasi dengan objek-objek yang memiliki nilai emosional."

"Seperti foto dan barang kenangan?" tanya Damian.

"Tepat. Itulah mengapa kehadiran orang-orang terdekatmu sangat penting dalam proses ini," Dr. Adrian melirik ke arah Rafi. "Mereka bisa membantu menghubungkan kembali neuron-neuron yang terputus dengan menyediakan konteks dan petunjuk emosional."

Saat mereka berbicara, ponsel Rafi bergetar. Dia melihat layarnya dan mengernyit.

"Eliza ada di luar," kata Rafi pelan. "Dia membawa beberapa dokumen dan foto yang mungkin bisa membantu, seperti yang disarankan Dr. Adrian."

Damian terdiam, konflik terpancar di wajahnya. Kemarin ia mengusir wanita itu dari kamarnya, menuduhnya sebagai penipu. Sekarang, setelah konfirmasi dari Rafi dan diagnosis medis yang jelas, ia mulai mempertimbangkan kemungkinan bahwa Eliza memang berkata jujur.

"Aku belum siap," kata Damian akhirnya. "Aku masih perlu waktu untuk mencerna semua ini."

Dr. Adrian mengangguk memahami. "Tidak perlu terburu-buru, Damian. Pemulihan adalah proses, bukan balapan."

"Tapi, Dam," Rafi menimpali dengan lembut, "Eliza membawa bukti-bukti yang mungkin bisa membantumu memahami apa yang terjadi selama tiga tahun terakhir. Bukti objektif, bukan hanya kata-katanya."

Damian menatap pintu ruangan, kemudian kembali pada hasil scan otaknya. Tiga tahun hilang. Sebuah pertunangan yang tak ia ingat. Dan sekarang, di luar sana, seorang wanita yang mengklaim sebagai pusat dari kehidupan barunya menunggu untuk memberikan bukti.

"Baiklah," kata Damian akhirnya, suaranya terdengar lelah namun tegas. "Biarkan dia masuk. Tapi aku ingin kalian berdua tetap di sini."

Rafi mengangguk dan mengirim pesan singkat. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka perlahan, dan Eliza melangkah masuk. Berbeda dengan hari sebelumnya, kali ini dia tampak lebih tenang dan terkontrol. Dia membawa tas berisi folder dan sebuah album tebal.

"Terima kasih sudah mengizinkanku masuk," kata Eliza dengan suara lembut namun tegas. "Aku tahu ini sulit, Damian. Tapi aku membawa sesuatu yang mungkin bisa membantumu memahami hubungan kita."

Eliza meletakkan album foto di meja, kemudian mengeluarkan beberapa dokumen dari tasnya. Di antaranya ada sertifikat pertunangan, foto-foto resmi acara lamaran, dan kontrak pembelian cincin berlian dari toko perhiasan ternama dengan tanda tangan Damian.

"Ini bukan untuk memaksamu mengingat," kata Eliza hati-hati, menyadari kecemasan di wajah Damian. "Tapi untuk memberimu bukti objektif bahwa apa yang kukatakan itu benar."

Damian meraih dokumen-dokumen itu dengan tangan sedikit gemetar. Itu memang tanda tangannya. Itu memang wajahnya di foto-foto tersebut, terlihat bahagia bersama wanita yang kini berdiri gugup di hadapannya.

Dr. Adrian dan Rafi bertukar pandang, menyadari bahwa ini adalah langkah pertama yang penting dalam perjalanan panjang pemulihan Damian.

