Share

BAB 8

Penulis: jasheline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 22:25:45

Beberapa hari setelahnya, Selena dan Rangga tiba di sekolah. Sejak Rangga mulai bersekolah di sana, banyak yang memperhatikan bahwa ia selalu turun bersama Selena, dan gosip pun mulai berkembang bahwa mereka berpacaran.

Terlebih lagi, Rangga tampak selalu melindungi Selena dalam segala hal dan tidak pernah jauh darinya kemanapun Selena pergi.

Namun, Selena sama sekali tidak terganggu dengan gosip tersebut. Baginya, Rangga hanyalah sahabat. Bahkan, menurutnya, gosip itu bisa menguntungkan karena sekarang tidak ada lagi siswa yang berani mengganggunya.

"Selena, kamu sudah dengar gosip tentang kita?" tanya Rangga dengan khawatir.

"Mereka semua hanya tukang gosip, tiap hari pasti ada yang baru," jawab Selena sambil berjalan menuju kelas.

"Selena, tapi aku bukan pacarmu, aku..."

"Kenapa kalau aku bukan pacarmu?" potong Selena, menatap Rangga. Rangga pun sedikit gugup dan langsung menundukkan pandangannya.

Selena merasa ada yang berbeda dengan Rangga. Ia tidak lagi menatapnya seperti dulu, sekarang Rangga lebih sering menundukkan kepala dan tidak pernah menatap langsung.

"Rangga, kamu sakit?" tanya Selena cemas.

"Ah! E- enggak, aku nggak apa-apa," jawab Rangga, terlihat semakin gugup.

"Akhir-akhir ini kamu aneh. Apa ada yang menindas kamu di sekolah?" tanya Selena khawatir.

"Tidak ada," jawab Rangga singkat.

Selena mengangkat dagu Rangga agar bisa menatapnya, dan Rangga terkejut, wajahnya langsung memerah.

"Demam ya? Muka kamu merah banget, ayo ke UKS," kata Selena, langsung menarik Rangga pergi.

"Eh! Selena, aku nggak sakit," kata Rangga, tapi Selena tetap menariknya ke UKS. Di tengah jalan, mereka bertemu dengan Linggar.

Linggar melihat Selena yang menggandeng tangan Rangga, dan langsung menatap Rangga dengan tatapan dingin.

"Linggar, tolongin Rangga, dia sakit," kata Selena dengan panik.

Sejak hari di mana Selena berjanji untuk membantu Linggar, kedekatan mereka semakin terasa. Namun, kedekatan itu hanya terjalin antara Selena dan Linggar, bukan dengan Rangga. Selena sudah menceritakan permasalahan yang dialami Linggar kepada Ustadz Sholeh, dan kini Linggar mulai merasa sedikit lebih baik.

"Yah, dokternya mana?” Selena melirik ke sekeliling, “Linggar, tungguin Rangga sebentar, aku cari dokter," kata Selena sambil berlari.

"Selena, aku nggak sakit!" teriak Rangga berusaha mengejar, tapi bahunya ditahan oleh Linggar.

Linggar menatap Rangga dengan tajam, sementara Rangga menatap Linggar dengan kebingungan. Rangga terkejut ketika Linggar meremas bahunya, dan ia pun menatap Linggar dengan serius, lalu bertanya.

"Kenapa, lu?" tanya Rangga, merasa heran dengan sikap Linggar.

"Lu suka sama Selena?" tanya Linggar tanpa basa-basi. Rangga langsung menelan ludah mendengar pertanyaan itu.

"Gue sama dia sahabatan sejak kecil, nggak ada alasan buat gue nggak suka dia," jawab Rangga, tapi Linggar hanya tersenyum sinis mendengar penjelasan itu.

"Gue yakin lu nggak bodoh, lu paham maksud gue kan? Apa lu yakin perasaan lu ke Selena cuma sebatas sahabat?" ujar Linggar dengan tatapan yang semakin tajam.

Rangga terdiam, tak bisa menjawab. Melihat itu, Linggar tersenyum miring lalu berbisik di dekat telinga Rangga.

