***
"Ja, jangan, ya. Kalo hati kamu menolaknya," ucap Langit.
"Tapi, Senja itu mencintai Devan," sambar Aura.
"Senja memang mencintai Devan, tapi Senja juga nggak mau merelakan mimpi-mimpi Senja, untuk menikah sama Devan."
"Kalo kamu nggak mau menikah sama Devan, terus buat apa kamu menerima Perjodohannya?" Mawar tiba-tiba saja datang, bersama dengan Dani di sampingnya.
"Ibu." Senja menoleh, tangannya ia lepaskan dari genggaman Langit.
"Sebenarnya mau kamu itu apa, Senja? Jangan mempermalukan Ibu seperti ini, Ibu juga nggak mau kamu menderita karena Ibu jodohkan."
"Maaf, Bu. Senja, cuman nggak mau terlalu terburu-buru buat menikah," kata Senja pelan.
"Ibu, juga nggak mau kamu menikah secepatnya. Ibu mau kamu mencapai impian kamu, dan melanjutkan pendidikan kamu dulu."
"Jadi, Ibu nggak akan memaksa Senja buat menikah secepa
***"Tuh 'kan!!!" Aura mendekat, ia menjatuhkan diri di atas kasur. Tatapan tajam, ia tujukan kepada kedua sahabatnya itu--Senja dan Langit."Langit, lepasin." Senja terus memberontak, namun sepasang tangan Langit masih menggegamnya kuat."Lepasin, Senja ...." Aura ikut menarik-narik tangan Langit, dengan dirinya yang setengah tersadar. Setelah, terbangun dari tidurnya.Aura mengambil bantal, dan memukulkannya pada Langit. Mereka bertiga tertawa bersama, sementara Senja ikut memukul Langit dengan bantal yang lain. Di atas tempat tidur, sebuah kegaduhan terjadi antara Senja, Langit serta Aura."Senja!"Suara di ambang pintu, membuat canda-tawa itu terhenti. Ketiga menatap sengit seseorang yang datang, dengan kemeja rapih. Senja beranjak, dan menghampiri laki-laki itu."Devan, kenapa ke sini?" tanya Senja bingung."Ikut gue," ajak Devan mera
***"Mah, kenapa Mamah ngomong kaya tadi?" tanya Devan membuat langkah Anggun terhenti, dan berbalik."Ngomong apa, Devan?""Kenapa, Mamah mau membantalkan perjodohannya?!""Karena Mamah kesel sama Senja dan ibunya itu, mereka sudah dikasih jantung minta yang lain." Anggun melipat tangannya, sambil memutar bola mata malas."Maksud, Mamah?" tanya Devan bingung."Devan, ibunya Senja baru saja dipecat dari pekerjaannya. Dan, Mamah kamu sudah mempekerjakan dia di perusahaannya itu," sambar Nirwan dari belakang.Ketika mereka tiba di rumah, perdebatan sewaktu di rumah Senja. Dilanjutkan kembali, akan tetapi kali ini hanya dengan keluarga intim saja."Kenapa Devan nggak tahu masalah ini?""Karena kamu lagi suruh Senja buat pulang ke rumahnya.""Terus, kalo ibunya Senja bekerja di perusahaan Mamah. Apa hubunganny
***Pagi itu, Senja sudah bersiap diri untuk berangkat sekolah. Bahkan, tampak Langit dan Aura yang sejak tadi berada di meja makan, bersama dengan Senja dan Mawar."Masakan, Ibu memang the best.""Iya, ini enak banget."Berbagai pujian terlontar, pada saat makanan itu masuk ke dalam perut. Setelah menghabiskan makanan itu, Langit dan Aura bergegas keluar rumah. Sedangkan, Senja masih berada di meja makan, untuk membantu membersihkan piring sebelum pergi ke sekolah."Bu, udah dapat pekerjaan?" tanya Senja pelan."Kenapa memangnya, Sayang?" Mawar balik bertanya pada Senja."Ibu, udah masak sebanyak ini, dan suruh Langit sama Aura buat sarapan sama kita di sini.""Alhamdulillah, Ibu udah dapat pekerjaan." Senja terbelalak, ia tersenyum lebar saat mendengarnya."Alhamdulillah, kapan