Di luar ruangan konsultasi, seorang wanita dengan blazer rapi melintas di koridor, matanya sekilas menatap pintu ruangan sebelum berjalan menuju lift. Vianna Darmawan mengecek jam tangannya dan tersenyum tipis. Semuanya masih berjalan sesuai jadwal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 4: Bukti yang Mengejutkan

    Album foto itu terbuka di pangkuan Damian, halaman pertamanya menampilkan foto yang membuat dadanya terasa sesak. Dirinya dan Eliza di Kafe Enigma, tempat yang selama ini jadi favoritnya untuk menikmati espresso sebelum meeting pagi. Dalam foto itu, mereka duduk di sudut jendela, Damian tertawa lepas—ekspresi yang jarang ia tunjukkan di depan umum—sementara Eliza menyandarkan kepalanya di bahu Damian, tersenyum ke arah kamera."Ini diambil sekitar dua bulan setelah kita bertemu," Eliza menjelaskan dengan suara tenang. "Rafi yang memotretnya. Kau selalu menyebut ini sebagai 'bukti bahwa kecelakaan bisa berubah menjadi keajaiban.'""Kecelakaan?" tanya Damian, masih menatap foto tersebut dengan dahi berkerut."Pertemuan kita," Eliza tersenyum kecil. "Aku menumpahkan kopi ke kemeja putihmu. Kemeja Brioni yang kau bilang adalah favoritmu."Rafi tertawa pelan. "Kau marah besar, Dam. Tapi kemudian Eliza menawarkan untuk membayar biaya dry cleaning dan mengajakmu minum kopi sebagai permintaan

    Last Updated : 2025-03-05
  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 5: Kecurigaan Awal

    Laboratorium rumah sakit hampir kosong pada pukul 11 malam ini. Hanya Dr. Adrian Wijaya yang masih membungkuk di atas mikroskop, jemarinya dengan teliti menggeser slide berisi sampel darah Damian. Kantong mata menghiasi wajahnya yang lelah, tapi tatapannya penuh konsentrasi. Ini adalah hari ketiga sejak Damian Lesmana sadar dari koma, dan sesuatu dalam hasil tesnya terus mengganggu Dr. Adrian."Lagi-lagi menjadi dokter detektif, Adrian?"Dr. Maya Suryadi, kepala departemen neurologi, tersenyum dari ambang pintu. Wanita berusia lima puluhan itu dikenal sebagai salah satu ahli neurologi terbaik di Asia Tenggara."Ada sesuatu yang salah pada sampel darah Damian," jawab Adrian tanpa mengalihkan tatapannya dari mikroskop. "Lihat ini."Dr. Maya mendekat, mengambil alih mikroskop. "Hmm. Sel darah merah dengan struktur membran yang tidak normal. Kau yakin ini bukan karena reaksi obat-obatan yang kita berikan selama dia koma?""Positif. Aku sudah memeriksa semua obat dalam protokol perawatanny

    Last Updated : 2025-03-06
  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 6: Kembali ke Mansion

    Gerbang besar mansion Lesmana terbuka perlahan, menyambut kedatangan Range Rover hitam yang membawa Damian pulang. Di balik kaca gelap, Damian menatap bangunan bergaya modern minimalis yang sudah tiga tahun tidak ia ingat. Bentuk fisik mansionnya tetap sama seperti dalam ingatannya, tapi entah kenapa terasa seperti milik orang lain."Selamat datang kembali, Tuan," sambut Kirana, kepala pelayan berusia lima puluhan yang telah mengabdi pada keluarga Lesmana selama lebih dari dua dekade. Wajahnya yang teduh memancarkan kegembiraan tulus melihat Damian kembali."Terima kasih, Kirana," Damian mengangguk, berusaha tersenyum. Setidaknya wanita ini masih sama seperti yang ia ingat—tidak ada perubahan signifikan selain beberapa kerutan baru dan rambut yang lebih banyak beruban.Eliza berjalan beberapa langkah di belakang Damian, memberikan ruang sembari mengawasi dengan cemas. Dia tahu betapa sulitnya situasi ini—kembali ke rumah yang tidak lagi terasa seperti rumah."Kau ingin langsung berist

    Last Updated : 2025-04-07
  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 7: Studio yang Asing

