Mobil pak Slamet melaju meninggalkan rumahku dan aku terkejut saat melihat Damar tanpa mata yang berpegangan di bemper belakang mobil Pak Slamet sambil 'menatap' dan menyeringai ke arahku!
Aku terkejut dan mengucek mataku lalu melihat ke arah mobil pak Slamet dan ternyata Danang sudah menghilang.Aku menghela nafas dan duduk di anak tangga yang terbuat dari adukan semen dengan menopang dagu pada tangan kiri serta bersandar pada tembok rumah, mencoba memikirkan apa yang baru saja terjadi seharian ini. Tapi semakin dipikirkan, bukannya ketemu jawabannya, justru kepalaku terasa semakin pening. Nyeri ini seakan menggigiti kepalaku.Desau angin malam membuat pikiran ku semakin gelisah membayangkan apa yang sebenarnya sudah terjadi pada Damar."Assalamualaikum."Aku nyaris berjingkat saat mendengar suara salam. Dengan segera aku menoleh ke asal suara dan tampak lah mbok Darmi dan Surti, anak angkat mbok Darmi satu-satunya yang masih berusia 19 tahun."M-mbok Darmi?" tanyaku kelu. Saking seriusnya aku berpikir, sampai aku tak melihat kedatangan tetangga ku itu ke rumahku."Kenapa malam-malam kamu melamun di sini, Lis?" tanya Mbok Darmi.Aku menelan ludah. Aku sudah tidak bisa menahan rasa penasaran ku lagi. Dan aku tahu bahwa aku butuh teman untuk bicara."Mbok, dia ... kesini."Mata mbok Darmi membeliak keheranan. "Dia siapa?""Masuk dulu, Mbok. Banyak yang ingin saya katakan," jawabku.Mbok Darmi dan Surti lantas masuk ke dalam rumah. Perempuan tua itu menatap sekeliling rumah sebelum duduk di kursi kayu ruang tamu. Aku duduk berhadapan dengan mbok Darmi."Siapa yang datang, Lis?" tanya mbok Darmi antusias."Damar," sahutku singkat, ingin melihat reaksi mbok Darmi apakah dia akan percaya atau dia justru kan menganggap ku berhalusinasi. Mbok Darmi tercengang mendengar nya. Ah, sudah kuduga, dia mungkin saja tidak percaya pada ceritaku."Karena itulah aku datang kemari, Lis."Kali ini aku yang terkejut. Jadi mbok Darmi sudah memprediksikan hal ini?"Kalau kamu mengijinkan, aku akan menginap di sini bersama dengan Surti sekarang.""Aku mau, Mbok. Tolong temani aku di sini. Aku sangat kebingungan dengan apa yang terjadi. Antara takut dan rindu pada Damar, Mbok."Aku merasa hatiku sangat sakit. Belum lama mas Abdi meninggalkanku selamanya, dan kini Damar pun telah pergi dari hidupku."Tadi kamu bilanngkan kalau Damar kemari? Apa yang dikatakan oleh Damar?""Dia bilang dia minta tolong padaku untuk mencari jasadnya dan mereka telah jahat padanya.""Apa dia tidak bilang siapa yang dimaksudkan?""Tidak, Mbok. Karena pak Slamet keburu datang ke sini dan mengantarkan sembako-sembako ini."Mataku beralih ke aneka sembako dan tabung gas yang teronggok di ruang tamu."Apa yang harus saya lakukan, Mbok?"Mbok Darmi menatapku dengan pandangan misterius."Kalau orang matinya nggak wajar apalagi dimakamkan secara tidak layak, orang itu pasti akan berusaha memberitahu kan kondisi nya pada orang terdekat nya. Mungkin hal ini yang terjadi pada Damar."Mbok Damar menjeda kalimat nya dan aku masih setia menyimak."Sebenernya aku tidak percaya kalau Damar sudah meninggal. Lalu siapa mayat anak laki-laki yang tadi dimandikan di sini?""Sulis, orang yang sudah mati memang tidak bisa hidup lagi. Tapi setiap orang punya jin pendamping. Namanya jin Qorin. Jin itulah yang kemungkinan ingin menyampaikan kondisi Damar