"Lu senang kan jadi bahan gosip di sekolah? Lu nggak sadar posisi lu apa? Minimal sadar diri, Selena sangat menghargai lu sebagai sahabat, jangan rusak kepercayaan dia," kata Linggar, lalu pergi meninggalkan Rangga yang termenung sendirian di ruang UKS.

Rangga merenung mendengar kata-kata Linggar. Sebenarnya, dia juga tidak suka menjadi bahan gosip di sekolah. Dia sadar posisinya hanya sebagai penjaga dan sahabat Selena.

Rangga tahu benar di mana dia harus menempatkan dirinya. Dia menyadari perasaan lain yang dia miliki untuk Selena, namun ia tetap berusaha menyembunyikannya dan terus berusaha menjadi sahabat yang baik. Tak disangka, Linggar menyadari perasaannya itu.

Di luar UKS, Linggar berpapasan dengan Selena yang membawa dokter dengan tergesa-gesa. Linggar menahan tangan Selena sementara dokter itu masuk ke UKS.

"Rangga masih di dalam, kan?" tanya Selena, dan Linggar mengangguk dengan senyum tipis.

"Dia cuma demam, udah gue kasih paracetamol, nanti juga sembuh," kata Linggar, berbohong.

"Oh, Alhamdulillah..." Selena merasa lega.

"Ayo," Linggar tiba-tiba menarik Selena pergi dari depan UKS.

"E-eh! Rangga masih di dalam, belum selesai," ujar Selena.

"Dia udah gede, nggak perlu dijagain terus," jawab Linggar sambil menggandeng tangan Selena dan membawanya pergi.

Rangga yang melihat dari ambang pintu hanya bisa diam. Ia sebenarnya tidak sakit dan menolak diperiksa oleh dokter. Rangga hanya bisa menghela napas sambil melihat Selena pergi bersama Linggar.

Sementara itu, Linggar membawa Selena masuk ke kelas, dan teman-teman sekelas mulai berbisik-bisik tentang Selena dan Linggar yang terlibat dalam kisah cinta segitiga.

"Selena, semalam di rumahku banyak ular masuk. Gue nggak tahu dari mana asalnya, tapi tiba-tiba banyak banget di kamar gue," kata Linggar setelah mereka duduk di meja Selena.

"Sepertinya Ratu-nya sangat marah. Ustadz Sholeh bilang dia udah senggang dan bakal sampai nanti malam. Aku bakal bawa dia datang ke rumah kamu nanti," jawab Selena, dan Linggar mengangguk.

"Kamu jangan lupa terus tebarin garam kasar yang aku bilang, terus jangan lupa sholat dan ngaji juga," tambah Selena.

"Iya..." jawab Linggar dengan lembut, sambil tersenyum.

Rangga masuk ke dalam kelas dan melihat keakraban antara Selena dan Linggar. Linggar pun sadar akan pandangan sendu dari Rangga. Dengan sengaja, Linggar mengusap kepala Selena seolah gemas, dan Rangga segera mengalihkan pandangannya.

Tak lama setelah itu, guru masuk. Baru saat itu Selena menyadari keberadaan Rangga setelah mereka duduk di tempat masing-masing.

"Rangga, kamu udah oke?" Selena bertanya tanpa suara, namun Rangga mengerti dan mengangguk sambil tersenyum.

"Aku baik-baik saja," jawab Rangga, dan Selena memberikan dua jempolnya sambil tersenyum manis.

‘Jangan bodoh, Rangga. Selena udah bukan Selena kecil yang dulu. Selena selalu menganggapmu sahabat baiknya, jangan buat dia kecewa dengan perasaan konyolmu’, batin Rangga dalam hati.

Di tempat lain...

Ustadz Sholeh sedang bersiap untuk berangkat ke Jakarta, diantar oleh salah satu muridnya. Istrinya memberikan salam perpisahan dengan menyalami tangan Ustadz Sholeh.

"Ati-ati ya, bah," ujar istrinya dengan lembut.

"Iya, ma. Assalamualaikum," jawab Ustadz Sholeh, yang kemudian dijawab oleh istrinya.

"Waalaikumsalam."

Ustadz Sholeh pun berangkat dengan motor, diantar ke stasiun. Meskipun beliau seorang pemuka agama, hidupnya sangat sederhana. Ustadz Sholeh tidak suka membeli barang-barang berlebihan; bahkan motor yang dipakainya adalah milik muridnya, karena beliau hanya memiliki sepeda.