Ibu mulai bekerja?""Sekar
***"Langit, Aura mau ke kelas.""Masih jam istirahat, Ra. Aku mau ke perpustakaan aja, mau pinjam komik," balas Langit di kantin."Yaudah, Aura ke kelas dulu, ya." Aura berlalu pergi, begitu juga dengan Langit yang ikut pergi dari kantin. Setelah, keduanya menghabiskan gorengan yang berada di warung mbak Wati."Hai, Langit," sapa Neysa menghadang langkah Langit."Hai, Sa." Langit tersenyum tipis karena kedatangannya itu."Mau ke mana?""Perpustakaan." Langit menjawab pertanyaan Neysa, dengan satu kata saja."Aku ikut, ya. Kebetulan, aku mau lihat perpustakaan di sekolah ini." Langit menaikkan satu alisnya. "Perpustakaan itu buat orang yang mau baca buku, bukan buat dilihat doang," ujar Langit cuek, lantas meninggalkan Neysa di sana.Neysa menatap sengit Langit yang melewatinya begitu saja. "Dih, songong banget jadi cowok,
*** "Gue ajak Senja ke sini, karena gue mau meyakinkan dia buat bertunangan setelah lulus SMA. Dan, gue nggak tahu kalo Nabil ada di sini juga." "Terus, kalo kamu nggak tahu Nabil ada di sini. Kenapa kamu pergi, Devan?! Apa kamu sengaja, meninggalkan Senja sendirian biar Nabil bisa bawa Senja pergi?" "Nggak, Ra. Tadi gue pergi, itu karena gue mau beli cokelat kacang buat Senja. Dia minta cokelat kacang, jadi gue pergi ke supermarket." Aura menangkap dua bungkus cokelat kacang di genggaman Devan. "Gue nggak mau buang waktu, gue harus cari Senja." Devan memberikan cokelat kacang itu, kepada Aura. "Kenapa di kasih ke Aura?" tanyanya, sambil menerima cokelat kacang pemberian dari Devan. "Gue harus kasih ke siapa lagi? Karena Senja nggak ada, dan gue juga mau cari dia." "Devan, nggak usah repot-repot cari Senja. Karena udah ada L
***"Dasar cowok brengsek!!" Langit tidak tinggal diam melihatnya, ia menarik tubuh Nabil dari belakang. Lalu, memberikan beberapa pukulan di wajahnya.Senja langsung membuka kedua matanya, aksi perkelahian kembali terjadi. Langit memukul Nabil tanpa adanya jeda, hingga Nabil lemah dan tidak berdaya di rerumputan. Senja pun menarik tangan Langit, supaya segera menjauh dari Nabil."Langit, udah.""Ja, tadi dia mau cium kamu!""Dia itu cowok brengsek, aku nggak akan biarkan dia menodai kesucian kamu." Langit melanjutkan perkataannya, dengan amarah yang sudah semakin menjadi-jadi."Langit! Sebaiknya, kamu bantu Devan. Dia secepatnya harus dibawa ke rumah sakit," ujar Aura membuat Langit mengalihkan pandangannya."Ra, kamu lebih mementingkan kondisi Devan, daripada Senja? Dia hampir aja ternodai sama cowok brengsek ini.""Iya, Aura tahu. Tapi
***Langit terdiam, ia mengubah posisi tangannya. Kedua pipi Senja, di tangkup oleh jari-jari panjang milik Langit. Lantas, Senja kembali bersuara dengan nada pelan, supaya Devan yang berada di dalam ruangan rawat inap itu tidak mendengarnya."Senja, sayang sama Langit lebih dari seorang sahabat. Bagaimana sama Langit? Selama bertahun-tahun, Langit punya perasaan yang sama seperti Senja, atau nggak?"Pertanyaan itu bagai peluru, yang dihunuskan langsung pada jantung Langit. Bahkan, saat ini kedua bola mata Langit sudah memanas, akibat pertanyaan yang Senja lontarkan padanya. Langit semakin terdiam, ia membasahi bibir bawahnya. Ternyata, Senja juga punya perasaan yang sama seperti aku. Tapi, aku nggak bisa mengatakan