    Fajar baru saja menyingsing ketika Damian terbangun dengan napas terengah. Mimpi yang sama—serpihan memori tentang dirinya melukis, tangan Eliza menuntun tangannya. Kepalanya masih berdenyut, efek samping dari kilasan ingatan semalam.Ia menyibakkan selimut dan berjalan ke jendela. Dari kamarnya di lantai dua, ia bisa melihat guest house di kejauhan. Lampu di sana sudah menyala, menandakan Eliza sudah bangun. Pandangannya beralih ke bangunan kecil dengan dinding kaca di ujung taman—studio lukis yang kemarin menarik perhatiannya. Ia melihat sosok Eliza berjalan dari guest house menuju studio, membawa sesuatu yang tampak seperti termos.Sejak bangun, pikiran Damian terus kembali pada kilasan ingatan semalam. Ia tak pernah melukis. Namun kenapa ia bisa mengingat sensasi kuas di tangannya dengan begitu jelas? Tekstur cat, aroma turpentin, tawa lembut Eliza di telinganya... Sensasi-sensasi itu terasa nyata, meski ia yakin tak pernah mengalaminya.

    Last Updated : 2025-04-08
  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 8: Kemarahan dan Kehancuran

    Suara denting pecahan kaca memecah keheningan studio. Damian berdiri dengan napas memburu, tangan kanannya masih terkepal setelah menghantam bingkai lukisan di dinding. Serpihan kaca berserakan di lantai kayu, memantulkan cahaya pagi yang masuk melalui jendela tinggi studio."Semua ini bohong!" teriaknya, suaranya bergema di ruangan yang sekarang terasa terlalu sempit untuk menampung amarahnya.Eliza mundur perlahan, matanya melebar menyaksikan Damian yang baru saja menghancurkan salah satu lukisan favorit mereka—pemandangan danau dengan dua siluet berpelukan di atas perahu kecil."Damian, kumohon..." bisiknya, suaranya bergetar.Tapi Damian tidak mendengar. Atau lebih tepatnya, ia memilih untuk tidak mendengar. Pandangannya kini beralih ke lukisan "Memori yang Hilang" yang telah ia robek. Dengan langkah berat, ia mendekati tumpukan kanvas lain yang tersandar di dinding."Aku bukan kegelapan!" Damian mencengkeram tepi kanvas berikutnya. "Dan kau...

    Last Updated : 2025-04-09
  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 9: Eliza yang Terluka

    Matahari mulai condong ke barat ketika Eliza akhirnya meninggalkan studio. Setelah berjam-jam mengumpulkan serpihan lukisan dan merapikan kekacauan, wajahnya kini pucat dan kosong—seperti kanvas yang belum tersentuh kuas. Jejak air mata masih jelas terlihat, tapi ia sudah tidak mampu menangis lagi.Di tangannya tergenggam sebuah kotak kayu berukir, kotak yang biasa ia gunakan untuk menyimpan peralatan sketsanya yang paling berharga. Kini kotak itu berisi fragmen-fragmen lukisan yang bisa ia selamatkan—satu-satunya bukti fisik dari karya seninya yang telah hancur."Nona Eliza?" Kirana berdiri di pintu belakang mansion, wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Tuan Damian mencari Anda."Eliza tersenyum lemah. "Dimana dia?""Di ruang kerjanya, dengan Tuan Rafi. Mereka sedang membahas sesuatu tentang perusahaan." Kirana mengamati keadaan Eliza dengan seksama. "Anda baik-baik saja, Nona? Mau saya buatkan teh?""Tidak perlu, Kirana. Terima kasih." Eliza mengg

    Last Updated : 2025-04-09
  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 10: Cincin dan Pesan