sekarang."Mendadak aku teringat sesuatu."Mbok, tadi ... tadi saat pak Slamet pergi dari rumah ini, Damar menempel pada belakang mobil pak Slamet."Mbok Darmi mendelik mendengar kan penjelasan ku."Apa kamu yakin, Lis?""Aku yakin sekali, Mbok.""Apa sudah ada warga lain yang tahu tentang hal ini?""Tidak. Baru mbok Darmi dan Surti saja. Bahkan pak Slamet juga tidak tahu karena saya tidak mau dianggap aneh oleh beliau.""Bagus. Memang seharusnya kalau hal seperti ini kamu pendam sendiri. Atau kamu cerita kan pada orang yang memahami hal mistis, Lis. Daripada bisa menimbulkan huru hara di desa ini."Aku menelan ludah. Bingung."Lalu apa rencana kamu selanjutnya, Lis?""Aku akan lapor polisi, Mbok. Aku tidak ingin berlama-lama kebingungan mencari tahu serta bertanya-tanya tentang kondisi Damar.Aku berharap kalau lapor polisi, Damar akan segera ditemukan. Semoga masih dalam keadaan hidup. Tapi kalau pun terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, aku akan menguatkan hati, Mbok!""Kalau boleh mbok memberi saran, jangan lapor polisi, Lis."Aku mengerutkan kening. "Kenapa memangnya, Mbok?""Lapor polisi akan membutuhkan banyak uang, bisa membuat satu desa geger, lagipula hal mistis harus dilawan dengan mistis."Aku mendelik mendengar perkataan mbok Darmi. Tapi kurasa ucapan orang tua itu ada benarnya."Aku akan memikirkan nya lagi, Mbok," sahutku segera."Baiklah. Kalau kamu memang mau menyelesaikan masalah kamu ke dukun, kamu bisa bilang padaku. Kita akan ke rumah dukun kenalanku bersama-sama."Aku menghela nafas. Sebenarnya sejak kecil aku tidak begitu mempercayai dukun. Tapi aku diam saja karena ingin menghargai saran dari tetangga ku itu."Baiklah, Mbok. Aku akan membawa dan menata sembako ini ke dapur. Mbok Darmi dan Surti bisa istirahat di kamar Damar saja," tukasku mempersilahkan."Iya. Nanti aku dan Surti akan istirahat setelah membantu kamu membereskan sembako ini."Kamipun mulai menyeret sembako dan tabung gas ke dapur sekaligus menatanya di rak.Aku membuka satu kardus dan terkesiap melihat isinya. Ada mie instan, minyak goreng dan sarden. Aku menatanya dengan hati-hati rak makan.Aku lalu mendekat ke arah Mbok Darmi dan Surti yang membuka kardus satunya yang ternyata berisi abon ayam, telur asin matang, telur ayam mentah dan amplop."Ada amplop nya, Lis!" lapor mbok Darmi seraya mengulurkan amplop padaku.Aku menelan ludah lalu menerima amplop dari mbok Darmi."Buka saja di kamar kamu, jangan di sini. Itu kan untuk kepentingan kamu," ujar mbok Darmi.Aku lalu memasukkan amplop itu ke saku daster."Nanti saja aku buka, Mbok. Pak Slamet itu baik ya. Kulihat beliau sering membantu warga desa yang kesusahan."Mbok Darmi mengangguk. "Benar. Pak Slamet memang baik sekali.""Mbak Sulis, aku mau ke kamar mandi. Itu kan kamar mandinya?" tanya Sulis yang melihat pintu kamar mandi terbuka.Kamar mandiku memang dekat dengan dapur. Aku mengangguk. Sulis pun berdiri dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi.Beberapa saat gadis itu berada di dalam kamar mandi, mendadak terdengar jeritan nya."Aaaaaaargggghhhh! Jangaaaaan!!!"Next?Beberapa saat gadis itu berada di dalam kamar mandi, mendadak terdengar jeritan nya. "Aaaaaaargggghhhh! Jangaaaaan!!!"Suara Surti begitu keras, sehingga aku dan mbok Darmi terkejut dan saling berpandangan. Kami sontak berdiri dan menuju ke kamar