Share

CARI JASADKU, BU
CARI JASADKU, BU
Author: ananda zhia

bab 1

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2023-08-21 08:46:38

CARI JASADKU, BU

"Loh, kamu kok sudah pulang, Sayang?" tanyaku saat melihat Damar yang sedang duduk di kursi bambu depan rumah. Samar-samar tercium aroma melati dan daun pandan dari tubuhnya.

Kulihat kulihat bibir Damar yang memucat dan baju Damar yang basah kuyup sementara sore menjelang Maghrib itu cuaca sedang cerah.

Aku celingukan mencari sepeda onthel anakku yang biasanya digunakannya untuk pulang pergi ke sekolah. Nihil, sepedanya tidak ada.

"Hei, kok diam saja. Sepedamu mana?"

Damar tetap terdiam dan hanya memandangiku dengan ekspresi yang sulit kulukiskan.

"Hm, ya sudah. Ayo masuk, Sayang!"

Aku membelai pipinya dan menarik tangannya pelan. Ya Tuhan, dingin sekali anak ini.

"Kenapa kamu sudah pulang, Sayang? Kamu katanya PERSAMI?" tanyaku bingung.

Segera kuambil kan handuk dan ku panaskan air di teko.

"Nggak jadi PERSAMI?" tanyaku sambil menambahkan gula dan teh celup ke dalam cangkir.

Damar hanya menganggukkan kepalanya lemah.

"Ya sudah. Kalau begitu, kamu mandi ya. Ini Ibu buatkan teh hangat. Sabar dulu. Tunggu airnya panas."

Damar tersenyum dan mendadak memelukku erat.

"Ya Allah Damar, kamu dingin sekali. Ada apa? Kamu hujan-hujanan dimana? Nanti kamu sakit lo!" seruku berusaha melepaskan pelukan bocah berumur seputar tahun itu.

Risih karena air dari bajunya membasahi dasterku.

"Bu, Damar sayang sekali sama Ibu."

Aku tersenyum tapi merasa heran. "Kamu kenapa Sayang? Ada yang sakit?" tanyaku mulai muncul firasat tidak enak.

"Damar cuma kangen sama Ibu."

"Kamu itu ada-ada saja. Kan tiap hari ketemu Ibu. Masa masih kangen. Sudah sana mandi saja!"

Aku mengelus rambutnya yang basah. Dan tak lama kemudian terdengar suara bayi menangis.

"Sayang, adikmu menangis. Kamu tuang sendiri teko air panas ke bak sendiri bisa ya? Seperti biasanya kalau menyiapkan air mandi untuk adik."

Damar mengangguk dan aku segera berlari ke kamar untuk mengASIhi anakku yang kedua.

"Hm, akhirnya tidur lagi."

Aku beranjak ke arah dapur, hendak menyiapkan makanan untuk Damar. "Damar! Kamu dimana Nak? Ayo makan dulu!" seruku sambil menyiapkan dua piring kosong dekat periuk nasi dan baskom berisi sayur bayam bening.

Hening tak ada sahutan. Aku menuju kamar mandi, ternyata sudah sepi. "Kemana sih Damar?"

Mendadak anak bungsuku menangis lebih keras. Aku segera menuju kamar dan melihat Damar sedang duduk di sebelah sang adik. Sementara Adinda, adik Damar yang masih berusia sembilan bulan menangis sekencang-kencangnya.

"Astaghfirullah, Damar! Kamu apakan adik kamu?"

Aku segera menggendong Adinda dan mengayun-ayunkannya. Namun, bukannya terdiam, Adinda justru menangis kian kencang.

"Damar, jawab pertanyaan Ibu, kamu apain adik kamu?" tanyaku mencekal baju Damar.

Damar hanya menggeleng lemah. "Damar hanya ingin melihat adik saja."

"Hm, ya sudah. Kamu makan dulu yuk. Ibu temani."

Lagi-lagi Damar hanya terdiam. "Ibu, bagaimana kalau Damar pergi sama Bapak?"

Aku mendelik dan terkejut mendengar perkataan Damar.

"Jangan bilang begitu, Sayang. Bapak kan sudah nggak ada. Kamu jangan kelewatan kalau bercanda!"

Mendadak terdengar suara ketukan di pintu. Aku menoleh ke arah Damar.

"Sayang, kamu segera ke kamar mandi dulu ya? Ibu akan menemui tamu."