    Fajar belum sepenuhnya menyingsing ketika Eliza bangun dari tidur singkatnya. Lingkaran hitam di bawah matanya menunjukkan ia hampir tidak tidur semalaman. Dengan gerakan yang hampir otomatis, ia bersiap untuk hari yang ia tahu akan menjadi salah satu hari terberat dalam hidupnya.Meja kerjanya berantakan dengan sketsa desain yang belum selesai dan contoh font untuk proyek terbarunya—semua terlupakan di tengah kekacauan emosional. Dengan helaan napas berat, Eliza mengirim pesan singkat ke kliennya, meminta sedikit perpanjangan waktu. Biasanya ia tidak pernah terlambat menyelesaikan proyek, tapi kali ini situasinya berbeda.Kirana sudah aktif di dapur mansion ketika Eliza memasuki pintu belakang. Mata pelayan setia itu langsung menangkap ekspresi Eliza."Nona baik-baik saja?" tanyanya khawatir.Eliza mengangguk, mencoba tersenyum. "Apa Damian sudah bangun?""Belum, Nona. Masih sangat pagi," jawab Kirana, melirik jam dinding yang menunjukkan pu

    Last Updated : 2025-04-09
  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 11: Gedung yang Berubah

    Lalu lintas Jakarta siang itu terasa lebih padat dari biasanya. Dari jendela Mercedes hitam yang dikemudikan Rafi, Damian memandang ke luar dengan pikiran kosong. Cincin pertunangan Eliza aman tersimpan di laci meja kerjanya, tapi liontin matahari miliknya masih berada di saku Damian—sentuhan dingin logam yang entah kenapa memberikan ketenangan aneh."Kau yakin tentang ini, Dam?" tanya Rafi, memecah keheningan. "Bertemu Vianna di kantor?""Lebih baik di kantor," jawab Damian datar. "Tempat netral, banyak saksi."Rafi mengangguk setuju, tapi ekspresinya tetap cemas. "Aku sudah mengirimkan file-file tentang pemecatan Vianna ke emailmu. Mungkin sebaiknya kau membacanya sebelum bertemu dengannya.""Nanti," gumam Damian, tatapannya masih tertuju ke luar jendela. Pikirannya masih dipenuhi surat Eliza, kata-kata yang begitu tulus hingga terasa seperti pisau yang mengiris. Bagaimana mungkin ia melupakan seseorang yang begitu berarti?Mobil berbelok masuk k

    Last Updated : 2025-04-10

Latest chapter

  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 34: Perjanjian Tidak Terucap

    Apartemen Penthouse Dani Sasongko, 6 bulan laluMalam sudah larut di Jakarta ketika Vianna Darmawan menekan kode akses ke penthouse Dani di kawasan SCBD. Gedung-gedung pencakar langit berkilauan di kejauhan, termasuk menara LTI yang berdiri tegak dengan logo bercahaya di puncaknya—target mereka yang semakin dekat."Kau terlambat," sambut Dani yang sedang menuang wine merah ke decanter kristal. Layar besar di dinding menampilkan grafik pergerakan saham LTI dan DS Tech dalam tiga bulan terakhir. "Ada masalah?""Damian memintaku lembur untuk finalisasi kontrak Global Expansion," Vianna melepas high heels-nya, meletakkan tas di sofa. "Dia semakin bergantung padaku untuk keputusan strategis. Bagus untuk rencana kita."Dani meng

  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 33: Kepentingan Bersama

    Conrad Hotel Jakarta, 18 bulan laluVianna Darmawan menyesap champagne-nya perlahan, mengamati kerlap-kerlip Jakarta dari rooftop bar mewah. Posisinya sebagai asisten eksekutif Damian Lesmana selama enam bulan telah memberinya akses ke lingkaran elit bisnis teknologi—jauh dari masa lalunya yang ingin ia kubur dalam-dalam. Dress hitam elegan yang ia kenakan adalah bukti perjalanan panjangnya, dari gadis miskin Cilandak menjadi wanita berpengaruh di jajaran eksekutif perusahaan teknologi terbesar di Indonesia."Tidak kusangka kau benar-benar berhasil masuk ke LTI," suara familiar menginterupsi lamunannya. Dani Sasongko muncul dengan setelan navy yang sempurna. Jam tangan Audemars Piguet melingkar di pergelangan tangannya, tanda kesuksesan DS Tech yang kini dihargai pasar. "Imprresif."

