***
"Gue udah punya perasaan apa-apa lagi ke lo, Sa. Sekarang, gue cuman cinta sama Senja."
"Tapi, Van. Nggak mungkin lo melupakan gue secepat itu, sorry ... kalo dulu memang gue belum jatuh cinta sama lo, tapi sekarang gue benar-benar mencintai lo."
"Neysa." Suara kecil itu, telah memutus pandangan antara Neysa dan Devan, bahkan kedua tangan Neysa yang tadinya menggenggam tangan Devan, langsung terlepas begitu saja.
"Senja, sejak kapan lo ada di sini?" tanya Devan terkejut melihat kedatangan Senja.
"Neysa, sebenarnya kita bisa mencintai Devan sama-sama. Seperti Senja dan Aura, yang sama-sama mencintai Devan. Walaupun, Senja yang akan mendapatkan Devan."
Senja mendekati Neysa, dan meletakkan sebuah gitar kayu di atas ranjang Devan. "Tapi, itu nggak mungkin Senja," bantah Devan.
"Mungkin, kalo kita bisa belajar mencintai seseorang dengan hati yang ikhlas. B
***"Jadi guys!! Ada murid baru di kelas sebelas IPA 1 yang akan menikah dengan teman kelasnya sendiri. Waw! Kira-kira kalian semua penasaran nggak? Siapa cewek yang beruntung, untuk dinikahi sama murid baru itu.""Siapa? Kasih tahu dong." Suara sorakan dari berbagai pertanyaan pun menggema, di area kantin. Sehingga, Senja yang tengah menikmati semangkuk bakso bersama Devan, akhirnya terhenti untuk mendengarkan perkataan dari seorang perempuan, yang masih berdiri di atas meja kantin."Devan Mahendra Aditama, murid pindahan yang tiba-tiba mau menikah sama siswi cupu, polos tapi berbakat di pelajaran sains. Siapa lagi kalo bukan, Alzera Senja Maharani. Salah satu siswi yang selalu merasa pintar, dan terus memenangkan perlombaan di berbagai macam olimpiade.""Wah? Nggak mungkin, masa cewek cupu bisa mendapatkan hatinya seorang Devan. Yang jelas dia murid terfavorit di sekolahan ini, karena dia ganteng, keren,
***"Devan, tunggu di sini dulu, ya. Senja mau ganti baju, setelah itu kita toko cokelat."Sesampainya di rumah Senja, Devan justru dibuat menunggu olehnya. Namun, selama menunggu Senja mengganti pakaiannya, Devan sedikit berbincang dengan Mawar. Hanya untuk membahas hubungan perjodohan, antara dirinya dengan Senja."Mamah, kamu bilang. Sebelum kamu dan Senja ujian nasional, kalian berdua harus bertunangan lebih dulu. Setelah itu, kalian berdua bisa menikah sesudah lulus SMA.""Iya, Tante. Devan udah setuju kok, karena Senja juga udah menerima perjodohan ini. Jadi, Devan dan Senja akan mengikuti kemauan Tante, papah dan mamah.""Setelah menikah, kamu mau melanjutkan kuliah?" tanya Mawar dengan tatapan dalam pada Devan, sementara Devan merunduk sebelum menjawab pertanyaan tersebut."Kayanya, Devan mau mengurus bisnis papah aja, Tan. Tapi, Devan nggak akan melarang Senja, kalo memang Senja mau melanjutkan pendidikannya, dan berkuliah di univer
***Senja mendengus kesal, ia melangkah keluar dari ruang perpustakaan itu. Disusul, dengan Aura yang juga berlalu pergi dari sana. Sementara, Neysa tersenyum manis sebagai balasan karena Langit telah menyelamatkan dirinya."Lain kali, hati-hati." Langit yang hendak beranjak pergi, tetapi dicegah oleh Neysa begitu saja."Ah, Langit. Mau membaca buku ini bersama?" tanya Neysa sambil menunjukan judul buku novel di tangannya, kepada Langit."Maaf, Sa. Aku mau main basket, sama anak-anak yang lain di lapangan." Langit berbalik, dan meninggalkan Neysa di perpustakaan.Neysa hanya bisa mengembuskan napasnya singkat, ia berjalan menghampiri meja perpustakaan, untuk membaca buku novel di sana seorang diri, tanpa ada yang ingin menemaninya. Sedangkan, Langit mulai bersiap di tengah lapangan, untuk bermain basket dengan teman kelasnya."Ja, Aura masih nggak menyangka, kenapa Langit
***Hari yang dinantikan selama satu Minggu pun akhirnya tiba, setelah melewati beberapa ulangan harian