Share

BAB 4

Author: jasheline
last update Last Updated: 2024-11-28 17:44:42

"Kalo emang mau ngomong, ngomong di sini aja. Gue nggak akan ikut lo ke mana-mana," tegas Selena.

Linggar menatapnya lama, lalu menghela napas berat. "Oke, di sini aja," jawabnya akhirnya, dengan suara yang sedikit lebih tenang.

Selena menoleh sekilas pada Rangga. "Dan lo, Rangga, santai aja. Gue tahu lo jagain gue, tapi gue bisa atur urusan gue sendiri," ujarnya sambil tersenyum kecil, mencoba meredakan ketegangan.

Rangga menghela nafas, lalu mundur setengah langkah, meski matanya tetap mengawasi Linggar dengan curiga.

"Apa sih?! Lihat, gara-gara kalian, kita sekarang jadi tontonan!" Selena mendesis pelan, matanya melirik ke arah teman-teman sekelas yang mulai berbisik-bisik sambil melirik mereka bertiga.

"Masalahnya bukan gue, tapi temen lo yang ribet!" balas Linggar dengan nada datar, wajahnya berpaling seolah tak peduli.

Kesabaran Selena mulai diuji. Dia menghela nafas panjang sambil beristighfar dalam hati. ‘Sabar, Selena, sabar’. Dia memalingkan pandangannya ke arah Rangga, yang masih berdiri tegang di sebelahnya.

"Nggak apa-apa, Ra. Aku cuma mau ngobrol sebentar sama Linggar. Kamu ke kantin duluan aja, ya," ujar Selena dengan lembut, mencoba meyakinkan sahabatnya.

"Tapi, Sel..." Rangga tampak ragu. Tatapan matanya masih tertuju pada Linggar, penuh kecurigaan. Dari sikap dingin Linggar yang menyeramkan hingga kesan bad boy yang terpancar, semua membuat Rangga khawatir.

"Nggak apa-apa, sungguh," jawab Selena sambil menepuk pelan lengan Rangga.

Melihat itu, Linggar hanya menyeringai kecil, memamerkan senyum miring yang terkesan meremehkan.

"Ayo, kalau mau ngomong, sekarang aja," kata Selena tegas, langsung meraih tangan Linggar dan menariknya pergi.

Di belakang mereka, suara bisikan teman-teman semakin ramai. Salah seorang dari mereka bahkan bergumam cukup keras, "Selena lebih milih si Linggar yang dingin kayak kulkas itu? Padahal Rangga jauh lebih ganteng, lembut lagi sama cewek. Bodoh banget!"

Rangga hanya bisa berdiri mematung, menatap kepergian Selena dengan tatapan penuh kekhawatiran. Meski baginya Selena lebih dari sekadar sahabat, ia tak bisa berbuat apa-apa. Bagaimanapun, melindungi Selena adalah tanggung jawab yang sudah dia jalani sejak dulu.

Sementara itu, Selena dan Linggar akhirnya berhenti di pinggir lapangan sepak bola. Tempat itu cukup sepi, hanya ada beberapa siswa yang duduk berjauhan di pinggir tribun. Selena menyilangkan tangan di depan dada, menatap Linggar dengan alis terangkat.

"Jadi, ada apa? Ngomong sekarang," tanya Selena dengan nada serius, tapi tidak kasar.

Linggar menghela napas panjang, matanya menatap ke tanah sejenak sebelum kembali memandang Selena. "Lo... bisa lihat sesuatu di badan gue, kan?" tanyanya tiba-tiba, suaranya lebih pelan.

Selena tersentak. "Maksud kamu?" Dia mencoba bersikap biasa saja, tapi sorot matanya sedikit bergetar.

Linggar maju selangkah, suaranya terdengar lebih tegas, "Jangan pura-pura. Lo bisa lihat bayangan hitam itu, kan? Yang ada di badan gue. Jangan bohong."

Selena terdiam, tubuhnya menegang seketika. Pertanyaan itu tidak hanya mengejutkannya, tetapi juga membuat rasa dingin menjalari punggungnya. ‘Bagaimana Linggar tahu aku bisa melihat hal itu?’ pikirnya, masih berusaha menyusun kata-kata.

"Linggar... sebenarnya kamu tahu apa soal itu?" tanya Selena akhirnya, suaranya nyaris berbisik, penuh rasa penasaran bercampur takut.