mandi. Mbok Darmi menggedor pintu kamar mandiku yang terbuat dari seng sehingga terdengar berisik."Sur! Surti! Kamu ngapain di dalam? Ayo keluar dari kamar mandi!"Suasana hening sejenak. Tapi entah kenapa bulu kudukku meremang. Mendadak terdengar suara tangisan yang menyayat dari mulut Surti. "Tolong aku, Bu! Cari jasadku, Bu! Mereka jahat! Huhuhuhu!Aku menelan ludah. Hanya satu pikiran yang terlintas di benakku. Surti kesurupan!"Sulis, apa kamu keberatan kalau pintu ini kudobrak? Sepertinya Surti kesurupan!""Iya, Mbok. Dobrak saja. Daripada ada apa-apa dengan Surti," sahutku. "Lagi pula kayu tempat menempelnya engsel pintu ini sudah aus dan keropos, pasti mudah untuk mendobraknya."Mbok Darmi menatapku. "Ayo bantu aku, Lis."Aku me
POV penulis "Waalaikumsalam, pak Eko. Apa pak Eko mempunyai kenalan seorang polisi? Damar hilang dan sampai sekarang belum pulang ke rumah.""Astaghfirullah! Jadi Damar hilang, Bu?""Benar, Pak. Damar hilang dan belum ditemukan sampai sekarang. Saya bingung harus mencari kemana," sahut Sulis nyaris putus asa. Suasana di seberang telepon hening sejenak. Tapi terdengar secara samar, pak Eko seperti berbicara dengan orang di samping nya."Hm, besok kami akan ke rumah Damar setelah acara Persami ini selesai, Bu. Walaupun mungkin Damar tidak hilang di sekolah, tapi kami pihak sekolah juga ingin ikut serta membantu mencari anggota sekolah yang hilang. Kalau tentang anggota polisi, kebetulan sepupu saya adalah salah satu anggota polres. Saya akan mengajak saudara sepupu saya untuk ke rumah Damar juga.""Terimakasih, Pak. Terima kasih sekali. Saya akan sangat menantikan kehadiran bapak dan ibu guru Damar," sahut Sulis lega. Jujur saja saat ada seseorang yang bisa dipercaya mau membantunya,
Sulis seketika terkesiap mendengar penuturan guru pembina Pramuka tersebut. Tapi secercah harapan muncul dengan keterangan dari pak Eko. "Apa benar yang bapak katakan barusan?" tanya Sulis menegaskan. "Iya benar. Untuk lebih jelas dan detailnya, saya akan langsung datang dengan sepupu saya nanti. Saya telepon hanya untuk memastikan kalau Bu Sulis ada di rumah," sahut Pak Eko. "Iya saya ada di rumah, Pak. Saya tunggu kedatangan nya," sahutku. Pak Eko lalu mengakhiri panggilan telepon. Mbok Darmi menatapku dengan pandangan penuh tanda tanya. "Siapa yang telepon, Lis?" "Guru Pramuka Damar, Mbok. Oh ya, ayo makan, Mbok? Masa aku makan sendiri."Mbok Darmi terdiam lalu menarik kursi kayu di hadapannya dan mendudukinya. "Kamu beneran bisa makan dengan menggendong anak kamu?""Bisa, Mbok. Aku sudah biasa melakukan nya."Mbok Darmi terdiam sejenak. "Kalau tentang yang guru Damar, kapan mereka akan kemari?""Nanti, mbok. Saya juga tidak bertanya jam pastinya."Aku melanjutkan makan dan
Pak Raden menghela nafas panjang. "Kalau begitu kuburan anak itu harus dibongkar dan mayatnya harus dikeluarkan karena keluarga anak itu juga sedang mencarinya!" Sulis terhenyak. 'Bongkar makam? Hal itu tidak pernah dilakukan di desa ini. Bisa-bisa dia dan polisi ini diprotes oleh warga desa. Bagaimana ini?' batin Sulis bingung. "Tapi pak, di desa ini tidak pernah ada makam dibongkar. Saya takut kalau ada makam yang dibongkar, akan menimbulkan pro dan kontra. Lagipula, belum tentu anak yang hilang itu adalah anak dari tetangga sebelah kan?" tanya Sulis ragu. Pak Raden menatap Sulis dengan serius. "Bu Sulis, ibu sudah memastikan sendiri kan kalau anak yang ditemukan di rumah ini adalah anak yang sama dengan yang ada di galeri ponsel saya, hal itu bisa menjadi alasan kuat bagi kepolisian untuk membongkar makam anak itu. Saya akan pulang ke polres dan kembali ke desa ini segera. Saya akan berusaha membantu bu Sulis dan orang-orang yang anaknya hilang. Saya curiga ada sesuatu yang leb