dan tugas-tugas sekolah. Kini saatnya, seluruh murid dihadapkan dengan ujian kenaikan kelas. Setelah menjalankan ujian selama satu Minggu penuh, seluruh murid pun akan memasuki ruang kelas baru dan naik tingkat. Sesuai dengan nilai yang didapatkan, selama mengikuti ujian kenaikan kelas."Ujian hari pertama, bagaimana perasaan kamu, Ja?" tanya Aura yang terus memainkan bolpoin di tangannya, sebelum bel masuk berbunyi."Lumayan ... tegang," ujar Senja dengan ucapan yang terhenti sebentar.Seluruh murid dibuat menunggu, di depan ruang kelasnya masing-masing. Sebelum bel masuk berbunyi, mereka semua tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam kelas. Hingga, guru yang sudah ditugaskan sebagai panitia, memasuki ruang kelas sesuai dengan jadwalnya. Dan, bel masuk pun berbunyi, membuat perasaan para murid semakin berkecamuk."Semoga kita
*** "Lo mau bicara apa?" tanya Devan setelah ia tiba di sebuah cafe, tempat tongkrongannya bersama dengan Nabil dan anak SMA Rajawali dahulu. Namun, saat ini Devan sudah tidak pernah lagi mengunjungi cafe tersebut, karena statusnya yang bukan lagi menjadi murid SMA Rajawali, dan alasan lain ialah menjadi jodoh Senja. Nabil hanya tersenyum miring, sembari mengangkat kedua kakinya di atas meja kayu berbentuk bundar. Devan mengeraskan rahangnya, dan berdiri dengan sedikit pukulan pada meja tersebut. "Gue nggak mau buang waktu, hanya untuk melihat cowok berandalan kaya lo di sini!" serunya. Lantas, Devan pun berbalik. "Lo yakin mau pergi, sebelum mendengarkan perkataan gue?" Suara itu menembus gendang telinga Devan, membuat langkahnya terhenti. "Apa yang lo mau, Nabil!" teriak Devan mendekatinya, lalu menarik kerah seragam Nabil. Sehingga, keduanya saling berhadapan. "Gue jelas mau jodoh lo, dan lo tahu itu. Jadi, batalkan per
***Hari berlalu begitu cepat, bahkan masa-masa ujian kenaikan kelas telah usai. Kini, ruang kelas telah berbeda dari sebelumnya. Senja, Aura, Devan telah berhasil mendapatkan nilai tinggi, untuk memasuki ruang kelas dua belas IPA 1 sementara Langit dan Neysa memasuki ruang kelas dua belas IPA 2.Suasana berbeda di dalam ruang kelas itu, karena saat ini mereka sudah menjadi seorang Kakak tingkat, bagi adik-adik kelas dan murid baru di SMA Nusa Bangsa. Jabatan sebagai ketua OSIS telah didapatkan oleh Devan, sedangkan Langit menjabat sebagai wakil ketua OSIS. Keduanya saling bekerja sama, untuk melaksanakan orientasi.Di hari ini, semua murid baru sudah mempersiapkan diri di lapangan upacara. Dengan berbagai peralatan, yang telah ditentukan dari para anggota OSIS. Devan, selaku ketua OSIS pun berbicara di hadapan para murid baru, untuk menjelaskan beberapa peraturan selama masa orientasi. Para murid perempuan terperangah, memandang ketampanan dari wajah Devan yang
***Senja memundurkan langkahnya, sehingga jemari Devan yang tengah memegangi dagu Senja pun terlepas. "Ja, kalo memang lo mencintai Langit ....""Devan! Mana mungkin, Senja mencintai Langit. Senja itu menganggap Langit teman, nggak lebih. Hanya teman, Devan." Setiap perkataan itu, terdapat penegasan yang cukup jelas dari Senja. Sedangkan, Langit yang mendengarnya dari kejauhan langsung merunduk, dan kembali mengayuh sepedanya untuk menuju ke rumah Aura.Bola mata Senja, tidak sengaja menangkap kedatangan Langit dan Aura di sana. "Sampai bertemu nanti malam Devan," ujar Senja berbalik, dan membuka pintu gerbang rumahnya."Ja, gue tahu perasaan lo yang sebenarnya. Lo nggak benar-benar mencintai gue, bahkan mungkin kalo lo mencintai gue. Perasaaan cinta itu, nggak lebih besar dari perasaan cinta lo ke Langit. Begitu sebaliknya, dulu gue juga sangat mencintai Neysa. Karena dia cinta pertama gue dan karena itu gue susah buat melupakan Neysa."