Selena menatap Linggar dengan perasaan campur aduk. Matanya beralih ke asap hitam pekat di belakang pemuda itu, yang kini semakin jelas membentuk siluet kepala dan setengah badan manusia. Wujud itu seolah menatap balik dengan tatapan tajam, memperingatkan Selena untuk tidak ikut campur.

"Tolong gue," suara Linggar terdengar rendah, hampir berbisik, tapi penuh beban. Selena terkesiap. Dia tidak pernah menyangka Linggar yang selalu dingin dan acuh bisa meminta tolong seperti ini.

"Gue tahu lu bisa lihat," lanjut Linggar sambil menatap Selena lurus-lurus. "Lu bahkan sempat ngusir bayangan itu dari gue. Gue mohon... tolong gue."

Selena tertegun lebih dalam. Jadi, Linggar tahu selama ini? Bahwa dia pernah membantu mengusir sesuatu dari tubuhnya? Pikiran Selena berputar cepat, mencoba mengingat kejadian itu.

"Tapi aku nggak yakin bisa bantu lagi," jawab Selena akhirnya. Suaranya terdengar ragu, pandangannya kembali melirik asap hitam yang masih bertahan di belakang Linggar, semakin terasa mengancam. "Asap itu selalu balik lagi."

Linggar terdiam, rahangnya mengeras. Matanya yang tajam menyapu wajah Selena, seperti sedang menimbang sesuatu.

"Kalo boleh tahu," Selena memberanikan diri bertanya, "kenapa asap itu ngikutin kamu?"

Linggar menatapnya dengan dalam, lalu mengalihkan pandangannya. "Ceritanya panjang," sahutnya singkat.

"Mungkin kalau aku tahu asal-usulnya, aku bisa lebih gampang cari cara untuk bantu," ujar Selena pelan tapi tegas.

Linggar kembali terdiam, tatapannya mengarah ke kejauhan. Ada sesuatu di dalam dirinya yang sedang bergolak, seakan memutuskan apakah ia harus membuka semua rahasia itu atau tidak.

"Pulang sekolah..." Linggar akhirnya bicara, suaranya sedikit lebih lembut. "Bisa ikut gue?"

Selena mengerutkan alis. "Kemana?" tanyanya dengan nada curiga.

"Gue akan ceritain semuanya," jawab Linggar. "Tapi nggak di sini. Bukan di lingkungan sekolah."

Selena menggigit bibirnya, berpikir sejenak. Ia tahu ini berisiko, tapi rasa penasarannya semakin besar. Jika benar dia bisa membantu, bukankah itu kewajibannya? Akhirnya, dia mengangguk pelan.

"Okay," sahutnya singkat.

Untuk pertama kalinya, Selena melihat Linggar tersenyum meski hanya sedikit, tapi ada ketulusan di baliknya.

"Thanks," kata Linggar pelan, lalu menggantungkan kalimatnya. "Kamu..."

“Selena, namaku Selena,” ucap gadis itu sembari mengulurkan tangan dengan senyuman yang lembut.

Linggar menatapnya sejenak sebelum akhirnya menjabat tangan itu. Rasanya aneh, mereka berada di kelas yang sama setiap hari, tapi Linggar baru benar-benar menyadari keberadaan Selena. Mungkin ia tahu, tapi tak pernah peduli. Sikap acuhnya terhadap sekitar membuat banyak hal berlalu begitu saja, apalagi Selena juga termasuk pendiam dan jarang berinteraksi dengan teman sekelas kecuali urusan sekolah.

“Thanks, Selena,” ucap Linggar akhirnya. Selena mengangguk sambil tersenyum, senyum yang seolah menyalurkan sedikit ketenangan ke suasana yang biasanya dingin di antara mereka.

Sepulang sekolah, Selena berjalan berdampingan dengan Rangga. Mereka menuju perpustakaan karena Rangga ingin meminjam buku untuk belajar. Saat itu, suara kecil yang sudah tak asing bagi Selena memanggilnya.

“Selena…”

Selena menoleh, mendapati Jovi muncul di dekat tangga perpustakaan. Wajahnya yang kecil tampak murung, seperti anak kecil yang kehilangan mainan favoritnya.

“Eh, Jovi? Kamu kenapa?” tanya Selena dengan nada lembut.