Di perjalanan menuju stasiun, murid yang mengendarai motor mendadak mengerem dan terkejut melihat seekor ular besar melintas di jalan.

"Astagfirullah, Ular, Pak Ustadz!" seru muridnya.

Ustadz Sholeh melihat ular piton hitam besar yang melintas dan berhenti di tengah jalan, sementara jalan di sekitar mereka sangat sepi. Ular itu seolah-olah menghadang perjalanan mereka.

Ustadz Sholeh segera membaca doa dalam hati dan mencari sebuah kayu. Dengan kayu tersebut, ia mulai mengusik ular itu dan mengarahkannya ke sisi jalan.

"Ati-ati, Ustadz," ujar muridnya, cemas.

Namun, ular piton itu tiba-tiba hendak menyerang Ustadz Sholeh, tetapi tidak mengenai beliau. Ustadz Sholeh pun segera membaca doa dan meniupkan napas ke arah ular tersebut. Ular itu kemudian pergi begitu saja, seolah kabur.

‘Sepertinya kau sudah ketakutan sampai mengirim patihmu untuk menghalangi, biar aku tunjukkan kuasa Allah padamu, siluman ular’, batin Ustadz Sholeh.

"Ayo, lanjut jalan," kata Ustadz Sholeh, kembali menaiki motor dan melanjutkan perjalanan.

***

Setelah sekolah selesai, Selena, Linggar, dan Rangga berjalan bersama menuju lobby. Mereka baru selesai dari ekstrakurikuler yang sama sekitar jam 5 sore, jadi baru sekarang mereka bisa pergi.

"Tungguin kabar dariku, Li. Kalau ada apa-apa, baca doa aja. Kalau merasa nggak kuat, kamu keluar aja dari rumah," kata Selena dengan serius.

"Oke," jawab Linggar, lalu ia berbalik menatap Selena dan Rangga, yang sejak tadi terlihat murung.

"Gue duluan ya, Sel," pamit Linggar tanpa mengajak Rangga bicara.

"Sip, hati-hati di jalan," jawab Selena, dan Linggar hanya mengangguk. Ia memberi kepalan tinjunya pada Selena sebagai tanda perpisahan, lalu pergi.

Selena menatap Rangga yang sejak tadi terus berjalan sambil menunduk, terlihat murung. Tanpa berkata-kata, Selena mendekati Rangga dan menyentuh keningnya, membuat Rangga terkejut.

"Ra, kamu yakin nggak kenapa-kenapa? Dari tadi kamu kelihatan banget murung," tanya Selena, dan Rangga tersenyum tipis.

"Aku nggak apa-apa, kayaknya cuma efek pusing mau ujian," jawab Rangga sambil terkekeh.

"Ya Allah, jangan bikin aku tambah pusing lah.. Aku jadi ikut kepikiran," Selena menampar pelan bahu Rangga, membuatnya tertawa lagi.

Namun, di tengah tawa mereka, tiba-tiba Selena merasakan energi jahat yang kuat di sekitar mereka. Secara instingtif, Selena menoleh dan melihat sesosok perempuan tua dengan aura merah kehitaman yang berdiri di ujung lorong lobby. Itu jelas bukan manusia.

‘Kenapa bisa ada energi sekuat ini?’ batin Selena, merasakan kegelisahan yang semakin membesar.