Aku segera bergegas menuju ke ruang tamu dengan menggendong Adinda tanpa menunggu jawaban Damar.

"Ada apa ini?! Kenapa datang ramai-ramai ke rumah saya?" tanyaku bingung melihat beberapa warga yang datang bergerombol di depan pintu.

"Bu, sebelumnya kami ingin mengucapkan bela sungkawa."

"Bela sungkawa? Bela sungkawa kenapa? Ada apa?" tanyaku dengan wajah bingung.

"Damar ditemukan meninggal di sungai dekat pertigaan sana. Itu jenazahnya." Salah seorang dari warga yang berkerumun di depan rumahku ikut bicara.

Pandangannya mengarah pada mobil sedan warna merah hati di belakangnya.

"Apa? Tidak mungkin! Damar ada di rumah ini!" jeritku tertahan.

"Ibu tenang dulu. Ijinkan kami masuk ke dalam rumah untuk membawa jenazah Damar," ucap pak Slamet, kepala desa di sini.

"Tidak! Aku tidak akan membiarkan jenazah anak yang tidak kukenal itu masuk ke dalam rumahku!" seruku dengan suara parau. Jelas saja aku tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh warga desa.

'Apa-apaan mereka! Damar pasti masih baik-baik saja. Enak saja mereka membawa mayat orang lain ke sini!' seruku dalam hati.

"Bu Sulis, saya tahu jika hal ini berat bagi ibu. Kami harap ibu tabah dan ikhlas menerima takdir ini," ucap Pak Broto, sekertaris desa.

Aku mengerutkan kening. "Lebih baik kalian pulang saja. Damarku baik-baik saja. Dia kan ikut acara PERSAMI di sekolahnya," tukasku yakin.

"Bu, biarkan kami masuk ke dalam rumah untuk mengistirahatkan jenazah anak Bu Sulis. Apa Bu Sulis tidak merasa kasihan pada jenazah anak sendiri? Dan apa Bu Sulis tidak ingin melihat wajah anak ibu terakhir kali nya?" tanya Pak Slamet lagi.

Aku menatap wajah satu per satu warga desa yang ada di hadapanku bergantian.

"Biar aku sendiri yang memeriksa jenazah di mobil itu. Kalau bukan jenazah anakku dan kalian hanya mengada-ada saja, lebih baik kalian langsung pergi dari rumah ku dan bawa kembali jenazah itu."

Wajah para warga terlihat menegang. "Bu Sulis, apa tidak sebaiknya Bu Sulis memeriksa jenazah itu di dalam rumah? Kalau memeriksa jenazah itu di luar rumah dan Bu Sulis pingsan, hal itu tentu akan menyusahkan bu Sulis sendiri," saran salah seorang warga.

Aku mendelik. "Saya yakin anak saya baik-baik saja. Karena itu saya rasa lebih baik saya yang memeriksa jenazah siapa yang ada di mobil itu."

"Baiklah kalau itu keputusan Bu Sulis, saya tidak bisa menghalanginya. Silakan ibu lihat dan ibu pastikan sendiri," sahut Pak Broto seraya menyingkir dari pintu dan memberikan jalan padaku untuk bergerak maju.

"Tunggu, Sulis."

Baru saja aku hendak melangkah kan kaki keluar dari pintu rumah, mendadak terdengar suara memanggil namaku.

Tampak mbok Darmi yang telah menjanda selama puluhan tahun menghampiri. Perempuan yang juga tetangga ku dan sudah kuanggap sebagai ibu sendiri itu mendekat dan mengulurkan tangan ke arah Adinda.

"Periksa sendiri jenazah itu. Jangan ajak Adinda. Biar aku yang menggendong Adinda," tukas Mbok Darmi tegas.

Aku mengangguk. Ucapan mbok Darmi benar. Aku melepas simpul jarik di belakang leherku lalu mengulurkan Adinda ke arah Mbok Darmi. Dia dengan sigap menerima dan menggendong anak bungsuku.

Aku lalu berjalan perlahan menuju ke arah mobil sedan yang sedang terparkir di halaman rumahku lalu dengan tangan gemetar membuka pintu belakang yang tidak terkunci.

Dadaku berdebar dengan begitu kencang saat aku melihat sesosok tubuh yang ditutup oleh jarik. Bagian yang dekat dengan ku adalah kaki jasad itu.

Dengan tangan gemetar dan mengucap basmalah berkali-kali, aku membuka jarik yang menutup kakinya perlahan.