“Nggak punya temen main... Kamu sibuk terus,” jawab Jovi pelan, ekspresinya semakin suram. Sejak Jovi menemukan teman baru, Stela, Selena pikir ia akan lebih ceria. Tapi kenyataannya berbeda; teman itu ternyata hanya sementara dan sudah ‘pergi’ lebih dulu.

“Kenapa kamu nggak ikut pergi, Jovi? Bukannya itu lebih baik?” tanya Selena hati-hati, berusaha membaca perasaan bocah itu.

“Aku…” Jovi menggantung kalimatnya. Wajah sedihnya semakin terlihat jelas, membuat Selena merasa ada sesuatu yang berat sedang ditahan oleh bocah itu.

“Jovi,” panggil Selena dengan lembut, berjongkok agar pandangan mereka sejajar. “Kamu semestinya sudah nggak di sini lagi. Kalau kamu nungguin sesuatu atau ada yang masih bikin kamu terikat di sini, kasih tahu aku. Aku akan bantu cari jalan keluar buat kamu.”

Jovi menatap Selena sebentar, seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi tiba-tiba tubuhnya menghilang begitu saja, meninggalkan Selena yang terkejut dan celingukan.

“Jovi? Kamu marah?” panggil Selena, tapi tidak ada jawaban. Bocah itu benar-benar hilang tanpa pamit, membuat Selena bingung sekaligus khawatir.

Sejak pertama kali mengenal Jovi, Selena tahu ada sesuatu yang mengikatnya di dunia ini. Namun, hingga saat ini Jovi belum pernah memberitahu apa penyebabnya. Selena hanya bisa menebak bahwa ada sesuatu yang membuat bocah itu berat untuk pergi. Tapi apa? Dan mengapa ia memilih tetap tinggal?

Selena tak pernah memaksa Jovi untuk bercerita. Baginya, semua harus datang dari kemauan Jovi sendiri. Jika bocah itu merasa siap, Selena yakin Jovi akan membuka diri. Untuk saat ini, ia hanya bisa menunggu dengan sabar meskipun rasa penasaran terus menggelitik pikirannya.

Dengan langkah perlahan, Selena meninggalkan tempat itu. Perhatiannya beralih pada Rangga yang masih sibuk mencari buku di rak lain. Ia berjalan mendekat, mengamati sahabatnya yang serius memindai judul-judul buku.

“Dapet, Ra?” tanya Selena ketika sudah cukup dekat.

Rangga menoleh, menampilkan senyum kecil sambil mengangkat sebuah buku yang kini ada di tangannya. “Dapet, nih,” sahutnya sambil menunjukkannya ke Selena.

Related chapters

  • CALON TUMBAL   BAB 5

    Dan setelah pulang sekolah, Selena sungguhan menunggu Linggar. Rangga tak percaya Selena sungguhan mau menolong anak nakal dengan wajah dingin itu, walau Rangga sendiri tidak tahu apakah Linggar nakal atau tidak. Mereka sedang berdiri di lobby menunggu Linggar muncul, dan tak lama Linggar pun tiba.Linggar menatap Selena tapi lalu kemudian ia menatap Rangga yang kini menatap datar juga ke arah nya, Selena yang melihat itu pun terkekeh canggung."Li, Rangga boleh ikut, kan?" Tanya Selena."Li??" Linggar mengulangi ucapan Selena."Ya, Li.. Linggar, namamu kan?" Ujar Selena. Linggar sedikit tersenyum tipis mendengar Selena memanggilnya lain dengan yang lain, tak ada yang melihat senyum Linggar sama sekali karena hanya seperti kedutan bibir."Nggak bisa, gue nggak mau orang lain tahu." Sahut Linggar."Rangga bukan orang lain, dia kayak abangku." Ujar Selena, Rangga melirik Selena saat Selena berkata menganggap nya sebagai kakak. Linggar memperhatikan Rangga, tapi lalu akhir nya dia mengan