Bab terkait

  • CALON TUMBAL   BAB 9

    Di rumah Linggar, ayahnya tiba-tiba mengamuk, membanting gelas dan menendang meja hingga kaca meja pecah. Tak jelas apa yang memicu amarahnya, tapi yang pasti, ia benar-benar kehilangan kendali. Linggar berusaha menahan dan menarik ayahnya keluar dari ruang tamu.Selena, Ustadz Sholeh, dan Rangga saling memandang, melihat kejadian itu. Bagi orang biasa, mungkin itu hanya ayah Linggar yang tengah marah, namun sebenarnya, ada sesuatu yang mengendalikan dirinya. Itu bukanlah ayah Linggar sepenuhnya. Sosok Ratu yang mungkin terbangun dan terusik sedang menguasai tubuhnya."TIDAK!!!" Ayah Linggar tiba-tiba berlari dengan cepat, mencoba menyerang Ustadz Sholeh, namun langkahnya terhenti seolah ada penghalang yang tak terlihat di antara mereka.Wajah ayah Linggar berubah, matanya kini tampak seperti mata reptil, tubuhnya bergerak seakan melayang."Jangan campuri urusan kami!" teriak ayah Linggar, dengan tatapan tajam ke arah Ustadz Sholeh.Suara yang keluar dari mulutnya terdengar aneh, buka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • CALON TUMBAL   BAB 10

    Ustadz Sholeh memperhatikan sebuah pintu yang tersembunyi di balik lemari hias. Pintu itu dicat hitam, terkunci rapat, dan besinya tampak berkarat, menandakan bahwa pintu itu tidak pernah dibuka sebelumnya."Tolong cari alat untuk membuka gembok ini," kata Ustadz Sholeh."Iya, Ustadz." Linggar segera keluar dari kamar dan kembali tak lama kemudian dengan palu besar di tangannya.Namun, langkah Linggar terlihat aneh. Wajahnya tampak datar tanpa ekspresi, namun tangannya menggenggam erat gagang palu dan berjalan menuju Ustadz Sholeh. Selena, yang sebelumnya berada di bawah, terkejut saat kembali masuk ke kamar ayah Linggar dan melihat Linggar bersiap melayangkan palunya ke arah Ustadz Sholeh."Ustadz, hati-hati!" teriak Selena, dan dengan cepat Ustadz Sholeh menghindar, meskipun tetap terkena pukulan di pelipisnya.Pelipis Ustadz Sholeh berdarah, dan rasa pusing langsung menyusul akibat hantaman palu itu. Linggar terus menyerang tanpa kontrol, sementara Ustadz Sholeh berusaha menghindar

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • CALON TUMBAL   BAB 11

    Selena dan Rangga membawa Ustadz Sholeh ke rumah sakit untuk perawatan luka terbuka di pelipisnya, sementara Linggar dan ayahnya diminta untuk menginap di hotel demi keselamatan mereka. Rumah itu dibiarkan kosong sementara waktu. Selena dan Ustadz Sholeh berencana melanjutkan pembersihan rumah Linggar begitu Ustadz Sholeh pulih."Kenapa bisa kepala kamu sampai bocor dihantam palu, Ustadz?" tanya ayah Nicholas dengan tawa kecil, karena Selena membawa Ustadz Sholeh ke rumah sakit tempat ayah Nicholas bekerja, dan kebetulan ayahnya yang menangani Ustadz Sholeh."Usia makin tua, tenaga juga makin berkurang, nggak secepat dulu," jawab Ustadz Sholeh sambil menyeringai, merasakan sakit di kepalanya.Di luar, Selena dan Rangga sedang berdiskusi tentang langkah selanjutnya untuk menangani siluman ular tersebut, ketika Selena kembali melihat sosok pria yang menangis di hari itu. Ternyata dia masih ada di sana, dan kelihatannya proses penyembuhannya belum menunjukkan perkembangan."Rangga, sosok

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • CALON TUMBAL   BAB 12

    Selena menghubungi Rangga untuk pulang lebih dulu bersama Ustadz Sholeh, karena ia perlu pergi dengan perempuan yang baru ditemuinya di rumah sakit. Kini, Selena sudah tiba di rumah perempuan itu, yang terasa sangat nyaman.Di dalam rumah, terlihat foto pernikahan mereka yang menunjukkan kebahagiaan. Banyak foto kebersamaan yang tersebar di setiap sudut rumah, memperlihatkan cinta yang mendalam antara pasangan itu. Wanita tersebut keluar membawa dua cangkir teh dan menyajikannya kepada Selena."Minum, nak," ucap wanita itu."Terima kasih, tante," jawab Selena, disertai senyum dari wanita itu.Selena menikmati teh yang disajikan, sementara wanita tersebut tampak memperhatikan sekeliling rumahnya."Apakah suami saya ikut pulang?" tanya wanita itu."Ya, suami tante ada di belakang tante sekarang," jawab Selena."Tante, papaku bilang... kemungkinan suami tante untuk sadar sangat tipis, bahkan untuk bertahan hidup. Namun sepertinya dia masih belum bisa pergi karena ada urusan yang belum se