Kaki itu tampak pucat dan dingin, tapi aku yakin itu bukan kaki Damar. Karena di betis sebelah kanan kaki anak itu terdapat tahi lalat mungil. Sedangkan Damar tidak mempunyai tahi lalat di kaki. Tapi untuk warna kulit, kuakui memang mirip. Sama-sama sawo matang.

Akhirnya dengan nafas tersengal karena debaran jantung yang kian mengencang, aku membuka jarik yang menutupi mayat itu secara keseluruhan dengan perlahan.

Degg!

Jantung ku seakan terlompat dari rongga nya dan nafasku seakan terhenti saat aku melihat seragam Pramuka yang dikenakan anak itu.

Nama dada yang dijahit di seragam itu menegaskan siapa nama tubuh kaku yang sekarang sedang ada di hadapanku.

Damar Prasetyo.

Tapi wajahnya, aku yakin itu bukan wajahnya. Wajah anak laki-laki itu berdar4h-dar4h dan penuh luka-luka seolah tergores batu-batu lincip sehingga tidak bisa dikenali.

Mendadak aku merasa pusing. Pandangan mataku kabur dan perlahan menggelap. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.

***

Aku terbangun karena aroma minyak kayu putih dan pijatan lembut di telapak kakiku. Kepalaku masih terasa sakit saat aku mencoba duduk.

"Tiduran dulu saja, Lis. Mungkin kamu masih syok. Mbok akan memijat kakimu."

Aku tidak dapat berkata-kata saat melihat wajah Mbok Darmi. Di sampingku, terlihat Adinda yang sedang tertidur lelap. Samar-samar terdengar suara mengaji dari ruang tengah rumahku yang mungil.

"Mbok. Anak itu bukan Damar," ujarku lirih tanpa ditanya. Aku tidak peduli jika setelah mengatakan hal itu mbok Darmi menganggapku tidak waras.

Mbok Darmi terdiam dan mengurut kakiku lagi.

"Mbok, jenazah yang terbaring di rumah ini, bukan lah jenazah Damar, Mbok! Aku yakin!" Aku mulai tersedu saat menyadari mbok Darmi tidak percaya padaku.

Sebenarnya aku lebih tahu penyebab tangisku bukan karena mbok Darmi tidak percaya padaku, tapi karena aku mulai ragu pada keyakinan ku sendiri bahwa anakku memang sudah meninggalkan ku untuk selama nya.

"Huhuhu, mbok! Anak itu tidak mungkin Damar! Damar tidak mungkin meninggalkanku secepat ini! Damar ... Damar bahkan sudah berjanji akan tetap bersama ku saat bapaknya meninggal empat bulan lalu!" tangisku mulai pecah dan hatiku mulai terasa sesak. Aku mulai tidak dapat mengendalikan diri dan menangis tersedu-sedu hingga Adinda mulai menggeliat gelisah di samping ku.

"Tenangkan hatimu, Sulis. Kasihan Dinda jika terbangun nanti."

Aku mengangguk dan mengusap air mata dengan punggung tangan lalu menatap ke arah mbok Darmi.

"Aku, ingin melihat jenazah anak itu, mbok. Tolong di sini temani Dinda," pintaku.

"Iya, Lis. Kamu temui para pelayat dulu. Jenazah Damar juga akan dimandikan menunggu kamu sadar. Walaupun kamu tidak siap dengan kenyataan ini, tapi kamu harus kuat menghadapi nya demi kedua anak kamu," ucap mbok Darmi. Aku mengangguk pelan.

Aku berjalan perlahan ke arah ruang tengah. Ada belasan orang yang duduk di sekeliling sosok jasad Damar. Suara mengaji perlahan berhenti saat aku datang.

Pak Slamet segera mendekatiku dan berkata, "Bu Sulis, jenazah Damar harus segera dimandikan."

Aku mengangguk. Lalu bersimpuh di dekat jasad itu. Tanganku perlahan membuka jarik coklat yang menutupi wajahnya. Dan tampak lah wajah penuh luka dan darah itu.

Sekonyong-konyong saat aku memperhatikan wajah Damar dari dekat, mendadak mata anak itu terbuka dengan warna yang seutuhnya putih. Mulutnya pun menganga lebar dan kepalanya menoleh kepadaku dengan mata mendelik!