    Last Updated : 2024-11-28
  • CALON TUMBAL   BAB 6

    Sementara itu, Selena keluar dari mobil. Di kejauhan, Linggar tampak berjalan keluar pagar, mendekati mobil Selena yang berhenti di luar pekarangan. Namun langkah Selena terhenti. Pandangannya terpaku pada pemandangan mengerikan: seekor ular hitam besar melingkar di sekitar rumah Linggar. Ular itu tidak nyata, tapi ghaib, dengan aura gelap yang memancar kuat. Mata ular itu menatap tajam ke arah Selena, seperti ingin menyerangnya. “Selena, mobilnya masuk saja,” ajak Linggar dengan nada datar. Selena menggeleng pelan. “Linggar, ada sesuatu yang nggak bisa aku abaikan. Aku nggak bisa masuk ke rumahmu. Kita bisa bicara di luar saja?” tanyanya, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang. Linggar mengernyit, lalu menoleh ke rumahnya sendiri. “Ada sesuatu di rumah gue?” tanyanya ragu. Selena mengangguk singkat, mendengar suara Aki di dalam batinnya terus memintanya menjauh. Tanpa banyak bicara, Selena menarik tangan Linggar dan membimbingnya kembali ke mobil. Saat mereka masuk ke

    Last Updated : 2024-11-28
  • CALON TUMBAL   BAB 7

    Selena mengantar Linggar pulang sebelum kembali ke rumahnya sendiri. Sepanjang perjalanan, pikirannya penuh dengan cara untuk membantu Linggar. Sesekali, ia melirik Rangga yang masih tertidur lelap di sebelahnya."Non, tadi bapak nelpon. Katanya, Non Selena diminta datang ke rumah sakit bawain jas ganti bapak sama amplop coklat di meja kerja," ujar sopirnya."Oh, iya. Terima kasih, Pak," jawab Selena singkat.Setibanya di rumah, Selena membangunkan Rangga yang terlihat terkejut karena tertidur terlalu lelap."Ra, kamu istirahat aja di rumah. Aku mau ke rumah sakit," ujar Selena."Hah? Siapa yang sakit, Sel?" tanya Rangga terkejut."Nggak ada, aku cuma mau anter jas Papa," jawab Selena sambil tersenyum."Aku ikut," kata Rangga tegas, tak ingin lengah lagi."Baiklah. Aku ganti baju dulu," sahut Selena. Rangga mengangguk. Selena pun segera naik ke kamarnya.Setelah berganti pakaian kasual, Selena turun ke ruang kerja ayahnya untuk mengambil jas dan amplop yang diminta. Ketika keluar, Ran

    Last Updated : 2024-11-29
  • CALON TUMBAL   BAB 8

    Beberapa hari setelahnya, Selena dan Rangga tiba di sekolah. Sejak Rangga mulai bersekolah di sana, banyak yang memperhatikan bahwa ia selalu turun bersama Selena, dan gosip pun mulai berkembang bahwa mereka berpacaran.Terlebih lagi, Rangga tampak selalu melindungi Selena dalam segala hal dan tidak pernah jauh darinya kemanapun Selena pergi.Namun, Selena sama sekali tidak terganggu dengan gosip tersebut. Baginya, Rangga hanyalah sahabat. Bahkan, menurutnya, gosip itu bisa menguntungkan karena sekarang tidak ada lagi siswa yang berani mengganggunya."Selena, kamu sudah dengar gosip tentang kita?" tanya Rangga dengan khawatir."Mereka semua hanya tukang gosip, tiap hari pasti ada yang baru," jawab Selena sambil berjalan menuju kelas."Selena, tapi aku bukan pacarmu, aku...""Kenapa kalau aku bukan pacarmu?" potong Selena, menatap Rangga. Rangga pun sedikit gugup dan langsung menundukkan pandangannya.Selena merasa ada yang berbeda dengan Rangga. Ia tidak lagi menatapnya seperti dulu,

    Last Updated : 2024-11-29
  • CALON TUMBAL   BAB 1

    Jakarta, 10 Oktober 2022."Tess!""Tess!""Di mana aku.."Seorang gadis bergaun putih panjang berjalan perlahan di sebuah tempat yang asing. Langkahnya penuh keraguan, karena ketakutan menyelimutinya. Gadis itu adalah Selena.Selena menelusuri area yang lembab dan diselimuti kabut tebal. Suasana di sekitarnya terasa suram, dan jarak pandangnya terbatas hanya beberapa meter dari tempat ia berdiri."Papa?" panggil Selena, berharap ayah angkatnya mendengar. Namun, keanehan tempat itu membuatnya semakin resah."Rangga?"Selena melangkah dengan hati-hati, seolah-olah ia berjalan dalam kegelapan. Lalu, dari balik kabut di depannya, tampak sosok perempuan berdiri mengenakan busana kerajaan zaman dahulu, dengan bunga melati menghiasi sisi kanan kepalanya.Wanita itu berdiri membelakangi Selena. Rasa penasaran menyelimuti Selena, namun ia tetap diam, hanya memperhatikan tanpa berani bertanya."Jangan ikut campur, Nak," ujar perempuan itu tiba-tiba."Anda berbicara padaku?" tanya Selena kebingu