bahwa aku juga sayang sama dia, lebih dari seorang sahabat, batin Langit.Senja menampik kedua tangan Langit, yang terus mengusap pipinya lembut. Justru, Senja meraih kedua tangan Lang
***"Gue udah punya perasaan apa-apa lagi ke lo, Sa. Sekarang, gue cuman cinta sama Senja.""Tapi, Van. Nggak mungkin lo melupakan gue secepat itu, sorry ... kalo dulu memang gue belum jatuh cinta sama lo, tapi sekarang gue benar-benar mencintai lo.""Neysa." Suara kecil itu, telah memutus pandangan antara Neysa dan Devan, bahkan kedua tangan Neysa yang tadinya menggenggam tangan Devan, langsung terlepas begitu saja."Senja, sejak kapan lo ada di sini?" tanya Devan terkejut melihat kedatangan Senja."Neysa, sebenarnya kita bisa mencintai Devan sama-sama. Seperti Senja dan Aura, yang sama-sama mencintai Devan. Walaupun, Senja yang akan mendapatkan Devan."Senja mendekati Neysa, dan meletakkan sebuah gitar kayu di atas ranjang Devan. "Tapi, itu nggak mungkin Senja," bantah Devan."Mungkin, kalo kita bisa belajar mencintai seseorang dengan hati yang ikhlas. B
***Aura langsung menatap Senja. "Bukan gitu, Ja. Maksud aku ... kenapa Langit harus pacaran sama Neysa, kenapa nggak sama Perempuan lain.""Atau jangan-jangan, Aura suka sama Langit?" tuduh Senja."Ja, aku sama Langit itu sahabatan. Jadi, nggak mungkin aku suka sama dia," bantah Aura langsung meminta supir angkutan umum, untuk berhenti saat akan melewati persimpangan kompleks rumahnya."Aura, tunggu!" seru Senja menyusul Aura, yang sudah turun lebih dulu."Ja, Aura nggak mau bahas apa pun lagi tentang Langit. Jadi, kalo Senja tetap mau berteman sama Aura, jangan sebut-sebut nama Langit lagi, ya." Kening Senja berkerut, ia berjalan mengikuti langkah panjang dari kaki Aura. Lantas, Aura memasuki rumahnya tanpa berbicara kembali pada Senja. "Kenapa persahabatan kita bertiga, jadi berantakan kaya gini? Karena Senja menikah dengan Devan, semuanya jadi pergi meninggalkan Senja. Pertama, Langit dan sekarang Aura."Embusan napas kasar keluar dari hidung Senja, ia kembali berjalan gontai unt
***"Kapan acaranya, Van?" tanya Haikal."Setelah kelulusan gue bilang!" tegas Devan, lantas beranjak pergi dari ruang kelasnya."Devan, kenapa tiba-tiba membuat pesta kelulusan di rumahnya? Dan, mengajak seluruh kelas IPA?" tanya Aura bingung, begitu pun dengan Senja yang mulai berhenti menangis."Senja, harus bicara sama Devan," ujar Senja pergi menyusul Devan, yang sudah berada di ruang ujian."Devan, kenapa tiba-tiba membuat pesta kelulusan di rumah? Kita belum membicarakan sama orang tua kamu, dan belum ada persiapan juga. Ujian nasional tinggal dua hari lagi, dan setelah itu kita langsung mengadakan pesta kelulusan?""Gue cuman mau buat pesta kelulusan, sekalian merayakan pernikahan kita. Dan, lo nggak perlu pusing memikirkan persiapan buat pesta itu, gue yang akan mengatur semuanya," balas Devan tanpa ekspresi di wajahnya.Ujian nasional dilaksanakan selama tiga hari, dan hanya beberapa mata pelajaran saja yang diujikan, sesuai dengan jurusan yang ada di SMA Nusa Bangsa. Mata p
***"Kemarin waktu kamu nggak berangkat sekolah, karena menikah sama Devan. Langit sama Neysa udah resmi berpacaran."Senja hanya terdiam, ia enggan berkomentar saat ini tentang hubungan Langit dan Neysa, yang terjalin begitu cepat. Bel