Next?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Alya Coolpad
Keren ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • CARI JASADKU, BU   bab 2

    Deggg! Jantungku nyaris berhenti berdetak saat aku melihat penampakan anak yang sedang terbaring di ruang tengahku itu. Aku nyaris memekik dan segera memalingkan wajah ke kiri."Bu, bu Sulis, bagaimana Bu?" tanya Pak Slamet membuatku seolah tersadar kembali. Dengan perlahan dan tubuh gemetar, aku menoleh ke arah jasad itu dan ternyata jasad itu tidak bergerak sama sekali. Kepala nya tetap terbaring di atas kain sarung yang dilipat dengan rapi sebagai pengganti bantal. Aku menghela nafas berat. 'Apakah tadi halusinasi atau benar-benar ada jin di sekitar rumah ini?' batinku. "Silakan mandikan saja jasad anak ini dengan baik. Saya tetap tidak yakin bahwa anak ini adalah anak saya. Karena ada ciri fisik tubuh mereka yang tidak sesuai," sahutku lirih.Terlihat gumaman-gumaman tidak jelas di ruangan ini. "Mungkin karena masih syok dan tidak siap, makanya Bu Sulis menyangkal bahwa jasad ini bukan jasad Damar," sahut salah seorang pelayat. "Kalau begitu, biar jelas siapa jasad ini, lebi

    Last Updated : 2023-08-21
  • CARI JASADKU, BU   bab 3

    Aku ingin menjerit sekuat tenaga tapi suaraku tak sedikit pun bisa keluar dari tenggorakan. Aku hanya bisa tercengang dengan jantung yang berdebar kencang melihat Damar di hadapan ku. Anak itu memegang bahuku dengan mulut ternganga dan wajah tanpa mata. Cairan hitam berbau anyir mengalir dari mulutnya. "Ibuuuu, aku rinduuu padamu! Tolong cari jasadku, Bu! Aku kedinginan di sini!" bisiknya lirih. Aku terdiam dan terpaku. Tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku ingin memeluk dan menenangkan nya tapi aku takut. Tunggu, tapi apa katanya tadi, cari jasadku? Berarti Damar sudah ma ti?"Huhuhu!"Anak itu bersuara menangis tanpa air mata. Suara nya bergema memenuhi ruangan kamar.Otakku membeku dan aku tidak bisa berpikir lagi. Antara ragu, takut, dan rindu. Aku ingin mengusirnya tapi di saat yang sama aku ingin menahan dan memeluk nya agar tidak pergi. Ingin membacakan surat pengusir setan, An-Nas, Al-Falaq, dan ayat kursi, tapi mendadak aku lupa semua surat dan ayat yang pernah kuhapal.

    Last Updated : 2023-08-21
  • CARI JASADKU, BU   bab 4

    Mobil pak Slamet melaju meninggalkan rumahku dan aku terkejut saat melihat Damar tanpa mata yang berpegangan di bemper belakang mobil Pak Slamet sambil 'menatap' dan menyeringai ke arahku!Aku terkejut dan mengucek mataku lalu melihat ke arah mobil pak Slamet dan ternyata Danang sudah menghilang. Aku menghela nafas dan duduk di anak tangga yang terbuat dari adukan semen dengan menopang dagu pada tangan kiri serta bersandar pada tembok rumah, mencoba memikirkan apa yang baru saja terjadi seharian ini. Tapi semakin dipikirkan, bukannya ketemu jawabannya, justru kepalaku terasa semakin pening. Nyeri ini seakan menggigiti kepalaku. Desau angin malam membuat pikiran ku semakin gelisah membayangkan apa yang sebenarnya sudah terjadi pada Damar. "Assalamualaikum."Aku nyaris berjingkat saat mendengar suara salam. Dengan segera aku menoleh ke asal suara dan tampak lah mbok Darmi dan Surti, anak angkat mbok Darmi satu-satunya yang masih berusia 19 tahun. "M-mbok Darmi?" tanyaku kelu. Saking