Tapi alangkah terkejutnya Sulis, saat dia melihat bunga tujuh rupa dalam nampan yang telah layu, dua botol kendi dari tanah liat, dan kemenyan dalam sebuah tempayan kecil dari tanah liat yang apinya telah padam. Sulis menelan ludah. "Hah? Ada apa ini di kamar mbok Darmi? Bukan kah benda-benda ini adalah barang-barang yang biasanya dipakai oleh dukun di tivi-tivi?" gumam Sulis kaget. Dia semakin berjinjit agar bisa melihat sekeliling nya kamar mbok Darmi untuk mencari petunjuk. "Lha kok sepi. Kemana mbok Darmi membawa Adinda?" gumam Sulis kelu. Berbagai pikiran buruk melintas di dalam kepalanya. Sulis bermaksud untuk membuka jendela kamar itu saat kakinya terpeleset.Bruggghhh! "Awwww!!"Sulis memekik saat pant*tnya terjatuh di tanah. Dia mendesis kesakitan saat berusaha berdiri dari tempatnya terjatuh. Perempuan itu mengibas-ngibaskan rok nya lalu kembali ke teras rumahnya yang hanya berjarak dua ratus meter dari rumah mbok Darmi. Dengan lemas, Sulis duduk di anak tangga rumahny
Sulis segera membaca ayat kursi, surat Al-Ikhlas, An-Nas dan Al-Falaq bersamaan dengan dada berdebar. Dan bacaannya semakin keras saat bola api itu melaju ke arahnya dengan cepat!"Allahuakbar!" pekik Sulis seraya memejamkan mata dan berjongkok di samping ranjang Adinda. "Ibu!"Mendadak terdengar suara Damar yang muncul di hadapan Sulis. Damar yang muncul tanpa mata itu berdiri dan merentangkan kedua tangannya seolah menghalangi banaspati untuk menyerang ibunya. Mulut Damar membentuk huruf 0 dan meniupkan angin yang keluar dari mulutnya sehingga mengusir banaspati itu. Banaspati itu berbalik dari hadapan Damar lalu melayang-layang di sekitar kamar Sulis. Sulis memperhatikan banaspati itu dengan tegang. Dia teruskan membaca ayat kursi dan surat-surat pendek lainnya yang dihapalnya di luar kepala. Bahkan Damar pun ikut membacanya. Tak berapa lama berselang, banaspati itu terbang keluar dari kamar Sulis.Sulis menghela nafas lega. Sosok yang mirip Damar di hadapan nya membalikkan bada
Sulis menangis tergugu. Hatinya sesak. Mendadak dia mendengar suara jeritan yang menyayat dari rumah mbok Darmi. "Aarghhh, tolong!!!"Sulis yang tadinya duduk bersimpuh di lantai dengan memegang buku harian Damar, sekarang mencoba berdiri dengan susah payah karena kaki dan lututnya masih terasa gemetaran. Pikiran Sulis masih mencerna cerita yang baru saja dibacanya. Akhirnya setelah menstabilkan nafas, dengan perlahan Sulis mengembalikan buku Damar ke tempat nya semula. Baru saja Sulis hendak menengok rumah mbok Darmi dari jendelanya yang terbuka, Sulis mendengar suara tangis yang begitu kencang. Setengah berlari, Sulis menuju ke kamar Adinda dan mencari penyebab Adinda menangis. Segera digantinya popok Adinda yang basah terkena buang air besarnya, dengan popok baru yang bersih. Lalu Sulis segera mengambil jarik dan menggendong Dinda sambil membawanya keluar rumah menuju rumah mbok Darmi, asal suara teriakan itu. "Tolong! Tolong ibu saya!"Baru saja Sulis menutup dan mengunci pint