    Last Updated : 2024-11-28
  • CALON TUMBAL   BAB 2

    Selena pulang ke rumah bersama Rangga setelah seharian di sekolah, namun pikirannya terasa sangat kacau. Sosok wanita yang ia lihat saat menggenggam tangan Elang terus menghantui pikirannya, wanita itu seperti seorang ratu, berwibawa dan misterius. Ia berusaha fokus, namun otaknya tak bisa berhenti memikirkan hal itu. Di tengah kebingungannya, ia malah tanpa sadar mengacak-acak isi tasnya sendiri."Eh, lupa... ini bukunya Rangga," gumam Selena pelan saat matanya tertumbuk pada buku Rangga yang tergeletak di dalam tas.Selena berdiri dan meninggalkan kamar. Ia turun ke bawah menuju kamar Rangga. Setelah mengetuk pintu kamar Rangga beberapa kali, pintu pun akhirnya terbuka."Selena, ada apa?" tanya Rangga dengan senyum santainya."Balikin bukumu, nih," ujar Selena, menyodorkan buku itu padanya. Rangga menerima dengan senyum."Makasih ya, Ra," ujar Selena, dan Rangga terkekeh."Siap, ada acara apa nggak?" tanya Rangga, membuat Selena mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan itu."Acara ap

    Last Updated : 2024-11-28
  • CALON TUMBAL   BAB 3

    Pagi itu, Selena tiba di sekolah bersama Rangga. Sejak turun dari mobil, Rangga terus menempatkan dirinya selangkah di belakang Selena, seolah menjadi bodyguard pribadi. Tingkahnya yang terlalu waspada tak membuat Selena merasa sedikit canggung."Aku juga nggak ngerti sih. Nanti aku coba tanya ke Ustad Sholeh," ujar Selena, merujuk pada kejadian semalam saat sosok Ratu mendatanginya.Rangga mengangguk, namun raut wajahnya tetap serius. "Selena, kamu nggak harus melibatkan dirimu seperti ini, kan? Aku cuma khawatir, nanti kamu yang kena dampaknya," katanya, penuh kekhawatiran.Selena berhenti sejenak, lalu menoleh ke arahnya. "Aku akan coba dulu, Ni. Aku nggak mau hal seperti ini terulang lagi," ucapnya, nada suaranya menyiratkan tekad yang bulat.Namun, Rangga yang tak tahu banyak hanya bisa menatapnya bingung. "Terulang? Maksudmu apa, Selena?" tanyanya hati-hati.Selena menghela napas, menghindari tatapan Rangga. "Nggak penting. Pokoknya aku harus melakukan ini," ujarnya singkat.Mer

    Last Updated : 2024-11-28

Latest chapter

  • CALON TUMBAL   BAB 8

    Beberapa hari setelahnya, Selena dan Rangga tiba di sekolah. Sejak Rangga mulai bersekolah di sana, banyak yang memperhatikan bahwa ia selalu turun bersama Selena, dan gosip pun mulai berkembang bahwa mereka berpacaran.Terlebih lagi, Rangga tampak selalu melindungi Selena dalam segala hal dan tidak pernah jauh darinya kemanapun Selena pergi.Namun, Selena sama sekali tidak terganggu dengan gosip tersebut. Baginya, Rangga hanyalah sahabat. Bahkan, menurutnya, gosip itu bisa menguntungkan karena sekarang tidak ada lagi siswa yang berani mengganggunya."Selena, kamu sudah dengar gosip tentang kita?" tanya Rangga dengan khawatir."Mereka semua hanya tukang gosip, tiap hari pasti ada yang baru," jawab Selena sambil berjalan menuju kelas."Selena, tapi aku bukan pacarmu, aku...""Kenapa kalau aku bukan pacarmu?" potong Selena, menatap Rangga. Rangga pun sedikit gugup dan langsung menundukkan pandangannya.Selena merasa ada yang berbeda dengan Rangga. Ia tidak lagi menatapnya seperti dulu,