    Last Updated : 2023-08-21
  • CARI JASADKU, BU   bab 5

    Beberapa saat gadis itu berada di dalam kamar mandi, mendadak terdengar jeritan nya. "Aaaaaaargggghhhh! Jangaaaaan!!!"Suara Surti begitu keras, sehingga aku dan mbok Darmi terkejut dan saling berpandangan. Kami sontak berdiri dan menuju ke kamar mandi. Mbok Darmi menggedor pintu kamar mandiku yang terbuat dari seng sehingga terdengar berisik."Sur! Surti! Kamu ngapain di dalam? Ayo keluar dari kamar mandi!"Suasana hening sejenak. Tapi entah kenapa bulu kudukku meremang. Mendadak terdengar suara tangisan yang menyayat dari mulut Surti. "Tolong aku, Bu! Cari jasadku, Bu! Mereka jahat! Huhuhuhu!Aku menelan ludah. Hanya satu pikiran yang terlintas di benakku. Surti kesurupan!"Sulis, apa kamu keberatan kalau pintu ini kudobrak? Sepertinya Surti kesurupan!""Iya, Mbok. Dobrak saja. Daripada ada apa-apa dengan Surti," sahutku. "Lagi pula kayu tempat menempelnya engsel pintu ini sudah aus dan keropos, pasti mudah untuk mendobraknya."Mbok Darmi menatapku. "Ayo bantu aku, Lis."Aku me

    Last Updated : 2023-08-21
  • CARI JASADKU, BU   bab 6

    POV penulis "Waalaikumsalam, pak Eko. Apa pak Eko mempunyai kenalan seorang polisi? Damar hilang dan sampai sekarang belum pulang ke rumah.""Astaghfirullah! Jadi Damar hilang, Bu?""Benar, Pak. Damar hilang dan belum ditemukan sampai sekarang. Saya bingung harus mencari kemana," sahut Sulis nyaris putus asa. Suasana di seberang telepon hening sejenak. Tapi terdengar secara samar, pak Eko seperti berbicara dengan orang di samping nya."Hm, besok kami akan ke rumah Damar setelah acara Persami ini selesai, Bu. Walaupun mungkin Damar tidak hilang di sekolah, tapi kami pihak sekolah juga ingin ikut serta membantu mencari anggota sekolah yang hilang. Kalau tentang anggota polisi, kebetulan sepupu saya adalah salah satu anggota polres. Saya akan mengajak saudara sepupu saya untuk ke rumah Damar juga.""Terimakasih, Pak. Terima kasih sekali. Saya akan sangat menantikan kehadiran bapak dan ibu guru Damar," sahut Sulis lega. Jujur saja saat ada seseorang yang bisa dipercaya mau membantunya,

    Last Updated : 2023-09-22
  • CARI JASADKU, BU   bab 7

    Sulis seketika terkesiap mendengar penuturan guru pembina Pramuka tersebut. Tapi secercah harapan muncul dengan keterangan dari pak Eko. "Apa benar yang bapak katakan barusan?" tanya Sulis menegaskan. "Iya benar. Untuk lebih jelas dan detailnya, saya akan langsung datang dengan sepupu saya nanti. Saya telepon hanya untuk memastikan kalau Bu Sulis ada di rumah," sahut Pak Eko. "Iya saya ada di rumah, Pak. Saya tunggu kedatangan nya," sahutku. Pak Eko lalu mengakhiri panggilan telepon. Mbok Darmi menatapku dengan pandangan penuh tanda tanya. "Siapa yang telepon, Lis?" "Guru Pramuka Damar, Mbok. Oh ya, ayo makan, Mbok? Masa aku makan sendiri."Mbok Darmi terdiam lalu menarik kursi kayu di hadapannya dan mendudukinya. "Kamu beneran bisa makan dengan menggendong anak kamu?""Bisa, Mbok. Aku sudah biasa melakukan nya."Mbok Darmi terdiam sejenak. "Kalau tentang yang guru Damar, kapan mereka akan kemari?""Nanti, mbok. Saya juga tidak bertanya jam pastinya."Aku melanjutkan makan dan

    Last Updated : 2023-09-22
  • CARI JASADKU, BU   bab 8

    Pak Raden menghela nafas panjang. "Kalau begitu kuburan anak itu harus dibongkar dan mayatnya harus dikeluarkan karena keluarga anak itu juga sedang mencarinya!" Sulis terhenyak. 'Bongkar makam? Hal itu tidak pernah dilakukan di desa ini. Bisa-bisa dia dan polisi ini diprotes oleh warga desa. Bagaimana ini?' batin Sulis bingung. "Tapi pak, di desa ini tidak pernah ada makam dibongkar. Saya takut kalau ada makam yang dibongkar, akan menimbulkan pro dan kontra. Lagipula, belum tentu anak yang hilang itu adalah anak dari tetangga sebelah kan?" tanya Sulis ragu. Pak Raden menatap Sulis dengan serius. "Bu Sulis, ibu sudah memastikan sendiri kan kalau anak yang ditemukan di rumah ini adalah anak yang sama dengan yang ada di galeri ponsel saya, hal itu bisa menjadi alasan kuat bagi kepolisian untuk membongkar makam anak itu. Saya akan pulang ke polres dan kembali ke desa ini segera. Saya akan berusaha membantu bu Sulis dan orang-orang yang anaknya hilang. Saya curiga ada sesuatu yang leb