masuk pun berbunyi, membuat beberapa murid mulai mengeluarkan buku-bukunya, untuk mengikuti mata pelajaran di jam pertama.Senja, nggak percaya. Kalo Langit sama Neysa pacaran, karena Neysa pasti masih mencintai Devan. Nggak mungkin secepat itu, perasaan Neysa berpaling dari Devan, secara mereka berdua teman dari kecil, dan udah kenal lama, batin Senja."Ja, gimana malam pertama kamu sama Devan? Hum, pasti romantis 'kan," bisik Aura membuat lamunan Senja menghilang."Biasa aja," balas Senja datar, ia melanjutkan menulis materi, yang sudah diterangkan oleh guru di depan kelasnya."Nggak mungkin, biasa aja dong. Pasti kamu sama Devan udah melakukan itu 'kan?" tanya Aura membuat Senja berdiri dari duduknya."Senja, ada apa?" tegur guru itu."Ah, Bu. Senja
***"Bahagia kok," jawab Senja dengan senyuman kali ini."Yaudah, kalo gitu gue mau mandi dulu." Devan berlalu pergi dari hadapan Senja, tetapi sebelum memasuki kamar mandi. Devan lebih dulu melepas seluruh kancing kemejanya, dan membiarkan tubuh bagian atas terbuka begitu saja."Devan!!" seru Senja langsung menutup matanya dengan kedua tangan. Devan pun berbalik, keningnya berkerut karena teriakan dari Senja."Ada apa?" tanyanya santai."Buka bajunya 'kan bisa di dalam kamar mandi," protes Senja enggan membuka mata, apalagi mengalihkan kedua tangan dari depan matanya."Kenapa memangnya? Gue gerah, jadi gue bukan di luar sekalian." Senja terdiam, diamnya Senja justru membuat Devan melangkah mendekat.Senja yang mendengar langkah kaki Devan, langsung menghentikannya. "Stop! Devan, mau ngapain ke sini?!"Langkah Devan terhenti, saat Senja memintanya. "Lo sendiri kenapa tutup mata gitu? Apa badan gue seburuk itu?"Senja menggeleng, lalu merunduk malu. "Ja, lo lupa kalo kita berdua udah j
***"Sekarang, kalian berdua sudah resmi menjadi sepasang suami istri, dan silakan tanda tangan di buku nikah ini," ujar penghulu membuat Devan menggangguk. Setelah Devan bertanda tangan, giliran Senja yang perlahan meraih bolpoin untuk menandatanganinya, meski hatinya terasa berat.Senja masih tidak menyangka, nasib atau takdir yang saat ini ia dapatkan. Meskipun, Senja memiliki rasa terhadap Devan, akan tetapi pernikahan dini bukanlah keinginan Senja. "Ini semua udah terjadi," lirih Senja masih menangis, tanpa memperlihatkan air matanya. Sejak tadi, ia terus merunduk dan membungkam Isak tangisnya."Ja, gue bahagia banget hari ini, karena gue akhirnya bisa memiliki lo seutuhnya," ujar Devan tersenyum, lantas meraih tangan Senja di pangkuan. Namun, Senja menepisnya kasar. Kesabaran Senja sudah berakhir, pada saat Devan mengucapkan ijab qobul tersebut. Senja berdiri, ia menyeka air matanya kasar sambil memandang orang-orang di sana. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Senja berlalu pe
***"Senja, yang sama. Senja, yang aku ...."Bugh!Devan datang dengan amarahnya, ia langsung memukul pipi Langit. "Devan!" seru Senja membungkam mulutnya dengan kedua tangan. Setelah membuat pipi Langit lebam, Devan langsung menarik pergelangan tangan Senja."Besok kita berdua akan menikah, jadi lo tolong jauhi Senja!" kelakar Devan."Besok? Devan, tanggal pernikahan kita udah ditentukan. Dan, besok baru tanggal 23 Mei, sedangkan kita menikah tanggal 25 bertepatan dengan kelulusan sekolah dan ulang