  • CALON TUMBAL   BAB 7

    Selena mengantar Linggar pulang sebelum kembali ke rumahnya sendiri. Sepanjang perjalanan, pikirannya penuh dengan cara untuk membantu Linggar. Sesekali, ia melirik Rangga yang masih tertidur lelap di sebelahnya."Non, tadi bapak nelpon. Katanya, Non Selena diminta datang ke rumah sakit bawain jas ganti bapak sama amplop coklat di meja kerja," ujar sopirnya."Oh, iya. Terima kasih, Pak," jawab Selena singkat.Setibanya di rumah, Selena membangunkan Rangga yang terlihat terkejut karena tertidur terlalu lelap."Ra, kamu istirahat aja di rumah. Aku mau ke rumah sakit," ujar Selena."Hah? Siapa yang sakit, Sel?" tanya Rangga terkejut."Nggak ada, aku cuma mau anter jas Papa," jawab Selena sambil tersenyum."Aku ikut," kata Rangga tegas, tak ingin lengah lagi."Baiklah. Aku ganti baju dulu," sahut Selena. Rangga mengangguk. Selena pun segera naik ke kamarnya.Setelah berganti pakaian kasual, Selena turun ke ruang kerja ayahnya untuk mengambil jas dan amplop yang diminta. Ketika keluar, Ran

  • CALON TUMBAL   BAB 6

    Sementara itu, Selena keluar dari mobil. Di kejauhan, Linggar tampak berjalan keluar pagar, mendekati mobil Selena yang berhenti di luar pekarangan. Namun langkah Selena terhenti. Pandangannya terpaku pada pemandangan mengerikan: seekor ular hitam besar melingkar di sekitar rumah Linggar. Ular itu tidak nyata, tapi ghaib, dengan aura gelap yang memancar kuat. Mata ular itu menatap tajam ke arah Selena, seperti ingin menyerangnya. “Selena, mobilnya masuk saja,” ajak Linggar dengan nada datar. Selena menggeleng pelan. “Linggar, ada sesuatu yang nggak bisa aku abaikan. Aku nggak bisa masuk ke rumahmu. Kita bisa bicara di luar saja?” tanyanya, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang. Linggar mengernyit, lalu menoleh ke rumahnya sendiri. “Ada sesuatu di rumah gue?” tanyanya ragu. Selena mengangguk singkat, mendengar suara Aki di dalam batinnya terus memintanya menjauh. Tanpa banyak bicara, Selena menarik tangan Linggar dan membimbingnya kembali ke mobil. Saat mereka masuk ke

  • CALON TUMBAL   BAB 5

    Dan setelah pulang sekolah, Selena sungguhan menunggu Linggar. Rangga tak percaya Selena sungguhan mau menolong anak nakal dengan wajah dingin itu, walau Rangga sendiri tidak tahu apakah Linggar nakal atau tidak. Mereka sedang berdiri di lobby menunggu Linggar muncul, dan tak lama Linggar pun tiba.Linggar menatap Selena tapi lalu kemudian ia menatap Rangga yang kini menatap datar juga ke arah nya, Selena yang melihat itu pun terkekeh canggung."Li, Rangga boleh ikut, kan?" Tanya Selena."Li??" Linggar mengulangi ucapan Selena."Ya, Li.. Linggar, namamu kan?" Ujar Selena. Linggar sedikit tersenyum tipis mendengar Selena memanggilnya lain dengan yang lain, tak ada yang melihat senyum Linggar sama sekali karena hanya seperti kedutan bibir."Nggak bisa, gue nggak mau orang lain tahu." Sahut Linggar."Rangga bukan orang lain, dia kayak abangku." Ujar Selena, Rangga melirik Selena saat Selena berkata menganggap nya sebagai kakak. Linggar memperhatikan Rangga, tapi lalu akhir nya dia mengan

  • CALON TUMBAL   BAB 4

    "Kalo emang mau ngomong, ngomong di sini aja. Gue nggak akan ikut lo ke mana-mana," tegas Selena.Linggar menatapnya lama, lalu menghela napas berat. "Oke, di sini aja," jawabnya akhirnya, dengan suara yang sedikit lebih tenang.Selena menoleh sekilas pada Rangga. "Dan lo, Rangga, santai aja. Gue tahu lo jagain gue, tapi gue bisa atur urusan gue sendiri," ujarnya sambil tersenyum kecil, mencoba meredakan ketegangan.Rangga menghela nafas, lalu mundur setengah langkah, meski matanya tetap mengawasi Linggar dengan curiga."Apa sih?! Lihat, gara-gara kalian, kita sekarang jadi tontonan!" Selena mendesis pelan, matanya melirik ke arah teman-teman sekelas yang mulai berbisik-bisik sambil melirik mereka bertiga."Masalahnya bukan gue, tapi temen lo yang ribet!" balas Linggar dengan nada datar, wajahnya berpaling seolah tak peduli.Kesabaran Selena mulai diuji. Dia menghela nafas panjang sambil beristighfar dalam hati. ‘Sabar, Selena, sabar’. Dia memalingkan pandangannya ke arah Rangga, yang