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • CALON TUMBAL   BAB 13

    Keesokan harinya, Selena kembali ke rumah Linggar bersama Linggar dan ayahnya. Hanya dalam satu hari, rumah itu yang semula terlihat biasa saja kini terasa sangat berbeda, seperti rumah yang telah lama ditinggalkan. Aura yang mengelilinginya semakin suram, lebih berat dari sebelumnya. Ketika Selena bertanya pada ratu siluman ular, makhluk itu mengaku bahwa ia bukan pelakunya, melainkan ada sosok lain yang bertanggung jawab.Sementara itu, Ustadz Sholeh sedang melakukan pencarian benda gaib yang mungkin telah dikubur atau dikirim oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab, seseorang yang syirik terhadap keluarga Linggar."Li, papa kamu beli rumah ini?" tanya Selena ketika Linggar tidak bersama ayahnya."Enggak, kita cuma numpang tinggal sementara di sini. Mungkin tahun depan kami pindah," jawab Linggar."Kalau begitu, mendingan kalian pindah aja dari rumah ini. Rumah ini nggak bisa dibiarkan begitu saja, harus ada pembersihan total," saran Selena."Selena benar, apalagi ada banyak kir

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • CALON TUMBAL   BAB 14

    Setelah sesi pembersihan pada ayah Linggar selesai, kehidupan mereka mulai berubah. Linggar kini telah pindah ke rumah baru yang lokasinya tidak jauh dari rumah Selena. Bahkan, rumah barunya terletak tepat di seberang rumah ayah Nicholas. Berkat rutin melakukan ruqyah, hubungan ayah dan ibu Linggar yang sempat renggang kini telah pulih, dan Linggar pun resmi menjadi bagian dari geng trio Selena dan Rangga di sekolah.Suatu malam, Selena sedang berbaring tengkurap di ranjangnya, asyik video call dengan Nicholas yang saat itu berada di luar negeri."Yah... aku kangen sama abang," keluh Selena."Nanti kalau kamu sudah bangun, aku telpon lagi. Sekarang tidur dulu, anak nakal," jawab Nicholas dengan suara lembut.Karena perbedaan waktu, komunikasi mereka kadang agak terhambat, ketika siang di tempat Nicholas, malam di tanah air. Namun, mereka berusaha tetap menjaga komunikasi itu."Hehe... iya deh, tidur dulu," jawab Selena.Tiba-tiba, wajah seorang pria muncul dari belakang Nicholas, samb

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • CALON TUMBAL   BAB 15

    Setelah sesi pembersihan pada ayah Linggar selesai, kehidupan mereka mulai berubah. Linggar kini telah pindah ke rumah baru yang lokasinya tidak jauh dari rumah Selena. Bahkan, rumah barunya terletak tepat di seberang rumah ayah Nicholas. Berkat rutin melakukan ruqyah, hubungan ayah dan ibu Linggar yang sempat renggang kini telah pulih, dan Linggar pun resmi menjadi bagian dari geng trio Selena dan Rangga di sekolah.Suatu malam, Selena sedang berbaring tengkurap di ranjangnya, asyik video call dengan Nicholas yang saat itu berada di luar negeri."Yah... aku kangen sama abang," keluh Selena."Nanti kalau kamu sudah bangun, aku telpon lagi. Sekarang tidur dulu, anak nakal," jawab Nicholas dengan suara lembut.Karena perbedaan waktu, komunikasi mereka kadang agak terhambat, ketika siang di tempat Nicholas, malam di tanah air. Namun, mereka berusaha tetap menjaga komunikasi itu."Hehe... iya deh, tidur dulu," jawab Selena.Tiba-tiba, wajah seorang pria muncul dari belakang Nicholas, samb