'Ibu, apa yang harus aku lakukan sekarang?' batin pak Slamet galau bercampur bingung seraya melihat dengan sedih ke arah mbok Darmi yang masih pingsan. Mendadak pinggang Slamet dicolek dari belakang. Kepala desa itu menoleh dan melihat Surti yang tengah kebingungan. "Pak Slamet, saya ...""Ada apa Sur, kamu bilang saja."Surti menatap ke arah ibu angkat nya yang masih tertidur pulas. "Hm, saya bingung tentang ibu mau dirawat dikelas berapa?" tanya Surti ragu. "Sementara saya tidak punya cukup uang."Pak Slamet berpikir sejenak, 'duh kalau aku minta mbok Darmi dirawat di ruang yang bagus atau VIP, pasti nanti banyak warga yang merasa iri dan bertanya-tanya tentang hal ini. Mereka bisa curiga pada kami. Tapi kalau mbok Darmi dirawat di ruang bangsal, apa nanti tidak marah ya? Kalau begitu, lebih baik dirawat di kelas satu saja. Walaupun tidak ruang paviliun, setidaknya pasiennya tidak perlu berjubel,' batin Slamet. Akhirnya lelaki itu menatap ke arah Surti."Dirawat di kelas 1 saja.
Ustadz Amir, Eko, Anisa, dan Raden menuju rumah kontrakan Surti. Gadis itu langsung menghambur bersimpuh memeluk kaki Sulis. "Mbak Sulis, maafkan aku!" ujar Surti seraya menangis tersedu-sedu. Sulis yang sedang menggendong Dinda hanya bisa terdiam di tempatnya. Dia melirik ke arah luka di lengan Surti yang terbuka. Batinnya ingin memaki-maki Surti tapi di sisi lain dia tidak tega melihat Surti yang telah sebatang kara itu. "Mbak Sulis, jangan diam saja! Aku nggak mau Damar meneror ku terus menerus! Bilang pada arwah anak kamu agar jangan menghantui ku, Mbak!"Sulis hanya menundukkan kepalanya. Sementara yang lain menghela nafas, melihat kondisi ruang tamu Surti yang penuh dengan bunga. Sementara dukun yang dipanggil Surtu telah kabur terbirit-birit saat sadar Surti terluka karenanya. "Bangun lah, Sur. Meskipun aku sulit melupakan kesalahan mu dan keluarga mu, tapi luka kamu harus diobati dulu."Sulis menjeda kalimat nya. "Lalu, biar polisi yang memutuskan tentang kesalahan kamu ini
"Uang dari jin Anjing dan kamu tidak berhak menikmati nya. Mengakulah pada polisi dan serahkan uangnya pada anak-anak terlantar dan keluarga korban penculikan mbok Darmi, Mbak!"Surti gemetar ketakutan, apalagi saat menatap mulut Damar yang ternganga mengeluarkan cairan hitam, pekat, dan berbau anyir. Surti menjerit-jerit sambil bersimpuh dan menutup mukanya. "Jangan sakiti aku! Pergi kamu, Damar!""Aku tidak akan pergi sampai kamu menyerah kan diri pada polisi!" Damar mendekat ke arah Surti dan gadis itupun berteriak dan menjerit-jerit sampai pandangan matanya menggelap. ***Cahaya matahari menerobos masuk ke dalam rumah Surti, membangunkan gadis itu dari tidurnya yang berada di atas lantai kamar. Surti merasakan kepalanya pusing dan perlahan gadis itu duduk dan mengucek matanya. Perlahan gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Dipijitnya pangkal hidung karena Surti merasa kepalanya begitu pening."Astaga, Damar! Iya, aku ingat