***"Kenapa cari Langit, Ja? Sekarang 'kan udah ada Devan jodoh kamu, jadi kamu nggak perlu lagi memikirkan Langit," balas Aura."Ra, bagaimanapun Langit itu tetap sahabat Senja. Jadi, Senja nggak bisa sehari aja nggak memikirkan Langit. Karena bagi Senja, Langit itu segalanya."Kening Devan berkerut, saat mendengarnya. "Terus, gue bagi lo apa, Ja? Orang ketiga, dalam hubungan persahabatan kalian?"Senja langsung terperanjat, ia menangkap Devan di hadapannya. Senja tidak menyadari, jika sejak tadi Devan tengah bersamanya. "Bukan gitu maksud Senja, Devan.""Udahlah, Ja. Sekarang yang harus kamu pikirkan itu, ujian nasional sama Devan karena dia jodoh kamu." Aura mengatakannya begitu lantang, sehingga perbincangan itu pun berakhir. Kala Senja yang beranjak pergi, dari area kantin."Senja!" panggil Devan tidak diperdulikan oleh Senja, namun kedatangan Neysa telah menahan Devan, untuk tidak pergi dari kantin.Sementara itu, Senja tetap an
***Aura langsung menatap Senja. "Bukan gitu, Ja. Maksud aku ... kenapa Langit harus pacaran sama Neysa, kenapa nggak sama Perempuan lain.""Atau jangan-jangan, Aura suka sama Langit?" tuduh Senja."Ja, aku sama Langit itu sahabatan. Jadi, nggak mungkin aku suka sama dia," bantah Aura langsung meminta supir angkutan umum, untuk berhenti saat akan melewati persimpangan kompleks rumahnya."Aura, tunggu!" seru Senja menyusul Aura, yang sudah turun lebih dulu."Ja, Aura nggak mau bahas apa pun lagi tentang Langit. Jadi, kalo Senja tetap mau berteman sama Aura, jangan sebut-sebut nama Langit lagi, ya." Kening Senja berkerut, ia berjalan mengikuti langkah panjang dari kaki Aura. Lantas, Aura memasuki rumahnya tanpa berbicara kembali pada Senja. "Kenapa persahabatan kita bertiga, jadi berantakan kaya gini? Karena Senja menikah dengan Devan, semuanya jadi pergi meninggalkan Senja. Pertama, Langit dan sekarang Aura."Embusan napas kasar keluar dari hidung Senja, ia kembali berjalan gontai unt
***"Kapan acaranya, Van?" tanya Haikal."Setelah kelulusan gue bilang!" tegas Devan, lantas beranjak pergi dari ruang kelasnya."Devan, kenapa tiba-tiba membuat pesta kelulusan di rumahnya? Dan, mengajak seluruh kelas IPA?" tanya Aura bingung, begitu pun dengan Senja yang mulai berhenti menangis."Senja, harus bicara sama Devan," ujar Senja pergi menyusul Devan, yang sudah berada di ruang ujian."Devan, kenapa tiba-tiba membuat pesta kelulusan di rumah? Kita belum membicarakan sama orang tua kamu, dan belum ada persiapan juga. Ujian nasional tinggal dua hari lagi, dan setelah itu kita langsung mengadakan pesta kelulusan?""Gue cuman mau buat pesta kelulusan, sekalian merayakan pernikahan kita. Dan, lo nggak perlu pusing memikirkan persiapan buat pesta itu, gue yang akan mengatur semuanya," balas Devan tanpa ekspresi di wajahnya.Ujian nasional dilaksanakan selama tiga hari, dan hanya beberapa mata pelajaran saja yang diujikan, sesuai dengan jurusan yang ada di SMA Nusa Bangsa. Mata p
***"Kemarin waktu kamu nggak berangkat sekolah, karena menikah sama Devan. Langit sama Neysa udah resmi berpacaran."Senja hanya terdiam, ia enggan berkomentar saat ini tentang hubungan Langit dan Neysa, yang terjalin begitu cepat. Bel masuk pun berbunyi, membuat beberapa murid mulai mengeluarkan