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • CALON TUMBAL   BAB 15

    Selena berjalan menuju kantin setelah jam istirahat tiba, seperti biasa ditemani oleh dua teman tampannya, Rangga dan Linggar. Namun, ketika mereka sampai di kantin, suasana tiba-tiba berubah mencekam. Terlihat riuh di antara kerumunan siswa, semua berlarian dengan ketakutan seolah menghindari sesuatu."AAaa!" teriak seorang siswi dengan suara melengking, semakin menambah kepanikan di sekitar mereka."Lari! Dia kerasukan setan!" teriak seorang siswa lain, hingga beberapa anak terjatuh dan terinjak oleh yang lainnya yang berlari ketakutan."Astaghfirullah... Ada apa ini? kenapa?" tanya Selena, saat salah seorang anak menabraknya karena berlari panik."Itu, ada yang kerasukan," jawab anak itu, membuat Selena terkejut. Namun, alih-alih menghindar, ia justru merasa terdorong untuk mendekati siswi yang sedang kerasukan itu.Siswi yang kerasukan itu berbicara dengan suara aneh, mengucapkan kata-kata yang tidak jelas sambil mengusap-usap rambutnya yang seolah terlihat sangat panjang."Tak le

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04

Bab terbaru

  • CALON TUMBAL   BAB 94

    Sepupu Linggar sudah sadar, dan kini mereka semua berada di dalam mobil. Seharusnya mereka segera pergi dari rumah itu, tapi Selena masih berat meninggalkan dua anak kecil yang dilihatnya di dalam.Di luar, Linggar sibuk bertanya kepada warga sekitar tentang rumah kosong itu. Salah satu yang bersedia berbicara adalah seorang tukang kebun yang tinggal di sebelahnya."Setelah tahun 2011, pemilik rumah ini pergi entah ke mana. Tiba-tiba aja kosong. Beberapa bulan kemudian, ada plang ‘Rumah Dijual’ dipasang," ujar si tukang kebun.Linggar mengangguk, mendengarkan dengan saksama."Setiap malam ada suara-suara aneh," lanjut pria itu. "Kadang suara perempuan teriak, kadang kayak orang berantem sambil banting-banting barang. Padahal nggak ada yang tinggal di situ. Pernah juga ada maling yang masuk, malah dia sendiri yang teriak minta tolong. Katanya lihat kuntilanak!"Linggar merinding. "Jadi rumah ini memang angker, ya, Pak?" tanyanya.Tukang kebun itu mengangguk mantap. "Angker banget. Stra

  • CALON TUMBAL   BAB 93

    Selena tiba di sebuah perumahan yang tampak sepi, bayangan pohon menari-nari di bawah cahaya lampu jalan yang redup. Di depan sebuah rumah kosong, Linggar sudah menunggu dengan wajah tegang. Begitu melihat mobil Selena berhenti, ia langsung berlari menghampiri, nafasnya tersengal."Selena, tolongin sepupuku!" serunya panik.Selena turun dari mobil, ekspresinya berubah tajam. "Dimana dia? Jangan bilang kamu tinggalin dia sendirian!?""Enggak! Abangnya ada di atas, jagain dia," jawab Linggar cepat. Tanpa banyak bicara, mereka segera masuk ke dalam rumah, langkah kaki mereka menggema di lorong gelap menuju lantai atas.Begitu mencapai lantai dua, suara teriakan menggema dari dalam salah satu kamar. Selena merasakan hawa yang begitu berat, seakan udara di ruangan itu lebih padat dari biasanya."Deon!" Linggar menerobos masuk, melihat sepupunya yang tengah mengamuk.Di tengah ruangan yang berantakan, Deon meronta-ronta, tubuhnya dipeluk erat oleh kakaknya yang sudah kelelahan menahannya. M