Seumur hidup Raden menjadi polisi baru kali ini dia mengalami kejadian mistis yang aneh seperti saat ini. Dengan ngeri dia melihat Surya yang kehilangan matanya lengkap dengan lolongannya yang mengerikan. Mendadak ponsel nya yang sedang digenggam nya untuk menyinari bagian bawah jurang, berdering. Dengan cepat Raden menerima panggilan telepon dari Ustadz Amir. "Assalamualaikum, ada apa, Ustadz? Aduh, sinyalnya putus-putus," keluh Raden. "Waalaikumsalam. Iya. Kamu dimana pak Raden? Share loct sekarang ya? Saya akan menuju ke tempat kamu saat ini!" Tut Tut Tut!Panggilan terhenti karena sinyal yang buruk. Akhirnya Raden pun mengirimkan letak lokasi nya saat ini pada ustadz Amir. Perlu menunggu waktu beberapa saat sampai letak lokasi Raden bisa diterima di ponsel Ustadz Amir. Setelah mendapat kan lokasi Raden secara pasti, Ustadz Amir segera berlari sesuai dengan arah yang ditunjukkan oleh Raden. Sementara itu Raden masih berusaha untuk menelepon ambulance yang masih selalu gagal
Beberapa saat sebelumnya,Dinda telah tenang dalam pelukan Anisa, sedangkan Ustadz Amir, Eko, dan Raden berkumpul di ruang tamu ruang Eko. "Ini tidak masuk di akal. Masa aku harus percaya dengan keterangan dari makhluk tak kasat mata?" tanya Raden. Matanya menyapu ke arah Ustadz Amir dan Eko. "Raden, apa kamu lupa bahwa atas petunjuk siapa jasad beberapa anak korban penculikan ditemukan?" tanya Eko menatap balik ke arah temannya yang selalu menggunakan ilmu logika itu. "Itu ... kan atas keterangan Tukiman, memangnya siapa lagi?" tanya Raden lagi. "Baiklah. Kalau memang penemuan jasad anak-anak itu semata-mata karena kesaksian dari Tukiman, apakah kamu bisa menjawab bagaimana cara Tukiman ma ti?" tanya Eko sekali lagi. Dan kali ini Raden tampak kebingungan menjawab pertanyaan Eko. "Itu ... seperti nya karena ada sejenis ular atau biawak yang masuk ke dalam penjara lalu memakan bola mata Tukiman," sahut Raden. Nada suaranya terdengar tak yakin. Tapi hal itu lebih dia percayai darip
Beberapa waktu yang lalu,Surya dan mbok Darmi telah mengatur siasat untuk membawa Sulis ke vila milik Slamet.Namun, saat mendatangi rumah Sulis, mereka hanya menemukan Eko yang sedang hilir mudik di dalam ruang tamunya. "Btary, kata Slamet dulu di rumah ini dipasangi cctv dan seperti nya penghuni rumah ini bukan Sulis lagi. Aku ingin kita mengamati lagi kemana Sulis saat ini," ujar Surya yang duduk di belakang kemudi. "Baiklah. Aku sih terserah kamu, Sur," sahut Btary Ayu santai seraya mengunyah melati dari cawan kayu yang dibawanya. Akhirnya mereka mengikuti Eko berangkat ke sekolah, tempatnya mengajar sampai Eko pulang ke rumah nya. Surya dan Btary ayu terkejut saat melihat Sulis sedang menggendong Dinda keluar dari rumah Eko. "Wah, ternyata ada di sini si Sulis. Bagaimana caranya agar kita bisa membawanya?" gumam Surya lebih kepada dirinya sendiri. "Kita ikutin saja dulu gerak-gerik nya. Lalu saat Sulis sedang sendirian atau tidak siaga, kita akan membawanya segera," sahut
"Slameeet!!!" Surya berseru seperti orang kehilangan akal dan menghambur ke arah anaknya yang sudah tidak bernyawa lagi."Met, Slamet!"Surya dengan panik mendekat ke arah jasad Slamet yang sudah terbujur kaku, lelaki itu berlutut di samping jasad anaknya. Dengan perlahan diusap nya punggung Slamet yang berdarah-darah dan tertembus batang pohon jambu air itu. "Ini semua gara-gara set*n sialan itu! Awas saja kamu setaaan!" seru Surya berteriak dengan suaranya yang parau. Slamet dengan penuh amarah mencoba melepaskan jasad Slamet dari batang pohon jambu air itu. Dengan susah payah, akhirnya Surya berhasil memisahkan tubuh Slamet dari potongan pohon yang menancap di tubuh nya. Dengan nanar, dipandanginya tubuh Slamet dengan luka yang menganga begitu dalam di perut Slamet. "Bapak tidak akan diam saja melihat kamu disakiti seperti ini, Met. Bapak akan balas dendam. Bapak akan membalas kan dendam kamu!" Dengan tertatih, Surya menyeret tubuh Slamet ke dalam rumah, lalu memandikan nya d