buku-bukunya, untuk mengikuti mata pelajaran di jam pertama.Senja, nggak percaya. Kalo Langit sama Neysa pacaran, karena Neysa pasti masih mencintai Devan. Nggak mungkin secepat itu, perasaan Neysa berpaling dari Devan, secara mereka berdua teman dari kecil, dan udah kenal lama, batin Senja."Ja, gimana malam pertama kamu sama Devan? Hum, pasti romantis 'kan," bisik Aura membuat lamunan Senja menghilang."Biasa aja," balas Senja datar, ia melanjutkan menulis materi, yang sudah diterangkan oleh guru di depan kelasnya."Nggak mungkin, biasa aja dong. Pasti kamu sama Devan udah melakukan itu 'kan?" tanya Aura membuat Senja berdiri dari duduknya."Senja, ada apa?" tegur guru itu."Ah, Bu. Senja
***"Bahagia kok," jawab Senja dengan senyuman kali ini."Yaudah, kalo gitu gue mau mandi dulu." Devan berlalu pergi dari hadapan Senja, tetapi sebelum memasuki kamar mandi. Devan lebih dulu melepas seluruh kancing kemejanya, dan membiarkan tubuh bagian atas terbuka begitu saja."Devan!!" seru Senja langsung menutup matanya dengan kedua tangan. Devan pun berbalik, keningnya berkerut karena teriakan dari Senja."Ada apa?" tanyanya santai."Buka bajunya 'kan bisa di dalam kamar mandi," protes Senja enggan membuka mata, apalagi mengalihkan kedua tangan dari depan matanya."Kenapa memangnya? Gue gerah, jadi gue bukan di luar sekalian." Senja terdiam, diamnya Senja justru membuat Devan melangkah mendekat.Senja yang mendengar langkah kaki Devan, langsung menghentikannya. "Stop! Devan, mau ngapain ke sini?!"Langkah Devan terhenti, saat Senja memintanya. "Lo sendiri kenapa tutup mata gitu? Apa badan gue seburuk itu?"Senja menggeleng, lalu merunduk malu. "Ja, lo lupa kalo kita berdua udah j
***"Sekarang, kalian berdua sudah resmi menjadi sepasang suami istri, dan silakan tanda tangan di buku nikah ini," ujar penghulu membuat Devan menggangguk. Setelah Devan bertanda tangan, giliran Senja yang perlahan meraih bolpoin untuk menandatanganinya, meski hatinya terasa berat.Senja masih tidak menyangka, nasib atau takdir yang saat ini ia dapatkan. Meskipun, Senja memiliki rasa terhadap Devan, akan tetapi pernikahan dini bukanlah keinginan Senja. "Ini semua udah terjadi," lirih Senja masih menangis, tanpa memperlihatkan air matanya. Sejak tadi, ia terus merunduk dan membungkam Isak tangisnya."Ja, gue bahagia banget hari ini, karena gue akhirnya bisa memiliki lo seutuhnya," ujar Devan tersenyum, lantas meraih tangan Senja di pangkuan. Namun, Senja menepisnya kasar. Kesabaran Senja sudah berakhir, pada saat Devan mengucapkan ijab qobul tersebut. Senja berdiri, ia menyeka air matanya kasar sambil memandang orang-orang di sana. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Senja berlalu pe
***"Senja, yang sama. Senja, yang aku ...."Bugh!Devan datang dengan amarahnya, ia langsung memukul pipi Langit. "Devan!" seru Senja membungkam mulutnya dengan kedua tangan. Setelah membuat pipi Langit lebam, Devan langsung menarik pergelangan tangan Senja."Besok kita berdua akan menikah, jadi lo tolong jauhi Senja!" kelakar Devan."Besok? Devan, tanggal pernikahan kita udah ditentukan. Dan, besok baru tanggal 23 Mei, sedangkan kita menikah tanggal 25 bertepatan dengan kelulusan sekolah dan ulang tahun Senja. Dan, tanggal 24 Mei kita 