  • CALON TUMBAL   BAB 92

    KEESOKAN HARINYASelena duduk di meja belajarnya, pena menari di atas halaman sebuah buku bersampul biru muda, buku diary miliknya. Senyum manis menghiasi wajahnya, membuat siapapun yang melihatnya tahu betapa bahagianya ia saat ini.Dari sudut ruangan, ibunya memperhatikan putrinya dengan penuh kasih. Kebahagiaan Selena seolah menular padanya.“Apa yang bikin kamu bahagia, sayang?” suara lembut ibunya menyapa.Selena tersentak, hampir lupa bahwa ibunya tak bisa ia sentuh lagi. Refleks, ia hampir saja memeluk sosok yang begitu dirindukannya."Hmm, sepertinya Bunda tahu," lanjut ibunya dengan senyum penuh arti. "Anak Bunda lagi kasmaran, ya?"Selena tersipu. “Hehe... Bunda.”"Menurut Bunda, Bang Nicholas gimana?" tanyanya, ragu-ragu tapi penuh harap."Nicholas?" sang ibu tersenyum. "Dia anak yang baik. Saleh, sopan santun, dan penyayang."Selena semakin tersenyum malu-malu. Pipinya bersemu merah."Bunda, Selena udah jadi pacarnya Bang Nicholas," bisiknya dengan nada bahagia.Ya, pacarn

  • CALON TUMBAL   BAB 91

    Nicholas menuangkan air ke dalam gelas, lalu mengambil obat untuk Selena. Tapi sejak tadi, senyum di wajahnya tak kunjung hilang. Berkali-kali ia berdehem, berusaha menetralisir kegugupannya."Ehem!" deheman kecil itu terdengar lagi. Ia tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Ketakutannya ternyata tak menjadi kenyataan."Astaghfirullah…" gumamnya, masih tak percaya.Siapa sangka, saat ia mengajak ayahnya bicara di ruang kerja, reaksinya justru di luar dugaan. Ia mengira akan dimarahi, atau setidaknya mendapat teguran keras. Namun yang terjadi malah sebaliknya, ayahnya ikut bahagia.[Flashback Nicholas, On..]Setelah Nicholas mengungkapkan perasaannya pada ayahnya, lelaki paruh baya itu terkejut bukan kepalang."Astaghfirullah, Abang! Akhirnya!" seru ayahnya, nyaris bersorak.Nicholas mengernyit. Ia sudah siap menghadapi kemarahan, atau paling buruk, tamparan. Tapi senyum lebar malah menghiasi wajah ayahnya."Papa nggak marah?" tanyanya ragu."Marah? Enggak lah! Papa malah seneng. Pap

  • CALON TUMBAL   BAB 90

    Selena terbangun dengan mata yang tajam, menyapu sekeliling dengan cepat. Suara itu masih menggema di telinganya, dan saat ia menoleh, sebuah sosok berdiri di kejauhan, tersenyum sinis dengan tatapan penuh tipu daya.Makhluk itu bukan sembarang sosok, ia adalah penghasut, yang senang mengajak manusia yang tengah terpuruk dalam masalah untuk mengakhiri hidupnya. Biasanya, ia berbisik pelan di telinga, merayap masuk ke dalam pikiran, dan perlahan menguasai tubuh manusia hingga mereka tak sadar melakukan tindakan yang tak seharusnya.'Ayo, mati... Ikutlah aku.'"Kamu menghasutku?" Selena menatap tajam.'Lihat, dia di sini. Kamu nggak mau ikut dengan dia?' Sosok itu berubah rupa menjadi Raka, wajah yang dikenal Selena.Selena merasa perih di hati, namun ia tahu itu bukan Raka. Dengan cepat, Selena membaca doa, dan sosok itu menghilang begitu saja. Ia bukanlah jenis makhluk yang dikirimkan, melainkan jiwa yang pernah terperangkap dalam keputusasaan hingga memilih jalan tragis, lalu berusah

  • CALON TUMBAL   BAB 89

    Selena melangkah mendekati Sagara, langkahnya mantap, tetapi ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan dari sorot matanya. Kini, ia berdiri tepat di hadapan Sagara dan menatapnya dalam-dalam."Mbak Marry... Aku akan mengizinkan Mbak masuk ke dalam tubuhku. Katakan sendiri apa yang ingin Mbak sampaikan ke Bang Sagara... Tapi jangan melewati batas," ujar Selena dengan suara tegas.Sejak tadi, sosok Marry terus berusaha meraih Sagara, tangannya yang tak kasat mata berkali-kali ingin memeluk lelaki itu.Linggar segera berdiri di belakang Selena, bersiap berjaga. Nicholas yang menyaksikan kejadian itu ikut maju, menepuk pundak Linggar."Gue aja," katanya.Linggar menatap Nicholas sejenak, lalu tersenyum kecil sebelum akhirnya melepaskan Selena. Begitu Marry masuk ke tubuhnya, Selena tersentak. Tubuhnya bergetar, lalu air matanya tumpah tanpa bisa dibendung."Mas Sagara..." suara lirih itu keluar dari bibirnya, tetapi itu bukan lagi suara Selena. Itu suara Marry.Tubuhnya bergerak, tangann