  • CALON TUMBAL   BAB 3

    Pagi itu, Selena tiba di sekolah bersama Rangga. Sejak turun dari mobil, Rangga terus menempatkan dirinya selangkah di belakang Selena, seolah menjadi bodyguard pribadi. Tingkahnya yang terlalu waspada tak membuat Selena merasa sedikit canggung."Aku juga nggak ngerti sih. Nanti aku coba tanya ke Ustad Sholeh," ujar Selena, merujuk pada kejadian semalam saat sosok Ratu mendatanginya.Rangga mengangguk, namun raut wajahnya tetap serius. "Selena, kamu nggak harus melibatkan dirimu seperti ini, kan? Aku cuma khawatir, nanti kamu yang kena dampaknya," katanya, penuh kekhawatiran.Selena berhenti sejenak, lalu menoleh ke arahnya. "Aku akan coba dulu, Ni. Aku nggak mau hal seperti ini terulang lagi," ucapnya, nada suaranya menyiratkan tekad yang bulat.Namun, Rangga yang tak tahu banyak hanya bisa menatapnya bingung. "Terulang? Maksudmu apa, Selena?" tanyanya hati-hati.Selena menghela napas, menghindari tatapan Rangga. "Nggak penting. Pokoknya aku harus melakukan ini," ujarnya singkat.Mer

  • CALON TUMBAL   BAB 2

    Selena pulang ke rumah bersama Rangga setelah seharian di sekolah, namun pikirannya terasa sangat kacau. Sosok wanita yang ia lihat saat menggenggam tangan Elang terus menghantui pikirannya, wanita itu seperti seorang ratu, berwibawa dan misterius. Ia berusaha fokus, namun otaknya tak bisa berhenti memikirkan hal itu. Di tengah kebingungannya, ia malah tanpa sadar mengacak-acak isi tasnya sendiri."Eh, lupa... ini bukunya Rangga," gumam Selena pelan saat matanya tertumbuk pada buku Rangga yang tergeletak di dalam tas.Selena berdiri dan meninggalkan kamar. Ia turun ke bawah menuju kamar Rangga. Setelah mengetuk pintu kamar Rangga beberapa kali, pintu pun akhirnya terbuka."Selena, ada apa?" tanya Rangga dengan senyum santainya."Balikin bukumu, nih," ujar Selena, menyodorkan buku itu padanya. Rangga menerima dengan senyum."Makasih ya, Ra," ujar Selena, dan Rangga terkekeh."Siap, ada acara apa nggak?" tanya Rangga, membuat Selena mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan itu."Acara ap

  • CALON TUMBAL   BAB 1

    Jakarta, 10 Oktober 2022."Tess!""Tess!""Di mana aku.."Seorang gadis bergaun putih panjang berjalan perlahan di sebuah tempat yang asing. Langkahnya penuh keraguan, karena ketakutan menyelimutinya. Gadis itu adalah Selena.Selena menelusuri area yang lembab dan diselimuti kabut tebal. Suasana di sekitarnya terasa suram, dan jarak pandangnya terbatas hanya beberapa meter dari tempat ia berdiri."Papa?" panggil Selena, berharap ayah angkatnya mendengar. Namun, keanehan tempat itu membuatnya semakin resah."Rangga?"Selena melangkah dengan hati-hati, seolah-olah ia berjalan dalam kegelapan. Lalu, dari balik kabut di depannya, tampak sosok perempuan berdiri mengenakan busana kerajaan zaman dahulu, dengan bunga melati menghiasi sisi kanan kepalanya.Wanita itu berdiri membelakangi Selena. Rasa penasaran menyelimuti Selena, namun ia tetap diam, hanya memperhatikan tanpa berani bertanya."Jangan ikut campur, Nak," ujar perempuan itu tiba-tiba."Anda berbicara padaku?" tanya Selena kebingu

DMCA.com Protection Status