    Last Updated : 2023-09-22
  • CARI JASADKU, BU   bab 9

    Tapi alangkah terkejutnya Sulis, saat dia melihat bunga tujuh rupa dalam nampan yang telah layu, dua botol kendi dari tanah liat, dan kemenyan dalam sebuah tempayan kecil dari tanah liat yang apinya telah padam. Sulis menelan ludah. "Hah? Ada apa ini di kamar mbok Darmi? Bukan kah benda-benda ini adalah barang-barang yang biasanya dipakai oleh dukun di tivi-tivi?" gumam Sulis kaget. Dia semakin berjinjit agar bisa melihat sekeliling nya kamar mbok Darmi untuk mencari petunjuk. "Lha kok sepi. Kemana mbok Darmi membawa Adinda?" gumam Sulis kelu. Berbagai pikiran buruk melintas di dalam kepalanya. Sulis bermaksud untuk membuka jendela kamar itu saat kakinya terpeleset.Bruggghhh! "Awwww!!"Sulis memekik saat pant*tnya terjatuh di tanah. Dia mendesis kesakitan saat berusaha berdiri dari tempatnya terjatuh. Perempuan itu mengibas-ngibaskan rok nya lalu kembali ke teras rumahnya yang hanya berjarak dua ratus meter dari rumah mbok Darmi. Dengan lemas, Sulis duduk di anak tangga rumahny

    Last Updated : 2023-09-22

Latest chapter

  • CARI JASADKU, BU   bab 29 (tamat)

    Ustadz Amir, Eko, Anisa, dan Raden menuju rumah kontrakan Surti. Gadis itu langsung menghambur bersimpuh memeluk kaki Sulis. "Mbak Sulis, maafkan aku!" ujar Surti seraya menangis tersedu-sedu. Sulis yang sedang menggendong Dinda hanya bisa terdiam di tempatnya. Dia melirik ke arah luka di lengan Surti yang terbuka. Batinnya ingin memaki-maki Surti tapi di sisi lain dia tidak tega melihat Surti yang telah sebatang kara itu. "Mbak Sulis, jangan diam saja! Aku nggak mau Damar meneror ku terus menerus! Bilang pada arwah anak kamu agar jangan menghantui ku, Mbak!"Sulis hanya menundukkan kepalanya. Sementara yang lain menghela nafas, melihat kondisi ruang tamu Surti yang penuh dengan bunga. Sementara dukun yang dipanggil Surtu telah kabur terbirit-birit saat sadar Surti terluka karenanya. "Bangun lah, Sur. Meskipun aku sulit melupakan kesalahan mu dan keluarga mu, tapi luka kamu harus diobati dulu."Sulis menjeda kalimat nya. "Lalu, biar polisi yang memutuskan tentang kesalahan kamu ini

  • CARI JASADKU, BU   bab 28

    "Uang dari jin Anjing dan kamu tidak berhak menikmati nya. Mengakulah pada polisi dan serahkan uangnya pada anak-anak terlantar dan keluarga korban penculikan mbok Darmi, Mbak!"Surti gemetar ketakutan, apalagi saat menatap mulut Damar yang ternganga mengeluarkan cairan hitam, pekat, dan berbau anyir. Surti menjerit-jerit sambil bersimpuh dan menutup mukanya. "Jangan sakiti aku! Pergi kamu, Damar!""Aku tidak akan pergi sampai kamu menyerah kan diri pada polisi!" Damar mendekat ke arah Surti dan gadis itupun berteriak dan menjerit-jerit sampai pandangan matanya menggelap. ***Cahaya matahari menerobos masuk ke dalam rumah Surti, membangunkan gadis itu dari tidurnya yang berada di atas lantai kamar. Surti merasakan kepalanya pusing dan perlahan gadis itu duduk dan mengucek matanya. Perlahan gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Dipijitnya pangkal hidung karena Surti merasa kepalanya begitu pening."Astaga, Damar! Iya, aku ingat