  • CALON TUMBAL   BAB 88

    Selena dan Nicholas sedang dalam perjalanan. Biasanya, Selena tak pernah kehabisan cerita, tapi kali ini ia hanya diam, menatap keluar jendela. Nicholas pun tak banyak bicara, pikirannya tampak jauh, seakan ada sesuatu yang membebani.Selena mencoba bersikap biasa, namun sejak mereka keluar dari rumah, suasana hati Nicholas terasa berbeda. Akhirnya, ia memilih memperhatikan jalanan, mengamati manusia dan yang bukan manusia. Sosok-sosok yang seharusnya tak terlihat oleh orang biasa berlalu-lalang di antara mereka, seolah masih hidup.Nicholas melirik Selena yang terus menatap ke luar. Tiba-tiba, ia menepikan mobil di dekat sebuah danau buatan yang sedang ramai dengan orang-orang. Selena menoleh, heran.“Kita mau turun di sini, Bang?” tanyanya.“Iya. Di sini ada festival jajanan. Kamu pasti betah,” jawab Nicholas dengan senyum tipis.Selena tertawa kecil. “Hehe, tau aja aku tukang jajan. Ya udah, yuk!”Ia melepas sabuk pengaman dan hendak turun, tapi Nicholas menahan tangannya.“Dek,” p

  • CALON TUMBAL   BAB 87

    Nicholas tiba di rumah, tetapi bayangan Selena tak tampak di mana pun. Ia bertanya pada bibi di rumah, dan mereka mengatakan bahwa Selena sedang berkeliling dengan sepedanya. Tanpa banyak berpikir, Nicholas langsung menuju kamarnya untuk mandi.Namun, baru beberapa anak tangga ia tapaki, suara roda sepeda yang memasuki halaman membuatnya berhenti. Sebuah senyum tersungging di wajahnya, lalu ia berbalik dan turun kembali.Di depan matanya, Selena berdiri dengan napas tersengal, meneguk air dari botolnya dengan rakus."Astaghfirullah, capek banget," gumamnya sambil mengelap keringat di pelipisnya.Tiba-tiba, sebuah handuk kecil jatuh di atas kepalanya. Selena mendongak, dan di sana, Nicholas berdiri dengan senyum khasnya."Abang? Abang udah pulang?" tanyanya, terkejut."Hm, ada seseorang yang di-chat tapi balesnya jutek. Jadi abang pulang aja," sahut Nicholas santai.Selena mengerutkan kening. "Hm? Temen abang?"Nicholas terkekeh. Gadis ini memang tidak pernah peka.Tanpa berkata apa-ap

  • CALON TUMBAL   BAB 86

    Selena kini duduk sendiri di kamarnya. Malam semakin larut, namun tidur seakan menjauh dari matanya. Pikirannya terus terjaga, terperangkap dalam kejadian yang membuatnya merasa sangat memalukan tadi."Bisa-bisanya aku pingsan, coba. Apa jangan-jangan aku beneran sakit jantung ya?" gumam Selena pelan, merasa cemas dengan perasaan yang tak biasa ia alami.Setelah sadar, Selena berkata bahwa dia merasa kelelahan agar Nicholas dan ayahnya meninggalkan kamarnya, sebab dia terlalu gugup untuk menghadapi kenyataan. Namun, kini, meski kamar terasa begitu sunyi, tidur tetap tak bisa menyapa matanya. Ia terus berguling, mencari posisi nyaman, tapi tetap tak berhasil.Akhirnya, Selena bangkit dan duduk di meja belajarnya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia membuka laptop dan mulai mencari arti dari gejala yang sedang ia rasakan. Ia takut jika itu adalah gejala penyakit jantung sungguhan, padahal usianya masih muda dan seharusnya tidak ada masalah seperti itu. Namun, setelah membaca hasilnya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status