  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 32: Pertemuan "Kebetulan"

    Skybar Altitude di lantai 56 sebuah gedung pencakar langit Jakarta menawarkan pemandangan kota yang spektakuler. Malam ini tempat itu setengah kosong—sempurna untuk pembicaraan privat. Lampu-lampu kota berkilauan seperti permata di bawah sana, pencahayaan temaram bar menciptakan atmosfer eksklusif.Vianna Darmawan, mengenakan gaun hitam ketat dan sepatu Christian Louboutin, menyesap martini-nya sambil menatap ke arah gedung LTI yang berkilau di kejauhan. Ia telah sengaja memilih meja dengan pemandangan langsung ke menara kaca itu—pengingat konstan tentang tujuannya."Maaf terlambat," suara bariton menginterupsi lamunannya. Dani Sasongko berdiri di sana, setelan abu-abu sempurna dan jam tangan Patek Philippe di pergelangan tangannya—simbol kesuksesan DS Tech Ventures.

  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 31: Masa Lalu Tersembunyi

    Singapore Ritz-Carlton, 3 tahun lalu"Tech Innovation Summit" terpampang besar di banner-banner yang menghiasi ballroom hotel mewah. Para pengusaha teknologi elit dari seluruh Asia berkumpul, menikmati champagne sambil membicarakan investasi multi-juta dolar. Di salah satu sudut ruangan, seorang wanita muda dengan setelan hitam elegan mengamati kerumunan dengan tatapan kalkulatif. Vianna Darmawan, 26 tahun, mewakili GlobalPharm dalam konferensi bergengsi ini."Ms. Darmawan, benar?" seorang pria dengan aksen Amerika menyapanya. "Saya Dr. Wilson dari Stanford Research. Saya dengar presentasi Anda tentang integrasi AI dalam farmasi tadi sangat mengesankan."Vianna tersenyum sopan, menyembunyikan kegembiraan bahwa presentasi pertamanya mendapat pengakuan. "Terima kasih, Dr. Wilson. GlobalPharm berharap dapat menjalin kerja sama dengan laboratorium Anda di masa depan."Setelah beberapa menit berbasa-basi, Vianna melihat dua sosok yang menarik perhatia

  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 30: Hujan dan Air Mata

    Hujan deras mengguyur Jakarta sore itu, menciptakan dinding air yang mengaburkan pandangan. Eliza berdiri diam di ambang pintu guest house yang selama beberapa minggu terakhir menjadi tempat tinggalnya. Berkat intervensi cepat Dr. Adrian yang diam-diam menormalisasi infusnya, ia telah pulih lebih cepat dari yang diperkirakan Vianna. Namun hatinya masih terasa kosong, sehampa mansion yang kini harus ia tinggalkan.Air mata mengalir di pipinya, bercampur dengan tetesan hujan yang membasahi wajahnya. Badannya masih terasa lemah, kepalanya pusing, namun rasa sakit fisik ini tidak sebanding dengan luka di hatinya.Eliza memandang ke sekeliling ruangan kecil yang telah menjadi tempat berlindungnya selama masa-masa sulit setelah Damian kehilangan ingatan. Kini ruangan itu hampir kosong—barang-barangnya sebagian besar telah diangkut ke apart