  • CARI JASADKU, BU   bab 27

    Seumur hidup Raden menjadi polisi baru kali ini dia mengalami kejadian mistis yang aneh seperti saat ini. Dengan ngeri dia melihat Surya yang kehilangan matanya lengkap dengan lolongannya yang mengerikan. Mendadak ponsel nya yang sedang digenggam nya untuk menyinari bagian bawah jurang, berdering. Dengan cepat Raden menerima panggilan telepon dari Ustadz Amir. "Assalamualaikum, ada apa, Ustadz? Aduh, sinyalnya putus-putus," keluh Raden. "Waalaikumsalam. Iya. Kamu dimana pak Raden? Share loct sekarang ya? Saya akan menuju ke tempat kamu saat ini!" Tut Tut Tut!Panggilan terhenti karena sinyal yang buruk. Akhirnya Raden pun mengirimkan letak lokasi nya saat ini pada ustadz Amir. Perlu menunggu waktu beberapa saat sampai letak lokasi Raden bisa diterima di ponsel Ustadz Amir. Setelah mendapat kan lokasi Raden secara pasti, Ustadz Amir segera berlari sesuai dengan arah yang ditunjukkan oleh Raden. Sementara itu Raden masih berusaha untuk menelepon ambulance yang masih selalu gagal

  • CARI JASADKU, BU   bab 26

    Beberapa saat sebelumnya,Dinda telah tenang dalam pelukan Anisa, sedangkan Ustadz Amir, Eko, dan Raden berkumpul di ruang tamu ruang Eko. "Ini tidak masuk di akal. Masa aku harus percaya dengan keterangan dari makhluk tak kasat mata?" tanya Raden. Matanya menyapu ke arah Ustadz Amir dan Eko. "Raden, apa kamu lupa bahwa atas petunjuk siapa jasad beberapa anak korban penculikan ditemukan?" tanya Eko menatap balik ke arah temannya yang selalu menggunakan ilmu logika itu. "Itu ... kan atas keterangan Tukiman, memangnya siapa lagi?" tanya Raden lagi. "Baiklah. Kalau memang penemuan jasad anak-anak itu semata-mata karena kesaksian dari Tukiman, apakah kamu bisa menjawab bagaimana cara Tukiman ma ti?" tanya Eko sekali lagi. Dan kali ini Raden tampak kebingungan menjawab pertanyaan Eko. "Itu ... seperti nya karena ada sejenis ular atau biawak yang masuk ke dalam penjara lalu memakan bola mata Tukiman," sahut Raden. Nada suaranya terdengar tak yakin. Tapi hal itu lebih dia percayai darip

  • CARI JASADKU, BU   bab 25

    Beberapa waktu yang lalu,Surya dan mbok Darmi telah mengatur siasat untuk membawa Sulis ke vila milik Slamet.Namun, saat mendatangi rumah Sulis, mereka hanya menemukan Eko yang sedang hilir mudik di dalam ruang tamunya. "Btary, kata Slamet dulu di rumah ini dipasangi cctv dan seperti nya penghuni rumah ini bukan Sulis lagi. Aku ingin kita mengamati lagi kemana Sulis saat ini," ujar Surya yang duduk di belakang kemudi. "Baiklah. Aku sih terserah kamu, Sur," sahut Btary Ayu santai seraya mengunyah melati dari cawan kayu yang dibawanya. Akhirnya mereka mengikuti Eko berangkat ke sekolah, tempatnya mengajar sampai Eko pulang ke rumah nya. Surya dan Btary ayu terkejut saat melihat Sulis sedang menggendong Dinda keluar dari rumah Eko. "Wah, ternyata ada di sini si Sulis. Bagaimana caranya agar kita bisa membawanya?" gumam Surya lebih kepada dirinya sendiri. "Kita ikutin saja dulu gerak-gerik nya. Lalu saat Sulis sedang sendirian atau tidak siaga, kita akan membawanya segera," sahut

  • CARI JASADKU, BU   bab 24

    "Slameeet!!!" Surya berseru seperti orang kehilangan akal dan menghambur ke arah anaknya yang sudah tidak bernyawa lagi."Met, Slamet!"Surya dengan panik mendekat ke arah jasad Slamet yang sudah terbujur kaku, lelaki itu berlutut di samping jasad anaknya. Dengan perlahan diusap nya punggung Slamet yang berdarah-darah dan tertembus batang pohon jambu air itu. "Ini semua gara-gara set*n sialan itu! Awas saja kamu setaaan!" seru Surya berteriak dengan suaranya yang parau. Slamet dengan penuh amarah mencoba melepaskan jasad Slamet dari batang pohon jambu air itu. Dengan susah payah, akhirnya Surya berhasil memisahkan tubuh Slamet dari potongan pohon yang menancap di tubuh nya. Dengan nanar, dipandanginya tubuh Slamet dengan luka yang menganga begitu dalam di perut Slamet. "Bapak tidak akan diam saja melihat kamu disakiti seperti ini, Met. Bapak akan balas dendam. Bapak akan membalas kan dendam kamu!" Dengan tertatih, Surya menyeret tubuh Slamet ke dalam rumah, lalu memandikan nya d