'kan harus ujian nasional."Devan tidak memperdulikan perkataan Senja, ia justru berlalu pergi bersama dengan Senja. Namun, perkataan Langit telah menghentikan kepergian mereka berdua. "Devan! Lo boleh menikah besok dengan Senja, karena setelah kelulusan gue juga akan pergi dari kehidupan kalian berdua.""Nggak!" Senja menepis genggaman tangan Devan, dan berbalik menatap Langit meski dari jara
***"Ajak Langit juga, ya," balas Senja dengan senyuman lebar. Lantas, mereka bertiga beranjak dari area kantin, untuk menemui Langit di perpustakaan."Ke dermaga? Ngapain? Ini masih siang, jadi mataharinya belum tenggelam," balas Langit setelah mendapat ajakan dari Senja dan juga Aura."Kita mau ke dermaga, bukan buat melihat matahari tenggelam, Langit.""Iya, kita cuman mau mewujudkan keinginan Senja, sebelum kelulusan sekolah," sambar Aura membuat Langit langsung menutup buku komik, yang sejak tadi sedang ia baca."Kita bolos sekolah hari ini?" tanya Langit memandang mereka bertiga, secara bergantian. Lantas, mendapat anggukan cepat dari Aura.Kali ini mereka lebih memilih untuk membolos, karena sudah tidak waktu bagi mereka bersenang-senang. Sebelum ujian nasional tiba, dan sebelum Senja menikah dengan Devan. Sehingga, Langit pun mengiyakan permintaan Senja dan Aura, untuk segera meninggalkan sekolah ketika jam pelajaran."Setelah
***Langit meletakkan buku-bukunya di atas tempat tidur, dan meraih kedua tangan Senja yang berada di pangkuan. "Ja, sampai kapan pun kita berdua akan menjadi sahabat. Bahkan, kalo perlu sampai tua.""Langit, janji sama Senja, ya. Jangan pergi meninggalkan Senja sendiri, karena Senja nggak bisa hidup tanpa Langit."Langit meraih tubuh Senja, untuk membawanya ke dalam dekapan. "Aku nggak bisa janji, Ja. Karena setelah lulus, aku akan pergi ke Amerika buat melanjutkan pendidikan di sana," bisik Langit membuat air mata Senja tumpah."Langit, kenapa harus pergi," ucap Senja parau."Karena aku dapat beasiswa di salah satu universitas, yang ada di Amerika." Lantas, Langit melepaskan pelukan itu, dan menghapus air mata Senja. "Kamu tahu 'kan, Ja. Kalo impian aku itu menjadi dokter, dan masa depan aku itu ada di sana. Jadi, aku harus pergi ke Amerika untuk meraih masa depan aku.""Langit, berbeda sama Devan. Devan bilang masa depannya itu Senja. Tap
***"Kenapa cari Langit, Ja? Sekarang 'kan udah ada Devan jodoh kamu, jadi kamu nggak perlu lagi memikirkan Langit," balas Aura."Ra, bagaimanapun Langit itu tetap sahabat Senja. Jadi, Senja nggak bisa sehari aja nggak memikirkan Langit. Karena bagi Senja, Langit itu segalanya."Kening Devan berkerut, saat mendengarnya. "Terus, gue bagi lo apa, Ja? Orang ketiga, dalam hubungan persahabatan kalian?"Senja langsung terperanjat, ia menangkap Devan di hadapannya. Senja tidak menyadari, jika sejak tadi Devan tengah bersamanya. "Bukan gitu maksud Senja, Devan.""Udahlah, Ja. Sekarang yang harus kamu pikirkan itu, ujian nasional sama Devan karena dia jodoh kamu." Aura mengatakannya begitu lantang, sehingga perbincangan itu pun berakhir. Kala Senja yang beranjak pergi, dari area kantin."Senja!" panggil Devan tidak diperdulikan oleh Senja, namun kedatangan Neysa telah menahan Devan, untuk tidak pergi dari kantin.Sementara itu, Senja tetap an