Warning : ada adegan gore ya kak... 🙏🏻Saat tangannya terulur ke arah jendela, Slamet sangat terkejut karena melihat ibunya yang berdiri mematung menatap nya di bawah pohon mangga di halaman tengah rumahnya. "Ibu?" desis Slamet terkejut. Dia dan mbok Darmi berpandangan selama beberapa saat. Mendadak lampu tidur di kamar Slamet padam selama beberapa detik. Lalu beberapa saat kemudian langsung menyala. Slamet sejenak menatap ke arah lampu kamar tidurnya dan menelan ludah, dan saat teringat ibunya yang berada di samping kamar tidurnya, Slamet segera menoleh lagi ke arah luar jendela kamarnya. Dan rupanya ibunya menghilang. Hanya desau angin malam yang menampar pipinya. "Apa aku salah lihat ya?" tanya Slamet seraya menarik daun jendela nya yang terbuat dari kayu. "Aaarrgghhhh!"Bertepatan dengan dia yang menarik daun jendela nya agar tertutup, sepotong tangan berkudis dan bernanah menarik tangannya diantara teralis jendela. Slamet menjerit sejadi-jadinya saat menatap mata ibu nya
Suara ketukan di pintu rawat inap Mbok Darmi, membuat Surti tersentak dan mengalihkan pandangan nya dari ponsel iPhone yang selama ini dirahasiakan nya. Surti lalu beranjak ke pintu dan terkejut saat melihat seorang suster yang berdiri di ambang pintu. "Mbak ini keluarga dari mbok Darmi kan?" tanya suster itu.Surti mengangguk dan suster itu mengeluarkan amplop putih dari saku bajunya. "Ini ada tagihan pembayaran dari rumah sakit. Ibu Darmi sudah hampir sepuluh hari dirawat dan belum ada uang muka. Jadi pihak rumah sakit, meminta mbak ini untuk membayar tagihan selama sepuluh hari ini dahulu."Surti menelan ludah dengan susah payah. Mbok Darmi memang dirawat di ICU setelah tragedi kesurupan jin Damar, sedangkan Surti menunggu nya di paviliun agar tidak bolak balik ke rumah nya, itupun atas usul Damar. Tangan Surti meraih amplop putih itu dan memandang sang suster. "Baiklah. Saya akan baca tagihan rumah sakit dulu, Sus, baru kemudian saya bayar."Suster itu mengangguk dengan sopan
Damar baru saja dimasukkan ke liang lahat saat gerimis hujan membasahi bumi. Sulis tertegun saat menatap para penggali kubur yang mengeruk tanah dan menutupkannya ke atas makam Damar. Mendadak memori saat Damar masih hidup tergambar dengan jelas di kepala Sulis. "Damar! Damar anakku! Pak, keluar kan anak saya dari dalam dan!" seru Sulis langsung menghambur ke batu nisan milik Damar. Sulis memang bersikeras untuk mengantarkan Damar ke tempat peristirahatan terakhir nya, karena Adinda dititipkan pada istri Eko. Tapi rupanya, Sulis tidak bisa mengendalikan diri saat melihat Damar dikuburkan. Perempuan itu menangis meraung-raung saat jenazah Damar mulai tertimbun tanah. Tanpa menghiraukan hujan yang mengguyur dan tanah becek yang mengotori baju Sulis, perempuan itu berlutut dan memeluk batu nisan putra sulung nya. "Ya Allah, Damar! Kenapa Engkau memberikan aku cobaan seperti ini ya Allah! Aku nggak kuat, Ya Allah!" seru Sulis menangis dengan tersedu-sedu di atas makam anaknya. Bebe