  • CARI JASADKU, BU   bab 23

    Warning : ada adegan gore ya kak... 🙏🏻Saat tangannya terulur ke arah jendela, Slamet sangat terkejut karena melihat ibunya yang berdiri mematung menatap nya di bawah pohon mangga di halaman tengah rumahnya. "Ibu?" desis Slamet terkejut. Dia dan mbok Darmi berpandangan selama beberapa saat. Mendadak lampu tidur di kamar Slamet padam selama beberapa detik. Lalu beberapa saat kemudian langsung menyala. Slamet sejenak menatap ke arah lampu kamar tidurnya dan menelan ludah, dan saat teringat ibunya yang berada di samping kamar tidurnya, Slamet segera menoleh lagi ke arah luar jendela kamarnya. Dan rupanya ibunya menghilang. Hanya desau angin malam yang menampar pipinya. "Apa aku salah lihat ya?" tanya Slamet seraya menarik daun jendela nya yang terbuat dari kayu. "Aaarrgghhhh!"Bertepatan dengan dia yang menarik daun jendela nya agar tertutup, sepotong tangan berkudis dan bernanah menarik tangannya diantara teralis jendela. Slamet menjerit sejadi-jadinya saat menatap mata ibu nya

  • CARI JASADKU, BU   bab 22

    Suara ketukan di pintu rawat inap Mbok Darmi, membuat Surti tersentak dan mengalihkan pandangan nya dari ponsel iPhone yang selama ini dirahasiakan nya. Surti lalu beranjak ke pintu dan terkejut saat melihat seorang suster yang berdiri di ambang pintu. "Mbak ini keluarga dari mbok Darmi kan?" tanya suster itu.Surti mengangguk dan suster itu mengeluarkan amplop putih dari saku bajunya. "Ini ada tagihan pembayaran dari rumah sakit. Ibu Darmi sudah hampir sepuluh hari dirawat dan belum ada uang muka. Jadi pihak rumah sakit, meminta mbak ini untuk membayar tagihan selama sepuluh hari ini dahulu."Surti menelan ludah dengan susah payah. Mbok Darmi memang dirawat di ICU setelah tragedi kesurupan jin Damar, sedangkan Surti menunggu nya di paviliun agar tidak bolak balik ke rumah nya, itupun atas usul Damar. Tangan Surti meraih amplop putih itu dan memandang sang suster. "Baiklah. Saya akan baca tagihan rumah sakit dulu, Sus, baru kemudian saya bayar."Suster itu mengangguk dengan sopan

  • CARI JASADKU, BU   bab 21

    Damar baru saja dimasukkan ke liang lahat saat gerimis hujan membasahi bumi. Sulis tertegun saat menatap para penggali kubur yang mengeruk tanah dan menutupkannya ke atas makam Damar. Mendadak memori saat Damar masih hidup tergambar dengan jelas di kepala Sulis. "Damar! Damar anakku! Pak, keluar kan anak saya dari dalam dan!" seru Sulis langsung menghambur ke batu nisan milik Damar. Sulis memang bersikeras untuk mengantarkan Damar ke tempat peristirahatan terakhir nya, karena Adinda dititipkan pada istri Eko. Tapi rupanya, Sulis tidak bisa mengendalikan diri saat melihat Damar dikuburkan. Perempuan itu menangis meraung-raung saat jenazah Damar mulai tertimbun tanah. Tanpa menghiraukan hujan yang mengguyur dan tanah becek yang mengotori baju Sulis, perempuan itu berlutut dan memeluk batu nisan putra sulung nya. "Ya Allah, Damar! Kenapa Engkau memberikan aku cobaan seperti ini ya Allah! Aku nggak kuat, Ya Allah!" seru Sulis menangis dengan tersedu-sedu di atas makam anaknya. Bebe

DMCA.com Protection Status