  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 29: Kemenangan Vianna

    Di ruang VIP klinik LTI di lantai 10, Eliza terbaring dengan selang oksigen di hidungnya. Dua jam telah berlalu sejak ia kolaps di ruang konferensi. Dr. Maya Suryadi, dokter perusahaan, baru saja selesai memeriksanya untuk kedua kalinya. Damian berdiri di pojok ruangan, wajahnya menunjukkan campuran emosi—kemarahan, kebingungan, kelelahan, dan meski ia enggan mengakuinya, kekhawatiran. Kilatan ingatan yang ia alami tadi membuatnya gelisah, tapi ia menepis perasaan itu sebagai ilusi."Dia mengalami serangan panik akut disertai hiperventilasi," jelas Dr. Maya, melepas stetoskopnya. "Tekanan darahnya juga sangat rendah, 90/60, tidak ideal. Ditambah kadar gula darah di bawah normal. Apa dia memiliki riwayat kondisi ini sebelumnya?"Damian tidak menjawab, matanya menatap kosong ke arah jendela yang menampilkan langit Jakarta yang semakin

  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 28: Eliza Terjatuh

    Tuduhan demi tuduhan Damian terus menghujani Eliza seperti pecahan kaca yang mengiris jiwanya. Tanpa sadar, ia meraih botol air di meja, tangannya gemetar saat meneguk isinya, berharap dapat menenangkan diri. Ruangan itu mulai terasa berputar, suara Damian semakin jauh seolah datang dari terowongan panjang. Vianna berdiri di belakang Damian, wajahnya menunjukkan simpati palsu namun matanya berkilat penuh kemenangan."Aku telah memeriksa semua kontrak yang kau tandatangani sebagai desainer HomeSense," Damian melanjutkan, suaranya dipenuhi kemarahan dan pengkhianatan. "Klausul royalti yang kau masukkan memberimu akses ke sebagian keuntungan produk. Awalnya kupikir itu wajar, tapi sekarang jelas itu bagian dari rencana besar. Berapa banyak informasi yang kau bagi dengan Dani dari hasil uji pasar kita? Data pengguna? Roadmap pengembangan?"

  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 27: Tuduhan Brutal

    Ruang konferensi lantai 38 LTI berubah menjadi arena pertempuran emosional. Vianna meletakkan folder baru di hadapan Damian, membukanya dengan gerakan dramatis."Ini adalah dokumen yang memberatkan lainnya," ucapnya dengan nada profesional. "Perjanjian konfidensial antara Eliza dan DS Tech yang berhasil kami lacak."Damian menatap dokumen tersebut, rahangnya mengeras. Berita tender offer DS Tech masih menggantung di udara seperti kabut beracun, menciptakan ketegangan yang nyaris bisa disentuh. Di luar, langit Jakarta mulai menggelap dengan awan mendung, mencerminkan suasana di dalam ruangan."Katakan padaku, Eliza," suara Damian rendah dan berbahaya, seperti predator yang siap menyerang. "Apa tujuan sebenarnya kau mendekati LTI? Karena sekarang semua terlihat sangat jelas."

  • CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang   Bab 26: Konfrontasi Panas

    "Jadi ini yang kau sebut kebetulan?" Damian menggebrak meja, suaranya menggema di ruang konferensi kosong. "Mantan kekasihmu kebetulan menjadi investor LTI? Kebetulan menemuimu tepat saat aku mengalami amnesia? Dan kebetulan juga kalian berdua terlihat sangat akrab di kafe dua hari lalu?"Eliza berdiri kaku, masih terkejut dengan foto-foto yang ditunjukkan Vianna. Ada foto-foto lama dirinya dengan Dani di kampus—yang wajar dimiliki sebagai kenangan—tapi juga beberapa foto yang tampak baru dan diambil secara diam-diam, menunjukkan mereka bertemu di kafe dua hari lalu. Vianna telah menjelaskan dengan detail bagaimana DS Tech secara sistematis mengakuisisi saham LTI melalui berbagai perusahaan cangkang tepat setelah kecelakaan Damian."Itu bukan seperti yang kau pikirkan," Eliza berusaha menjelaskan, suaranya gemetar. "Ya, aku bertemu D

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status