tahun Senja. Dan, tanggal 24 Mei kita 'kan harus ujian nasional."Devan tidak memperdulikan perkataan Senja, ia justru berlalu pergi bersama dengan Senja. Namun, perkataan Langit telah menghentikan kepergian mereka berdua. "Devan! Lo boleh menikah besok dengan Senja, karena setelah kelulusan gue juga akan pergi dari kehidupan kalian berdua.""Nggak!" Senja menepis genggaman tangan Devan, dan berbalik menatap Langit meski dari jara
***"Ajak Langit juga, ya," balas Senja dengan senyuman lebar. Lantas, mereka bertiga beranjak dari area kantin, untuk menemui Langit di perpustakaan."Ke dermaga? Ngapain? Ini masih siang, jadi mataharinya belum tenggelam," balas Langit setelah mendapat ajakan dari Senja dan juga Aura."Kita mau ke dermaga, bukan buat melihat matahari tenggelam, Langit.""Iya, kita cuman mau mewujudkan keinginan Senja, sebelum kelulusan sekolah," sambar Aura membuat Langit langsung menutup buku komik, yang sejak tadi sedang ia baca."Kita bolos sekolah hari ini?" tanya Langit memandang mereka bertiga, secara bergantian. Lantas, mendapat anggukan cepat dari Aura.Kali ini mereka lebih memilih untuk membolos, karena sudah tidak waktu bagi mereka bersenang-senang. Sebelum ujian nasional tiba, dan sebelum Senja menikah dengan Devan. Sehingga, Langit pun mengiyakan permintaan Senja dan Aura, untuk segera meninggalkan sekolah ketika jam pelajaran."Setelah
***Langit meletakkan buku-bukunya di atas tempat tidur, dan meraih kedua tangan Senja yang berada di pangkuan. "Ja, sampai kapan pun kita berdua akan menjadi sahabat. Bahkan, kalo perlu sampai tua.""Langit, janji sama Senja, ya. Jangan pergi meninggalkan Senja sendiri, karena Senja nggak bisa hidup tanpa Langit."Langit meraih tubuh Senja, untuk membawanya ke dalam dekapan. "Aku nggak bisa janji, Ja. Karena setelah lulus, aku akan pergi ke Amerika buat melanjutkan pendidikan di sana," bisik Langit membuat air mata Senja tumpah."Langit, kenapa harus pergi," ucap Senja parau."Karena aku dapat beasiswa di salah satu universitas, yang ada di Amerika." Lantas, Langit melepaskan pelukan itu, dan menghapus air mata Senja. "Kamu tahu 'kan, Ja. Kalo impian aku itu menjadi dokter, dan masa depan aku itu ada di sana. Jadi, aku harus pergi ke Amerika untuk meraih masa depan aku.""Langit, berbeda sama Devan. Devan bilang masa depannya itu Senja. Tap
***"Kenapa cari Langit, Ja? Sekarang 'kan udah ada Devan jodoh kamu, jadi kamu nggak perlu lagi memikirkan Langit," balas Aura."Ra, bagaimanapun Langit itu tetap sahabat Senja. Jadi, Senja nggak bisa sehari aja nggak memikirkan Langit. Karena bagi Senja, Langit itu segalanya."Kening Devan berkerut, saat mendengarnya. "Terus, gue bagi lo apa, Ja? Orang ketiga, dalam hubungan persahabatan kalian?"Senja langsung terperanjat, ia menangkap Devan di hadapannya. Senja tidak menyadari, jika sejak tadi Devan tengah bersamanya. "Bukan gitu maksud Senja, Devan.""Udahlah, Ja. Sekarang yang harus kamu pikirkan itu, ujian nasional sama Devan karena dia jodoh kamu." Aura mengatakannya begitu lantang, sehingga perbincangan itu pun berakhir. Kala Senja yang beranjak pergi, dari area kantin."Senja!" panggil Devan tidak diperdulikan oleh Senja, namun kedatangan Neysa telah menahan Devan, untuk tidak pergi dari kantin.Sementara itu, Senja tetap an